Você está na página 1de 21

ANASTESI DAN SISTEM ENDOKRIN

Schwartz JJ, Rosenbaum SH: Anasteshia and the endocrine system. In Barash PG,
Cullen BF, Stoelting RK : Clinical Anasthesia, pp . 1129-1151. Philadelphia,
Lippincott williams dan Wilkins, 2006

Pemahaman

mengenai

patofisiologi

fungsi

endokrin

penting

dalam

penatalaksanaan anastesi bagi pasien dengan gangguan kelenjar yang memproduksi


hormon.( Schwartz JJ, Rosenbaum SH: Anasteshia dan sistem endokrin. Dalam
Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK : Klinik anastesi, Hal . 1129-1151. Philadelphia,
Lippincott williams dan Wilkins, 2006).
I.

Kelenjar Thyroid
A. Metabolisme dan Fungsi Thyroid
1.

Thyroxin (T4) dan Triidothyronin (T3) merupakan regulator


utama dalam aktifitas metabolisme seluler. Kelenjar thyroid semata-mata
berperan dalam sekresi T4 setiap hari ( 80-100g perhari, sekitar 6-7 hari).
Sekitar 80 % T3 diproduksi oleh deiodination axtrathyroidal dari T4
( pengeluarannya sekitar 24-30 Jam).
dalam 4 stadium/tingkatan (gambar 41-1).

Sintesis hormon thyroid terbagi

1. Iodium memenuhi

TSH & iodium depletion

kelenjar tiroid
+
Kelenjar tiroid

I0

2. Oksidasi iodium
membentuk tryosine

3. Oksidasi

+
Sisa Tyrosine
Thyroglobin

Monoiodotyrosin

Diiodotyrosin

Thyroglobulin

Thyroglobulin

Thyroglobulin

Monoiodotyrosin

Intraseluler

Diiodotyrosin

Diiodotyrosin

Diiodotyrosin

T3
4. Pelepasan & siklus

T4
Thyroglobulin

Thyroglobulin

Thyroglobulin

T4

T3
(Proteolisis)

Sisa Tyrosine

TSH

TSH

Siklus
Plasma T3 dan T4

Iodium
Gbr. 41-1. Gambaran skematik 4 tahap dalam sintesis & pelepasan hormon Tiroid

Tabel 41-1:
PENGARUH TRIODOTHYRONIN PADA KONSENTRASI RESEPTOR

Meningkatnya jumlah reseptor


Mengurangi jumlah reseptor cardiaccholinergik
2.

Sebagian besar efek dari hormon thyroid (hyperadrenergik)


dimediasi oleh T3 (Tabel 41-1)

B. Pengujian Fungsi Thyroid (Tabel 41-2)


Tabel 41-2 :
PENGUJIAN FUNGSI TIROID

Serum tiroksin

Serum triodothyroni

Pembentukan

stimulasi

Hormon thyroid

hormon
thyroid
rata-rata

Hiperthyroidisme meningkat

meningkat

meningkat

normal
atau rendah

Hypothyroidisme
Primer

rendah

normal-rendah

rendah

meningkat

Hypothyroidisme
Sekunder

rendah

rendah

rendah

rendah

Peny.euthyroidisme normal

rendah

Normal

Normal

Melahirkan

Normal

rendah

Normal

meningkat

C. Hyperthyroidisme
1.

Penanganan dan pertimbangan anastesi (Tabel 41-3).

Tabel 41-3 :
PERSIAPAN PASIEN HYPERTHYROID
-

propylthiouracil ( menghambat sintesis dan menurunkan konversi perifer


T4 menjadi T3

Iodida inorganik (menghambat pelepasan hormon)

Antagonis -adrenergik ( propranolol diberikan lebih dari 12-24 jam


mengurangi denyut jantung hingga < 90 denyut/menit).

Asam iopanoik ( Kontras radiografi menurunkan konversi perifer T4


menjadi T2 )

Glukokortikoid (menurunkan pelepasan hormon dan konversi perifer T4


menjadi T3)
a.

Kombinasi dari propranolol ( efektif dalam mengurangi


manifestasi aktivitas sistem saraf simpatis yang berlebih, ini dibuktikan
dengan jumlah denyut jantung < 90 denyut/menit) dan potassium Iodida
(menghambat

pengeluaran

hormon)

efektif

pasieneuthyroid sebelum anastesi dan pembedahan.

mengubah
Esmolol

sebaiknya diberikan secara kontinyu melalui infus intravena untuk


mengatur denyut jantung tetap < 90 denyut/menit.
b.

Tujuan penatalaksanaan intraoperative adalah keberhasilan


memperoleh anastesia yang dalam (seringkali dengan isofluran dan
desfluran)

hal

pembedahan.

tersebut

mencegah

respon

berlebihan

terhadap

Obat yang dapat mengaktifkan sistem saraf simpatik

(ketamin) atau yang meningkatkan denyut jantung (pancuranium) tidak


boleh direkomendasikan.
c.

Jika dipilih anastesi regional, epinefrin sebaiknya tidak


ditambahkan pada cairan anastesi lokal.

2.

Anastesi untuk operasi thyroid.


Thyroidektomi subtotal adalah salah satu alternatif untuk memperpanjang
terapi medis. Komplikasi yang berhubungan dengan operasi menjadi lebih
besar bila persiapan preoperasi tidak adekuat. (tabel 41-4 dan 41-5).
a.

Penting untuk mengevaluasi fungsi pita suara pada periode awal


post operasi dengan meminta pasien untuk mengucapkan huruf e.

b.

Kesulitan intubasi yang tidak terduga meningkat pada gondok


(pertimbangkan induksi inhalasi atau melakukan intubasi fiberoptik jika
terbukti adanya penyumbatan jalan nafas yang atau deviasi trakhea serta
terjadi penyempitan trakhea.

Tabel 41-4 :
KOMPLIKASI YANG BERHUBUNGAN DENGAN BEDAH THYROID

Badai

tiroid

berbeda

dari

hypertermia

malignant,

pheochromocytoma,anastesi yang tidak adekuat ; pada umumnya


berkembang dari pasien hyeperthyroid yang tidak terdiagnosis atau
terawat karena stres operasi.
-

Obstruksi jalan napas ( Buat tomography leher)

Kerusakan-kerusakan saraf laryngeal rekurent (suara serak bila unilateral


dan aponia bila bilateral)

Hypoparathyroidisme (gejalanya menghasilkan hypocalemia dijumpai 2448 jam dan menimbulkan laryngospasme)
Tabel 41-5 :

PENATALAKSANAAN DARI STRUMA TIROID

Cairan intravena

Sodium iodida (250 mg peroral atau IV setiap 6 jam)

Propylthiouracil ( 200-400 mg per oral atau Via NGT setiap 6 jam)

Hidrokortison (50-100 mg IV setiap 6 jam )

Propranolol ( 10-40 mg peroral setiap 4-6 jam) atau esmolol (drips)

Kompres dingin dan acetaminofen (meperidine,25-50 mg IV setiap 4-6


jam mungkin dapat digunakan untuk mengobati atau mencegah getaran).

Digoxin ( gagal jantung kongestif dengan fibrilasi arterial dan respon


ventrikuler yang cepat)
c.

Obstruksi jalan napas post operasi disebabkan oleh hematoma atau


tracheomalacia yang mungkin memerlukan reintubasi trachea segera.

d.

Operasi pada pasien hyperthyroid akut mungkin memicu terjadinya


badai thyroid.

D. Hypothyroidisme
1.

Hypothyroidisme

merupakan

salah

satu

penyakit yang relatif umum (0,5-0,8% pada orang dewasa) yang merupakan
hasil dari tingkat sirkulasi T4 dan atau T3 yang tidak adekuat (Tabel 41-6).
Tabel 41-6 :
MANIFESTASI HYPOTHYROIDISME

Lesu

Tidak tahan dingin dingin

Penurunan kardiak output dan denyut jantung

Vasokonstriksi perifer

Gagal jantung (Tanpa ada penyakit jantung)

Penurunan daya adhesive platelet

Anemia (perdarahan gastrointestinal)

Kemampuan konsentrasi renal terganggu

Penekanan korteks adrenal

Penurunan pergerakan gastrointestinal ( mungkin efek campuran


postoperasi ileus)

2.

Penanganan dan pertimbangan anastesi.


a.

Belum

ada

bukti

yang

mendukung

penundaan

operasi

elective(termasuk operasi bypass graft arteri coroner) pada pasien


hypotyroid ringan-sedang.
b.

Belum ada bukti yang mendukung pilihan tekhnik anastesi khusus


atau obat bagi pasien hypotyroidisme. Meski opioid dan anastesi yang
mudah menguap sering digunakan untuk menambah efek depresi pada
pasien. Sedikit dijumpai penurunan kebutuhan anastesi seperti yang
diperlihatkan oleh konsentrasi minimum alveolar.

c.

Perhatian yang sangat teliti harus dilakukan untuk mempertahankan


suhu badan.

3. Koma Myxedema adalah salah satu keadaan darurat yang memerlukan


terapi agresif (Tabel 41-7)
Tabel 41-7 :
PENANGANAN MYXIDEMA

II.

dibutuhkan intubasi trakhea dan kontrol ventilasi paru

levothyroxine (200-300 mg IV setiap 5-10 menit)

kortisol ( 100 mg IV kemudian 25 mg IV setiap 6 jam)

terapi cairan dan elektrolit dibantu oleh penanda serum elektrolit

suhu panas untuk melindungi panas tubuh

Kelenjar Parathyroid
A.

Fisiologi kalsium
Sekresi hormon parathyroid di regulasi oleh konsentrasi serum ion kalsium
( mekanisme umpan balik negatif) untuk mempertahankan jumlah kalsium
pada tingkatan normal (8,8-10,4 mg/dl).

B.

Hyperparathyroidisme

1.

Hiperkalsemia adalah respon untuk tanda


dan gejala spektrum luas (nefrolithiasis,kejang)

2.

Penanganan dan pertimbangan anasthesi


Infus NaCl preoperatif dan furosemid dapat menurunkan konsentrasi
serum kalsium. Belum ada bukti mengenai obat anastesi khusus atau
teknik yang istimewa.

Berhati-hati menggunakan relaksan otot.

Disarankan demikian karena efek hyperkalsemia yang tidak bisa


diprediksi

pada

neuromuskular

juncton.

Hati-hati

dalam

menempatkan pasien osteopenik selama pembedahan dibutuhkan untuk


meminimalkan kemungkinan patah tulang patologis.
C.

Hyporparathyroidisme
Tanda klinisnya berupa manifestasi hypokalsemia, dan penanganannya adalah
dengan pemberian kalsium glukonate (10-20 ml setiap 10% larutan IV) (Tabel
41-8)
Tabel 41-8 :
Gejala Hypocalsemia :
Iritasi jaringan saraf
Spasme otot skeletal
Gagal jantung kongestif
Perpanjang interval Q-T dalam elektrokardiogram

III.

Korteks Adrenal
A.

Efek biologis dari korteks adrenal mengambarkan kekurangan atau


kelebihan kortisol atau aldosteron (tabel 41-9).

B.

Kelebihan glukokortikoid (cushings syndrom) (Tabel 41-10)


1. diagnosis hyperadrenocortisim tidak lepas dari kegagalan pemberian
dexamethasone secara exogeous untuk menekan sekresi kortisol
endogeous.

2. Penatalaksanaan anastesi ( Tabel 41-11)


3. Etomidate telah digunakan untuk menunda penanganan medis penyakit
Cushing berat karena etomidate dapat menghambat sintesis steroid.
C.

Kelebihan

mineralokortikoid

perlu

dipertimbangkan

pada

pasien

nonedematous hipertensi yang memiliki hypokalemia peresisiten dan tidak


menerima potasium-wasting duiretik.
D.

Insufisiensi adrenal (peny. Addisons)


1. Secara klinis, insufisiensi adrenal primer biasanya tidak terlihat jelas
sampai terjadi kerusakan korteks adrenal kurang lebih 90 %

2. Presentasi klinis selalu menyangkut hipotensi (derajat tinggi yang


mencurigakan bertahan pada pasien yang memperlihatkan instabilitas
kardiovaskuler sebagai tanda penyebab yang jelas).
3. penanganan dan penatalaksanaan anastesi
a. terapi immediate terdiri dari resusitasi elektrolit (dextrose dalam NaCl) dan
penggantian steroid (100 mg IV setiap 6 jam dalam 24 jam)
b. bantuan inotropik diindikasikan bila

hemodinamik tetap tidak stabil

walaupun resusitasi cairan sudah adekuat.


Tabel 41-9 :
PERBANDINGAN FARMAKOLOGI KORTIKOSTEROID

Anti inflamasi

Mineralokortikoid

Jumlah dosis yang


equivalent

Kerja jangka pendek


Kortisol(hydrokortison)

1,0

1,0

20,0

Kortisone

0,8

0,8

25,0

Prednison

4,0

0,25

5,0

Predisolone

4,0

+/-

5,0

Metil prednisolon

5,0

+/-

4,0

Kerja jangka menengah


Triamsinolon

5,0

+/-

4,0

30

+/-

0,75

Kerja jangka lama


Deksametason
Tabel 41-10 :
Manifestasi dari kelebihan kortikoid
Badan gemuk dan tungkai yang

kurus ( memperlihatkan redistribusi lemak dan kurangnya otot skeletal)

Osteopenia

Hyperglikemia

Hipertensi (retensi cairan)

Perubahan emosional

Kerentanan terhadap infeksi

E.

Penggatian steroid selama periode perioperative


1. Pasien dengan insufisiensi adrenal disertai adrenal hypothalamic-pituitary
(HPA) sebagai akibat penekanan steroid kronis yang digunakan untuk
menambah kortikosteroid untuk membantu meningkatkan out put kelenjar
adrenal normal selama stress.
a.

Kelenjar adrenal normal dapat mensekresi lebih dari 200 mg


kortisol/ hari dan selama stress mensekresi antara 200 dan 500 mg per
hari.

b.

HPA perlu dipertimbangkan secara lengkap bila jumlah kortisol


plasma lebih besar dari 22 g/dl selama stress akut.

c.

Anastesi regional menunda peningkatan jumlah kortisol plasma


yang ditimbulkan oleh pembedahan dan anastesi umum yang dalam
yang menekan peningkatan hormon stress.

10

Tabel 41-11 :
Penanganan pada Pasien yang Menjalani Adrenalektomi
-

Mengatur hipertensi

Kontrol diabetes

Menormalkan volume cairan intravaskuler(diuresis dengan spironolakton


membantu pergerakan cairan dan menormalkan konsentrasi potassium)

Mengantikkan glukokortikoid (Kortisol 100 mg IV setiap 8 jam)

Hati-hati memposisikan pasien pada meja operasi (osteopenic)

Menurunkan dosis awal relaksan otot jika otot skelet menjadi lemah.

Tabel 41-12 :
Aturan Pemberian Suplemen Steroid
Fisiologis ( pendekatan Dosis Rendah)
Kortisol 25 mg IV sebelum induksi anastesi, diikuti infus lanjut ( 100 mg
setiap 24 jam)
Suprafisiologis
Kortisol 200-300 mg IV dibagi dosis pada hari operasi
d.

Walaupun gejala klinis insufisiensi adrenal signifikan selama


periode preoperative, tetapi jarang ditemukan dokumen yang secara
langsung berhubungan dengan defisiensi glukokortikoid.

2. Identifikasi

pasien

yang

membutuhkan

suplemen

steroid

tidak

mudah/praktis (tes propokatif dengan stimulasi ACTH lebih mahal dinading


dengan resiko singkat suplemen steroid).
a. Penekanan aksis HPA dapat terjadi 5 x sehari setelah pemberian
prednison 20 mg atau lebih. Penekanan ini dapat juga terjadi dengan
pemberian steroid secara lokal, regional dan inhalasi ( terapi
intermitten) menurunkan resiko penekanan.

11

b. Pemulihan kembali fungsi HPA terjadi perlahan dan membutuhkan


waktu 9-12 bulan.
3. Tidak ada regiment optimal penggantian steroid preoperatif(penggantian
dosis rendah melawan dosis tinggi) (Tabel 41-12). Pasien yang
menggunakan steroid saat operasi sebaiknya mengganti dosis mereka yang
biasanya pada pagi hari menjelang operasi dan diberi supleman sesuai
jumlah tersebut yang ekuivalen mengganti dosis yang biasanya. Kortisol
secara cepat mempertahankan dosis normal pasien selama periode post
operasi.
4. Meskipun tidak ada nukti meyakinkan yang mendukung peningkatan
insiden infeksi atau penyembuhan luka ketika dosis suprafisiologis
suplemen steroid digunakan secara akut, tujuan terapi tersebut adalah untuk
menggunakan dosis obat minimal yang dibutuhkan untuk melindungi pasien
secara adekuat.
F.

Terapi glukokortikoid exogenus (Tabel 41-9)

IV.

Medula Adrenal
A.

Medula adrenal disamakam dengan neuron


postganglion, sekalipun berfungsi mensekresi katekolamin yang merupakan
hormon, tapi tidak sebagai neurotransmiter.

Tabel 41-13 :
MANIFESTASI FEOKROMOCYTOMA

terus menerus (kadang-kadang paroxysmal) hipertensi, (sakit kepala)

hipertermia malignan

kardiak distritmiosis

hipotensi ortostatik (menurunnya volume darah)

gagal jantung kongestif

kardiomiopati

12

B.

Pheochromocytoma
Tumor ini memproduksi, menyimpan dan mensekresi katekolamin yang
mungkin menimbulkan efek cardiovaskuler yang mengancam jiwa. (tabel
41-13)
1.

diagnosis pheocromacitoma didasarkan pada jumlah katekolamin


dalam plasma dan katekolamin yang dimetabolisme(asam vanilimandelik)
pada urine.
a.

Kelebihan produksi katekolamin adalah diagnosis untuk


pheocromacytoma

b.

Computed tomografi atau MRI dapat digunakan untuk


menentukan lokasi tumor.

2.

Pertimbangan anastesi
a. Persiapan

preoperatif

(phetholamin,prazonin)

terdiri
sebelum

dari

operasi

blokade
jika

awal

memungkinkan,

perbaikan volume cairan intravaskuler dan pengaturan -blokade. blokade diindikasikan jika terjadi disritmi kardial atau takikardi yang
menetap setelah pemberian -blokade.

Tujuan dari terapi medis

adalah untuk mengontrol denyut jantung, menekan disritmiasis


kardial dan mencegah peningkatan serangan mendadak pada tekanan
darah.
b. Penanganan anastesi preoperative (Tabel 41-14)
c. Periode post operasi, jumlah katekolamin plasma kembali pada
keadaan normal setelah beberapa hari, dan sekitar 75 % pasien
menjadi normotensi setelah 10 hari.
V.

Diabetes Melitus
A. Diabetes Melitus merupakan penyakit endokrin yang paling umum
ditemukan pada pasien bedah (25%-50% penderita diabetes akan

13

membutuhkan pembedaan). Ini adalah penyakit dengan tingkat perluasan


yang cepat dan manifestasinya dapat berubah (tidak dapat diatasi pada
tahap awal) terhadap stress yang ditimbulkan selama pembedahan.

Tabel 41-14 :
PENATALAKSANAAN ANASTESI PADA PASIEN DENGAN PHEOCROMOCYTOMA

lanjutakan terapi medis preoperative

memonitoring

invasif

arteriol

dan

kateter

arteri

pulmunal,

trasesophageal echocardiografi)
-

Anastesi dalam yang kuat sebelum memulai laryngoskopi untuk intubasi


trakhea.

mempertahankan anastesi dengan opioid dan anastesi inhalasi yang tidak


membuat jantung peka terhadap katekolamin.

Pemilihan relaksasi otot dengan efek kardiovaskuler yang minimal.

Kontrol sistem tekanan darah dengan nitroprusida atau phentolamin


( magnesium,nitroglicerin, kalsium chanel bloker dapat menjadi obat
vasodilatasi alternatif

Kontrol tachydisritmiasis dengan propranolol, esmolol atau labetolol.

Antisipasi hipotensi dengan ligasi suplay pembuluh darah tumor ( diawali


dengan memberikan cairan intravena dan vasopressor ( infus norepinefrin
berlanjut jika dibutuhkan)

B. Klasifikasi (Tabel 41-15)


Tabel 41-15:
KLASIFIKASI DIABETES MELITUS

Tipe I (tergantung insulin)


Menyerang anak-anak, orang kurus, cenderung ketoasidosis, selalu
membutuhkan insulin exegenous

Tipe II (tidak tergantung insulin)

14

Menyerang orang dewasa, obesitas, tidak cenderung ketoasidosis, dapat


dikontrol melalui diet atau obat hypoglikemia oral.
-

Diabetes gestasional
Dapat menandai DM tipe II yang berlanjut.

C. Penanganan (Tabel 41-16)


Tabel 41-16 :
PENANGANAN DIABETES MELITUS

Type I : Insulin
Type II : Diet dan olah raga
Sulfonilurea (mempertinggi sekresi insulin oleh sel beta)
Metformin ( mempertinggi sensifitas hepar dan jaringan perifer
terhadap insulin)
Thiazolidindion (meningkatkan sensivitas insulin)
Alfa glocosedasi inhibitor (menurunkan absorbsi postprandial
glukosa)
D. Penatalaksanaan anastesi
1.

Pre operasi ( Tabel 41-17)


Sudah diketahui kebenarannya bahwa pasien sebaiknya berada pada
tingkat kontrol metabolik yang paling baik yang memungkunkan pre
operasi.

2.

Intraoperatif
Rencana anastesi yang lengkap tergantung ada tidaknya penyakit pada
end-organ, monitoring invasif dapat diindikasi untuk pasien dengan
penyakit jantung. Penatalaksanaan cairan dan pemilihan obat dapat
dipengaruhi oleh fungsi ginjal, dan aspirasi dapat disebabkan oleh
adanya gastroparesis.
a.

Jumlah glukosa darah sebaiknya diukur pada saat


preoperasi dan post operasi. Kebutuhan penambahan pengukuran

15

ditentukan oleh durasi dan besarnya operasi dan stabilitas


diabetes.
b.

Dehidrasi dapat terjadi pada saat tiba diruang operasi pada


diuresis osmotik.

c.

Penting untuk mencatat jumlah glukosa yang dimasukkan


secara intravena untuk menghindari over dosis (dosis glukosa
standar untuk dewasa 5-10 mg/jam; 100-200 ml dari 5%
glukosa/hari)

Tabel 41-17 :
EVALUASI PREOPERATIF PADA PASIEN DIABETES MELITUS

Riwayat

dan

pemeriksaan

fisik(gejala

langsung

berupa,

penyakit

serebrovaskuler,peny. Arteri koroner, neuropati perifer).


-

Tes laoratorium ( elektrokardiogram, glukosa darah, kreatinin, jumlah


potasium dan analisis urin (glukosa,keton dan albumin) ).

Ditandai syndrom kaku sendi ( kesulitan untuk melakukan laringoscopy)

Ditandai

neuropati

sistem

saraf

otonomik

kardial

ditandai

takikardi,hypotensi orthostatic)
-

Tanda-tanda neuropati sistem saraf autonomik vagal (pengosongan cairan


gastoparesis secara lambat (metoclopramide dapat digunakan) tetapi mungkin
tidak membersihkan cairan

Predisposisi neuropati autonomik untuk hypotermi intraoperative.


d.

Daerah lain pada pasien yang sangat penting di monitoring


pada pasien diebetes adalah penempatannya dimeja operasi. Saraf
perifer pada DM dapat menjadi iskemik dan rentan terhadap
tekanan atau stress injury.

3.

Tujuan glycemis
a. Meskipun hyperglikemia ringan berhubungan dengan peningkatan
kelainan peroperative dan kontrol untuk mencapai euglicemia

16

dapat mengurangi komplikasi (kerusakan iskemik eksaserbasi


hyperglikemia neural)
b. Pertahankan level glukosa glukosa perioperatif dengan jumlah
antara 110 dan 200 mg/dl.

4.

Aturan penatalaksanaan
a.

Tidak terdapat kesepakatan mengenai jalan optimal untuk


mengatur perubahan metabolisme preoperatif pada pasien diabetes
dan terdapat banyak pilihan yang dapat dilakukan. Banyak faktor
yang dapat mempengaruhi regiment.(tabel 41-18)

Tabel 41-18 :
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

SELEKSI ATURAN PENATALAKSANAAN

DIABETES

tipe diabetes melitus

seberapa agresif euglicemia yang dapat dicapai

apkah pasien diberi insulin

apakah pembedahan minor dan dalam berjalan

apakah pembedahan merupakan pilihan atau darurat

kemampuan rumah sakit menangani rencana aturan yang kompleks.


b.

Tujuan dari setiap aturan tesebut adalah untuk meminimalkan


kekacauan metabolisme untuk meghindari hypoglicemia. (tabel 4119)

Tabel 41-19 :
PENATALAKSANAAN ATURAN INTRAOPERASI UNTUK PASIEN DENGAN DM

DM tipe I
Pemberian 2-3 kali insulin subkutaneus pada pasien intermedial pada
pagi hari sebelum operasi.

17

Regulasi titrat insulin (skala sliding) yang didasarkan pada pengukuran


glukosa darah atau infus insulin (0,5-2,0 unit/jam, 100 unit insulin
reguler pada 1000 ml saline normal sebanyak 5-20 ml/jam) biasanya
untuk mempertahankan glukosa darah pada level yang diinginkan.
Infus glukosa ( 5% dalam 75-125 ml/hr) mencegah terjadinya
hypoglikemia pada saat puasa.
-

DM tipe II
Pemberian sulfonilurea bila pasien mengalami NPO (menurunnya
resiko hypoglikemia dan obat ini turut campur dalam mempengaruhi
kardioproteksi prekondisi iskemik).
Pemberian metformin (khususnya jika resiko fungsi ginjal menurun
menjelang operasi dan berhubungan dengan resiko asidosis laktat).
Lanjutan thiazolidinedion (tidak mempredisposisi hipoglikemia).
Pemberian penghambat -glukosidase (hanya bekerja pada saat makan).
Pasien yang menerima insulin yang dirawat pada DM tipe I

Post operasi
Transisi ke aturan yang lama yang memulai intak oral.
DM tipe II yang menjalani operasi hypogaster mungkin memiliki
resolusi intoleransi glukosa yang cepat (butuh agen oral atau
penghancur insulin).

E. Kedaruratan
1.

Koma hyperosmolar nonketotik (Tabel 41-20)

Tabel 41-20 :
MANIFESTASI KOMA HIPERMOSMOLAR NONKETOTIK

Pasien tua dengan gangguan mekanisme haus

Diabetes minimal atau ringan.

Hyperglikemia berat (>600 ml/dl).

Tidak adanya ketoasidosis.

Hyperosmolar (serangan, koma,trombosis vena)

18

2.

Diabetes ketoasidosis
a. Manifestasi diabetes ketoasidosis berupa insufisiensi insulun yang
memblok metabolisme asam lemak, menghasilkan akumulasi
asetoasetat

dan

-hydoksibutirat

(Tabel

41-21).

Karena

leukositosis, nyeri abdomen, ileus, dan penurunan jumlah elevasi


amilasi pada umumnya ditemukan pada diabetes ketoasidosis,
pada beberapa keadaan pasien salah didiagnosis sehingga
memperoleh masalah dalam pembedahan intraabdomen.
Tabel 41-21 :
MANIFESTASI DIABETES KETOASIDOSI

Asidosis metabolik

Hyperglikemia (300-500 mg/dl)

Dehidrasi (diuresis osmosis dan muntah)

Hypokalemia (nampak ketika asidosis dikoreksi)

Kelemahan otot skeletal (hypofosphatemia dengan koreksi asidosis)


b. Penanganan (Tabel 41-22)

Tabel 41-22 :
PENANGANAN DIABETES KETOASIDOSIS

- Insulin reguler 10 unit IV didikuti infus intravena lanjut (insulin dalam


setiap unit /jam = glukosa darah/150)
- Cairan intravena (isotonik) dibantu tanda vital dan pengeluaran urin
(antisipasi defisit 4-10 liter)
- Potasium klorida 10-40 mEq/jam IV ketika pengeluaran urin melebihi 0.5
ml/kg/jam
- Glukosa 5% 100 ml/jam ketika konsentrasi serum glukosa turun dibawah
250 mg/dl.
-

Pemberian sodium bikarbonat untuk mengoreksi pH <6,9

19

3.

Hypoglikemia menimbulkan tanda pada stimulasi sistem saraf


simpatis (takikardi, hipertensi, diaphoresis), akibatnya pada anastesi
pasien dapat menutupi atau salah diagnosa pada level anastesi yang
tidak adekuat untuk menstimulasi pembedahan.
a.

Pembedahan pasien diabetes lebih mengarah pada


peningkatan hypoglikemia jika insulin atau sulfonilurea diberikan
tanpa suplemen glukosa.

b.

Insufisiensi ginjal memperpanjang kerja insulin dan obat


hypoglikemia oral.

VI.

Kelenjar Pituitary
A. Kelenjar pituitary dibagi menjadi pituitary anterior(hormon yang
mensimulasi tiroid, hormon adrenokartikostropic, gonadotropis, hormon
pertumbuhan) dan pituitai posterior (Vasopresin, oxytocin). Keduanya
dikontrol oleh hipotalamus.
B. Akromegali merupakan maslah umum para anastesiologi (tabel 41-23)
Tabel 41-23 :
MASALAH ANASTESI BERHUNGAN DENGAN AKROMEGALI

Hypertropi skeletal, konektif dan jaringan lemak


Pembesaran lidah dan epiglotis (obstruksi jalan napas atas)
Meningkatnya insiden intubasi yang sulit
Pengecilan pita suara (parau, pertimbangkan intubasi sadar)
Paralisis saraf laryngeal yang recurent
Dispnea atau stridor (penyempitan subglotis)
Saraf perifer atau arteri

Hypertensi

Diabetes Melitus

20

C. Diabetes insipidus mencerminkan defisiensi hormon antidiuretik (ADH)


secara pasti atau relative, menghasilkan hypovolemia (ketidakmampuan
konsentrasi urin) dan hipernatremia ADH juga digunakan pada shock
vasolidatasi.
D. Sekresi hormon antidiuretik yang tidak tepat menyebabkan dilusi
hiponatremia dan penurunan serum osmolar. Perubahan ini biasanya
terjadi pada trauma kepala atau tumor intracranial. Penangan awal
terbatas pada pemberian cairan setiap hari sebesar 800 ml.
VII.

Respon EndokrinTerhadap Strees Pembedahan


A. Anastesi, pembedahan dan trauma menimbulkan respon metabolisme
endokrin (secara menyeluruh meningkatnya jumlah kortisol plasma,
ADH, renin, katekolamin, endorpin) dan perubah metabolik
(hyperglikemia, kesinambungan nitrogen negatif).
B. Anastesi regional mungkin memblok sebagian metabolisme respon stress
selama pembedahan (blokade komunikasi neural dari daerah operasi).

21

Você também pode gostar