Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
ABSTRAK
Salah satu permasalahan di Sungai Musi adalah semakin menurunnya kualitas air
Sungai Musi di bagian hilir akibat meningkatnya aktivitas industri, penurunan ini dapat
menyebabkan perubahan pada struktur komunitas makrozoobenthos. Studi mengenai komunitas
makrozoobenthos bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas makrozoobenthos di Perairan
Sungai Musi sekitar kawasan industri di hilir Kota Palembang, Sumatera Selatan. Penelitian
dilaksanakan pada bulan April Juni 2008. Penentuan lokasi pengambilan contoh dilakukan
dengan metode purposive random sampling pada 6 stasiun. Pengambilan contoh pada perairan
yang bersubstrat lunak (lumpur) dilakukan menggunakan Eckman grab. Dari hasil penelitian
didapatkan 13 genera yang dikelompokkan ke dalam 5 kelas yaitu Oligochaeta, Polychaeta,
Bivalvia, Gastropoda, Insecta. Kepadatan berkisar antara 272 1215 individu/m2. Tingkat
keanekaragaman tergolong rendah, berkisar antara 0,48-1,59 dan ada spesies yang mendominasi.
Struktur komunitas antar stasiun juga relatif sama kecuali pada stasiun 6. Dari hasil studi
menunjukkan bahwa kualitas air Sungai Musi bagian hilir di sekitar kawasan industri Kota
Palembang pada Bulan April 2008 tercemar sedang sampai berat.
Kata Kunci : Makrozoobenthos, Hilir Sungai Musi, kawasan industri, kualitas air
ABSTRACT
One of the problems of Musi River was more decreasing the water quality at downstream
as consequence the increasing of industrial activity. The decreasing can caused change in the
structure of macrozoobenthos community. The aims of this research were to know the structure of
macrozoobenthos community at waters downstream of Musi River that surrounding the industrial
area in Palembang, South Sumatra. The study was done from April to July 2008 by purposive
random sampling method at 6 stations. The sampling at soft substrate (muds) was done by eckman
grab. Result of this research was found 13 genera macrozoobenthos that grouped into 5 class that
is Oligochaeta, Polychaeta, Bivalvia, Gastropoda, Insecta. The density ranges from 272 - 1215
individual/m2. Diversity level was low, range from 0.48-1.32 and there were species dominant. The
structure of macrozoobenthos between 6 stations was relatively similar except at station 6. From
the results showing that water quality at waters downstream Musi River surrounding the industrial
area at Palembang City, in April 2008 was polluted and the level was moderate until heavy.
Keywords : Macrozoobenthos, Downstream Musi River , industrial area, water quality
217
PENDAHULUAN
Sungai merupakan salah satu tipe ekosistem perairan umum yang berperan
penting bagi kehidupan biota air dan juga kebutuhan hidup manusia. Namun,
fungsi dan kegunaan sungai tersebut dapat hilang akibat limbah dari berbagai
kegiatan antropogenik. Sungai Musi merupakan sungai besar yang membagi kota
Palembang menjadi daerah Seberang Ulu dan Seberang Ilir. Sungai Musi
memiliki beberapa anak sungai. Salah satu bagian penting perairan Sungai Musi
adalah bagian hilirnya yang banyak terdapat kawasan industri besar, seperti
industri Pupuk Sriwijaya, Kilang pengolahan minyak, pabrik pengolahan karet
(crumb rubber), industri minyak goreng dan lain-lain Keberadaan industri
disekitar perairan hilir Sungai Musi tersebut dapat menimbulkan resiko yang
merugikan terhadap perairan sebagai habitat biota perairan.
Dalam keberadaannya sehari-hari, perairan Sungai Musi bagian hilir
banyak menerima limbah baik dari kegiatan rumah tangga maupun dari kegiatan
industri di sekitarnya. Banyaknya aktivitas antropogenik yang menggunakan lahan
di tepian sungai dan kegiatan industri di sekitar perairan hilir Sungai Musi, secara
langsung maupun tidak langsung akan memberikan dampak negatif terhadap
kualitas air sungai seperti faktor fisika, kimia maupun biologi yang selanjutnya
dapat mengakibatkan rusaknya ekosistem perairan. Rusaknya ekosistem perairan
tersebut akan berdampak juga terhadap kehidupan biota air seperti perubahan
struktur komunitas makrozoobenthos, dimana penurunan kelimpahan dan
komposisi dari organisme tersebut biasanya merupakan indikator adanya
gangguan ekologi yang terjadi pada suatu perairan sungai. Untuk itu perlu adanya
suatu kajian tentang kualitas perairan bagian hilir Sungai Musi ditinjau dari
struktur komunitas makrozoobenthos.
Makrozoobenthos merupakan organisme akuatik yang hidup di dasar
perairan dengan pergerakan relatif lambat dan menetap serta daur hidupnya relatif
lama sehingga hewan tersebut mempunyai kemampuan merespon kondisi kualitas
air secara terus menerus (Mason 1993).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik struktur komunitas
makrozoobenthos sehingga diharapkan dapat memberikan informasi dasar tentang
218
b.
219
mobilitas kapal air dan kapal tanker cukup tinggi di sebelah kanan tepi
sungai terdapat jalur-jalur pipa milik Pertamina.
f. Stasiun VI
PT. SAP (Safari Alam Permai), Di tepi kiri sungai terdapat industri
minyak kelapa sawit dan minyak goreng serta pemukiman penduduk.
ditambahkan formalin 10 %.
Contoh yang didapat dari lapangan kemudian dibawa ke laboratorium, lalu
makrozoobenthos tersebut disortir dan dimasukkan dalam botol contoh yang berisi
larutan alkohol 70 %. Khusus untuk larva serangga yang berukuran kecil seperti
Chironomidae, sebelum diidentifikasi, larvanya harus direbus dahulu pada larutan
KOH 10 % selama 25 menit. Proses ini dilakukan agar jaringan otot pada larva
tersebut larut sehingga yang terlihat hanya lapisan kitin saja. Dengan demikian,
proses identifikasi lebih mudah. Contoh yang telah direbus tersebut diletakkan
pada kaca objek yang telah ditetesi gliserin secara vertikal dengan bagian tubuh
larva menghadap ke atas Contoh makrozoobenthos dari lapangan diidentifikasi
dibawah mikroskop dengan kunci identifikasi menggunakan buku Pennak (1978),
McCafferty & Provonsha (1983), Merritt dan Cummins (1996), Djajasasmita
(1999) dan sumber acuan lainnya yang representatif.
220
Analisa Data
a. Komposisi dan Kepadatan Makrozoobenthos
Kepadatan menggambarkan jumlah individu makrozoobenthos per
satuan luas (m2). Contoh makrozoobenthos yang telah di identifikasi dihitung
kepadatannya dengan mengacu pada Odum (1971).
b. Indeks Keanekaragaman
Penentuan indeks keanekaragaman menggunakan Indeks Shannon-Wiener
dengan menggunakan formula Krebs (1989).
c. Indeks Keseragaman
Keseragaman dapat dikatakan keseimbangan yaitu komposisi individu
tiap spesies yang terdapat dalam suatu komunitas, dihitung mengacu
pada Brower & Zar (1990).
d. Indeks Dominansi
Untuk melihat ada tidaknya dominansi oleh jenis tertentu pada
makrozoobenthos maka digunakan Indeks Dominansi Simpson (Odum,
1971).
Tingkatan Kelas
82,96%
Oligochaeta
Polychaeta
Gastropoda
Bivalvia
5,56%
Insecta
8,15%
2,90%
3,14%
221
Dari Gambar 1 di atas, secara keseluruhan pada bulan April 2008 terdapat
13 jenis yang terdiri 3 jenis yang termasuk ke dalam kelas Oligochaeta yaitu jenis
Tubifex sp, Limnodrillus sp, Nais sp, kelas Polychaeta terdapat 2 jenis yaitu Nereis
sp dan Namalycastis sp, Kelas Gastropoda terdapat 3 jenis Bellamya
sumatraensis, Amnicola sp, Melanoides tuberculata, dan kelas Bivalvia
(Pelecypoda) terdiri dari 1 jenis yaitu Corbicula javanica, kelas Insecta terdapat 4
jenis terdiri dari Chironomous sp, Ephemerella sp, Hydropsche sp, Polypedilum
sp.
Jumlah taksa tingkat genus yang ditemukan pada masing-masing stasiun
penelitian hampir sama. Dari 6 stasiun penelitian, terdapat 5 stasiun yang di
dalamnya ditemukan 5 genus, yaitu Stasiun 1 (Muara Ogan), Stasiun 2 (Wilmar)
Stasiun 3 (PT.Pusri) , Stasiun 4 (PD. Hoktong) Stasiun 5 (Sungai Kundur) dimana
masing-masing stasiun tersebut didominasi oleh kelas Oligochaeta yaitu jenis
Limnodrillus sp dan Tubifex sp serta dari kelas Gastropoda yaitu Corbicula
javanica dan stasiun 6 mempunyai 6 genus yaitu Limnodrillus sp, Nereis sp dan
Namalycastis sp dan 3 genus lainnya berasal dari kelas Insecta (Polypedillum sp,
Ephemerella sp dan Hydropsche sp). Adanya perbedaan jumlah komposisi taksa
ini dapat disebabkan karena adanya perbedaan pengaruh bahan organik dan
adanya perubahan kondisi lingkungan, khususnya substrat sebagai akibat dari
kegiatan antropogenik yang menimbulkan tekanan lingkungan terhadap jenis
makrozoobenthos tertentu. Komposisi taksa pada tingkat genus yang hanya
berkisar antara 5 6 jenis, menandakan bahwa tingkat keanekaragaman taksa ini
tergolong rendah. sedikitnya jumlah taksa yang ditemukan juga tidak dapat
menunjukkan bahwa perairan tersebut tercemar. Ada faktor-faktor lain yang
mempengaruhi kondisi suatu lingkungan, misalnya fungsi aliran energi. Menurut
Odum (1971) dalam Setiawan (2008), penilaian tercemar atau tidaknya suatu
ekosistem tidak mudah terdeteksi dari hubungan antara keanekaragaman dan
kestabilan komunitasnya. Sistem yang stabil, dalam pengertian tahan terhadap
gangguan atau bahan pencemar bisa saja memiliki keanekaragaman yang rendah
atau tinggi, hal ini tergantung dari fungsi aliran energi yang terdapat pada perairan
tersebut.
222
1500
1215
1075
1000
500
775
312
475
272
0
Stasiun Stasiun Stasiun Stasiun Stasiun Stasiun
1
2
3
4
5
6
Linkage Distance
120
100
80
60
40
stasiun 5
Stasiun 6
stasiun 2
Stasiun 3
stasiun 4
stasiun 1
stasiun.
Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi
Indeks keanekaragaman (H), Keseragaman (E) dan Dominansi (C)
merupakan kajian indeks yang sering digunakan untuk menduga kondisi suatu
lingkungan perairan berdasarkan komponen biologis (Setiawan. 2008). Kondisi
lingkungan
suatu
perairan
dikatakan
baik
apabila
di
peroleh
indeks
keanekaragaman (H`) dan keseragaman (E) yang tinggi, dan indeks dominansi
yang rendah.
224
Tabel 1.
No
Stasiun lokasi
Indeks
Dominansi
Indeks
Keseragaman
1
2
3
4
5
Muara Ogan
Wilmar
Pusri
PD. Hoktong
Sungai Kundur
0,48
1,32
0,63
0,62
1,02
0,86
0,54
0,81
0,83
0,71
0,21
0,57
0,35
0,27
0,42
PT. SAP
1,14
0,64
0,50
Tingkat
keanekaragaman
yang
rendah
menunjukkan
bahwa
penyebaran individu tiap jenis tidak merata dan kondisi kestabilan komunitas
cenderung rendah sedangkan nilai Indeks dominansinya cukup tinggi yang
berkisar antara 0,83 - 0,86 hal ini disebabkan semakin kecil jumlah spesies dan
adanya beberapa individu yang jumlahnya lebih besar atau dengan kata lain
mendominasi sehingga mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan ekosistem
yang kemungkinan disebabkan adanya tekanan atau gangguan dari lingkungan,
sehingga hanya beberapa jenis tertentu saja yang dapat bertahan hidup seperti
halnya Limnodrillus sp dan Tubifex sp yang mempunyai kisaran toleransi hidup
yang tinggi terhadap bahan pencemar seperti bahan organik. Hal ini dapat terlihat
bahwa jenis makrozoobenthos pada stasiun yang mempunyai nilai indeks
keanekaragaman rendah seperti pada daerah Muara Ogan, PD. Hoktong, dan Pusri
yang mendominasi adalah dari jenis Oligochaeta yaitu jenis Limnodrillus sp dan
225
Stasiun
Tipe Substrat
Pasir
Lumpur
Liat
I
II
12,53
13,72
49,8
48,4
37,67
37,88
III
IV
9,53
13,76
63,31
52,77
27,16
33,47
Lempung Berlumpur
Lempung Liat Berlumpur
13,61
50,1
36,29
VI
11,86
51,7
36,44
226
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian diatas adalah :
1. Komposisi makrozoobenthos yang ditemukan tergolong ke dalam 3 phylum
(Annelida, Molusca dan Artrhopoda) 6 kelas dan 13 jenis.
2. Nilai indeks keanekaragamannya berkisar 0,48 1,32, terendah di stasiun
Muara Ogan dan tertinggi di stasiun Wilmar, begitu juga sebaliknya indeks
dominansi yang tinggi berkisar 0,54 0,86 masih pada stasiun yang sama.
3. Hampir di semua stasiun terdapat jenis yang mendominasi yaitu
Limnodrillus sp sebesar 74,66% dan diikuti oleh jenis Tubifex sp sebesar
16,03 %.
4. Rendahnya tingkat keanekaragaman dan tinggi dominansi pada bulan
April 2008 dipengaruhi kegiatan aktivitas industri, antropogenik dan
kondisi lingkungan perairan, berdasarkan indeks ekologi diatas, stasiun
Muara Ogan, PD.Hoktong dan Pusri dikategorikan tercemar berat dan
stasiun Wilmar, Sungai Kundur serta PT.SAP tercemar sedang.
227
DAFTAR PUSTAKA
Brower, EJ, Zar JH. 1990. Field and Laboratory Methods for General Ecology.
Third Edition. New York : Wm.C Brown Publsiher Company.
Djajasasmita, M. 1999. Keong dan Kerang Sawah. Puslitbang Biologi - LIPI
Emiyarti. 2004. Karakteristik Fisika Kimia Sedimen dan Hubungannya dengan
Struktur Komunitas Makrozoobenthos di Perairan Teluk Kendari. Thesis
Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor
Krebs, CJ. 1989. Ecology Methodology : The Exprimental Analysis of Distribution
and Abudance. New York: Harper and Row Publishers.
Mason, CF. 1993. Biology of Freshwater Pollution. New York:Longman
Scientific and Technical.
Mc Cafferty, WP, Provonsha, AV. 1983. Aquatic Entomology. London. Jones
and Bartlet Publishers International.
Merrit, R. W. & K. W. Cummins. 1996. An Introduction to Aquatic Insects of
North America. Kenddall Hunt Publishing Company. America.
Odum, EP. 1971. Fundamental of Ecology. Third Edition. Philadelphia: W.B
Saunders Co.
Odum, Eugene P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta. 687 hlm.
Pennak, RW. 1978. Freshwater Invertebrates of the United States. New York: A
Willey Interscience Publications John Willey and Sons.
Setiawan, D. 2008. Struktur Komunitas Makrozoobentos Sebagai Bioindikator
Kualitas Lingkungan Perairan Hilir Sungai Musi. Tesis. Pasca Sarjana
IPB. Bogor.
CATATAN
1. Pembahasan mengenai distribusi terhadap kualitas air dan sedimen tidak
disertai oleh data data kualitas air.
2. Tidak terdapat pernyataan berupa fakta yang menunjukkan pencemaran
sungai dari aktivitas.
228