Você está na página 1de 12

Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

STUDI KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN


SUNGAI MUSI SEKITAR KAWASAN INDUSTRI BAGIAN HILIR KOTA
PALEMBANG
Doni Setiawan
Jurusan Biologi,FMIPA Universitas Sriwijaya
Email : donsetia@yahoo.co.id

ABSTRAK
Salah satu permasalahan di Sungai Musi adalah semakin menurunnya kualitas air
Sungai Musi di bagian hilir akibat meningkatnya aktivitas industri, penurunan ini dapat
menyebabkan perubahan pada struktur komunitas makrozoobenthos. Studi mengenai komunitas
makrozoobenthos bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas makrozoobenthos di Perairan
Sungai Musi sekitar kawasan industri di hilir Kota Palembang, Sumatera Selatan. Penelitian
dilaksanakan pada bulan April Juni 2008. Penentuan lokasi pengambilan contoh dilakukan
dengan metode purposive random sampling pada 6 stasiun. Pengambilan contoh pada perairan
yang bersubstrat lunak (lumpur) dilakukan menggunakan Eckman grab. Dari hasil penelitian
didapatkan 13 genera yang dikelompokkan ke dalam 5 kelas yaitu Oligochaeta, Polychaeta,
Bivalvia, Gastropoda, Insecta. Kepadatan berkisar antara 272 1215 individu/m2. Tingkat
keanekaragaman tergolong rendah, berkisar antara 0,48-1,59 dan ada spesies yang mendominasi.
Struktur komunitas antar stasiun juga relatif sama kecuali pada stasiun 6. Dari hasil studi
menunjukkan bahwa kualitas air Sungai Musi bagian hilir di sekitar kawasan industri Kota
Palembang pada Bulan April 2008 tercemar sedang sampai berat.
Kata Kunci : Makrozoobenthos, Hilir Sungai Musi, kawasan industri, kualitas air

ABSTRACT
One of the problems of Musi River was more decreasing the water quality at downstream
as consequence the increasing of industrial activity. The decreasing can caused change in the
structure of macrozoobenthos community. The aims of this research were to know the structure of
macrozoobenthos community at waters downstream of Musi River that surrounding the industrial
area in Palembang, South Sumatra. The study was done from April to July 2008 by purposive
random sampling method at 6 stations. The sampling at soft substrate (muds) was done by eckman
grab. Result of this research was found 13 genera macrozoobenthos that grouped into 5 class that
is Oligochaeta, Polychaeta, Bivalvia, Gastropoda, Insecta. The density ranges from 272 - 1215
individual/m2. Diversity level was low, range from 0.48-1.32 and there were species dominant. The
structure of macrozoobenthos between 6 stations was relatively similar except at station 6. From
the results showing that water quality at waters downstream Musi River surrounding the industrial
area at Palembang City, in April 2008 was polluted and the level was moderate until heavy.
Keywords : Macrozoobenthos, Downstream Musi River , industrial area, water quality

217

Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

PENDAHULUAN
Sungai merupakan salah satu tipe ekosistem perairan umum yang berperan
penting bagi kehidupan biota air dan juga kebutuhan hidup manusia. Namun,
fungsi dan kegunaan sungai tersebut dapat hilang akibat limbah dari berbagai
kegiatan antropogenik. Sungai Musi merupakan sungai besar yang membagi kota
Palembang menjadi daerah Seberang Ulu dan Seberang Ilir. Sungai Musi
memiliki beberapa anak sungai. Salah satu bagian penting perairan Sungai Musi
adalah bagian hilirnya yang banyak terdapat kawasan industri besar, seperti
industri Pupuk Sriwijaya, Kilang pengolahan minyak, pabrik pengolahan karet
(crumb rubber), industri minyak goreng dan lain-lain Keberadaan industri
disekitar perairan hilir Sungai Musi tersebut dapat menimbulkan resiko yang
merugikan terhadap perairan sebagai habitat biota perairan.
Dalam keberadaannya sehari-hari, perairan Sungai Musi bagian hilir
banyak menerima limbah baik dari kegiatan rumah tangga maupun dari kegiatan
industri di sekitarnya. Banyaknya aktivitas antropogenik yang menggunakan lahan
di tepian sungai dan kegiatan industri di sekitar perairan hilir Sungai Musi, secara
langsung maupun tidak langsung akan memberikan dampak negatif terhadap
kualitas air sungai seperti faktor fisika, kimia maupun biologi yang selanjutnya
dapat mengakibatkan rusaknya ekosistem perairan. Rusaknya ekosistem perairan
tersebut akan berdampak juga terhadap kehidupan biota air seperti perubahan
struktur komunitas makrozoobenthos, dimana penurunan kelimpahan dan
komposisi dari organisme tersebut biasanya merupakan indikator adanya
gangguan ekologi yang terjadi pada suatu perairan sungai. Untuk itu perlu adanya
suatu kajian tentang kualitas perairan bagian hilir Sungai Musi ditinjau dari
struktur komunitas makrozoobenthos.
Makrozoobenthos merupakan organisme akuatik yang hidup di dasar
perairan dengan pergerakan relatif lambat dan menetap serta daur hidupnya relatif
lama sehingga hewan tersebut mempunyai kemampuan merespon kondisi kualitas
air secara terus menerus (Mason 1993).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik struktur komunitas
makrozoobenthos sehingga diharapkan dapat memberikan informasi dasar tentang

218

Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

lingkungan perairan sekitar kawasan industri di hilir Sungai Musi Kota


Palembang.

BAHAN DAN METODE


Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain baskom, botol
contoh, buku identifikasi makrozoobenthos, cawan petri, Water checker quality,
Eckman Grab, kamera digital, kantong plastik hitam, kertas label, kotak pengukur
volume 20 x 20 x 20 cm3, meteran, mikroskop binokuler, pinset, saringan benthos
(250 m). Sedangkan bahan yang digunakan adalah alkohol 70 %, formalin 10 %,
larutan KOH 10 %.

Metode Pengambilan Contoh


Penentuan stasiun pengambilan sampling ini dilakukan dengan metode
purposive random sampling dan didasarkan pada pertimbangan tata guna lahan
dan pemanfaatan sungai di sekitar badan utama Sungai Musi bagian hilir.
Berdasarkan hasil survey, ditetapkan lokasi dan stasiun pengambilan contoh
sebagai berikut:
a.

Stasiun I (Posisi S:00o4677.1 dan E:104o45`05.7) Stasiun ini


merupakan muara Sungai Ogan yang bertemu langsung dengan Sungai
Musi, aktivitas terdapat pemukiman penduduk di sekitar tepi sungai
yang cukup padat. Terdapat juga industri Semen Baturaja.

b.

Stasiun II (Posisi S:58o9746.5` dan E:104o47`26.8) Wilmar di Kec.


Ilir Timur 1. Di sebelah kanan stasiun terdapat industri minyak Wilmar,
industri kopi, pemukiman penduduk di tepi sungai yang cukup padat.
Lalu lintas kapal air sangat padat.

c. Stasiun III (Posisi S:59o0780.1 dan E:104o48`21.4) PT. Pusri Kec.


Ilir Timur I. Di daerah ini terdapat industri Pupuk Urea Sriwijaya (Pusri),
sampling dilakukan di dekat hulu dan hilir dari outlet dari PT. Pusri.
d. Stasiun IV

(Posisi S:59o0876.3 dan E:104o49`92.1) di dekat

PT. Hoktong Kec.Seberang Ulu II,

Di sebelah kiri stasiun terdapat

219

Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

industri crumb rubber Hoktong, juga terdapat pemukiman padat


penduduk dan aktivitas penambangan pasir.
e. Stasiun V (Posisi S:58o5302.3 dan E:104o51`87.9) daerah Sungai
Kundur.

Di bagian hulu stasiun ini terdapat industri Pertamina serta

mobilitas kapal air dan kapal tanker cukup tinggi di sebelah kanan tepi
sungai terdapat jalur-jalur pipa milik Pertamina.
f. Stasiun VI

(Posisi S:56o2452.1` dan E:104o53`28.3) di dekat

PT. SAP (Safari Alam Permai), Di tepi kiri sungai terdapat industri
minyak kelapa sawit dan minyak goreng serta pemukiman penduduk.

Pengambilan contoh pada perairan yang bersubstrat halus (lumpur)


dilakukan mengunakan eckman grab dengan bukaan mulut 400 cm2 pada 5 titik di
kedua bagian tepi pada masing-masing stasiun, selanjutnya di dekomposit, lalu
disortir serasah dan substrat sedimennya dengan air kemudian disaring dengan
menggunakan saringan benthos berukuran 250 m selanjutnya dimasukkan ke
dalam kantong plastik dan diberi larutan

pewarna rose bengal 1 ml serta

ditambahkan formalin 10 %.
Contoh yang didapat dari lapangan kemudian dibawa ke laboratorium, lalu
makrozoobenthos tersebut disortir dan dimasukkan dalam botol contoh yang berisi
larutan alkohol 70 %. Khusus untuk larva serangga yang berukuran kecil seperti
Chironomidae, sebelum diidentifikasi, larvanya harus direbus dahulu pada larutan
KOH 10 % selama 25 menit. Proses ini dilakukan agar jaringan otot pada larva
tersebut larut sehingga yang terlihat hanya lapisan kitin saja. Dengan demikian,
proses identifikasi lebih mudah. Contoh yang telah direbus tersebut diletakkan
pada kaca objek yang telah ditetesi gliserin secara vertikal dengan bagian tubuh
larva menghadap ke atas Contoh makrozoobenthos dari lapangan diidentifikasi
dibawah mikroskop dengan kunci identifikasi menggunakan buku Pennak (1978),
McCafferty & Provonsha (1983), Merritt dan Cummins (1996), Djajasasmita
(1999) dan sumber acuan lainnya yang representatif.

220

Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

Analisa Data
a. Komposisi dan Kepadatan Makrozoobenthos
Kepadatan menggambarkan jumlah individu makrozoobenthos per
satuan luas (m2). Contoh makrozoobenthos yang telah di identifikasi dihitung
kepadatannya dengan mengacu pada Odum (1971).
b. Indeks Keanekaragaman
Penentuan indeks keanekaragaman menggunakan Indeks Shannon-Wiener
dengan menggunakan formula Krebs (1989).
c. Indeks Keseragaman
Keseragaman dapat dikatakan keseimbangan yaitu komposisi individu
tiap spesies yang terdapat dalam suatu komunitas, dihitung mengacu
pada Brower & Zar (1990).
d. Indeks Dominansi
Untuk melihat ada tidaknya dominansi oleh jenis tertentu pada
makrozoobenthos maka digunakan Indeks Dominansi Simpson (Odum,
1971).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan hasil pengamatan makrozoobenthos pada 6 stasiun selama
bulan April 2008 di sepanjang Sungai Musi bagian hilir secara keseluruhan
terdapat 13 jenis yang termasuk ke dalam 5 kelas dan 3 filum.
Persentase Komposisi Makrozoobenthos

Tingkatan Kelas
82,96%

Oligochaeta
Polychaeta
Gastropoda
Bivalvia

5,56%

Insecta

8,15%
2,90%
3,14%

Gambar 1. Persentase komposisi taksa makrozoobenthos di Perairan hilir Sungai Musi


sekitar Kawasan Industri Kota Palembang.

221

Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

Dari Gambar 1 di atas, secara keseluruhan pada bulan April 2008 terdapat
13 jenis yang terdiri 3 jenis yang termasuk ke dalam kelas Oligochaeta yaitu jenis
Tubifex sp, Limnodrillus sp, Nais sp, kelas Polychaeta terdapat 2 jenis yaitu Nereis
sp dan Namalycastis sp, Kelas Gastropoda terdapat 3 jenis Bellamya
sumatraensis, Amnicola sp, Melanoides tuberculata, dan kelas Bivalvia
(Pelecypoda) terdiri dari 1 jenis yaitu Corbicula javanica, kelas Insecta terdapat 4
jenis terdiri dari Chironomous sp, Ephemerella sp, Hydropsche sp, Polypedilum
sp.
Jumlah taksa tingkat genus yang ditemukan pada masing-masing stasiun
penelitian hampir sama. Dari 6 stasiun penelitian, terdapat 5 stasiun yang di
dalamnya ditemukan 5 genus, yaitu Stasiun 1 (Muara Ogan), Stasiun 2 (Wilmar)
Stasiun 3 (PT.Pusri) , Stasiun 4 (PD. Hoktong) Stasiun 5 (Sungai Kundur) dimana
masing-masing stasiun tersebut didominasi oleh kelas Oligochaeta yaitu jenis
Limnodrillus sp dan Tubifex sp serta dari kelas Gastropoda yaitu Corbicula
javanica dan stasiun 6 mempunyai 6 genus yaitu Limnodrillus sp, Nereis sp dan
Namalycastis sp dan 3 genus lainnya berasal dari kelas Insecta (Polypedillum sp,
Ephemerella sp dan Hydropsche sp). Adanya perbedaan jumlah komposisi taksa
ini dapat disebabkan karena adanya perbedaan pengaruh bahan organik dan
adanya perubahan kondisi lingkungan, khususnya substrat sebagai akibat dari
kegiatan antropogenik yang menimbulkan tekanan lingkungan terhadap jenis
makrozoobenthos tertentu. Komposisi taksa pada tingkat genus yang hanya
berkisar antara 5 6 jenis, menandakan bahwa tingkat keanekaragaman taksa ini
tergolong rendah. sedikitnya jumlah taksa yang ditemukan juga tidak dapat
menunjukkan bahwa perairan tersebut tercemar. Ada faktor-faktor lain yang
mempengaruhi kondisi suatu lingkungan, misalnya fungsi aliran energi. Menurut
Odum (1971) dalam Setiawan (2008), penilaian tercemar atau tidaknya suatu
ekosistem tidak mudah terdeteksi dari hubungan antara keanekaragaman dan
kestabilan komunitasnya. Sistem yang stabil, dalam pengertian tahan terhadap
gangguan atau bahan pencemar bisa saja memiliki keanekaragaman yang rendah
atau tinggi, hal ini tergantung dari fungsi aliran energi yang terdapat pada perairan
tersebut.

222

Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

Kepadatan total spesies makrozoobenthos pada masing-masing stasiun di


sekitar kawasan industri perairan hilir Sungai Musi berkisar antara 272-1215
individu/m2 (Gambar 2).
Tingkat kepadatan total makrozoobenthos antar stasiun
Kepadatan total
(ind/m2)

1500

1215

1075

1000
500

775
312

475
272

0
Stasiun Stasiun Stasiun Stasiun Stasiun Stasiun
1
2
3
4
5
6

Gambar 2. Grafik kelimpahan total makrozoobenthos di sekitar kawasan


industri di perairan hilir sungai musi.

Secara keseluruhan, spesies yang paling melimpah adalah Limnodrillus sp


dan Tubifex sp, dengan kelimpahan rata-rata 74,66 % per stasiun. Diikuti jenis
lainnya seperti

Tubifex sp (16,03%) dan Corbicula javanica (11,84%).

Kelimpahan relatif Limnodrillus sp yang tinggi di semua stasiun kemungkinan


disebabkan karena Limnodrillus sp yang merupakan hewan dari kelas Oligochaeta
yang mampu bertahan pada kondisi lingkungan yang mempunyai bahan organik
tinggi dan memiliki kemampuan osmoregulasi yang baik, sehingga ia dapat
menyesuaikan diri terhadap kondisi ekstrim yang ada di sekitarnya dimana
disekitar stasiun 1 (Muara Ogan) dan stasiun 4 (PD. Hoktong) terdapat pabrik
crumb rubber dan diperkirakan limbahnya meningkatkan kadar bahan organik di
stasiun tersebut ini ditandai dengan tingginya nilai BOD di stasiun tersebut di atas
ambang batas yang telah ditetapkan pemerintah dan disamping itu juga terdapat
pemukiman padat penduduk disekitar kawasan tersebut. Spesies yang juga
melimpah adalah Corbicula javanica yang ditemukan pada 5 stasiun, Tubifex sp
juga dapat ditemukan pada empat stasiun. Pada stasiun 6, ditemukan antara lain
Ephemerella sp dan Hydropsche sp. Faktor yang menyebabkan Ephemerella sp
dan Hydropsche sp hanya ditemukan pada stasiun 6 dikarenakan belum terlalu
banyak limbah organik yang masuk ke dalam badan perairan, sehingga organisme
Ephemerella sp dari kelompok Ephemeroptera dan Hydropsche sp dari kelompok
Trichoptera masih dapat ditemukan. Mackie (1998) dalam Setiawan (2008) yang
223

Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

menyatakan bahwa beberapa jenis makrozoobenthos dari kelompok EPT


(Ephemeroptera, Plecoptera dan Trichoptera) adalah jenis yang membutuhkan
kualitas air dengan kandungan oksigen terlarut yang tinggi. Kandungan oksigen
terlarut yang terdapat pada stasiun 6 adalah 5,12 mg/L.
Diagram Batang untuk Kelimpahan Makrozoobenthos Antar Stasiun
140

Linkage Distance

120
100
80
60
40
stasiun 5

Stasiun 6

stasiun 2

Stasiun 3

stasiun 4

stasiun 1

Gambar 3. Dendogram analisis kluster hubungan kepadatan


makrozoobenthos per stasiun pada bulan April 2008

Dari analisis kluster dendogram diatas terdapat dua pengelompokkan besar


hubungan antara kelimpahan dengan stasiun yaitu kelompok yang pertama adalah
kelompok yang kepadatannya rendah yang terdiri dari stasiun 6 (PT.SAP), Stasiun
2 (Wilmar), dan Stasiun 5 (Sungai Kundur) berkisar 272-475 ind/m2. kelompok
kedua adalah kelompok yang kepadatannya tinggi yang terdiri dari Stasiun 1
(Muara Ogan), Stasiun 4. (PD. Hoktong) dan Stasiun 5 (Pusri) berkisar 775-1215
ind/m2. Adanya perbedaan dua pengelompokkan ini mungkin disebabkan karena
pengaruh dari faktor lingkungan habitat yang berbeda dan kegiatan aktivitas dari
industri disekitar kawasan tersebut serta

tipe substrat pada masing-masing

stasiun.
Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi
Indeks keanekaragaman (H), Keseragaman (E) dan Dominansi (C)
merupakan kajian indeks yang sering digunakan untuk menduga kondisi suatu
lingkungan perairan berdasarkan komponen biologis (Setiawan. 2008). Kondisi
lingkungan

suatu

perairan

dikatakan

baik

apabila

di

peroleh

indeks

keanekaragaman (H`) dan keseragaman (E) yang tinggi, dan indeks dominansi
yang rendah.

224

Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

Tabel 1.

No

Stasiun lokasi

Indeks komunitas ekologi pada bulan April 2008


Indeks
Keanekaragaman

Indeks
Dominansi

Indeks
Keseragaman

1
2
3
4
5

Muara Ogan
Wilmar
Pusri
PD. Hoktong
Sungai Kundur

0,48
1,32
0,63
0,62
1,02

0,86
0,54
0,81
0,83
0,71

0,21
0,57
0,35
0,27
0,42

PT. SAP

1,14

0,64

0,50

Dari Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai indeks keanekaragaman yang


paling tinggi terdapat di stasiun Wilmar dan PT.SAP yang berkisar antara 1,14
1,32 dan indeks keseragamannya juga tinggi berkisar 0,500,57 sedangkan indeks
dominansinya tergolong sedang sampai tinggi yang berkisar 0,54-0,64,
berdasarkan Indeks Shanon-Wiener keanekaragaman di kedua stasiun tersebut
tergolong keanekaragaman sedang karena 1 H 2, Hal ini menunjukkan
kondisi lingkungan perairan di stasiun tersebut masih cukup baik dan masih bisa
mendukung kehidupan biota perairan.
Indeks keanekaragaman yang paling rendah terdapat di stasiun Muara
Ogan, dan PD. Hoktong yang berkisar 0,480.62 kemudian juga dikuti dengan
rendahnya nilai indeks keseragaman rata-rata dibawah 0,50 yaitu berkisar antara
0,210,27,

Tingkat

keanekaragaman

yang

rendah

menunjukkan

bahwa

penyebaran individu tiap jenis tidak merata dan kondisi kestabilan komunitas
cenderung rendah sedangkan nilai Indeks dominansinya cukup tinggi yang
berkisar antara 0,83 - 0,86 hal ini disebabkan semakin kecil jumlah spesies dan
adanya beberapa individu yang jumlahnya lebih besar atau dengan kata lain
mendominasi sehingga mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan ekosistem
yang kemungkinan disebabkan adanya tekanan atau gangguan dari lingkungan,
sehingga hanya beberapa jenis tertentu saja yang dapat bertahan hidup seperti
halnya Limnodrillus sp dan Tubifex sp yang mempunyai kisaran toleransi hidup
yang tinggi terhadap bahan pencemar seperti bahan organik. Hal ini dapat terlihat
bahwa jenis makrozoobenthos pada stasiun yang mempunyai nilai indeks
keanekaragaman rendah seperti pada daerah Muara Ogan, PD. Hoktong, dan Pusri
yang mendominasi adalah dari jenis Oligochaeta yaitu jenis Limnodrillus sp dan

225

Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

Tubifex sp. Menurut Odum (1993), keanekaragaman yang rendah (0<H<2,302)


menunjukkan bahwa dalam komunitas tersebut terjadi tekanan dan stress.
Berdasarkan hasil analisis sedimen, tipe substrat dasar perairan Sungai Musi
sekitar kawasan

industri Palembang adalah lempung liat berlumpur kecuali

Stasiun 3. Komposisi fraksi sedimen pada masing-masing stasiun dapat dilihat


pada Tabel 2.
Tipe substrat akan sangat mempengaruhi morfologi fungsional dan tingkah
laku hewan bentik. Levinton (1982) dalam Emiyarti (2004: 19) bahwa tipe
substrat adalah faktor utama yang mengendalikan distribusi benthos. Adaptasi
terhadap substrat akan menentukan morfologi, cara makan dan adaptasi fisiologi
organisme benthos terhadap suhu, salainitas serta faktor kimia lainnya.
Tabel 2. Persentase komposisi fraksi sedimen (substrat dasar perairan) berdasarkan Segitiga Millar
% Fraksi

Stasiun

Tipe Substrat

Pasir

Lumpur

Liat

I
II

12,53
13,72

49,8
48,4

37,67
37,88

Lempung Liat Berlumpur


Lempung Liat Berlumpur

III
IV

9,53
13,76

63,31
52,77

27,16
33,47

Lempung Berlumpur
Lempung Liat Berlumpur

13,61

50,1

36,29

Lempung Liat Berlumpur

VI

11,86

51,7

36,44

Lempung Liat Berlumpur

Odum (1993) menjelaskan bahwa karakter dasar suatu perairan yang


sangat menentukan penyebaran makrozoobenthos adalah substrat dasar perairan
seperti lumpur, pasir, liat, berkerikil, dimana masing-masing tipe menentukan
komposisi makrozoobenthos.
Penilaian tercemar atau tidaknya suatu ekosistem tidak mudah terdeteksi
dari hubungan antara keanekaragaman dan kestabilan komunitasnya. Sistem yang
stabil, dalam pengertian tahan terhadap gangguan atau bahan pencemar bisa saja
memiliki keanekaragaman yang rendah atau tinggi, hal ini tergantung dari fungsi
aliran energi yang terdapat pada perairan tersebut. Berdasarkan indeks ekologi
dapat diketahui bahwa stasiun 1. Muara Ogan, stasiun 4. PD. Hoktong dan stasiun
3. Pusri kualitas airnya tercemar berat ini ditandai dengan beberapa parameter
kimiawi yang melebihi ambang batas yang telah ditetapkan seperti tingginya BOD

226

Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

dan rendah nilai DO (Disolved oxygen), pH substrat di bawah 6 dan tingginya


nilai amonia di stasiun Pusri. Adanya stasiun tercemar sedang stasiun wilmar,
PT.SAP serta Sungai Kundur dibandingkan dengan stasiun sebelumnya
disebabkan karena adanya beberapa hal diantaranya adanya bahan pencemar dari
stasiun aktivitas antropogenik dan industri yang ditransportasikan dalam jarak
yang sangat jauh dan membutuhkan waktu sehingga dalam perjalanannya
dipengaruhi oleh stabilitas perairan, kecepatan aliran dari perairan tersebut serta
kondisi hidrodinamika yang berbeda pada daerah yang dilaluinya yang berkaitan
dengan perbedaan model pencampuran (mixing) dan pengenceran serta laju
reaerasi (difusi oksigen di permukaan air) yang menyebabkan air terpurifikasi
sehingga kualitas air di stasiun yang mengarah ke arah muara menjadi lebih baik
dibandingkan dengan stasiun yang berada dekat kota Palembang disamping itu
juga dikarenakan karakteristik Sungai Musi yang kompleks yang juga mengalami
pasang surut dua kali dalam sehari mempengaruhi gelombang untuk mempercepat
perairan melakukan proses purifikasi. Struktur komunitas antar stasiun relatif
sama, yaitu berkisar antara 50-75 %, kecuali pada stasiun 6.

KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian diatas adalah :
1. Komposisi makrozoobenthos yang ditemukan tergolong ke dalam 3 phylum
(Annelida, Molusca dan Artrhopoda) 6 kelas dan 13 jenis.
2. Nilai indeks keanekaragamannya berkisar 0,48 1,32, terendah di stasiun
Muara Ogan dan tertinggi di stasiun Wilmar, begitu juga sebaliknya indeks
dominansi yang tinggi berkisar 0,54 0,86 masih pada stasiun yang sama.
3. Hampir di semua stasiun terdapat jenis yang mendominasi yaitu
Limnodrillus sp sebesar 74,66% dan diikuti oleh jenis Tubifex sp sebesar
16,03 %.
4. Rendahnya tingkat keanekaragaman dan tinggi dominansi pada bulan
April 2008 dipengaruhi kegiatan aktivitas industri, antropogenik dan
kondisi lingkungan perairan, berdasarkan indeks ekologi diatas, stasiun
Muara Ogan, PD.Hoktong dan Pusri dikategorikan tercemar berat dan
stasiun Wilmar, Sungai Kundur serta PT.SAP tercemar sedang.

227

Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010

DAFTAR PUSTAKA
Brower, EJ, Zar JH. 1990. Field and Laboratory Methods for General Ecology.
Third Edition. New York : Wm.C Brown Publsiher Company.
Djajasasmita, M. 1999. Keong dan Kerang Sawah. Puslitbang Biologi - LIPI
Emiyarti. 2004. Karakteristik Fisika Kimia Sedimen dan Hubungannya dengan
Struktur Komunitas Makrozoobenthos di Perairan Teluk Kendari. Thesis
Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor
Krebs, CJ. 1989. Ecology Methodology : The Exprimental Analysis of Distribution
and Abudance. New York: Harper and Row Publishers.
Mason, CF. 1993. Biology of Freshwater Pollution. New York:Longman
Scientific and Technical.
Mc Cafferty, WP, Provonsha, AV. 1983. Aquatic Entomology. London. Jones
and Bartlet Publishers International.
Merrit, R. W. & K. W. Cummins. 1996. An Introduction to Aquatic Insects of
North America. Kenddall Hunt Publishing Company. America.
Odum, EP. 1971. Fundamental of Ecology. Third Edition. Philadelphia: W.B
Saunders Co.
Odum, Eugene P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta. 687 hlm.
Pennak, RW. 1978. Freshwater Invertebrates of the United States. New York: A
Willey Interscience Publications John Willey and Sons.
Setiawan, D. 2008. Struktur Komunitas Makrozoobentos Sebagai Bioindikator
Kualitas Lingkungan Perairan Hilir Sungai Musi. Tesis. Pasca Sarjana
IPB. Bogor.

CATATAN
1. Pembahasan mengenai distribusi terhadap kualitas air dan sedimen tidak
disertai oleh data data kualitas air.
2. Tidak terdapat pernyataan berupa fakta yang menunjukkan pencemaran
sungai dari aktivitas.

228

Você também pode gostar