Você está na página 1de 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut para ahli lahan kering termasuk lahan marginal selain lahan gambut
dan lahan masam lainnya. Lahan kering dicirikan oleh kekeringan sementara pada
waktu musim kemarau sedangkan pada waktu musim hujan justru terjadi tingkat
erosi yang tinggi. Dengan semakin menyempitnya lahan pertanian subur akibat
digunakan sebagai pemukiman, perkantoran, fasilitas umum lainnya maka perlu
diupayakan pemanfaatan lahan kering secara lebih intensif untuk budi daya tanaman
pangan, perkebunan dan tanaman pakan serta peternakan. Perlunya peningkatan
produktivitas lahan kering dipicu pula oleh adanya kondisi gizi buruk di masyarakat,
merebaknya penyakit-penyakit seperti busung lapar, polio, deman berdarah dll yang
disebabkan oleh kondisi tubuh yang melemah akibat kekurangan gizi.
Yudo Husodo (2005) menyatakan bahwa pengembangan subsektor
peternakan memiliki arti penting dipandang dari sudut peningkatan SDM (sumber
daya manusia) karena kualitas SDM sangat ditentukan oleh konsumsi protein hewani
yang pada gilirannya menentukan kualitas pertumbuhan fisik dan kecerdasan bangsa
disamping pendidikan dan layanan kesehatan yang baik. Lebih lanjut dinyatakan
bahwa SDM lebih dominan mempengaruhi kemajuan suatu bangsa dibandingkan
kekayaan sumber daya alamnya.
Melalui pengembangan subsektor peternakan yang terkait dengan lahan
kering maka sangat dimungkinkan untuk dapat mengembalikan daerah NTB sebagai
gudang ternak Nasional seperti di tahun tujuh puluhan sehingga swasembada daging
serta ketahanan pangan di daerah ini dapat diwujudkan. Keuntungan lain yang dapat
diharapkan adalah terciptanya lapangan pekerjaan bagi remaja-remaja kita sehingga
animo untuk mengais rejeki di luar negeri (menjadi TKI) yang terkadang tidak selalu
menyenangkan menjadi berkurang.
Pola pengembangan peternakan semacam itu telah diuraikan oleh Ichsan
(2001) sebagai pola pertanian terpadu berbasis ternak dan tanaman keras pada lahan
kering. Untuk dapat melaksanakan pola pertanian demikian diperlukan adanya
pendekatan serbacakup (holistic approach) yaitu suatu pendekatan yang

1
menitikberatkan pada keanekaragaman produksi seperti produksi pangan, pakan,
buah-buahan, ternak, kayu bakar atau kayu bangunan dan pupuk kandang.
Pengelolaan lahan demikian merupakan salah satu konsep penerapan pertanian
terpadu, berkelanjutan dan ramah lingkungan yang menurut para akhli disebut
dengan konsep Low External Input Sustainable Agriculture.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Bank Pakan Pada Lahan Kering/Lahan Tidur


Bank pakan biasanya terdiri dari tanaman pohon atau semak dari jenis
leguminosa yang dikelola secara intensif. Menurut para akhli, bank pakan bertujuan
untuk menjembatani kekurangan pakan pada saat musim kemarau yang terjadi setiap
tahun. Pada umumnya ditanam melalui biji pada lahan yang telah dipersiapkan
dengan baik. Meskipun demikian bank pakan dapat juga dibuat melalui penanaman
tanaman muda atau stek tetapi karena diperlukan dalam jumlah banyak maka cara ini
tidak praktis. Bilamana menggunakan stek jarak tanam yang disarankan adalah 50 x
50 cm atau 1 x 1 m. Stek gamal (Gliricidia sepium ) dapdap (Erythrina spp.)
biasanya digunakan dalam bank pakan. Bank pakan biasanya dibuat dalam dua
barisan tanaman dengan jarak barisan 50 cm dan jarak antara dua barisan satu dengan
dua barisan yang lainnya adalah 1-1,5 m. Rumput-rumputan biasanya dibiarkan
tumbuh diantara dua barisan satu dengan yang lainnya.
Managemen Bank Pakan
1. Pemberantasan gulma. Karena pertumbuhan fase awal dari bank pakan lambat
maka diperlukan pemberantasan gulma setiap 2-4 minggu sampai tanaman
berumur 6 bulan pada saat mana tanaman telah memiliki tajuk sedemikian rupa
sehingga dapat menekan pertumbuhan gulma.
2. Umur pemanenan pertama. Tergantung dari kondisi lingkungan dan
pertumbuhan bank pakan maka pemanenan pertama dapat dilakukan pada umur
tanaman 9-21 bulan.
3. Tinggi pemotongan. Standar tinggi pemotongan yang disarankan adalah 50-150
cm agar produksi optimal, pertumbuhan kembali dan kelangsunagn hidup
tanaman dapat dipertahankan. Perkecualian pada tanaman turi sebaiknya yang
dipangkas adalah percabangan lateral dan hindari pemotongan batang utama
sampai setinggi kurang dari 150 cm.agar tanaman tidak mati. Namun. pada
tanaman lamtoro yang telah berumur 2-3 tahun disarankan bahwa tanaman harus
dipangkas sampai tinggi 25 cm untuk menghilangkan bagian-bagian kayu yang
telah mati dan merangsang pertumbuhan daun muda.

3
4. Frekuensi pemangkasan. Standar frekuensi pemangkasan adalah 6-12 minggu.
Lebih jarang dipotong maka produksi pakan meningkat namun proporsi kayu
berukuran kecil meningkat. Lebih sering dipangkas menurunkan total produksi
pakan namun kualitas dan palatabilitas pakan meningkat.
5. Pengelolaan saat musim kering. Enam sampai delapan mingu sebelum mulai
musim kemarau maka tanaman sebaiknya dipangkas setinggi standar
pemotongan sehingga daun yang baru tumbuh selama beberapa minggu akan
dapat tersedia pada saat dibutuhkan sekali. Bilamana perioda musim panasnya
panjang dan meliputi bank pakan yang luas maka pemangkasan sebelum
datangnya musim panas dapat dilaksanakan secara bertahap dan kelebihan hasil
dapat diawetkan dan disimpan.
Bank pakan mungkin lebih sulit diadopsi oleh petani pada lahan kering dan
lahan tidur lainnya, dibandingkan integrasi tanaman pakan pada lahan perkebunan
seperti disebutkan diatas. Oleh karena itu disarankan pada lahan-lahan demikian
integrasi tanaman pakan dan ternak dengan tanaman perkebunan yang relatif tahan
kekeringan seperti mangga, jambu mete dan tanaman industri seperi jarak dapat
dilaksanakan. Bank pakan mungkin lebih cocok bagi peternakan sekala menengah
dan komersial dibandingkan peternakan subsisten.

B. Tanaman Pakan Penambat Nitrogen


Hampir tidak ada tanaman dapat bertumbuh tanpa adanya nitrogen (N) dan
kebanyakan tanah di daerah tropis telah diketahui memiliki cadangan N rendah.
Namun, tidak demikian halnya dengan tanaman penambat N, mereka semata-mata
tidak tergantung dengan cadangan N dalam tanah tetapi mereka mampu
menambatnya melalui simbiosis dengan mikroba tanah. Oleh karena itu beberapa
spesies tanaman penambat N menjadi penting bagi kelangsungan hidup keluarga
pedesaan di daerah tropis sebagai penyedia berbagai produk dan jasa. Roshetko
(2001) melaporkan berbagai fungsi tanaman penambat N antara lain sebagai sumber
kayu api dan arang, pakan, penyubur tanah, kayu bangunan dan sebagai pangan
untuk manusia.
Dengan demikian tanaman panambat N sangat ideal digunakan sebagai
tanaman integrasi dalam sistem pertanian terpadu. Hal ini disebabkan oleh beberapa

4
sifat-sifat yang menguntungkan seperti 1) memiliki tajuk kecil dan tipis sehingga
rawang sinar matahari, 2) mampu bertunas kembali dengan cepat setelah
pemangkasan, 3) memiliki sistem perakaran yang dalam dengan sedikit percabangan
akar lateral dekat permukaan tanah agar tidak bersaing dengan akar tanaman
pertanian, 4) guguran daun dapat terdekomposisi dalam jumlah tertentu yang dapat
menghasilkan unsur hara pada saat unsur hara tersebut diperlukan dalam daur
tanaman pertanian, 5) mampu mengikat N dari udara dan juga dapat menghasilkan
kayu, pakan ternak, obat-obtan dan hasil-hasil lainnya, 6) dapat tumbuh dengan baik
pada lahan dengan keterbatasan-keterbatasan tertentu seperti keasaman tanah,
kekeringan, penggenangan air, angin keras, hama serangga dll. (Lahjie, 2001).

C. Sistem Pemberian Pakan


Setelah tersedia hijauan secara mencukupi baik melalui integrasi tanaman
pakan dengan tanaman perkebunan maupun melalui bank pakan maka
penggunaannya ditujukan sebagai pakan tambahan yang bernilai gizi tinggi terhadap
pakan basal yang kualitasnya relatif rendah dengan level pemberian berkisar dari 30
sampai 50% bahan kering. Penggunaan daun-daunan legum pohon atau semak
sebagai suplemen sangat penting baik pada waktu musim hujan dimana ransum
ternak terdiri dari rerumputan yang masih hijau maupun pada waktu musim kemarua
dimana ransum basal ternak terdiri dari rerumputan yang sudah mongering/limbah
pertanian.
Rumput muda yang masih hijau meskipun memiliki kadar N relatif tinggi
namun karena memiliki kelarutan N dalam rumen sangat tinggi maka proporsi
bypass proteinnya rendah. Untuk menurunkan kelarutan N rumput dalam rumen
maka diperlukan proteksi, dimana proteksi dapat dilakukan secara alami oleh tanin
yang ada pada daun-daun legum pohon atau semak tadi. Para akhli melaporkan
bahwa legum pohon atau semak memiliki kadar tanin lebih tinggi dibandingkan
legum yang tumbuh rendah. Diperlukan paling sedikit kadar tanin 4% dari bahan
kering legum pohon atau semak agar terbentuk bypass protein yang optimal pada
usus halus ternak ruminansia. Legum tumbuh rendah pada umumnya mengandung
tanin kurang dari 3% dari bahan keringnya. Bypass protein sangat dibutuhkan bagi
ternak yang bertumbuh cepat dan saat laktasi.

5
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemberdayaan lahan marginal memerlukan tindakan yang nyata dan segera
sebagai wujud nyata ekstensifikasi pertanian berkenaan dengan semakin
menyusutnya luas lahan pertanian subur akibat dijadikan pemukiman, perkantoran
dan fasilitas umum lainnya. Pemberdayaan dapat diupayakan melalui integrasi
tanaman pakan dan ternak dengan perkebunan lahan kering maupun pembentukan
bank pakan pada lahan tidur atau lahan tidur sementara melalui pendekatan
partisipasi aktif petani. Dengan demikian diharapkan kerawanan pangan/gizi buruk,
terutama yang berasal dari protein hewani dapat dikurangi.

B. Saran
Pemberdayaan dapat diupayakan melalui integrasi tanaman pakan dan ternak
dengan perkebunan lahan kering maupun pembentukan bank pakan pada lahan tidur
atau lahan tidur sementara melalui pendekatan partisipasi aktif petani. Dengan
demikian diharapkan kerawanan pangan/gizi buruk, terutama yang berasal dari
protein hewani dapat dikurangi.

6
DAFTAR PUSTAKA

Horne, P. M. and Ibrahim, T. M. 1996. Forage Production for Low and High Input
Systems in SouthEast Asia. In Small Ruminant Production:
Recommendation for SouthEast Asia . Proc. of a workshop held in
Parapat, North Sumatera, Indonesia, May 12-15, 1996. Ed.: R. C. Merkel
and Tjeppy D. p.: 3-15.
Ichsan, M. 2001. rencana Bisnis Pengembangan perkebunan Jambu Mete di KAPET
Bima. Makalah Seminar Pengembangan Pendidikan Agribisnis pada Era
Otonomi Daerah. LPIU-pasca IAEUP-Universitas Mataram, tanggal 12 Mei
2001.
Ichsan, M. Pengembangan Peternakan Sapi Rakyat Sebagai Upaya Pengembangan
Ekonomi Masyarakat dan Peningkatan Produktivitas Lahan di Nusa
Tenggara Barat. Makalah Workshop Srategi Kebijakan Pengembangan
Industri Modern Kaitannya dengan Otonomi Daerah, tanggal 12-16 Mei
2001.

7
MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS LAHAN MARGINAL MELALUI
INTEGRASI TANAMAN PAKAN DAN TERNAK RUMINANSIA

Você também pode gostar