Você está na página 1de 9

PRINSIP DASAR PENYELENGGARAAN NEGARA

A. POKOK PIKIRAN PEMBUKAAN UUD


Seperti diuraikan dalam Penjelasan otentik naskah Undang-Undang Dasar
Tahun 1945, kandungan pemikiran yang terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar mencakup empat pokok pikiran, yaitu:
1) Bahwa Negara Indonesia adalah Negara yang melindungi dan meliputi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, serta
mencakupi segala paham golongan dan paham perseorangan;
2) Negara Indonesia hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh warganya;
3) Negara Indonesia meganut kedaulatan rakyat (demokrasi)
4) Negara Indonesia adalah Negara yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Selain empat pokok pikiran itu, keempat alinea Pembukaan Undang-Undang
Dasar masing-masing mengandung pula cita-cita luhur dan filosofis yang harus
menjiwai keseluruhan sistem berfikir materi Undang-Undang Dasar.

Alinea Pertama menegaskan keyakinan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah


hak asasi segala bangsa, dan karena itu segala bentuk penjajahan di atas dunia
harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri
keadilan.
Alinea Kedua menggambarkan proses perjuangan bangsa Indonesia yang
panjang yang penuh penderitaan yang akhirnya mengantarkan bangsa
Indonesia ke depan pintu gerbang Negara Indonesia yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur.
Alinea Ketiga menegaskan pengakuan bangsa Indonesia akan ke-Maha
Kuasaan Tuhan Yang Maha Esa, yang memberikan dorongan spiritual kepada
segenap bangsa untuk memperjuangkan perwujudan cita-cita luhurnya, yang
atas dasar keyakinan spiritual serta dorongan luhur itulah rakyat Indonesia
menyatakan kemerdekaannya.
Alinea Keempat mengambarkan visi bangsa Indonesia mengenai bangunan
kenegaraan yang hendak dibentuk dan diselengarakan dalam rangka
melembagakan keseluruhan cita-cita bangsa. Tujuan negaranya yaitu:
1) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia;

2) Memajukan kesejahteraan umum;


3) Mencerdaskan kehidupan bangsa;
4) Mewujudkan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial.
Tujuan positif (commo viriues/amr al-maruf) yaitu mewujudkan kesejahteraan
umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa yang perlu diwujudkan bersama melalui
pelembagaan Negara. Tujuan negative (nahi al-munkar) terhadap segala bentuk
ancaman dan tantangan yang perlu dicegah dan ditanggulangi atau dihadapi dengan
sebaik-baiknya berdasarkan prinsip kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial. Hal ini hendak dicapai dengan peran Negara dalam rangka perlindungan
internal dan ketertiban eksternal. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, Negara
Indonesia diselenggarakan berdasarkan Pancasila.
Sila ke-Tuhanan Yang Maha Esa merupakan sila yang pertama dan paling
utama yang menerangi keempat sila lainnya. Paham itu diwujudkan dalam paham
kemanusiaan yang adil dan beradab. Dorongan keimanan dan ketaqwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa menentukan kualitas dan derajat kemanusiaan seseorang
antara sesame manusia, sehingga peri kehidupan bermasyarakat dan bernegara dapat
tumbuh sehat dala struktur kehidupan yang ada dan dengan demikian kualitas
peradaban bangsa dapat berkembang seara terhormat diantara bangsa-bangsa.
Semangat ke-Tuhanan Yang Maha Esa hendaklah pula meyakinkan segenap
bangsa untuk bersatu, perbedaan-perbedaan diantara sesama warga tidak perlu
diseragamkan, melainkan dihayati sebagai kekayaan bersama yang wajib disyukuri
dan dipersatukan dalam wadah Negara Indonesia yang berdasar Pancasila. Dalam
wadah Negara, rakyatnya adalah warga Negara. Maka tidak perlu mempersoalkan
warna kulit, golongan, etnitas, dan status sosial seseorang. Setiap warga Negara
adalah rakyat, dan rakyat itulah yang berdaulat dalam Negara Indonesia, dimana
kedaulatannya diwujudkan melalui mekanisme permusyawaratan dan dilembagakan
melalui sistem perwakilan. Keempat sila itu pada akhirnya ditujukan untuk
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh Indonesia.
Pokok-pokok pikiran tersebut mencakup suasana kebatinan yang terkandung dalam
Undang-Undang Dasar. Pokok pikiran itu mencerminkan falsafah hidup
(weltanshaung) dan pandangan dunia (world view) bangsa Indonesia serta cita-cita
hukum (rechtsidee) yang menguasai dan menjiwai hukum dasar, baik yang tertulis
(UUD) maupun yang tidak tertulis. Undang-Undang Dasar mewujudkan pokok-

pokok pikiran itu dalam perumusan pasal-pasalnya yang secara umum mencakup
prinsip-prinsip pemikiran dalam garis besarnya.

B. SEMBILAN PRINSIP PENYELENGGARAAN NEGARA

1. Prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa


Sesuai dengan pengertian sila pertama Pancasila yang tecantum dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar, setiap manusia Indonesia sebagai rakyat dan
warga Negara Indonesia, diakui sebagai insan beragama berdasar Ketuhanan Yang
Maha Esa. Paham tersebut merupakan pandangan dasar dan bersifat primer yang
secara substansial menjiwai keseluruhan wawasan kenegaraan Indonesia. Karena itu,
nilai luhur keberagaman menjadi jiwa yang tertanam jauh dalam kesadaran,
kepribadian dan kebudayaan bangsa Indonesia dan tersusun dalam Undang-Undang
Dasarnya.
Prinsip keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa berkaitan
erat, bahkan menjadi prasyarat utama untuk terciptanya keadilan dan peri kehidupan
yang berkeadilan itu sendiri menjadi prasyarat pula bagi perkembangan peradaban
bangsa Indonesia di masa depan. Prinsip tersebut diwujudkan dalam paham
kedaulatan rakyat (democrasy) dan kedaulatan hukum (nomocrasy) yang saling
terjalin dengan baik satu sama lain. Keduanya diwujudkan dalam pelembagaan
sistem demokrasi berdasar atas hukum (constitutional democrasy) dan prinsip
Negara hukum yang demokratis (democratische rechtsstaat). Karena itu, setiap
warga Negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan kedaulatan mereka
disalurkan secara kelembagaan melalui lembaga parlemen yang menentukan bentuk
dan materi hukum yang mengatur kehidupan kenegaraan. Materinya tidak boleh
bertentangan dengan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Hukum dan konstitusi
merupakan pengejawantahan nilai-nilai luhur ajaran agama yang diyakini oleh warga
Negara. Semua ini dimaksudkan agar Negara Indonesia dapat mewujudkan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat.

2. Cita Negara Hukum dan The Rule of Law

Bentuk pemerintahan Inodnesia adalah Republik dan bukan kerajaan


monarchi, karena pengalaman bangsa Indonesia sebelum kemerdekaan, penuh
diliputi oleh kerajaan-kerajaan, besar dan kecil di seluruh wilayah Nusantara. Namun,
bangsa Indonesia yang di proklamasikan 17 Agustus 1945 memilih bentuk Republik.
Karena falsafah kultur politik yang bersifat kerajaan yang didasarkan atas sistem
feodalisme dan paternalisme, tidaklah dikehendaki bangsa modern. Negara Indonesia
menghendaki Negara modern dengan pemerintahan res publica.
Dalam konstitusi ditegaskan bahwa Negara Indoesia adalah Negara Hukum
(Rechsstaat) bukan Negara Kekuasaan (Machsstaat). Didalamnya terkandung
pengetian:

Adanya pengakuan terhadap prinsip supremasi hukum dan konsultasi


Dianutnya prinsip pemisahan kekuasaan dan pembatasan kekuasaan menurut
sistem konstitusional yang diatur dalam Undang-Undang Dasar
Adanya jaminan hak asasi manusia dalam Undang-Undang Dasar
Adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak yang menjamin
persamaan setiap warga dalam hukum
Serta menjamin keadilan bagi setiap orang termasuk penyalahgunaan
wewenang oleh pihak penguasa.

Dalam paham Negara Hukum, hukumlah yang memegang komando tertinggi dalam
penyelenggaraan Negara. Sesuai dengan prinsip the Rule of Law and not of Man,
yang sejalan dengan pengertian nomocratie, yaitu kekuasaan yang dijalankan oleh
hukum, nomos.
Prinsip Negara hukum hendaklah dibangun dan dikembangkan menurut
prinsip-prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat (democratische rechsstaat). Hukum
tidak boleh di buat, ditetapkan, ditafsirkan dan ditegakkan oleh tangan besi,
berdasarkan kekuasaan belaka (Muchsstaat). Karena itu kedaulatan berada di tangan
rakyat yang dilakukan menurut Undang-Undang Dasar (constitutional democracy)
yang diimbangi dengan penegasan bahwa Indonesia adalah Negara hukum yang
berdasar kedaulatan rakyat atau demokrasi.

3. Paham Kedaulatan Rakyat dan Demokrasi


Paham kedaulatan rakyat (democratie) pemilik kekuasaan tertingginya adalah
rakyat. Kekuasan itu harus disadari berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Dalam sistem konstitusional berdasar Undang-Undang Dasar, pelaksanaan kedaulatan


rakyat disalurkan dan diselenggarakan menurut prosedur konstitusional yang
ditetapkan hukum dan konstitusi (constitutional democrasy).
Demokrasi bukan hanya menyangkut pelembagaan gagasan-gagasan luhur
tentang kehidupan bernegara yang ideal, melainkan juga tradisi dan budaya politik
yang egaliter dalam realitas pergaulan hidup yang plural, dengan saling menghargai
perbedaan. Karena itu, perwujudan demokrasi haruslah diatur berdasar atas hukum.
Perwujudan demokrasi memerlukan instrument hukum, efektivitas dan keteladanan
kepemimpinan, dukungan sistem pendidikan, serta basis kesejahteraan sosial
ekonomi yang berkembang makin merata dan berkeadilan.
Prinsip kedaulatan rakyat (democratie) dan kedaulatan hukum (nomocratie)
hendaklah diselenggarakan secara beriringan sebagai dua sisi dari mata uang yang
sama. Negara Indonesia adalah Negara hukum yang demokratis dan Negara
demokrasi berdasar atas hukum yang tak terpisahkan satu sama lain. Keduanya
perwujudan nyata dari keyakinan segenap bangsa Indonesia akan prinsip ke-Tuhanan
Yang Maha Esa, yang dikontruksikan sebagai paham kedaulatan Tuhan.

4. Demokrasi Langsung dan Demokrasi Perwakilan


Pelembagaan rakyat Indonesia dsielenggarakan secara langsung dan melalui
sistem perwakilan. Secara langsung dibagi menjadi tiga kekuasaan yang tercermin
dalam MPR yang terdiri dari DPR dan DPD; Presiden dan wakil Presiden; MA yang
terdiri dari Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Kasasi. Sedang melalui sistem
perwakilan yaitu menentukan kebijakan pokok pemerintahan dan mengatur ketentuan
hukum berupa Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang (fungsi legislatif), serta
dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap jalannya pemerintahan (fungsi
kontrol) yaitu melalui DPR dan DPD serta DPRD.
Kedaulatan rakyat secara langsung disalurkan melalui pemilu. Dapat pula
disalurkan setiap waktu melalui hak atas kebebasan berpendapat, hak atas kebebasan
pers, serta hak yang lainnya yang dijamin Undang-Undang Dasar. Kedaulatan yang
bersifat langsung hendaknya dilakukan melalui lembaga perwakilan yang
diberdayakan fungsinya atau pelembagaannya, sehingga memperkuat sistem
demokrasi yang berdasar atas hukum dan prinsip Negara hukum yang demokratis.

5. Pemisahan Kekuasaan dan Prinsip Check and Balances


Prinsip kedaulatan yang berasal dari rakyat selama ini hanya diwujudkan
dalam MPR yang merupakan penjelmaan seluruh rakyat, yang diakui sebagai
lembaga tertinggi Negara dan mempunyai kekuasaan tak terbatas. Dari majelis inilah
kekuasaan rakyat dibagi secara vertical kedalam lembaga tinggi Negara yang ada di
bawahnya, dan disebut sebagai pembagian kekuasaan (distribution of power). Tapi
dalam Undang-Undang Dasar ini, kedaulatan rakyat dibagikan secara horizontal
dengan cara memisahkannya (separation of power) menjadi kekuasaan yang
dinisbatkan sebagai fungsi lembaga yang sederajat dan saling mengendalikan satu
sama lain berdasar prinsip check and balances. Pembagiannya:

Kekuasaan legislatif di tangan MPR dan BPK .


Kekuasaan eksekutif di tangan Presiden dan Wakil Presiden. (dibentuk Badan
Pertimbangan Presiden untuk memberikan nasehat dan saran)
Kekuasaan kehakiman di tangan Mahkamah Agung dan Mahkamah
Konstitusi.

Dengan adanya prinsip check and balaces ini maka kekuasaan Negara dapat
diatur, dibatasi dan bahkan dikontrol dengan sebaik-baiknya, sehingga
penyalahgunaan Negara ataupun pribadi-pribadi yang kebetulan sedang menduduki
jabatan dalam lembaga Negara yang bersangkutan dapat dicegah dan ditanggulangi
dengan sebaik-baiknya.

6. Sistem Pemerintahan Presidensiil


Terlepas dari kenyataan bahwa sistem parlementer itu pernah gagal
dipraktekkan dalam sejarah Indonesia modern pada masa lalu, dan karena itu
membuatnya kurang populer di mata masyarakat, realitas kompleksitas keragaman
kehidupan bangsa Indonesia memerlukan sistem pemerintahan yang kuat dan stabil.
Jika kelemahan sistem presidensiil yang diterapkan di bawah Undang-Undang Dasar
1945 yang cenderung sangat executive heavy sudah dapat diatasi melalui pembaruan
mekanisme ketatanegaraan yang diwujudkan dalam Undang-Undang Dasar ini.
Keuntungan sistem presidensiil justru lebih menjamin stabilitas pemerintahan. Sistem
ini juga tetap mempertahankan multi-partai yang dapat mengakomodasikan peta
konfigurasi kekuasaan politik dalam masyarakat yang dilengkapi dengan pengaturan
konstitusional untuk mengurangi dampak negatif dari sistem presidensiil tersebut.

Pertama, dalam sistem pemerintahan presidnesiil ini, Presiden dan wakilnya


merupakan satu institusi penyelenggara kekuasaan eksekutif tertinggi dibawah
Undang-Undang Dasar . Dalam menjalankan pemerintan Negara, kekuasaan dan
bertanggungjawab politik berada di tangan Presiden. Kedua, Presiden dan Wakilnya
dipilih secara langsung oleh rakyat, maka dari itu ia bertanggungjawab kepada rakyat
yang memilihnya, bukan MPR.
Ketiga, Presiden dan wakilnya dapat dimintai pertanggungjawaban oleh MPR
(DPR dan DPD) secara hukum apabila melakukan pelangaran hukum dan konstitusi
menurut prosedur hukum tata Negara, sebelum proses hukumnya diteruskan melalui
prosedur peradilan pidana. Keempat, apabila terjadi kekosongan kekuasaan, maka
pengisiannya dapat dilakukan melalui pemilihan dalam sidang MPR dan tidak
mengubah prisip pertanggungjawaban Presiden terhadap rakyat, dan tidak kepada
parlemen.
Kelima, Menteri adalah pembantu Presiden, diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden, bertanggungjawab kepada Presiden. Menterilah yang sesungguhnya
pimipinan pemerintahan sehari-hari. Maka hendaklah para menteri bekerjasama
dengan DPR dan DPD. Keenam, untuk membatasi kekuasaan Presiden yang
kedudukannya dalam sistem presidensiil sangat kuat sesuai denga kebutuhan untuk
menjamin stabilitas pemerintahan, ditentukan pula bahwa masa jabatannya lima
tahunan tidak boleh dijabat orang yang sama lebih dari dua masa jabatan.

7. Persatuan dan Keragaman


Prinsip persatuan sangat dibutuhkan karena keragaman suku bangsa, agama,
dan budaya yang diwarisi oleh bangsa Indonesia dalam sejarah mengharuskan bangsa
Indonesia bersatu dengan seerat-eratnya dalam keagamaan itu. Keragaman itu
merupakan kekayaan yang harus dipersatukan (united), tetapi tidak boleh disatukan
atau diseragamkan (uniformed). Karena itu, prinsip persatuan tidak boleh diidentikan
dengan kesatuan. Prinsip persatuan tidak boleh dipersempit maknanya ataupun
diidentikan dengan pengertian pelembagaan bentuk Negara Kesatuan yang
merupakan bangunan Negara atas motto kebineka-tunggal-ikaan.
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara Persatuan dalam arti
sebagai Negara yang warga negaranya erat bersatu, yang mengatasi paham
perseorangan ataupun golongan yang menjamin segala warga Negara bersamaan

kedudukannya dihadapan hukum dan pemerintahan tanpa terkecuali. Negara


Persatuan mengakui keberadaan masyarakat warga Negara karena kewargaannya
(citizenry). Negara Persatuan tidak boleh dipahami sebagai konsepsi atau cita Negara
(staatside) yang bersifat totalitarian ataupun otoritarian yang mengabaikan pluralisme
dan menafikan otonomi individu rakyat yang dijamin hak-hak dan kewajiban
asasinya dalam Undang-Undang Dasar ini.

8. Paham Demokrasi Ekonomi dan Ekonomi Pasar Sosial


Paham kedaulatan rakyat Indonesia, selain berkenaan dengan demokrasi
politik, juga mencakup paham demokrasi ekonomi. Perwakilan golongan atau pelaku
ekornomi dan golongan rakyat lainnya di luar sistem kepartaian dapat disalurkan
melalui lembaga perwakilan daerah. Dengan adanya doktrin demokrasi politik dan
ekonomi itu, aiatem sosial di Indonesia dapat dikembangkan menurut prinsip
demokrasi yang seimbang, sehingga membutuhkan kultur demokrasi sosial yang
kokoh dan menjadi basis sosial bagi kemajuan bangsa dan Negara di masa depan.
Dalam paham demokrasi sosial, Negara berfungsi sebagai alat kesejahteraan.
Meskipun gelombang liberalisme dan kapitalisme terus berkembang melalui arus
globalisasi, tetapi aspirasi ke arah sosialisme baru di seluruh dunia juga berkembang
sebagai pengimbang. Sebagai akibatnya, paham kapitalisme juga terus
mengadopsikan elemen-elemen konstruktif dari paham sosialisme, dan demikian pula
sebaliknya dalam hubungan yang bersifat konvergen. Paham market socialism terus
berkembang dalam rangka pengertian pasar sosial. Oleh karena itu, tekad the
founding fatheruntuk mengadopsikan kedua paham tersebut dalam rumusan UndangUndang Dasar dalam Bab XIV tentang Kesejahteraan Sosial tetap harus
dipertahankan dengan mencantumkan gagasan demokrasi ekonomi dan paham
ekonomi pasar sosial itu di dalam Undang-Undang Dasar ini. Pemikiran demikian itu
mendasari perumusan berbagai ketentuan dasar mengenai perekonomian dan
kesejahteraan sosial Indonesia yang hendak diwujudkan di masa depan.

9. Cita Masyarakat Madani


Menjelang akhir abad ke-20, gelombang liberalisme baru berkembang
dimana-mana dan diiringi pula dengan kegagalan paham sosialisme lama di berbagai
penjuru dunia. Berkaitan dengan itu, pengertian yang berkenaan dengan pentingnya

peningkatan pemberdayaan masyarakat madani (civil society) dalam hubungan antar


Negara (state), masyarakat (society), dan pasar (market), berkembang sangat pesan
dipengaruhi globalisasi yang mempengaruhi kehidupan seluruh umat manusia.
Pengertian mengenai masyarakat madani yang perlu ditingkatkan keberdayaannya,
haruslah menjadi perhatian sungguh-sunguh setiap penyelenggara Negara. Bahkan
untuk menjamin peradaban bangsa di masa depan. Ketiga wilayah Negara,
masyarakat dan pasar sama sama harus dikembangkan keberdayaannya dalam
hubungan yang fungsional, sinergis dan seimbang. Dalam hal ini mesti tercermin
dalam perumusan Undang-Undang Dasar, yang disatu segi perlu mengadopsikan
gagasan welfare state dan paham demokrasi ekonomi kedalamnya, tetapi disegi
yang lain, jangan sampai hanyut dengan menentukan hal-hal yang seharusnya
merupakan domain public dan domain pasar diatur oleh Negara.
Materi Undang-Undang Dasar harus tetap terjamin tingkat abstraksi
perumusannya, dan disamping itu keseluruhan norma-norma yang bersifat mendasar,
tidak semua harus dimuat dalam konstitusi tertulis. Bahkan harus dikembangkan pula
pengertian hukum yang dibuat oleh Negara (the states law), hukum ciptaan hakim
yang mejnadi yurisprudensi (the judge-made law), hukum yang dikembangkan
sebagai doktrin ilmu hukum (the lawyers law), dan hukum yang hidup di kalangan
masyarakat sendiri, seperti hukum adat voluntary law (the peoples law). Dengan
demikian, tidak semua hal harus diatur hukum Negara apalagi dirumuskan dalam
Undang-Undang Dasar.
Yang harus disadari adalah bahwa institusi Negara dibentuk tidak untuk
mengambil alih fungsi yang secara alamiah dapat dikerjakan sendiri secara lebih
efektif dan efisien oleh institusi masyarakat. Insitusi Negara dibentuk justru dengan
maksud untuk makin mendorong tumbuh dan berkembangnya peradaban bangsa
Indonesia, sesuai cita dan citra masyarakat madani yang maju, mandiri, sejahtera
lahir-batin, demokratis dan berkeadilan.
Kesembilan prinsip itu sejalan dan berkaitan erat dengan lima dasar sila yang
dirumuskan sebagai dasar Negara Pancasila sebagaimana tercantum dalam UndangUndang Dasar 1945 . Kebjikana kenegaraan dan kepemerintahan dituangkan dalam
bentuk peaturan perundang-undangan, mulai dari yang paling tinggi Undang-Undang
Dasar sampai paling rendah Peraturan Bupati/Wali Kota bahkan Peraturan Desa.

Você também pode gostar