Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
gelap dan memiliki bau manis. Aroma berlangsung lama, sekitar 8 jam, jika minyak digosok ke
kulit.
8. Menjaga proses penyulingan tersebut untuk melanjutkan selama 7 hari penuh akan squash
minyak Gaharu seluruh dari kayu. Panas kemudian harus dipadamkan.
9. Minyak yang dikumpulkan harus disaring dengan kain filter untuk menyingkirkan air dan
kotoran. Minyak kemudian dimasukkan ke dalam botol dan dipanggang dengan tutup dibuka
untuk memungkinkan penguapan. Kemudian, kualitas minyak Gaharu tinggi diperoleh. Residu
dari proses perebusan dan penyulingan dapat dikeringkan di bawah sinar matahari selama
sekitar 3 hari sebelum dihancurkan menjadi bubuk untuk produksi tongkat Joss wangi.
Konsekuensinya penjualan ekspor dan impor produk gaharu ditentukan kuota dan harus ada izin dari
CITES, ungkap Dr Tonny Soehartono, direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati, Direktorat
Jenderal PHKA Departemen Kehutanan. Penerapan kuota bertujuan untuk memastikan sebaran spesies
pohon gaharu di alam mampu berkembang biak dengan baik.
Menurut koordinator otoritas ilmiah CITES, Dr Gono Semiadi APU, kuota itu tidak membedakan gaharu
alam atau budidaya. Sebaiknya pekebun budidaya melapor pada BKSDA setempat untuk mendapat
surat rekomendasi. Itu untuk mempermudah ketika menjual hasil panen di masa depan, katanya.
Proses pelaporan hingga pembuatan berita acara pemeriksaan dari kegiatan penanaman itu gratis.
Marak budidaya
Dengan rambu-rambu itu makanya mengebunkan gaharu menjadi pilihan. Apalagi gaharu dapat
dibudidayakan di ketinggian 0-1.500 m dpl, kelembapan 80%, curah hujan 1.200-1.600 mm per tahun,
dan adaptif di berbagai tipe tanah. Itu sebabnya kebun-kebun gaharu kini banyak bermunculan di
Lombok Barat (Nusa Tenggara Barat), Kabupaten Ketapang (Kalimantan Barat), Kelurahan Bentiring dan
Kecamatan Argamakmur (Bengkulu), Pangkalpinang (Bangka Belitung), Bogor dan Sukabumi (Jawa
Barat), serta Kecamatan Kotabaru (Jambi). Tak kurang dari Malem Sambat Kaban, Menteri Kehutanan
Kabinet Indonesia Bersatu mendorong penanaman gaharu.
Adi Saptono, pekebun di Pangkalbalam, Pangkalpinang, Bangka Belitung, menanam 300 spesies
malaccensis, microcarpa, dan beccariana pada 2004. Ia menanam gaharu secara monokultur itu dengan
jarak tanam 2 m x 2 m. Pohon yang dipelihara di kebun belakang rumah itu kini tingginya 3,5 m
berdiameter 10 cm. Setahun lalu pohon-pohon itu diinokulasi menggunakan ramuan rahasia. Isi
ramuan bermacam-macam cendawan: fusarium, acremonium, dan aspergillus. Seliter cendawan ini
dipakai untuk menyuntik 2.000 lubang per pohon. Sejauh ini Adi belum dapat menebak hasilnya.
Namun, di luar itu Adi sudah mencicipi pendapatan dari ramuan rahasia itu.
Bermitra dengan pekebun karet yang di kebunnya tumbuh liar 1-2 pohon gaharu, pada November 2008
ia memanen 5 pohon setinggi 8 m berdiameter 25 cm. Pohon itu telah diinokulasi seliter cendawan pada
pertengahan 2005. Adi memperoleh 22,5 kg gaharu terdiri atas 2,5 kg gubal mutu B dan 20 kg
kemedangan. Temannya membeli gubal itu seharga Rp2-juta/kg dan kemedangan per kg Rp500.000Rp1-juta. Minimal pendapatan Rp15-juta ditangguk. Pendapatan itu dibagi dua dengan pemilik kebun;
Adi mengantongi Rp7,5-juta. Masih ada 70 pohon gaharu lagi yang tengah menanti saat dipanen.
Di Desa Gunungselan, Kecamatan Argamakmur, Bengkulu Utara, Rita Rosita menanam 1.700 pohon
gaharu spesies malaccensis di lahan 7.000 m2. Ia menumpangsarikan malaccensis berumur 1,5 tahun
itu (jarak tanam 2,5 m x 2,5 m) dengan tanaman jati Tectona grandis berumur 4 tahun dan kakao
Theobroma cacao berumur 3 tahun. Di pinggir-pinggir kebun itu berderet pohon pinang Areca cathecu
yang tengah berbuah lebat.
Tumpangsari ini bukan tanpa sebab. Pendapatan lain bisa diraih Rita sambil menunggu pohon-pohon
gaharu itu siap diinokulasi cendawan. Tanaman kakao sudah berproduksi 2 kg/pohon. Panen dilakukan 2
minggu sekali sebanyak 7 kg kering dengan harga Rp12.000 per kg. Pinang sesekali dipanen dan dijual
dengan harga Rp3.500 per kg. Sekali menjual sebanyak 30 kg.
Beragam kendala
Beragam rintangan siap menghadang pekebun gaharu buat meraih untung. Peluang memetik laba besar
bakal gagal total jika pekebun gagal menginokulasi seperti dialami H. Mahmuddin Sany. Pekebun di
Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, itu menginokulasi sebuah pohon gaharu dari 20 pohon yang
ditanam pada 2000. Alih-alih mendapat gubal, pohon berdiameter 18-20 cm itu batangnya membusuk.
Menurut Sany kegagalan itu antara lain karena ia tidak paham masa aktif inokulan. Saat 2 mL larutan
cendawan fusarium itu diinokulasi pada 30 lubang, umur si mikroba sudah kedaluwarsa sejak 3 bulan
sebelumnya. Hasilnya? Pohon itu mati.
Urusan cendawan ini memang agak pelik bagi pekebun. Bukannya mereka tidak tahu teknologi
cendawan, Saya pernah mencoba menyuntik pada sebuah pohon, tapi tak lama mati, kata M Amin,
pekebun di Dusun Orong Selatan, Desa Gegerung, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Kapok dengan
kejadian itu ia kembali memakai cara tradisional: dipaku. Dari pengalaman Amin pohon bergaris tengah
10 cm setinggi 3-4 m yang diinokulasi 3 kg paku selama 2 tahun dapat menghasilkan 1 kg
kemedangan. Selain dipaku masih ada cara tradisional lain: menancap bilah bambu, kayu ulin, dan
seng. Yang lain membubuhi garam sampai mengoleskan oli. Intinya membuat pohon merana sehingga
mau mengeluarkan gaharu.
Menurut Dr Ir Mucharromah MSc, peneliti gaharu dari Jurusan Perlindungan Tanaman Fakultas Pertanian
Universitas Bengkulu, gagalnya cendawan bereaksi karena tanaman memberikan respon berbeda-beda.
Sebab itu mutlak ada kecocokan antara mikroba yang diinokulasi dengan si tanaman. Makanya sulit
menentukan mikroba yang paling pas. Yang namanya mikroba pembentuk gubal itu ada sekitar 50
spesies, katanya. Fusarium yang efektif di Bogor berbeda misalnya dengan di Bengkulu dan Nusa
Tenggara Barat. Sebab itu pula pekebun seperti di Bengkulu, Kalimantan Selatan, dan Pangkalpinang
meracik sendiri ramuan mikroba atas dasar pengamatan di lapangan.
Muhaimin, pekebun di Desa Batumandi, Kecamatan Batumandi, Kabupaten Balangan, Kalimantan
Selatan, bisa menjadi contoh. Pada 2006 ia menginokulasi 30 pohon gaharu spesies microcarpa berumur
30 tahun setinggi 25 m berdiameter 40 cm memakai cendawan ajaibnya. Hasilnya dari 2 pohon yang
dipanen pada pertengahan 2008 Muhaimin mendapat masing-masing 4 kg kemedangan yang laku dijual
Rp1-juta per kg. Bahan cendawan itu berasal dari gubal gaharu hutan setempat yang dikembangbiakkan
di laboratorium pertanian.
Pengguna gaharu juga menemukan hambatan berupa sulitnya mendapatkan gubal. Itu dialami CV
Agung Perdana, eksportir gaharu di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Bertahun-tahun perusahaan yang
berdiri pada 1980 itu mengekspor gubal berwarna cokelat kehitaman dalam bentuk chip. Chip adalah
gubal berbentuk tak beraturan dengan panjang bervariasi 10-15 cm berdiameter 4-6 cm. Aroma kuat
dan tajam menyebabkan chip dipilih sebagai bahan baku pengharum. Ini permintaan pasar Timur
Tengah.
Menurut H. Faisal Bagis, pemilik CV Agung Perdana, untuk mendapatkan gubal sekarang sulit. Dulu,
pada 1998 CV Agung Perdana mengekspor gaharu dengan komposisi: 80% gubal dan 20%
kemedangan. Kondisi itu kini berbalik 180 derajat. Dari kuota ekspor 8 ton per tahun, 80% kemedangan
dan 20% gubal. Susah kalau terus berharap mendapatkan gubal alam, ungkap Faisal.
Tinggal antar
Jika pekebun mampu melewati beragam rintangan mengantongi laba besar bukan angan-angan. Banyak
eksportir dan penampung gaharu siap menyerap. Taufik Murad, penampung di Lombok, Nusa Tenggara
Barat, rutin menjemput gaharu pekebun melalui kaki tangannya yang berjumlah belasan orang.
Pengelola restoran khas makanan Lombok itu tidak mengolah gaharu itu. Ia langsung mengirimkan 50
100 kg per bulan gaharu ke eksportir langganan di Jakarta dan Surabaya. Taufik memang beroperasi di
Nusa Tenggara Barat. Pekebun di luar itu tidak perlu cemas. Masih banyak penampung gaharu. Data
Asgarin menyebutkan ada 41 penampung berizin resmi. Mereka tersebar di Jawa, Sumatera, Kalimantan
hingga Papua.
Soal harga beli? Menurut Joni Surya meskipun eksportir dan penampung banyak, sebagian besar tidak
mau terang-terangan mengekspos harga. Harap mafhum bisnis ini menyangkut nilai uang cukup besar.
Perdagangan gaharu persis perdagangan sarang walet sebelum tahun 1990-an. Sifatnya tertutup,
standar harga kurang jelas karena keragaman kualitas sangat tinggi, ujar ketua Gaharu 88, pelopor
penanaman pohon gaharu di Bengkulu.
Yang seringkali terjadi adalah proses tawar-menawar harga yang alot. Gaharu itu dibeli aromanya, jadi
tidak bisa tidak perlu dilihat barangnya. Bahkan kalau perlu dites, ungkap Taufik. Data Asgarin dapat
menjadi acuan. Harga mutu gaharu tertinggi, gubal double super atau super A per kg Rp10-juta-Rp15juta. Berikutnya gubal super tanggung Rp4-juta-Rp5-juta/kg. Yang terendah disebut teri, rata-rata
Rp100.000/kg.
Pekebun tak perlu berkecil hati meskipun sejauh ini paling pol hasil gaharu budidaya sebatas
kemedangan yang harga jual di tingkat pekebun Rp500.000-Rp1-juta/kg. Dengan mutu serupa,
pekebun-pekebun gaharu budidaya di Vietnam terus menggenjot mutu gaharu lewat berbagai teknologi.
Ini bisa ditiru pekebun di tanahair karena bukan mustahil suatu saat gubal super yang harganya top
diperoleh dari budidaya relatif singkat. Ini sedang kami teliti di Vietnam, kata Prof Robert A Blanchette,
periset gaharu dari University of Minnesota Amerika Serikat, melalui surat elektronik.
Pasar terbuka
Menurut ketua Asgarin Dr Faisal Salampessy SH, permintaan terhadap gaharu terus meningkat karena
bejibun kegunaannya. Setiap agama di dunia mensyaratkan wangi gaharu yang dibakar sebagai sarana
peribadatan. India dan China paling besar menyerap untuk kemenyan, kata doktor perencana keuangan
Universitas New Delhi di India itu.
Selain agama, pola hidup juga berpengaruh. Di Timur Tengah gaharu menjadi kebutuhan pokok.
Masyarakat Arab menggunakan gaharu untuk siwak atau menggosok gigi agar mulut tidak bau. Kondisi
iklim panas dan kegemaran mengkonsumsi daging membuat tubuh mereka bau menyengat sehingga
gaharu juga dipakai untuk pengharum, kata Dr Afdol Tharik Wastono SS MHum, dosen Sastra Arab
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.
Saat ini Indonesia menjadi produsen gaharu terbesar di dunia. Total ekspor gaharu Indonesia ke negaranegara Asia seperti Taiwan mencapai 92.188 kg. Jumlah itu naik dibandingkan 2005 (70.335 kg) dan
2004 (32.365 kg). Mayoritas yang diekspor kemedangan. Untuk pasar Timur Tengah terjadi penurunan
ekspor: 2006 (39.400 kg), 2005 (67.245 kg). Musababnya mereka ingin gubal super yang sulit
diperoleh.
Sebab itu yang mengeluh kekurangan bahan baku bukan cuma Taufik Murad. CV Ama Ina Rua, eksportir
di Jakarta juga kekurangan pasokan gaharu. Menurut Faisal Salampessy, direktur, berapa pun produksi
akan diserap. Perusahaan yang berdiri pada 2000 itu kini hanya mengekspor 2-3 ton dari semula 5,6 ton
per bulan gaharu ke Singapura.
Menurut Joni Surya ke depan gaharu budidaya yang diperjualbelikan. Seberapa lama alam bisa
menyediakan gaharu? tanyanya. Apalagi di masa mendatang kebutuhan gaharu sebagai aromaterapi
dan obat meningkat. Sebagai obat faedahnya antara lain antiasma, antimikroba, serta hepatitis. Itu
karena gaharu mengandung 17 senyawa aktif seperti agarospirol, aquilochin, dan noroksoagarofuran.
Substansi aromatik dalam gubal termasuk golongan sesquiterpena yang hingga kini belum dapat dibuat
sintetisnya. Baru-baru ini sebuah perusahaan parfum terbesar di Jerman mengundang para peneliti
tanahair melakukan uji DNA untuk mengetahui pencetus aroma gaharu. Mereka berkepentingan karena
selama ini tidak pernah kebagian bahan baku yang selalu habis terserap pasar Timur Tengah, ungkap Dr
Teuku Tadjuddin, kepala seksi Bioteknologi Puspiptek Serpong di Tangerang.
Pantas jika penanaman gaharu terus meluas. Apalagi harga jual terus melambung. Jika pada 2001
gaharu super per kg Rp4-juta-Rp5-juta, saat ini Rp10-juta-Rp15-juta. Demikian pula harga gubal kelas
AB yang cuma Rp2-juta-Rp3-juta, saat ini Rp4-juta-Rp5-juta per kg.
Gaharu 88 di Bengkulu mengkoordinir 42 kelompok tani untuk penanaman gaharu hingga 95.000 pohon.
Begitu juga Asgarin yang mewajibkan setiap anggotanya menanam minimal 2 hektar gaharu. H
Mahmuddin memilih bermitra dengan para pekebun. Setiap tahun Mahmuddin memperluas lahan
penanaman rata-rata 5-10 hektar. Laba besar yang didapat menjadi daya tarik pekebun.