Você está na página 1de 17

APLIKASI PROTEIN DALAM BERBAGAI BIDANG

Oleh Mega Puspitasari/1306370530


Abstrak
Protein merupakan makromolekul yang tersusun atas rangkaian asam amino. Asam amino tersebut
dihubungkan melalui sebuah ikatan bernama ikatan peptida. Sebagai makromolekul penyusun utama
makhluk hidup, protein memiliki fungsi dan peran yang sangat vital, mulai dari fungsinya sebagai
molekul struktural (pembangun), molekul transportasi, molekul penyimpanan, hingga sebagai
biokatalis. Di dalam dunia industri, protein sudah banyak dimanfaatkan dan diaplikasikan, baik
sebagai bahan baku maupun sebagai bahan aditif yang dapat membantu proses dalam industri
tersebut untuk menghasillkan produk yang lebih bernilai jual tinggi. Aplikasi protein tersebut telah
dilakukan oleh banyak bidang, diantaranya yaitu di bidang kesehatan, pangan dan minum, industri,
kosmetik, militer, peternakan, pertanian, energi, dan teknologi.
Kata Kunci: Vaksin, Insulin, Roti, Susu, Keju, Enzim Xylanase, Transglutaminase, Protein Sel Tunggal,
HFCS, Penyamakan kulit, Biosensor.
1. Aplikasi Protein dalam Bidang Kesehatan
1.1
Vaksin

Gambar 1. Protein pada Vaksin


(Sumber : www.slideshare.net)
Vaksin berasal dari kata vaccinus yang berarti berasal dari sapi. Vaksin merupakan bahan
antigenic yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga
dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi oleh organisme alami. Vaksin dapat berupa
organisme hidup dan mati atau hasil-hasil pemurniannya (protein, peptide, partikel serupa virus).
Pada proses pembuatan vaksin, protein sangat berperan di dalamnya. Pembuatan vaksin
terdiri dari beberapa tahap yaitu diantaranya adalah persiapan benih virus. Kemudian setelah
disiapkan, virus ditumbuhkan dalam media yang mengandung protein misalnya protein yang berasal
dari mamalia (protein murni dari darah sapi). Media ini dapat mendorong proses reproduksi dari sel.
Pertumbuhan virus dapat dibantu dengan bantuan enzim ke medium yang digunakan. Enzim yang
digunakan yaitu enzim tripsin. Enzim tripsin merupakan protein yang berfungsi sebagai katalis dalam
metabolism dan pertumbuhan sel. Pada proses ini, tripsin didapatkan dari pancreas sapi. Setelah
dilakukan pertumbuhan pada virus, virus tersebut lalu dipisahkan dari mediumnya. Pemisahan ini
dapat dilakukan dengan cara filtrasi, sentrifugasi atau teknik lain.

1.2

Insulin
Insulin merupakan hormone utama yang bertanggung jawab untuk regulasi metabolisme
glukosa dan regulasi sinyal penyimpanan dan penggunaan banyak nutrien dasar. Insulin bekerja
sebagai suatu hormon anabolik, mengaktifkan sistem translator dan enzim yang terlibat dalam
penggunaan dan penyimpanan glukosa, asam amino, dan asam lemak intraseluler. Insulin merupakan
protein sederhana yang terdiri atas 51 asam amino, 21 di antaranya merupakan satu rantai
polipeptida dan 30 diantaranya terdiri dari rantai kedua. Dua rantai ini dihubungkan dengan ikatan
disulfide. Coding sequences untuk insulin ditemukan dalam DNA bagian atas dari lengan pendek
kromosom ke-11 yang berisi 153 basa nitrogen (63 dalam sebuah rantai/chain A dan 90 dalam rantai
lainnya/chain B). Kedua rantai ini berbentuk heliks.

Gambar 2. Produksi insulin pada manusia


(Sumber : www.ied.edu.hk)
Insulin merupakan suatu protein yang bertugas mengatur metabolisme gula di dalam tubuh
manusia. Penderita diabetes tidak dapat menghasilkan insulin dalam jumlah maksimal sehingga
diperlukan bantuan dari luar tubuh untuk memenuhi suplai insulin. Sebelumnya, insulin bisa
didapatkan dari kelenjar pancreas sapid an babi. Pada umumnya untuk memperoleh 0,45 kg insulin
dibutuhkan 750 orang pasien diabetes dalam setahun diperlukan 3.600 kg kelenjar pancreas yang
berasal dari 23.000 ekor hewan.
Insulin manusia tersusun atas dua rantai protein A dan B. Urutan basa nitrogen dalam molekul
DNA yang mengkode masing-masing rantai dibuat dalam tabung reaksi dengan menggunakan
struktur yang diketahui insulin. Tiap molekul DNA dari masing-masing rantai dicangkokan ke dalam
plasmid maka terbentuk DNA rekombinan. Bila DNA rekombinan ini dimasukan ke dalam sel-sel
bakteri maka tiap DNA rekombinan menunjukan ekspresinya dan bakteri membuat hibrid protein
insulin rantai A atau rantai B. Kedua rantai peptida kemudian disatukan maka akan terbentuklah
insulin manusia yang aktif.

1.3

Mendiagnosa Penyakit Parkinson


Penelitian untuk mendiagnosa penyakit Parkinson telah menemukan bahwa protein tertentu
yang muncul dari cairan tulang belakang menjadi alat untuk mengidentifikasi sejak dini seseorang bisa
terkena penyakit Parkinson. Hasil penemuan ini dilaporkan tim dari University of Pennsylvania dan
dipublikasikan dalam The Journal JAMA Neurology pada 27 Agustus 2013.
Dalam pertama kali uji, para peneliti mengambil sampel cairan serebrospinal adalah bantalan
cair untuk otak dan sunsum tulang belakang yang diperoleh dari 102 orang peserta PPMI dan 63
orang peserta merupakan pasien penyakit Parkinson dengan sisa peserta tidak ada gejala Parkinson.
Dari hasil uji tersebut para peneliti memfokuskan pada lima protein biomaker yaitu amyloid beta, total
tau, phosphorylated tau, alpha synuclein dan rasio total tau ke amyloid beta. Sehingga mereka
menemukan bahwa tahap awal orang Parkinson memiliki tingkat amyloid beta dan alpha synuclein
yang lebih rendah. Penguraian protein bisa menjadi awal pemahaman yang lebih teknis tentang
bagaimana penyakit parkinson terjadi. Seperti disebabkan karena menipisnya kimia dopamin otak,
kemajuan dan perubahan dalam tubuh sebagai tkita gejala baru.
1.4

Serum Bisa Ular


Protein pada darah kuda yang diberikan bisa ular dapat dimanfaatkan sebagai serum
penangkal jika tubuh manusia terkena bisa ular. Bisa ular dalam jumlah yang tidak mematikan
disuntikkan ke darah hewan yang mempunyai kekebalan tinggi, misalnya kuda. Tubuh kuda akan
membentuk antibody dalam darahnya. Kemudian protein dari darah kuda tersebut diambil sebagai
serum yang diinginkan. Sebenarnya, tubuh manusia juga memiliki kekebalan tubuh (antibody), namun
antibody pada manusia mempunyai keterbatasan sehingga untuk membantu antibody tersebut
dibutuhkan serum. Antibody tersebut ada dalam darah putih(leukosit) yang disebut daya imun aktif,
sedangkan serum disebut daya imun pasif.

Gambar 3.Serum Bisa Ular


(Sumber: www.biofarma.co.id)
1.5

Penisilin dan Biosensor


Penisilin asilase yang digunakan untuk proses pengubahan penisilin menjadi bentuk yang
lebih aktif, berlangsung lebih cepat dan sederhana. Sementara Biosensor dapat digunakan untuk
pengukuran kadar glukosa bagi penderita diabetes dengan memanfaatkan sensor elektroda glukosa
oksidase yang digabungkan dengan elektroda oksigen
2. Aplikasi Protein dalam Bidang Pangan dan Minuman
2.1
Roti
Enzim lipase dapat digunakan dalam proses pembuatan roti. Enzim lipase memiliki sisi aktif
sehingga dapat menghidrolisis triasilgliserol menjadi asam lemak dan gliserol. Enzim lipase dapat
digunakan untuk menghasilkan coklat tiruan, serta glukosa oksidase untuk mencegah reaksi
pencoklatan pada produk tepung telur dan lain-lain. Sumber enzim lipase didapatkan dari bakteri

(S.aureus), kapang (Aspergillus niger, Rhizopus arrhizus), tanaman yang menghasilkan


trigliserida(kacang-kacangan), pancreas dan susu.
Enzim xilanase juga dapat digunakan dalam pembuatan roti. Efisiensi xilanase dalam
perbaikan kualitas roti yang telah dilakukan, yaitu xilanase yang berasal dari Aspergillus niger var
awamori yang ditambahkan ke dalam adonan roti menghasilkan kenaikan volume spesifik roti dan
untuk lebih meningkatkan kualitas roti maka perlu dilakukan kombinasi penambahan amilase dan
xilanase (Maat et al., 1992).
Dalam pembuatan roti juga diperlukan enzim amylase. Tepung terigu mengandung -amilase
yang memadai tetapi kekurangan -amilase untuk mendapatkan kualitas roti yang optimal.
suplementasi roti dengan -amilase mengintensifkan amilolisis, yang akan menjamin kualitas roti
(Kruger, 1987). Roti yang dibuat dengan penambahan -amilase tetap segar untuk kurun waktu
yang lebih lama, fakta karena dekstrin terakumulasi dalam inti dan gelatinisation yang lebih baik
dari pati yang tidak terhidrolisis. Roti yang diperoleh juga, memiliki volume yang lebih besar,
meningkatkan porositas inti dan elastisitas, warna kerak lebih intens, rasa lebih jelas dan kesegaran
lebih lama (Bordei, 2004).

Gambar 4. Enzim -amylase


(Sumber: http://www.asutex.com)
-amilase secara rutin ditambahkan ke adonan roti dalam rangka untuk menambah
jumlah dekstrin dengan derajat polimerisasi 3-9 yang merupakan produk antara dari konversi pati
menjadi maltosa. Berat molekul yang rendah dari dekstrin sangat efektif dalam menurunkan
kekerasan roti, sehingga menghasilkan perbaikan dalam volume dan tekstur produk (Bowles,
1996; Defloor and Delcour, 1999; Kulp and Ponte, 1981; Leon et al, 1981; Martin and Hoseney, 1991;
Min et al, 1998; Ziobro et al, 1998 in Hopek et al, 2006). Secara komersial enzim -amilase
dihasilkan baik oleh bakteri seperti dari genus Bacillus, maupun kapang dari genus Aspergillus
dan Rhizopus (Setiasih S dkk, 2006). Saat ini, amilase maltogenik yang termostabil dari Bacillus
stearothermophilus menjadi primadona digunakan secara komersial pada industri roti (Souza and
Magalhaes, 2010).
2.2

Susu
Pada susu, salah satu unsur yang penting adalah protein. Protein yang terdapat pada susu
terdiri atas kasein dan protein serum (whey protein). Dalam hal ini, kasein merupakan 80% dari
seluruh protein susu dan 20% protein seum (whey protein). Terdapat tiga jenis dalam kasein, yaitu
50% alpha-kasein, 33% betha kasein, dan 15% kappa kasein. Sedangkan dalam protein serum
terdapat dua jenis yaitu protein globulin dan 68% albumin. Dalam prosesnya, prosesnya, pertama
kasein dipisahkan dari krim dengan agen pengfilter sehingga lemaknya naik ke atas. Ketika susu telah
terpisah, garam kasein dan enzim kalsium kaseinat tertahan di dalam susu skim tersebut. Lalu untuk
memisahkan kasein dengan susu skim, digunakan proses presipitasi. Inti dari presipitasi adalah susu
dipanaskan dengan kondisi yang sangat dikontrol. Setelah beberapa lama, protein akan menyusut
dan mengeluarkan embun. Hasil dari proses ini adalah protein serum. Protein Efficiency Ratio (PER)
menyatakan nilai protein dalam susu. Rata-rata PER dalam susu bernilai 3,1 lebih tinggi dibanding
dengan protein dalam gandum, kedelai maupun daging sapi.
Susu mengandung sejumlah enzim seperti yang sebelumnya dijelaskan. Asal mula enzim
dalam susu adalah dari sel glandula mammae atau dari plasma darah (leukosit). Ada yang
ditemukan dalam fase whey dari susu skim (misalnya katalase, laktoperoksidase, ribonuklease),
dan enzim yang lain terikat dengan kasein (proteinase dan lipase) atau terikat dengan krim

(santin oksidase, katalase). Jumlah enzim yang ada tergantung pada beberapa faktor, seperti
bangsa ternak, penyakit (mastitis menyebabkan perubahan komposisi enzim dalam susu), dan fase
laktasi
Kasein dan protein serum dalam protein susu berfungsi bagi tubuh. Kasein adalah pembawa
mineral Kalsium dan Fospat. Kasein berfungsi dalam penjagaan kandungan mineral dalam keadaan
terlarut sekaligus menjaga pembentukan Kalsium Fospat yang tidak larut. Selain itu, kasein juga
berfungsi sebagai pertahanan dan bakteri ataupun virus. Sedangkan protein serum berfungsi untuk
meningkatkan imunitas tubuh. Selain itu, protein serum mengandung laktoforin yang memiliki fungsi
sebagai pengikat zat besi. Protein serum merupakan kelompok protein kompleks dan terdapat dalam
kolostrum.
Tabel 1. Konsentrasi enzim dalam susu
(Sumber: Elisa, Universitas Gadjah Mada. Enzim dalam Susu dan Pengolahan Susu)

Tabel 2.Sumber dan penggunaan enzim dalam susu


(Sumber: Elisa, Universitas Gadjah Mada. Enzim dalam Susu dan Pengolahan Susu)

2.3

Keju
Dalam proses pembuatan keju digunakan enzim yang bernama rennet. Rennet merupakan
kelompok enzim protease yang ditambahkan pada susu pada saat proses pembuatan keju. Rennet
berperan untuk menghidrolisis kasein terutama kappa kasein yang berfungsi mempertahankan susu
dari pembekuan. Enzim yang paling umum yang diisolasi dari rennet adalah chymosin. Chymosin

dapat diisolasi dari beberapa jenis binatang, mikroba atau sayuran. Chymosin yang berasal dari
mikroorganisme lokal atau asli yang belum mendapat rekayasa genetik dalam aplikasi pembuatan
keju atau cheddar kadang-kadang menjadi kurang efektif.
2.4
Minuman bersuplemen
Minuman suplemen fitness whey protein dibuat dari susu sapi. Whey protein merupakan
sumber protein terbaik dengan kualitas tertinggi, Whey protein kaya akan BCAA (Branched Chain
Amino Acids) dan mengandung banyak sumber makanan alami.Whey protein sendiri adalah hasil
pengolahan susu selain keju. Manfaat dari whey protein sangat banyak, antara lain dapat membantu
kita membakar lemak selama berolahraga, membantu menurunkan berat badan karena whey protein
rendah lemak, karbohidrat dan juga kalori. Cocok sekali untuk yang sedang menerapkan program
diet. Tidak hanya itu, mengonsumsi whey protein juga dapat mempercepat proses recovery pada otot
sehabis latihan. Aneka asam amino dalam produk suplemen whey protein dapat membantu pula
memperbesar massa otot, jika menginginkannya
BCAA (Branched Chain Amino Acids) merupakan asam amino esensial, yang artinya tubuh
tidak dapat memproduksinya sendiri dan harus mendapatkan asupan dari luar. BCAA merupakan
gabungan dari 3 asam amino esensial yaitu leusin, isoleusin, dan valine. Asam amino ini bertugas
menjaga kadar protein otot tidak hilang atau rusak saat latihan. Keberadaan BCAA ini sangat penting
dalam mencegah katabolisme otot (penyusutan otot).
BCAA bekerja dengan cara mencegah kerusakan otot pada masa pemulihan setelah latihan.
Biasanya setelah melakukan latihan beban, sintesis protein otot akan meningkat tetapi pemecahan
protein otot akan meningkat pula ke titik di mana kerusakan melebihi sintesis jika Kita tidak
mendapatkan nutrisi yang kita butuhkan. Selain mengurangi kerusakan otot, BCAA (terutama leucine)
juga membantu meningkatkan perkembangan protein otot terutama setelah latihan beban. Dengan
meminimalisir kerusakan otot, tubuh akan pulih lebih cepat dan Kita bisa kembali melakukan rutinitas
latihan Kita di kemudian hari.
2.5

Protein Sel Tunggal


Protein sel tunggal adalah bahan makanan berkadar protein tinggi yang berasal dari mikroba.
Istilah protein sel tunggal (PST) digunakan untuk membedakan bahwa PST berasal dari organisme
bersel tunggal atau banyak. Pemanfaatan mikroorganisme sehingga mengahasilkan makanan
berprotein tinggi secara komersial dimulai sejak Perang Dunia I di Jerman dengan memproduksi
khamir torula. Operasi utama dalam produksi protein sel tunggal adalah fermentasi yang bertujuan
mengoptimalkan konversi substrat menjadi massa microbial.
Mikroorganisme yang dikembangbiakkan dalam pembuatan protein sel tungal ini berguna
sebagai sumber protein. Contoh mikroorganisme yang dapat digunakan untuk PST adalah algae atau
bakteri. Mikroorganisme yang biasa digunakan sebagai protein sel tunggal, antara lain alga Chlorella,
Spirulina, dan Scenedesmus, khamir Candida utylis, kapang berfilamen Fusarium gramineaum. PST
diproduksi agar menghasilkan produk makanan yang memiliki kualitas akan protein yang tinggi.
Proses produksi PST dari sebuah mikroorganisme dan substrat lainnya memiliki langkah dasar
sebagai berikut, yang pertama adalah penyediaan sumber karbon. Selain sumber karbon, sumber
nitrogen, fosfor dan nutrisi lainnya diperlukan untuk mendukung pertumbuhan optimal mikroorganisme
yang dipilih. Kemudian dilakukan pencegahan kontaminan dengan mempertahankan kondisi steril
atau higienis. Komponen dapat dipanaskan atau disterilkan degan penyaringan dan fermentasi.
Mikroorganisme yang dipilih diinokulasi dalam keadaan murni. Proses PST dilakukan dalam kondisi
sangat aerobik (kecuali ganggang). Oleh karena itu, aerasi yang memadai harus disediakan.
Pendinginan perlu dilakukan agar prosuk yang dihasilkan cukup panas. Biomassa kembali pulih dari
media (pemisahan biomassa microbial dari cairan fermentasi) kemudian diolah. Pengolahan biomassa
berguna untuk meningkatkan kegunaan atau daya simpan.
Dalam memproduksi PST, mikroorganise yang dikembangbiakkan sebagai sumber protein
harus diperhatikan. Untuk menghasilkan PST yang baik terdapat kriteria miskroorganismenya,
diantaranya adalah memiliki sifat non-patogen (tidak menyebabkan penyakit baik pada tanaman,
hewan maupun manusia. Mikroorganisme yang digunakan pun harus memiliki nilai gizi yang baik,
dpat digunakan sebagai bahan pangan maupun pangan serta tidak mengandung bahan beracun.

Selain itu, dalam proses produksi disarankan agar memiliki biaya produk yang dibutuhkannya rendah
agar produktif dan efisien.
Produk PST memiliki kelebihan, diantaranya adalah dalam proses produksi PST dapat
menggunakan media atau substrat yang bervariasi. Produksi PST pun tidak bergantung pada iklim
ataupun musim. Kandungan protein dalam PST juga lebih unggul/tinggi jika dibandingkan dengan
kandungan protein hewan atau tumbuhan.
2.6

Enzim Xilanase
Xilanase juga dapat digunakan untuk menghidrolisis xilan (hemiselulosa menjad gula xibosa.
Xilan banyak diperoleh dari limbah pertanian dan industri makanan. Pengembangan proses hidrolisis
secara enzimatis merupakan prospek baru untuk penanganan limbah hemiselulosa (Biely, 1985; Rani
dan Nand, 1996; Beg et al., 2001). Gula xilosa banyak digunakan untuk konsumsi penderita diabetes.
Di Malaysia gula xilosa banyak digunakan untuk campuran pasta gigi karena dapat berfungsi
memperkuat gigi.
Van Paridon et al. (1992) telah melakukan penelitian pemanfaatan xilanase untuk campuran
makanan ayam boiler, dengan melihat pengaruhnya terhadap berat yang dicapai dan efisiensi
konversi makanan serta hubungannya dengan viskositas pencernaan. Hal yang sama juga dilakukan
oleh Bedford dan Classen (1992), yang melaporkan bahwa campuran makanan ayam boiler dengan
xilanase yang berasal dari T. longibrachiatum ternyata mampu mengurangi viskositas pencernaan,
sehingga meningkatkan pencapaian berat dan efisiensi konversi makanan. Xilanase dapat juga
digunakan untuk menjernihkan juice, ekstraksi kopi, minyak nabati, dan pati (Wong dan Saddler,
1993). Kombinasi dengan selulase dan pektinase dapat untuk penjernihan juice dan likuifikasi buah
dan sayuran (Beg et al., 2001).
2.7

Transglutaminase
Transglutaminase (TG-ase) adalah enzim yang mengkatalisa pembentukan ikatan silang antar
molekul protein (pembentukan polimer antar molekul protein). Pada awalnya, TG-ase dikenal sebagai
faktor XIIa di bidang kedokteran, yang berperan pada proses penggumpalan darah. TG-ase dapat
ditemukan pada berbagai organ, jaringan dan cairan tubuh hewan (darat maupun air) dan tanaman.
Enzi mini terlibat pada berbagai fungsi biologis mulai dari penggumpalan darah sampai diferensiasi
sel. TG-ase dapat ditemukan pula pada beberapa mikroorganisme. Enzim ini telah berhasil diisolasi
dari berbagai sumber, dimurnikan dan dikarakterisasi.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan, TG-ase memiliki potensi yang besar
untuk diaplikasikan pada pangan diantaranya untuk meningkatkan protein pangan melalui pengikatan
asam amino esensial pada protein berkualitas rendah, memperbaiki sifat edible film, memperbaiki sifat
pembuihan protein, memperbaiki mutu pangan berbasis gel, dapat dimanfaatkan sebagai bahan
dalam pembuatan roti dan dapat digunakan untuk meningkatkan stabilitas penyimpanan produk
pangan kering.
2.8

HFCS (High Fructose Corn Syrup)


Pembuatan HFCS (High Fructose Corn Syrup) dapat dilakukan dengan adanya substrat pati
jagung dan enzim isomerase yang mampu merubah glukosa menjadi fruktosa. Kini telah berkembang
penggunaan immobilized enzymes, suatu enzim yang dikurung dalam sejenis kapsul, sehingga
substrat dan produknya saja yang dapat masuk ke luar, sedang enzimnya tidak ke luar (immobilize)
dari kapsulnya. Dengan demikian penggunaannya dapat berulang-ulang, sampai mengalami stadium
fatigue.
Salah satu produk HFCS (yang pertama diproduksi) mengandung 71 persen padatan terlarut,
dengan susunan 42 persen fruktosa, 52 persen dekstrosa (glukosa) dan 6 persen gula-gula lain.
Karena kandungan dektrosanya, suhu penyimpanan sebaiknya dilakukan pada 80 900F, untuk
mencegah terjadinya kristalisasi glukosa.

Gambar 5. Skema produksi HCFS 42 %


a. Likuifikasi
Kanji pati jagung (40 45%) dimasukkan ke dalam pompa dengan dicampur enzim amilase
dan cofaktor. pH diatur sampai sekitar 6.8 sebelum ditambah dengan enzim. Dan kemudian
dinjeksikan uap air panas sehingga mencapai suhu reaksi enzim yaitu 104 oC. Dengan tekanan uap,
mampu sekaligus mengocok sehingga mempercepat reaksi.Penambahan enzim dilakukan dan produk
dibiarkan pada suhu 93oC selama 60 menit sehingga proses likuifikasi berlangsung lengkap. Pada
tahap tersebut seluruhpati telah dirubah sehingga mencapai dekstrose-eqivalen (DE) sekitar 15 20.
b. Sacharifikasi
Campuran didinginkan sehingga mencapai 60oC, suhu yang optimal untuk proses
sacharifikasi. Karena reaksinya exotherm maka ada kecenderungan proses menyebabkan
bertambahnya suhu, karena itu harus diturunkan dan dikendalikan. Pengendalian suhu sangat penting
pada tahap sacharifikasi. Produk akhir mencapai DE 95 98.
c. Refining sirup dekstrosa
Proses refining dimulai dengan proses filtrasi. Filtrasi dilakukan secara vakum yang mampu
menjaring protein, serat atau padatan lain dengan cara sirup ampas dikeringkan untuk kemudian
dibuat pellet untuk makanan ternak. Sirup yang telah disaring tersebut dipompakan ke dalam kolom
karbon aktif dan ion exchange dalam bentuk seri untuk lebih memurnikan sirup. Kolom karbon aktif
biasanya terdiri dari dua buah kolom yang mampu menampung aliran sirup dnegan retention time
400 jam, yang diperlengkapi dengan alat distributor yang menjamin distribusi sehomogen mungkin.
Setelah melalui karbon aktif, sirup tersebut dialirkan dalam tangki-tangki ion exchange dan
kemudian disaring lagi untuk memisahkan adanya karbon yang terikut dalam sirup.
Fungsi ion-exchange ialah untuk menghilangkan zat-zat mineral dalam sirup dan residu protein atau
zat-zat warna yang mungkin lolos dari kolom karbon aktif.Tahap berikutnya adalah pengentalan
kembali dengan dilakukan evaporator.
d. Isomerisasi
Glukosa dan fruktosa adalah merupakan isomer satu dengan yang lainnya, artinya memilih
berat molekul dan susunan atom yang sama tetapi dengan struktur konfigurasi yang berbeda.
Glukosa dapat dirubah strukturnya menjadi fruktosa atau sebaliknya, fruktosa dapat dirubah menjadi
glukosa dengan pertolongan enzim yang sama yaitu glukosa-isomerase. Proses perubahan tersebut
disebut enzymatic glucose-isomerization.Karena enzim tersebut reversible artinya dapat

mengkatalis ke aksi bolak-balik maka produk akhir selalu merupakan campuran dari biak glukosa
maupun fruktosa. Relatif komposisi campuran dari kedua jenis gula tersbut dapat bervariasi
tergantung kondisi reaksi, suhu dan keasaman dimana proses isomerasi berlangsung. High Fructose
yang diproduksi mengandung fruktosa 42 persen, 50 persen glukosa dan 8 persen oligomerasi (gula
lain).
Sirup kental dengan kadar padatan 45 persen dimasukkan ke dalam isomerasi selama 15
menit untuk mengatur pH 8.0 dan penambahan Mg sulfat sebagai promts, sirup dipompakan ke dalam
kolom-kolom isomerasi. Sebelum proses dimulai, suhu kasar dan suhu tepat (600C) diatur secara
cermat, dilakukan di aerasi dalam kolom sehingga mencapai kevakuman 254 mm Hg dan enzim gluko
isomerasenya telah pula disiapkan. Adanya oksigen terlarut dapat memblokir reaksi isomerasi.
Dalam industri yang berskala besar proses isomerasi dilakukan pada sembilan kolom reaktor
(fixed bed, densiflow) dan beberapa immobilized enzym kolom reaktor. Enzim dalam kolom secara
cepat berubah secara isomerisasi, glukose menjadi fruktosa. Kadar sirup glukosa harus diatur selalu
tetap yaitu antara 42.5 43 persen agar lajunya konstan.
e. Refining HFS
High Fructose Syrup yang diperoleh kemudian ditampung dalam tangki penampung dan
kemudian dialirkan ke dalam filter, karbon aktif dan ion-exchange kolom seperti yang digunakan
dalam proses pemurnian sirup glukosa. Karbon aktif mengambil senyawa berwarna yang terjadi
selama proses isomerasi dan ion-exchange mengambil garam anorganik yang digunakan dalam
proses isomerasi sehingga kadar abu dapat ditekan menjadi serendah mungkin. Sirup HFS yang
diperoleh disaring lagi, dipanaskan pada suhu di bawah diskolom HFS untuk meningkatkan
kekentalan sirup sehingga mencapai kadar padatan terlarut 71 persen, disaring lagi baru ditampung
ke dalam tangki-tangki penyimpanan.
2.9

Bir
Pembuatan bir adalah proses yang menghasilkan minuman beralkohol melalui fermentasi.
Seluruh proses pembuatan bir dapat dibagi menjadi empat tahap: pembuatan malt, pengolahan wort,
fermentasi dan pematangan. Pembuatan malt : semua bir dibuat dari malt. Malt ini, tergantung
kebiasaan, dibuat dari bulir jelai, gandum, atau kadang gandum hitam. Selama tahap ini, barli disortir,
ditimbang, dan dibersihkan. Setelah itu, barli direndam dalam air dengan tujuan supaya barli itu
berkecambah. Prosesnya memakan waktu antara lima sampai tujuh hari pada suhu sekitar 14 oC.
Hasilnya adalah malt hijau, yang dipindahkan ke oven khusus untuk dikeringkan di kiln. Proses
perkecambahan menghasilkan beberapa enzim, terutama -amilase dan -amilase, yang akan
digunakan untuk mengubah pati dalam bulir menjadi gula. Kadar air dalam malt hijau itu diturunkan
hingga antara 2% sampai 5% agar berhenti berkecambah. Setelah dikeringkan, kecambah dibuang
dari butiran malt, lalu malt itu digiling. Kemudian, tahap berikutnya bisa dimulai. Pengolahan wort Malt
yang telah digiling dicampur dengan air untuk menghasilkan adonan, yang kemudian dipanaskan
perlahan-lahan dalam sebuah proses yang dinamai mashing. Mashing biasanya memakan waktu 1
sampai 2 jam.
Pada suhu tertentu, enzim-enzimnya mulai mengubah sarinya menjadi gula sederhana. Tetapi
ini berlangsung lebih dari empat jam dan menghasilkan wort yang kemudian disaring sampai bersih.
Berikutnya adalah proses pendidihan, yang menghentikan kegiatan enzim. Selama pendidihan, hop
ditambahkan ke dalam wort untuk menghasilkan rasa pahit bir yang khas. Setelah kira-kira dua jam
dididihkan, wort didinginkan sampai suhu tertentu. Fermentasi inilah tahap terpenting dalam proses
pembuatan bir. Dengan bantuan ragi, gula sederhana dalam wort diubah menjadi alkohol dan karbon
dioksida. Lama fermentasi yang berlangsung tidak lebih dari seminggu, dan suhu proses itu
bergantung pada jenis bir misalnya ale (bir keras) atau lager (bir ringan) yang dihasilkan.
Bir mentah itu kemudian dipindahkan ke dalam tangki-tangki di ruang penyimpanan bawah
tanah untuk dimatangkan. Selama tahap ini, terbentuklah rasa serta aroma bir yang khas dan juga
gelembung-gelembung dari karbon dioksida. Bir mengalami pematangan selama suatu periode dari
tiga minggu sampai beberapa bulan, bergantung pada jenis bir. Akhirnya, bir yang telah jadi itu
dikemas dalam gentong atau botol dan siap dikirim ke tempat tujuan akhir.

3. Aplikasi Protein dalam Bidang Industri


3.1
Kertas
Dalam pembuatan kertas pada industri kertas, bahan baku utama berupa pulp dari hasil
pengolahan serat tumbuhan. Maka dari itu diperlukan pengolahan serat campuran antara selulosa,
hemiselulosa dan lignin untuk menghasilkan pulp dengan kualitas yang baik. Produksi pulp secara
komersial dapat dilakukan dengan menggunakan proses kraft, yaitu dengan menggunakan perlakuan
suhu dan pH yang tinggi untuk mendegradasi dan melarutkan lignin yang berasosiasi dengan selulosa
dan hemiselulosa. Pulp hasil produksi menggunakan metode kraft berwarna kecoklatan yang
disebabkan oleh residu lignin dan turunan lignin. Untuk mengatasi hal tersebut, maka industri
melakukan pemutihan menggunakan agen pemutih yaitu klorin. Pemakaian klorin ini biasa digunakan
untuk pemutihan pulp karena murah dan efektif untuk memutihkan pulp. Namun penggunaan klorin
secara terus menerus dalam jumlah banyak menyebabkan pencemaran lingkungan dan memerlukan
perlakuan khusus pada limbah yang dihasilkan. Maka dari itu beberapa upaya dilakukan untuk
mengurangi dan menggantikan penggunaan klorin di industri kertas, yaitu penggunaan enzim xilanase
sebagai agen biobleaching.
Pada industri kertas dan pulp, enzim xylanase yang hipertermofilik sekaligus alkalifilik
(pencinta pH tinggi) dapat menggantikan klorin yang berbahaya bagi lingkungan pada proses
bleaching. Proses bleaching adalah proses yang memisahkan serat kertas dari lignin yang
menyebabkan kertas berwarna kusam, yang selama ini memakai pemutih kimia. Xylanase alkalifilik
termofilik akan memudahkan memisahkan serat kertas dari lignin yang dilakukan pada suhu di atas 70
derajat celcius dan pH tinggi. Selain itu, ada enzim hipertermofilik yang sangat berjasa pada proses
bukti uji DNA (finger printing DNA) ataupun identifikasi penyakit genetik pada manusia. Kedua proses
yang disebut ini tercapai karena adanya enzim DNA polimerase yang tahan panas. DNA polimerase
memasangkan nukleotida menjadi rantai DNA dengan menggunakan cetakan atau template DNA asli
yang sedikit jumlahnya, hingga menjadi molekul fragmen DNA identik yang sangat banyak jumlahnya.
3.2

Deterjen
Rekayasa versi tradisional enzim untuk produksi deterjen adalah, protease dan amilase. Pada
generasi kedua, generasi enzimnya dioptimalkan untuk memenuhi persyaratan dan kinerja deterjen
yang lebih baik, dimana komposisi deterjen juga terus dikembangkan. Kompatibilitas enzim dengan
deterjen (yaitu sifat stabilitasnya) diutamakan, sehingga kemampuannya untuk berfungsi pada suhu
yang lebih rendah juga memberikan peningkatan, untuk menghemat energi, temperatur yang
digunakan dalam pencucian rumah tangga dan mesin pencuci piring otomatis telah diturunkan pada
tahun ini. Protease menampilkan aktivitas yang rendah telah diisolasi dari alam, tetapi juga telah
berkembang di laboratorium dengan evolusi yang diarahkan pada pendekatan dengan bahan awal
subtilisin Ness protease digunakan satu putaran untuk mengisolasi DNA menyeret protease baru
dengan meningkatkan berbagai sifat.
3.3

Penyamakan Kulit
Proses penyamakan kulit adalah proses pengolahan kulit binatang melalui beberapa tahapan
proses sehingga kulit binatang yang masih utuh dirubah menjadi kulit yang siap digunakan untuk
pembuatan produk-produk hilir seperti sepatu, dompet,ikat pinggang, jok kursi dan sebagainya.
Selama proses penyamakan, senyawa non-kolagen harus dihilangkan, dan tingkat
penghilangan senyawa non-kolagen ini menentukan kualitas kulit. Untuk itu, penambahan enzim
sangat diperlukan untuk mempermudah proses penyamakan dan disamping itu penambahan enzim
dapat pengurangan bahan kimia yang digunakan, sehingga berdampak pula terhadap pengurangan
limbah kimia yang dihasilkan. Penerapan penyamakan dengan menggunakan enzim sebenarnya
sudah pula diterapkan, yaitu dengan menggunakan bahan-bahan tambahan kulit tumbuh-tumbuhan
bakau, namun hal ini berdampak pula terhadap kelestarian hutan bakau dan prosesnya kurang dapat
dikendalikan

Untuk penyamakan kulit ramah lingkungan ini dilaksanakan dengan menggunakan bahan
penyamak biologis dalam bentuk enzim protease yang dihasilkan oleh bakteri
Bacillus
megaterium.Produk ini kemudian diperkenalkan dengan nama dagang Exolite.
Pemanfaatan enzim untuk penyamakan kulit dapat dilakukan sejak awal proses penyamakan, yaitu
khususnya pada:
Perendaman (soaking process ), dengan menambahkan enzim protease basa atau
campuran protease dan enzim amilase.
Pencabutan bulu ( dehairing process ),dengan enzim protease basa
Penghilangan lemak(degreasing process ), dengan lipase basa
Penghilangan protein(batting process), dengan protease basa.
Menurut Kamini dkk sejak lebih satu dekade yang lalu, telah banyak diidentifikasi dan diseleksi
mikroorganisme untuk produksi enzim-enzim untuk penyamakan kulit.
Tabel 3. Enzim Mikroorganisme untuk proses penyamakan kulit
(Sumber: Jurnal Teknik Lingkungan.Suyanto P. Penerapan Enzim Untuk Penyamakan Kulit Ramah
Lingkungan.2008)

3.4

Tekstil
Bahan alami yang digunakan dalam industri tekstil diantaranya berasal dari serat protein yang
berbentuk staple atau filamen. Serat protein yang berbentuk stapel dapat berasal dari rambut hewan,
seperti domba, kelinci, dan lain-lain. Namun, serat protein yang paling digunakan adalah serat yang
berasal dari bulu domba (wol). Wol dan sutera berasal dari serat protein. Serat dari protein lebih
mudah dipengaruhi bahan-bahan kimia daripada serat selulosa.
4. Aplikasi Protein dalam Bidang Kosmetik
4.1
Bahan Masker
Dalam limbah padat organik seperti sisik ikan terdapat banyak senyawa kimia yang
terkandung, antara lain adalah 41-84% merupakan protein organik (kolagen dan ichtlylepidin) dan
sisanya merupakan residu mineral dan garam inorganik seperti magnesium karbonat dan kalsium
karbonat. Komponen besar yang terdapat di sisik ikan antara lain adalah 70% air, 27% protein, 1%
lemak, dan 2% abu. Senyawa organik terdiri dari 40-90% pada sisik ikan dan selebihnya merupakan
kolagen. Kolagen merupakan bagian protein yang melimpah dalam tubuh mamalia termasuk manusia,
terdapat sekitar 25% dari total protein. Kolagen banyak ditemukan pada kulit dan tulang, sedikit
terdapat di otot (Coultate, 1999). Kolagen merupakan bagian dari protein serat atau protein fibrosa
yang memiliki beberapa rantai polipeptida yang dihubungkan oleh berbagai ikatan silang membentuk
triple helix

Kolagen banyak dimanfaatkan dalam bidang medis dan kosmetik. Meskipun gel yang
dihasilkan kolagen ikan bukan merupakan gel yang kuat, tetapi dapat digunakan dengan baik untuk
aplikasi industri, contohnya seperti micro-encapsulasi dan edible film. Kolagen dapat dimanfaatkan
secara meluas dalam bedah kosmetik dan dapat digunakan untuk mengobati pasien yang terluka
bakar pada kulit. Kolagen dapat dikombinasikan dengan silikon, fibroblast, dan substansi lainnya,
berguna sebagai kulit tiruan untuk mengatasi masalah kulit terbakar. Kolagen memiliki kemampuan
untuk memberikan sifat elastis pada kulit, dan dapat mengurangi keriput yang terajdi sebagai efek dari
penuaan. Kolagen juga banyak ditemukan di kornea mata dalam bentuk kristal.
Dalam bidang kosmetik, kolagen dapat diaplikasikan dalam bentuk masker untuk
mengencangkan kulit. Manfaat dari pemakaian masker adalah untuk menyegarkan, memperbaiki
serta mengencangkan kulit wajah. Selain itu melancarkan peredaran darah, merangsang kembali
kegiatan sel-sel kulit, mengangkat sel tanduk yang telah mati, sehingga merupakan pembersih yang
paling efektif. Melihat manfaat dari masker tersebut maka akan lebih baik bila dilakukan secara
teratur. Masker dapat berupa bubuk, masker transparan, serta bentuk lain. Penggunaan masker pada
wajah memiliki beberapa manfaat. Selain melembutkan kulit , fungsi masker adalah membuka poripori yang tersumbat karena kotoran, debu, maupun sisa kosmetik yang tidak bisa hilang karena
pembersih biasa. Masker juga dapat mengembalikan kelembaban dan kehalusan kulit.
Pada umumnya masker dapat terbuat dari kolagen, sebab jaringan kulit terdiri dari 75% serat
kolagen yang penting untuk menjaga elastisitas, kelembaban, dan kekencangan kulit. Produksi
kolagen yang paling tinggi adalah ketika pada usia muda sehingga kulit menjadi halus, kencang dan
sehat. Sayangnya, pada usia mencapai 25 tahun ke atas, produksi kolagen menurun sekitar 1,5%
setiap tahunnya. Sejak saat itu, para ilmuwan menjadi tahu bahwa berkurangnya kolagen pada kulit
sebagai faktor utama wajah terlihat tua, kering, tidak bercahaya, dan berkerut.
Gerhard(1957) melaporkan hasil penelitiannya yang menggunakan bahan-bahan seperti
protein, peptom,peptide, dan asam amino di dalam kosmetik. Molekul-molekul protein yang
besar(misalnya casein) tidak bisa diserap oleh kulit. Protein-protein dapat digunakan sebagai bahan
pembuat lapisan film di atas kulit (misalnya casein di dalam krim pelindung kulit), bahan pengental
larutan (misalnya gelatin) untuk masker wajah dan penyamar keriput, atau pembawa bahan aktif di
dalam sediaan bubuk, tetapi tidak dapat digunakan sebagai bahan aktif biologis.
Asam amino dapat diserap oleh kulit, meskipun umumnya dimasukkan ke dalam tubuh secara
oral lewat protein hewani dan protein nabati. Sistein dan sistin adalah asam amino pembangun
jembatan sulfur yang sebagian bertanggung jawab bagi sifat-sifat protein kulit dan rambut.Tyrosin
adalah asam amino sebagai bahan pembentuk pigmen melanin kulit. Asam-asam amino diperoleh
melalui hidrolisa total protein. Jika hidrolisa ini dijalankan dengan hati-hati dan terkontrol, hasil
akhirnya selain asam-asam amino, juga pepton-pepton dan peptide-peptida (seperti protein, keduanya
juga terbuat dari asam-asam amino, tetapi molekulnya lebih kecil). Peptida berisi 2-10 asam amino,
pepton berisi 40-50 asam amino. Degradasi partial molekul protein dapat terjadi di bawah pengaruh
asam atau basa encer hangat, atau pada suhu tubuh oleh enzim pemecah protein (tripsin, papain, dll).
Intuk produk kosmetik, hanya metode terakhir yang digunakan. Efek kosmetiknya tergantung pada
jenis protein yang dipilih dan besarnya fragmen hasil pemecahannya.
Lodi dan Rovesti (1957) melaporkan hasil pemakaian eksperimental berbagai hidrolisat protein
di dalam kosmetik dan sampai pada kesimpulan bahwa kebanyakan memberikan efek terapeutik yang
baik terhadap kulit yang atrofil. Fassbender (1958) melaporkan bahwa efek dari hidrolisat protein
adalah karena iritannya : epidermis bereaksi, revitalisasi terjadi.Suatu produk yang berasal dari
degradasi protein susu secara enzimatik, telah digunakan secara sukses selama ertahun-tahun di
dalam powder dan krim.
5. Aplikasi Protein dalam Bidang Militer
Dalam bidang militer Protein juga dapat diaplikasikan untuk militer, yaitu sebagai senjata
biologis. Senjata biologis yaitu senjata yang menggunakan bahan-bahan biologi atau mikroba seperti
virus, bakteri, jamur atau toksin dari makhluk hidup yang dapat menimbulkan penyakit atau kematian
pada manusia ataupun ternak. Senjata biologis tidak langsung meluluh-lantahkan fisik korban, tetapi
menyerang sistem kekebalan tubuh korban dari dalam. Senjata biologi ini sangat berbahaya karena

kehadirannya tidak dapat dipantau oleh panca indra. Penggunaan senjata biologis ini sudah
digunakan sejak lama. Satu dari jenis senjata biologis yang mematikan, racun botulinum dari bakteri
Clostridium botulinium. Toksin botulinum adalah protein dan neurotoksin yang diproduksi oleh bakteri
Clostridium botulinum. Ini adalah zat akut yang paling beracun yang pernah dikenal. Toksin botulinum
dapat menyebabkan botulisme, penyakit yang serius dan mengancam jiwa pada manusia dan hewan,
tidak berwarna dan tidak berbau. Dalam 12 hingga 36 jam kemudian, akan muncul gejala seperti :
kaburnya pengelihatan, muntah dan kesulitan menelan. Tanpa dukungan pernapasan, Clostridium
botulinum bisa membunuh dalam tempo 24 sampai 72 jam. Zat-zat racun dalam bakteri Bacillus
anthracis juga berbentuk protein. Dari jenis senjata kimia, gas kimia misalnya Sarin, VX, OP, bekerja
dengan mematikan kerja enzim-enzim dalam sistem saraf seperti enzim acetylcholinesterase. Pada
tahun 1995, para peneliti dari lembaga penelitian medis Angkatan Darat AS berhasil memutasi enzim
ini sehingga sama sekali kebal terhadap gas-gas saraf beracun itu.

Gambar 6. Racun botulinum


(Sumber : http://www.bbc.com/news/magazine-24551945)
6 Aplikasi Protein dalam bidang Peternakan
Protein yang digunakan pada pakan ternak berupa enzim. Terdapat empat type enzim yang
mendominasi pasar pakan ternak saat ini yaitu enzim untuk memecah serat, protein, pati dan asam
pitat (Sheppi, 2001).
6.1
Enzim Pemecah Serat
Keterbatasan utama dari pencernaan hewan monogastrik adalah bahwa hewan-hewan
tersebut tidak memproduksi enzim untuk mencerna serat. Pada ransum makanan ternak yang terbuat
dari gandum, barley, rye atau triticale (sereal viscous utama), proporsi terbesar dari serat ini adalah
arabinoxylan dan -glucan yang larut dan tidak larut (White et al., 1983; Bedford dan Classen, 1992
diacu oleh Sheppy, 2001). Serat yang dapat larut dan meningkatkan viskositas isi intestin yang kecil,
mengganggu pencernaan nutrisi dan karena itu menurunkan pertumbuhan hewan.
Kandungan serat pada gandum dan barley sangat bervariasi tergantung pada varitasnya,
tempat tumbuh, kondisi iklim dan lain-lain. Hal ini dapat menyebabkan variasi nilai nutrisi yang cukup
besar di dalam ransum makanan. Untuk memecah serat, enzim-enzim xylanase dan -glucanase)
dapat menurunkan tingkat variasi nilai nutrisi pada ransum dan dapat memberikan perbaikan dari
pakan ternak sekaligus konsistensi responnya pada hewan ternak. Xylanase dihasilkan oleh
mikroorganisme baik bakteri maupun jamur.
6.2

Enzim Pemecah Protein


Berbagai bahan mentah yang digunakan sebagai bahan pakan ternak mengandung protein.
Terdapat variasi kualitas dan kandungan protein yang cukup besar dari bahan mentah yang berbeda.
Dari sumber bahan protein primer seperti kedelai, beberapa faktor anti nutrisi seperti lectins dan

trypsin inhibitor dapat memicu kerusakan pada permukaan penyerapan, karena ketidaksempurnaan
proses pencernaan. Selain itu belum berkembangnya sistem pencernaan pada hewan muda
menyebabkan tidak mampu menggunakan simpanan protein yang besar di dalam kedelai (glycin dan
-conglycinin).
Penambahan protease dapat membantu menetralkan pengaruh negatif dari faktor anti-nutrisi
berprotein dan juga dapat memecah simpanan protein yang besar menjadi molekul yang kecil dan
dapat diserap.
6.3

Enzim Pemecah Phospor


Phospor merupakan unsur esensial untuk semua hewan, karena diperlukan untuk mineralisasi
tulang, imunitas, fertilitas dan juga pertumbuhan. Swine dan Unggas hanya dapat mencerna Phospor
dalam bentuk asam pitat yang terdapat dalam sayur sekitar 30-40 %. Phospor yang tidak dapat
dicerna akan keluar bersama kotoran (feces) dan menimbulkan pencemaran.
6.4

Enzim Phytase
Enzim phytase dapat memecah asam pytat, maka penambahan enzim tersebut pada pakan
ternak akan membebaskan lebih banyak phospor yang digunakan oleh hewan.Enzime phytase
banyak dikenal dapat menghilangkan pengaruh anti nutrisi asam phitat. Penggunaan enzime phytase
dalam pakan akan mengurangi keharusan penambahan sumber-sumber fosfor anorganik mengingat
fosfor asal bahan baku tumbuhan terikat dalam asam phitat yang mengurangi ketersediaannya dalam
pakan. Padahal suplementasi fosfor anorganik misalnya mengandalkan di calcium phosphate maupun
mono calcium phosphate relatif mahal belakangan ini. Di samping itu, fosfor yang terikat dalam asam
phitat yang tidak bisa dicerna sempurna oleh sistem pencernaan hewan monogastrik akan ikut dalam
feses dan menjadi sumber polutan yang berpotensi mencemari tanah. Fosfor adalah tidak terurai
dalam tanah sehingga dalam jangka panjang, pembuangan feses dengan kandungan fosfor tinggi
akan menimbulkan masalah bagi tanah.
Terdapat dua keuntungan menggunakan phytase dalam pakan ternak yaitu pengurangan biaya
pakan dari pengurangan suplemen pada makanan dan pengurangan polusi dari berkurangnya limbah
melalui feces.
7. Aplikasi Protein di Bidang Pertanian
7.1
Insektisida dan Pestisida
Dalam bidang pertanian, protein digunakan sebagai salah satu insektisida dengan cara
mengekspresikan protein pada bagian tertentu tanaman seperti daun sehingga hama serangga yang
memakan daun tersebut dapat mati karena teracuni protein toksin itu. Beberapa protein yang telah
dijadikan target, misalnya, protein Bt-toxin, proteinase inhibitor, alfa-amylase, lectin, polyphenol
oxidase dan chitinase.
Protein juga dapat berfungsi sebagai pestisida alami. Protein yang digunakan untuk pestisida
berasal dari tubuh bakteri yaitu bakteri Thuringienis. Bakteri Bacillus thuringiensis termasuk bakteri
patogen fakultatif. Apabila bakteri ini tidak memiliki lingkungan yang nyaman dan tidak
menguntungkan, maka bakteri ini akan membentuk fase sporulasi. Pada saat sporulasi, tubuh dari
bakkteri ini akan terdiri dari protein cry. Protein cry merupakan protein kelas endotoksin delta.
Endotoksin ini dapat mematikan serangga jika serangga memakan toksin tersebut. Maka, protein /
toksin cry yang dihasilkan oleh bakteri dapat dimanfaatkan sebagai pestisida alami.
7.2

Konversi Limbah Pertanian


Selain itu, terdapat pula enzim yang dapat membantu konversi limbah pertanian yang banyak
mengandung lignoselulosa yang tinggi, seperti jerami, bonggol dan kulit jagung, sabut kelapa, dan
sebagainya. Bahan yang mengandung lignoselulosa tersebut terdiri atas hemiselulosa, selulosa, dan
lignin dapat dimanfaatkan lebih lanjut menjadi bahan baku di berbagai industri lainnya seperti industry
kertas, bahan bakar, dan lainnya. dengan bantuan enzim xilanase.
8. Aplikasi Protein di Bidang Energi

8.1

Bioetanol
Bio-etanol merupakan salah satu jenis biofuel (bahan bakar cair dari pengolahan tumbuhan) di
samping Biodiesel. Bio-etanol adalah etanol yang dihasilkan dari fermentasi glukosa (gula) yang
dilanjutkan dengan proses destilasi. Secara umum, proses pengolahan bahan berpati seperti ubi
kayu, jagung dan sagu untuk menghasilkan bio-etanol dilakukan dengan proses urutan. Pertama
adalah proses hidrolisis, yakni proses konversi pati menjadi glukosa. Prinsip dari hidrolisis pati pada
dasarnya adalah pemutusan rantai polimer pati menjadi unit-unit dekstrosa (C6H12O6). Enzim yang
digunakan adalah alfa-amilase pada tahap likuifikasi, sedangkan tahap sakarifikasi digunakan enzim
glukoamilase. Tahap kedua adalah proses fermentasi untuk mengkonversi glukosa (gula) menjadi
etanol dan CO2. Khamir yang sering digunakan dalam fermentasi alkohol adalah Saccharomyces
cerevisiae, karena jenis ini dapat berproduksi tinggi, toleran terhadap alkohol yang cukup tinggi (1218% v/v), tahan terhadap kadar gula yang tinggi dan tetap aktif melakukan fermentasi pada suhu 432oC. Setelah proses fermentasi selesai, dilakukan destilasi untuk memisahkan etanol. Distilasi
merupakan pemisahan komponen berdasarkan titik didihnya.
9. Aplikasi Protein di Bidang Teknologi
9.1
Biosensor
Biosensor adalah alat pendeteksi atau penyelidik yang menggabungkan komponen biologis
(contohnya : mikroba, jaringan sel, bakteri, protein, enzim, antibodi) dan elektronis untuk
menghasilkan sinyal yang terukur yang dapat mendeteksi, mencatat, dan mengirimkan informasi
dengan cepat. Fungsi untuk mendeteksi atau memonitor kondisi berbagai hal (di bidang kesehatan)
diantaranya yaitu untuk menentukan BOD (biological Oxygen Demand), mengukur dan mendeteksi
kadar glukosa, kolesterol, tekanan darah, mendiagnosa obat, metabolit, enzim, vitamin, mendeteksi
dini penyakit alergi atau infeksi, maupun studi efisiensi obat. Ada 3 komponen utama dari biosensor :
a. Bioreseptor: komponen biologis yang sensitif yang dibuat dengan teknis biologis. Misalnya
jaringan, mikroba, sel, protein, enzim, antibodi, asam nukleat
b. Transducer: komponen pendeteksi (detektor) yang bekerja secara fisiokimia, optik, elektrokimia,
yang mengubah sinyal yang dihasilkan dari interaksi antara analit dengan bioreseptor menjadi
sinyal lain yang dapat lebih mudah diukur dan dihitung
c. Elemen elektronik prosesor sinyal: bertanggung jawab untuk menampilkan hasil yang mudah
dibaca

Gambar 7. Mekanisme Kerja Biosensor


(Sumber: www.jaist.ac.jp )
Mekanisme kerja dari biosensor ini yaitu bioreseptor akan berinteraksi dengan substansi yang
akan dideteksi (sampel analit). Hasil interaksi yang berupa besaran fisik seperti panas, arus listrik,
potensial listrik atau lainnya akan dimonitor oleh transduser. Besaran tersebut kemudian diproses
sebagai sinyal sehingga diperoleh hasil yang dapat dipahami pada suatu layar monitor.

Salah satu biosensor yang memiliki presentase protein terbesar yaitu biosensor glukosa yang
digunakan untuk mengukur kadar gula pada penderita diabetes. Dalam biosensor glukosa, enzim
yang digunakan untuk sensor glukosa adalah glucose oxidase (GOD) dari mold seperti Penicillium
sp., Aspergillus sp. dan lain-lain. Berkat perkembangan sirkuit elektronik, kimia bahan, dan lain-lain
dari biosensor yang bersifat multidisipliner tersebut, sensor glukosa dapat dibeli dengan harga
terjangkau dan mudah pakai. Akan tetapi komponen pengenalnya, enzim GOD sama sekali tidak
mengalami perbaikan sejak pertama kali digunakan 40 tahun yang lalu. Enzim GOD tetap
dipergunakan antara lain karena mudah didapatkan serta stabil. Tetapi kelemahan utamanya, dalam
reaksinya mengoksidasi glukosa, bergantung pada konsentrasi oksigen dalam sampel di mana
kadarnya tentu sangat bervariasi.
Kesimpulan
Protein merupakan kelompok dari makromolekul organik kompleks yang diantaranya
terkandung hydrogen, oksigen, nitrogen, karbon, fosfor dan sulfur serta terdiri dari satu atau beberapa
rantai dari asam amino. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel mahluk hidup.
Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, yang merupakan penyusun utama mahluk
hidup Protein dapat digunakan dalam dalam kehidupan sehari-hari. Aplikasi protein dapat digunakan
dalam bidang pangan, militer, industri, pertanian, kosmetik, kesehatan. Dalam bidang kesehatan,
protein dapat dimanfaatkan sebagai vaksin, insulin, mendiagnosa penyakit dan lainnya. Di bidang
pangan, protein berfungsi sebagai bahan baku seperti produk protein sel tunggal. Selain itu, protein
sebagai enzim juga sangatt membantu proses pembuatan produk makanan seperti roti, susu, keju,bir,
HFCS, dan lainnya. Di bidang industri, protein banyak digunakan sebagai enzim di industr kertas,
tekstil, deterjen, dan lainnya. Dalam bidang kosmetik, protein dapat dipakai sebagai bahan masker.Di
bidang pertanian, protein dapat menjadi toksin sehingga berfungsi sebagai pestisida serta enzim
tertentu dapat membuat proses konversi limbah pertanian menjadi bahan lain yang dapat digunakan
sebagai bahan baku produk lainnya. Di bidang energi, enzim dapat membantu koversi glukosa
menjadi bioetanol sebagai bahan bakar energi. Di bidang teknologi, protein berperan sebagai
biosensor yang dapat mendeteksi beberapa jenis zat lainnya.Dalam bidang militer, protein dapat
dimanfaatkan sebagai senjata biologis dan racun.
Daftar Pustaka
Erina, Henny., Juwita., Silaban, Ramlan. Kajian Biomedik Enzim Amilase dan Pemanfaatannya dalam
Industri. [pdf]
I Hartati L. Kurniasari. 2003. Kajian Produksi Kolagen dari Limbah Sisik Ikan Secara Ekstraksi
Enzimatik. Semarang : Universitas Wahid Hasyim
Prayitno, Dimas Adi., dkk. 2011. Penggunaan Enzim dalam Industri Pangan.
Richana, Nur. Produksi dan Prospek Enzim Xilanase dalam Pengembangan Bioindustri di Indonesia.
Bogor: Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. [pdf] Tersedia di:
<http://biogen.litbang.deptan.go.id/terbitan/pdf/agrobio_5_1_29-36.pdf> [Diakses pada: 11
Mei 2016]
RIYADI, WAHYU. (2005) Peran Enzim dalam Dunia Industri.http://sciencebiotech.net/peran-enzimedalam-dunia-industri/
Suryani,
Ani.
Pengenalan
Enzim
dan
Enzim
Industri.
[pdf]
Tersedia
di:
<http://khairulanam.files.wordpress.com/2010/08/enzim-i.pdf> [Diakses pada: 11 Mei 2016]
Ulum, M. Harisul., Yunastriana, Andry. 2010. Pabrik Sirup Glukosa dari Talas dengan Proses Hidrolisis
Enzim.
[pdf]
Surabaya:
Fakultas
Teknologi
Industri
ITS.
Tersedia
di:
<http://digilib.its.ac.id/public/ITSUndergraduate-13704-2307030010-Presentation.pdf>
[Diakses pada: 11 Mei 2016]

Winarno F.G., dan Ivone E. F. 2007. Susu dan Produk Fernmentasinya. Bogor: E-Mbrio Pres.
Witarto, Arief Budi. 2001. Protein Engineering: Perannya dalam Bioindustri dan Prospeknya di
Indonesia. [pdf] Department of Biotechnology, Tokyo University of Agriculture and Technology
and Working Group on Life Sciences, Institute for Science and Technology Studies (ISTECS)
chapter Japan.

Você também pode gostar