Você está na página 1de 6

Bagian Ilmu Dermatology & Venerology

Journal Reading

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

Efikasi Acyclovir Dalam Terapi Pemphigus Vulgaris

oleh:
M. Rozaqy Ishaq
NIM. 0901105056

Pembimbing:
dr. Agnes Kartini Sp.KK

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Pada Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2014

Abstrak
Latar Belakang
Pemphigus adalah kelompok penyakit autoimun pada kulit dan membran mukosa yang disebabkan
oleh adanya adhesi antibodi pada permukaan sel keratinosit. Terdapat kemungkinan peran infeksi
virus herpes simplex dalam patogenesis pemphigus vulgaris. Dalam studi ini, kami mengevaluasi
kerja acyclovir dalam perbaikan pasien dengan pemphigus vulgaris dan pengurangan waktu rawat
inap.
Bahan dan metode
sejumlah 30 orang pasien dengan diagnosa pemphigus vulgaris di inklusi. Mereka di acak dalam 2
grup. Salah satu grup mendapatkan terapi rutin dan grup lainnya mendapatkan terapi rutin dengan
tambahan 2 minggu menggunakan acyclovir oral(1200mg/hari). Perbaikan di definisikan sebagai
perubahan lebih dari 50% dalam skor penyakit ini. Semua data di register dalam sebuah checklist
dan setelah periode follow up, analisa statistik menggunakan bantuan dengan t-test dan fisher's
exact test.
Hasil
tidak tampak perbedaan yang signifikan secara statistik dalam skor keparahan dan rasio perbaikan
diantara kedua grup pada akhir studi (p>0,05). sementara itu, tidak ada perbedaan secara statistik
dalam durasi rawat inap dalam kedua grup (p>0,05) walaupun skor keparahan dan durasi rawat inap
lebih kecil pada acyclovir grup dibanding dengan kontrol grup. tidak ada pasien (dalam acyclovir
grup) yang menunjukkan efek samping.
Kesimpulan
kami tidak mendapatkan perbedaan respon terhadap terapi dan durasi rawat inap dalam grup yang di
terapi dengan acyclovir terhadap kontrol grup. tetapi, remisi sebagian dan komplit lebih tinggi pada
acyclovir grup dibanding kontrol grup. pada pasien pemphigus yang tidak mendapat respon regimen
imunosupressif yang cukup atau menunjukan relaps setelah mencapai remisi klinik sebagian
maupun komplit, percobaan dari acyclovir oral mungkin memberikan hasil yang menjanjikan.
Kata Kunci
acyclovir, herpes simplex, pemphigus vulgaris

Pendahuluan
Pemphigus adalah kelompok penyakit autoimun pada kulit dan membran mukus yang disebabkan
oleh adanya antibodi pada adhesi pada permukaan sel keratinosit. pada pasien yang memiliki faktor
predisposisi secara genetikal, beberapa faktor termasuk agen fisik, obat, neoplasma, hormon, dan
virus terutama herpes simplex virus (HSV), telah menjadi hipotesa sebagai faktor pencetus atau
eksaserbasi pada penyakit ini [1] HSV, sebuah double stranded DNA virus, adalah sebuah patogen
manusia yang umum menyebabkan infeksi orofacial (HSV-1) atau genital (HSV-2)[2]. Pasien
dengan imunodefisiensi seperti pasien dengan pemphigus vulgaris merupakan faktor resiko dalam
kejadian infeksi HSV yang kadang bisa salah diagnosa. Infeksi atipikal lebih sering terjadi pada
pasien dengan imunocompromised dibanding host yang imunokompeten [3]. infeksi HSV kutaneus
sekunder perlu dipertimbangkan pada pasien dengan pemphigus vulgaris dengan bangkitan atipikal
yang mendadak atau resisten terhadap terapi imunosupresif ang tidak menunjukkan peningkatan
dari desmogein specific immunoglobulun G autoantibodies. Penyakit Acantholic, termasuk
pemphigus vulgaris, chronic benign familial pemphigus (Hailey-Hailey Disease), Darier disease dan
Grover's acantholyticdermatosis dan juga penyakit vesiculobollous lainnya, termasuk pemphigoid
bullous, epidermolysis bullosa, dan atopic dermatitis lebih rentan terhadap infeksi oleh HSV I dan II
serta lebih jarang oleh varicella-zoster virus [4]. dalam penggunaan polymerase chain reaction,
beberapa studi mengatakan ada keterkaitan antara HHV-8 dengan pemphigus [5].
dalam studi ini, kami mengevaluasi kerja dari acuclovir dalam perbaikan pasien dengan pemphigus
vulgaris dan pengurangan dalam masa rawat inap.
Bahan dan Metode
studi ini dilakukan sebagai single blinded randomized clinical trial di rumah sakit Al Zahra
(Ishafan/Iran) dari bulan maret 2005- maret 2006. teknik sampling yang digunakan adalah metode
simple sampling.
Kriteria inklusi: pasien yang telah dikonfirmasi dengan diagnosis pemphigus vulgaris yang
setidaknya memiliki 5 cutaneous blister atau keterlibatan minimal 1 dari mukosa yang di rawat inap
dalam bangsal dermatology di rumah sakit Al Zahra dimasukkan dalam studi ini.
Kriteria Eksklusi: wanita hamil, pasien yang hipersensitifitas dengan terapi acyclovir dan pasien
yang sedang menjalani terapi steroid jangka panjang di eksklusi dari studi ini.
Total 30 pasien dengan gambaran histologi dan DIF yang dikonfirmasi dengan pemphigus vulgaris
di randomisasi menggunakan teknik simple randomization dan dibagi menjadi 2 kelompok yang
masing-masing terbagi menjadi 15 kasus. Informed consent telah didapat dari semua kelompok uji.
Izin dari komite etik telah didapat sebelum dimulainya studi ini.
Grup kontrol di terapi menggunakan regimen terapi rutin (prednisolone 1 mg/kg/hari +
azathioprione 2.5 mg/kg/hari). Pasien dalam grup uji, selain mendapat regimen terapi rutin, juga
mendapat regimen acyclovir 1200 mg/hari dalam 2 minggu.
Setiap pasien di periksa setiap hari oleh 1 orang observer untuk evaluasi respon terapi dan
munculnya efek samping dalam 1 bulan
keparahan pemphigus vulgaris di grading dengan menggunakan pemphigus severity score (PSS)
dengan menggunakan protokol yang tertera: yang menghitung interval dari awal dan perbaikan, dan
ini bervariasi dari 0 hingga 6, bahan dari skor yang disebutkan diatas berisi:
Derajat epitelisasi:
0: reepitelisasi komplit
1: reepitelisasi sebagian
2: tidak ada reepitelisasi
Luas daerah yang terkena
0: tidak ada daerah yang terkena
1: kurang dari atau sama dengan 10% bagian tubuh yang terkena

2: satu area mukosa yang terkena


3: lebih dari 10% area tubuh yang terkena dan lebih dari 1 area mukosa yang terkena
gejala sistemik
0: tidak ada rasa menggigil ataupun demam, lemas maupun gejala lainnya
1: menggigil dan demam, lemas dan gejala lainnya
dalam studi kami variasi dari PSS dimulai dari 70% hingga 100% yang berarti remisi komplit;
tetapi, 50-70% pengurangan dalam PSS diakui sebagai remisi parsial. Durasi rawat inap (hingga
mencapai remisi komplit dan dikeluarkan dengan izin dokter) atau kebutuhan lain untuk intervensi,
seperti pergntian cairan atau terapi imunoglobulin intravena telah disetujui sebagai variabel
dependen.
Hasil dari studi kemudian dianalisa dengan t-test dan fisher's exact test
pergantian dari PSS dalam 2 grup di evaluasi dan di nilai dengan independent t-test dan derajat
perbaikan dalam kasus di analisis dengan fisher's exact test.

Hasil
Keseluruhan, 30 pasien (13 wanita [43%] dan 17 pria [57%]) menyelesaikan studi kami. Rerata usia
pasien adalah 42 + 2 (range: 23-68) tahun. Rerata usianya adalah 40 tahun dalam grup acyclovir dan
44 tahun dalam grup kontrol.
Dalam 2 grup pasien dipasangkan jenis kelamin, umur dan keparahan penyakit pada awal studi ini
(P>0,05). Lama rawat inap diantara kedua grup antara uji dan kontrol tidak terlalu berbeda secara
signifikan dengan analisis t-test(P=0,9). Tabel 1

Mean of PSS

Time

Control Group

Acyclovir Group

Value

Baseline

3,93 (1,6)

3,8 (1,4)

0,89 (t=0,41)

1,33 (0,73)

1,2 (0,6)

0,92 (t=0,3)

Discharge time
PSS: Pemphigus Severity Score

Tabel 1: Perbandingan dari rerata PSS dalam grup uji dan kontrol untuk waktu keluar dari rawat
inap
Tidak ada perbedaan signifikan secara statistik dalam perubahan PSS atau derajat penyembuhan
dalam 2 grup [tabel 1]; rerata PSS dalam grup uji untuk waktu keluar dari rumah sakit adalah 1.2
0,6 dan pada kontrol adalah 1,33 0,73 dan perbedaan ini tidak signifikan secara statistik (P-Value
> 0,05) (P= 0,85) [Tabel 1].
Tetapi, remisi parsial dan penuh lebih tinggi pada grup uji (47%) dibanding dengan kontrol (40%)
(P>0,05).
Durasi rawat inap antara 2 grup uji dan kontrol secara signifikan tidak berbeda menurut analisis ttest (P=0,9, t=0,54) [Tabel 2].

Time
Mean
of Discharge
Hospitalization
(weeks)

Control Group
time 3,66

Acyclovir Group

P Value

3,53

0,9[t=0,24]

Tabel 2: Perbandingan rerata rawat inap antara grup kontrol dan grup acyclovir.

Sementara itu, tidak ditemukan efek samping maupun komplikasi seperti nefrotoksik atau reaksi
alergi yang terjadi pada pasien yang di terapi dengan acyclovir. Tidak ada terapi ajuvan yang
digunakan selama intervensi.
Diskusi
Tujuan dari studi ini adalah untuk mengevaluasi efikasi dari acyclovir dalam mengurangi keparahan
pemphigus vulgaris.
Krain [6] telah menyatakan kemungkinan peran dari HSV dalam patogenesis pemphigus vulgaris.
Beberapa kasus pemphigus vulgaris-telah dilaporkan diinduksi atau diperparah dengan infeksi
virus. Selain itu, beberapa kasus pemphigus vulgaris telah dilaporkan pada vaksinasi dengan protein
virus. [7,8] infeksi virus telah diduga sebagai kemungkinan faktor pencetus dari pemphigus
vulgaris, beberapa kasus telah dideskripsikan hubungan kasus pemhigus dengan infeksi HSV, VZV,
Epsetein Barr, Cytomegalovirus, dan HHV 8,[9] khususnya korelasi selanjutnya telah didapat
kemungkinan karena faktor lokal. [10,11]
Pada tahun 1999, Tufano et al.,[12] mengevaluasi prevalensi DNA virus herpes dalam peripheral
blood mononuclear cells(PBMCS) dan lesi kulit pada pasien pemphigus vulgaris dengan
menggunakan PCR. DNA HSV-1 dan HSV-2 telah ditemukan pada 50% PBMCS dan 71% pada
biopsi kulit pasien.
Onset dari eksaserbasi pemphigus vulgaris telah ditemukan berhubungan dengan infeksi HSV pada
beberapa studi klinis seperti yang di ulas oleh Ahmad et al.,[13] Brenner et al., [9] dan Ruocco et
al. [14]
hipotesa yang berbeda juga telah di utarakan mengenai potensi peran dari HSV terhadap
patogenesis pemphigus vulgaris. Infeksi virus mungkin menginduksi regulasi dari hormon dan
faktor proinflamasi selular yang memfasilitasi terjadinya pemphigus vulgaris. Kalra et al.,[15] telah
mengutarakan peran dari HSV pada perlambatan dalam penyembuhan lesi pemphigus vulgaris;
tetapi, studi kami tampaknya menunjukkan infeksi HSV sebagai peristiwa bersamaan karena
kurangnya pertahanan epitel normal dalam PV lesi, tetapi tanpa implikasi patogen yang
menyebabkan eksaserbasi penyakit.
Lesi HSV sebagian besar terdiri dari beberapa kelompok blister kecil (1-3 mm) timbul dari kulit
atau mukosa yang meradang. Meskipun secara klinis tampak agak berbeda dari lesi pemphigus
vulgaris, mereka sulit untuk di identifikasi, sedangkan mereka muncul bersama-sama dengan lesi.
[16]
Dalam penelitian ini, kami tidak melihat perbedaan yang signifikan antara respon terhadap
pengobatan pada kelompok yang diobati dengan acyclovir dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Selain itu, tidak ada pengurangan masa rawat inap terlihat pada kelompok acyclovir. Namun, remisi
parsial dan lengkap yang agak lebih tinggi pada pasien dengan terapi acyclovir dibandingkan
dengan kontrol.
Penggunaan terapi asiklovir, pada pasien pemfigus yang memiliki PSS tinggi dan tidak memiliki
kontraindikasi untuk acyclovir, mungkin merupakan pendekatan logis.

Daftar Pustaka
1.Marzano AV, Tourlaki A, Merlo V, Spinelli D, Venegoni L, Crosti C. Herpes simplex virus
infection and pemphigus. Int J Immunopathol Pharmacol. 2009;22:7816. [PubMed]
2.Madkan V, Sra K, Brantley J, Carrasco D. Human herpes viruses. In: Bolognia JL, Jorizzo JL,
Rapini RP, editors. Dermatology. 2nd ed. Philadeliphia: Elsevir; 2008. pp. 1199204.
3.Lecluse AL, Bruijnzeel-Koomen CA. Herpes simplex virus infection mimicking bullous disease
in an immunocompromised patient. Case Rep Dermatol. 2010;2:99102. [PMC free article]
[PubMed]
4.Nikkels AF, Delvenne P, Herfs M, Pierard GE. Occult herpes simplex virus colonization of
bullous dermatitides. Am J Clin Dermatol. 2008;9:1638. [PubMed]
5.Meibodi NT, Nahidi Y, Mahmoudi M, Javidi Z, Rastin M, Sheikh A, et al. Evaluation of
coexistence of the Human Herpesvirus type 8 (HHV-8) infection and pemphigus. Int J Dermatol.
2010;49:7803. [PubMed]
6.Krain LS. Pemphigus. Epidemiologic and survival characteristics of 59 patients, 1955-1973. Arch
Dermatol. 1974;110:8625. [PubMed]
7.Berkun Y, Mimouni D, Shoenfeld Y. Pemphigus following hepatitis B vaccination coincidence
or causality? Autoimmunity. 2005;38:1179. [PubMed]
8.Mignogna MD, Lo Muzio L, Ruocco E. Pemphigus induction by influenza vaccination. Int J
Dermatol. 2000;39:800. [PubMed]
9.Brenner S, Sasson A, Sharon O. Pemphigus and infections. Clin Dermatol. 2002;20:1148.
[PubMed]
10.Wang GQ, Xu H, Wang YK, Gao XH, Zhao Y, He C, et al. Higher prevalence of human
herpesvirus 8 DNA sequence and specific IgG antibodies in patients with pemphigus in China. J Am
Acad Dermatol. 2005;52:4607. [PubMed]
11.Bezold G, Sander CA, Flaig MJ, Peter RU, Messer G. Lack of detection of human herpesvirus
(HHV)-8 DNA in lesional skin of German pemphigus vulgaris and pemphigus foliaceus patients. J
Invest Dermatol. 2000;114:73941. [PubMed]
12.Tufano MA, Baroni A, Buommino E, Ruocco E, Lombardi ML, Ruocco V. Detection of
herpesvirus DNA in peripheral blood mononuclear cells and skin lesions of patients with pemphigus
by polymerase chain reaction. Br J Dermatol. 1999;141:10339. [PubMed]
13.Ahmed AR, Rosen GB. Viruses in pemphigus. Int J Dermatol. 1989;28:20917. [PubMed]
14.Ruocco V, Wolf R, Ruocco E, Baroni A. Viruses in pemphigus: A casual or causal relationship?
Int J Dermatol. 1996;35:7824. [PubMed]
15.Kalra A, Ratho RK, Kaur I, Kumar B. Role of herpes simplex and cytomegalo viruses in
recalcitrant oral lesions of pemphigus vulgaris. Int J Dermatol. 2005;44:25960. [PubMed]
16.Hale EK, Bystryn JC. Atypical herpes simplex can mimic a flare of disease activity in patients
with pemphigus vulgaris. J Eur Acad Dermatol Venereol. 1999;13:2213. [PubMed]

Você também pode gostar