Você está na página 1de 16

Peran Pemerintah Dalam

Pembangunan
The role of the state had been very significant during the World War
II and immediately after that. During the World War II, the
government engaged the war by using almost their entire resources.
Twenty five years after the War has been dubbed as the Golden Age
period for many developed countries, in which the role of the state
was very important. The role of the state has declined due to several
economic problems faced by European countries and the
establishment of neo-classical approach. However, there is no
solution on how to protect the small business from unfair
competition and to handle economic crisis without government
intervention. At the end of 20th century, the role of the state
became an object of discussion, especially after some Eastern Asean
countries emerged as the new industrial developed countries. In
those contries, the role of the state is important.

Key words: Development administration, government role.

Oleh Said Zainal Abidin

Peran pemerintah dalam pembangunan telah menjadi objek pembahasan yang


menarik sejak lama. Aliran Klasik, yang menganut kebebasan pasar menganggap
campur tangan pemerintah sebagai sesuatu yang menghambat dan mengganggu
bekerjanya kekuatan-kekuatan objektif dari pasar yang disebut sebagai mekanisme
pasar. Penerusnya para penganut aliran neoklasik bahkan menuduh bahwa
campur tangan pemerintah dapat menghambat kebebasan individu (individual
freedom) yang merupakan fondasi dari sistem demokrasi. Campur tangan
pemerintah dalam arti berfungsinya birokrasi melahirkan regulasi, proteksi dan
subsidi import yang merugikan para konsumen. Tiga hal yang terakhir ini
dianggap kelompok neoklasik sebagai perilaku tidak baik yang harus dihindarkan.
Berbeda dengan kaum klasik dan neoklasik itu adalah pandangan yang melihat
peran pemerintah sebagai suatu keniscayaan. Tanpa campur tangan pemerintah,
akan terjadi persaingan bebas yang merugikan kelompok ekonomi lemah.
Akibatnya, yang terjadi bukan kebebasan pasar tetapi restriksi pasar dalam bentuk
monopoli yang dikuasai golongan ekonomi kuat. J. M. Keynes yang dipandang

45
sebagai salah seorang tokoh terkemuka ekonomi pada bagian awal abad ke 20
justru menganggap kebebasan pasar, tanpa ada campur tangan pemerintah, tidak
akan mampu melakukan alokasi sumberdaya dan outputs secara optimal (full
employment of outputs).
Karena itu Keynes memandang perlu adanya peran pemerintah, antara lain
dalam bentuk kebijakan anggaran untuk mengatasi pengangguran yang sekaligus
juga meningkatkan daya beli dan mendorong adanya kegiatan bisnis. Sejalan
Keynes, Pigou juga melihat bahwa kebebasan pasar yang berdasarkan pada
maximum keuntungan individu tidak mampu menciptakan alokasi sumberdaya
yang optimal bagi kepentingan umum. Bagaimana dampak dari campur tangan
pemerintah dalam pembangunan terhadap organisasi dan efektivitas
pembangunan akan dibahas selanjutnya.

A. Munculnya Peran Pemerintah: Tinjauan historis

Selama Perang Dunia II, pemerintah tiap negara terlibat langsung untuk
mengambil peranan penting dalam pengendalian seluruh kekuatan nasional.
Pemerintahlah yang mengendalikan perang dan pemerintahlah yang bertanggung
jawab atas segala kegiatan sosial dan ekonomi. Peran ini berlanjut sampai setelah
PD-II usai.
Mudah dimengerti, karena perang telah merusakkan berbagai sarana dan
sendi-sendi kehidupan, rakyat menjadi tidak berkemampuan lagi, ada kewajiban
bagi pemerintah untuk melakukan rehabilitasi. Tak seorangpun lebih bertanggung
jawab untuk melakukan rehabilitasi itu selain pemerintah. Rehabilitasi ini
membutuhkan banyak tenaga dan biaya. Akibatnya, banyak negara yang
mengalami kehancuran besar tidak mampu membangun dirinya sendiri.
Untuk membantu mereka, dunia internasional, terutama negara-negara kaya
pemenang perang pada waktu itu sepakat untuk melakukan bermacam-macam
program rehabilitasi, antara lain melalui Marshall Plan yang diseponsori oleh
Amerika Serikat. Pengelolaan bantuan tersebut melibatkan pemerintah masing-
masing negara yang dibantu. Diantara negara-negara yang amat parah akibat
Perang Dunia II adalah negara-negara yang kalah seperti Jepang dan Jerman, serta
negara dan wilayah lain yang diduduki selama peperangan berlangsung seperti
Indonesia, Korea dan lain-lain.
Beriringan sesudah selesainya PD-II, negara-negara jajahan memperoleh
kesempatan untuk merdeka. Mula-mula Indonesia pada tahun 1945, berikut
sesudah itu India dan negara-negara baru lain. Meskipun negara-negara jajahan
itu sama memperoleh kemerdekaan, namun tidak semua negara mencapai
kemerdekaannya itu melalui jalan yang sama. Ada negara yang dipersiapkan
untuk kemudian diberikan kemerdekaan oleh para penjajah, ada negara yang
mencapai kemerdekannya melalui perjuangan bersenjata dan diplomasi yang ulet.

46
Negara-negara yang mendapatkan kemerdekaan melalui perjuangan bersenjata itu
antara lain adalah Indonesia, Aljazair dan Vienam. Bagi negara-negara ini,
perjuangan lebih lanjut untuk menyembuhkan akibat dari PD-II dan perjuangan
merebut dan mempertahankan kemerdekaan itu memerlukan waktu yang cukup
panjang dan berat. Perjuangan itu, semua harus dilakukan oleh pemerintah, tidak
mungkin dilakukan swasta melalui pasar bebas.
Dinegara-negara berkembang yang mendapat kemerdekaan sesudah PD-II
pada umumnya, peran pemerintah menjadi sangat penting karena beberapa hal:
1. Untuk meyakinkan rakyat akan keperluan pembangunan dan membantu
serta mengajak mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan itu. Tidak semua
negara dengan mudah dapat melakukannya. Bagi negara-negara yang
masyarakatnya pluralistis seperti Indonesia, pembangunan menghadapi banyak
kesulitan. Corak wilayah, keadaan penduduk dan tingkat pembangunan yang
berbeda antar daerah menuntut adanya pendekatan dan strategi yang tidak sama.
Kelemahan pendekatan sejak awal ini telah menimbulkan banyak masalah yang
berlarut-larut selama masa yang panjang.
Pada beberapa negara masalah pembangunan antar daerah ini begitu
mendalam dan berlarut sehingga ada daerah yang melakukan pemisahan diri dan
menyatakan kemerdekaannya sendiri, seperti Bangladesh dari Pakistan, Eretria
dari Ethiopia dan Kosovo dari Serbia. Proses pemisahan yang demikian biasanya
dipercepat oleh cara penanganan dengan kekerasan senjata sehingga meruntuhkan
rasa persatuan dan menimbulkan rasa dendam yang sulit dijembatani. Tambahan
lagi jika dalam keadaan demikian terkait kepentingan negara lain yang ikut
membidaninya.
2. Proses pengambilalihan hak milik dan kegiatan (nasionalisasi) dari berbagai
lembaga ekonomi yang ditinggalkan penjajah. Bagi negara-negara yang merdeka
melalui perjuangan bersenjata, pengambilalihan ini umumnya dilakukan secara
darurat. Sebagian dari bisnis yang ditinggalkan itu, biasanya ditangani oleh
kalangan militer yang pada umumnya tidak mempunyai pengetahuan dan
pengalaman dalam bisnis. Lebih-lebih karena cara pengambilalihan itu dilakukan
secara sepihak dan mendadak, tidak ada informasi tentang kegiatan bisnis yang
berlangsung sebelumnya.
3. Keperluan untuk melakukan koordinasi dan komplementaritas antar
berbagai industri dan bisnis. Sebagian diantara bisnis yang ditinggalkan tadi
bergerak di bidang pertambangan, sebagian yang lain dalam bidang pertanian
dan perkebunan, yang lain lagi di bidang perdagangan. Masing-masing industri
ini tunduk di bawah Departemen Teknis yang terkait, tanpa ada koordinasi satu
sama lain.
Di Indonesia, kegiatan-kegiatan tersebut umumnya berorintasi pada ekspor
bahan mentah ke negara-negara maju. Orintasi ini susah dilepaskan sampai

47
sekarang. Lebih-lebih setelah methos anti substitusi import dan pentingnya
comperative advantages dikampanyekan oleh negara-negara industri maju.
Sebagai akibat dari kelemahan ”koordinasi” dari Departemen Teknis yang
terkait, koordinasi ini lebih cenderung dirasakan sebagai ”pemerasan” ketimbang
sebagai pembinaan, maka pemerintah pada akhirnya membentuk sebuah
Kementerian BUMN sebagai koordinator termasuk koordinasi bidang keuangan
yang dahulu dilakukan oleh Departemen Keuangan.
4. Adanya kecenderungan untuk melakukan pembangunan berencana secara
terpusat seperti yang dilakukan Uni Sovyet. Munculnya Sovyet Rusia dalam PD-II
yang mampu berperan sejajar dengan negara-negara yang telah lebih lama
memulai pembangunannya, seperti Amerika dan negara-negara industri maju
lainnya di Eropah, dari keadaan semula sebagai negara pertanian, mendorong
negara-negara yang baru merdeka untuk mencontoh sistem perencanaan terpusat
seperti yang dilakukan Sovyet Rusia itu. Yakni perencanaan yang tersentralisir
dimana peran pemerintah pusat menjadi sangat menentukan.
Melalui sistem perencanaan terpusat itu, negara-negara baru berkembang
membangun infra-struktur, pendidikan dan institusi yang dibutuhkan.
Perencanaan menjadi penting karena pembangunan itu dibiayai dengan dana yang
terbatas yang diperoleh sebagian besar melalui pinjaman dari negara-negara maju
dan lembaga-lembaga internasional. Dengan sistem perencanaan terpusat
diharapkan penggunaan dana tersebut menjadi lebih efisien dan terarah sesuai
dengan prioritas yang ditetapkan. Melalui perencanaan juga memungkinkan
untuk melakukan sinkronisasi yang komplementer diantara berbagai program
pembangunan dari berbagai sektor dan daerah.

B. Kritik Terhadap Campur Tangan Pemerintah

Sejak tahun 1960-an peran pemerintah dalam pembangunan mulai mendapat


kritik. Kritik itu terutama datang dari kalangan penganut neoliberalisme, yang
antara lain diseponsori oleh IMF. Serangan terhadap campur tangan pemerintah
terjadi mula-mula dimulai dengan kritik terhadap teori Keynes, meskipun dia
dikenal mampu mengatasi depresi besar di dunia yang terjadi pada periode
pertengahan bagian pertama abad ke-20, yang sekaligus dianggap melandasi Era
Keemasan (Golden Age) dinegara-negara maju. Era itu adalah era gemilang
selama 25 tahun sesudah PD-II, dimana hampir semua negara mengalami
kemajuan, terutama dinegara-negara maju. Setelah masa gemilang selama 25
tahun, Amerika Serikat dan Eropah mengalami penurunan kecepatan
pertumbuhan ekonominya.
Karena itu timbul anggapan bahwa campur tangan pemerintah dapat
menghambat kebebasan individu untuk berinisiatif. Kritik itu merambat juga
terhadap Teori Keynes yang melandasi intervensi pemerintah yang dianggap

48
mempunyai kelemahan dalam proses pengambilan kebijakan, dimana kompromi
politik lebih menjadi landasan (Ha-Joon Chang, 2003). Kritik terhadap
campurtangan pemerintah juga berhubungan dengan pelecehan terhadap
birokrasi yang dipandang tidak efisien, pemborosan sumberdaya dan
paternalistik.
Sejak saat itu muncul aliran neoliberalisme yang secara terang-terangan melalui
Washington Consensus mendorong negara-negara sedang berkembang untuk
mengikuti Konsensus tersebut yang antara lain berisi:
1. liberalisasi perdagangan melalui upaya penghapusan restriksi secara
kuantitatif (hambatan perdagangan, seperti pengenaan tariff, kuota dan larangan-
larangan lainnya)
2. kesamaan perlakuan antara investasi asing dan investasi domestik sebagai
insentif untuk menarik sebanyak mungkin investasi langsung
3. privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan penjualan saham ke
sektor swasta.
4. pasar harus lebih kompetitif melalui serangkaian kebijakan deregulasi dan
menghilangkan hambatan atau restriksi bagi para pelaku ekonomi baru
5. harus ada perlindungan terhadap property right, baik disektor formal
maupun sektor informal ( Williamson, 1994: 26 -7); Burki dan Perry, 1998: 7; Lynn,
2003: 63-4) dalam A. Tony Prasetiantono, KOMPAS, Senin, 25 September 2006.
Sementara itu IMF sebagai lembaga internasional mendorong negara-negara
berkembang untuk memelihara situasi makroekonomi tanpa inflasi tanpa melihat
dampak yang dapat timbul terhadap kondisi ekonomi negara berkembang
tersebut. Beberapa negara yang mengikuti ”perintah” IMF seperti Argentina yang
kondisi makro ekonominya dinilai IMF cukup baik, ternyata mengalami tingkat
pengangguran yang tinggi. Padahal Negara sedang berkembang boleh jadi dapat
bertahan terhadap inflasi pada tingkat yang rendah dengan membatasi
pengeluaran. Inflasi memang merugikan golongan berpendapatan tetap, tetapi
sampai batas tertentu masih tetap dapat mendorong meningkatnya kesempatan
kerja. (Stiglitz, 2003: 27)

C. Peran Institusi dalam Pembangunan

Untuk melihat peran institusi, persoalan pertama yang perlu dijawab adalah,
apa peran pemerintah yang sebaiknya dilakukan? Untuk menjawab pertanyaan
ini, terlebih dahulu harus dilihat secara sepintas beberapa aliran pemikiran yang
ada dilapangan pada waktu sekarang. Pertama, kelompok neoliberal yang
menganggap campur tangan pemerintah atau regulasi sebagai sesuatu yang
menghambat kebebasan idividu. Karena itu sikap pemerintah yang paling baik
adalah berdiam diri. Pemerintah yang paling baik adalah pemerintah yang paling
sedikit campur tangan dalam urusan ekonomi atau pembangunan ( the best

49
government is the least government). Kedua, kelompok welfare econnomics yang
disebut juga sebagai market failure approach. Kelompok ini melihat pentingnya
campur tangan pemerintah dalam pengadaan dan distribusi barang-barang
tertentu secara efisien tanpa melalui pasar. Barang-barang itu antara lain adalah
public goods dan proyek-proyek pionir.
Pada public goods terdapat ketidak mampuan pasar dalam pengaturan
pengadaan dan distrubusinya. Karena itu, tidak dapat diserahkan kepada pihak
swasta. Ada dua ciri pokok dari barang-barang ini yang menyebabkan kesulitan
pengaturan melalui pasar. Pertama, sulit dibedakan antara yang membayar
dengan yang tidak membayar, baik dalam pengadaan maupun dalam distribusi
(non-exclusiveness). Semua orang tanpa membayar dapat menggunakan barang
atau memanfaatkan pelayanan itu secara bebas (free riders). Kedua, pemakaiannya
dilakukan secara bersama, bukan bersifat sendiri-sendiri. Contoh dari pablic
goods ini adalah keamanan nasional, lampu jalan raya dan sebagainya.
Demikian juga dengan proyek-proyek pionir. Pengadaan dan pengelolaannya
tidak mungkin diadakan berdasarkan perhitungan pasar. Proyek-proyek ini boleh
jadi tidak ekonomis jika dilihat dalam jangka waktu pendek, tetapi ekonomis
dinilai dalam jangka panjang. Termasuk dalam proyek-proyek pionir ini antara
lain adalah jalan-jalan terobosan didaerah tertinggal, pembukaan lahan atau
proyek percontohan, dan sarana lain yang diperlukan dalam pembukaan daerah
baru.
Di negara-negara berkembang terdapat banyak sarana-sarana baru yang
perlu diadakan, yang secara financial tidak menguntungkan dilihat dari waktu
pengembalian investasi. Proyek-proyek tersebut berorintasi kemasa depan, yang
manfaatnya sangat erat terkait dengan proyek-proyek lain sebagai lanjutannya,
yakni proyek-proyek untuk memanfaatkan proyek pionir itu. Baik yang diadakan
oleh pemerintah ataupun yang timbul dari masyarakat sebagai akibat dari
keberadaan proyek pionir. Kalau proyek pionir itu berupa sebuah jalan raya
terobosan, maka proyek pemanfaatannya adalah jalan-jalan penghubung kesentra-
sentra produksi dan pembangunan pasar-pasar terdekat.
Melihat pentingnya sarana pelayanan umum berupa barang-barang publik dan
proyek-proyek terobosan di negara-negara berkembang dimana pihak swasta dan
pasar belum berfungsi, jelaslah bahwa peran langsung pemerintah dalam
pembangunan disana cukup penting.
Aliran ketiga adalah aliran kelembagaan atau aliran institutionalism. Pertanyaan
yang berkaitan dengan pandangan atau aliran ini adalah, bagaimana pemerintah
itu berfungsi? Pemerintah dalam melakukan kegiatannya dapat bertindak secara
langsung atau boleh jadi secara tidak langsung, melalui kemitraan dengan pihak
lain. Baik dengan pihak swasta dalam negeri, swasta luar negeri ataupun dengan
pemerintah negara lain. Semua tindakan pemerintah ini harus dilakukan dengan

50
menggunakan lembaga dan prosedur tertentu. Baik lembaga permanen yang
sudah ada ataupun dengan membentuk lembaga sementara.
Di Indonesia lembaga sementara ini sering disebut sebagai lembaga ad hoc.
Lembaga ad hoc tersebut ada yang berfungsi hanya untuk satu kali saja, untuk
kemudian segera dibubarkan begitu proyek tersebut selesai dikerjakan. Lembaga
seperti ini antara lain berbentuk panitia. Ada pula lembaga ad hoc dalam arti
khusus, yang dibentuk khusus untuk menangani suatu fungsi teretentu.
Pekerjaannya boleh jadi berlangsung selama beberapa waktu dan mengerjakan
lebih dari satu atau serangkaian proyek. Lembaga ini di Indonesia disebut Komisi.
Sebagai lembaga tidak permanen, komisi ini akan berakhir pada suatu waktu
tertentu. Fungsinya dialihkan kepad lembaga permanen yang terkait dengan
fungsi yang bersangkutan. Contoh dari lembaga ad hoc yang demikian adalah BRR
(Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi) akibat tsunami di Nanggroe Aceh
Darussalam dan Nias dan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), sebuah lembaga
yang dibentuk untuk secara khusus berfungsi menangani korupsi yang terjadi di
Indonesia.
Lembaga khusus-lembaga khusus sementara ini dibentuk karena dirasakan
bahwa lembaga permanen yang ada tidak mampu melakukan tugas khusus yang
mungkin sangat besar. Membebani tugas khusus yang sangat besar kepada
lembaga permanen dipandang dapat mengganggu penyelenggaraan tugas
keseharian yang melekat dengan tugas pokok dan fungsi lembaga itu. Namun
yang perlu diingat, bahwa lembaga ad hoc itu pada suatu waktu akan berakhir.
Persoalannya, apakah kebijakan menangani persoalan khusus itu akan berakhir
(policy termination) atau harus berlanjut (continues)? Kalau harus berlanjut, apakah
lembaga ad hoc yang ada harus dimasukkan dalam lembaga permanen atau harus
diubah menjadi lembaga permanen baru ? Kalau diubah menjadi lembaga
permanen, ini berarti pembentukan lembaga baru, yang dengan sendirinya
menuntut penyesuaian dan penataan kembali seluruh institusi yang ada dalan
bidang yang bersangkutan.
Dalam pendekatan institusional dikenal rangkaian yang erat antara tujuan,
strategi, dan struktur. Artinya, bahwa pemerintah terlebih dahulu menetapkan
tujuan jangka panjang yang harus dicapai. Untuk mencapainya ditentukan atau
dipilih salah satu strategi dari sejumlah kemungkinan (alternatif) strategi. Pilihan
ini tentu saja dengan mempertimbangkan prinsip dan philosophi serta perubahan
lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Strategi tersebut selanjutnya
dilaksanakan melalui lembaga atau struktur tertentu (Said Zainal Abidin, 2006:
192-195).
Pengertian tentang kesesuaian organisasi dengan strategi ini diterangkan oleh
Chandler tentang organisasi yang centralistis dan organisasi yang desentralistis.
Bentuk organisasi tersebut tergantung pada lingkungan dan kinerja yang ingin
dicapai. Sehubungan dengan desentralisasi dan kinerja organisasi dalam

51
pembangunan diuraikan dalam tulisan lain dari penulis (Said Zainal Abidin, 1986,
Ph.D Dissertation, University of Pittsburgh).
Bentuk pemerintahan di Indonesia yang bervariasi antara desentralisasi dan
centralisasi dalam kurun waktu yang berlainan bergerak seperti pendulum, sekali
kekiri kearah centralisasi, lain kali kekanan kearah lebih desentralistik. Peralihan
setiap waktu itu memberi pengaruh pada performance atau kinerja dalam
pembangunan.
Desentralisasi cenderung lebih menampung aspirasi masyarakat dalam
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Hasilnya relatif lebih diarahkan
pada pemenuhan aspirasi rakyat. Sementara centralisasi lebih mengarah pada
penyeragaman dibawah kendali pemerintah pusat. Dalam masyarakat yang
majemuk (pluralistis), bentuk sentralisasi tentu saja tidak menggambarkan
kenyataan yang ada sehingga berpotensi timbulnya ketidak puasan masyarakat.
Bahkan dalam prosess penyelenggaraan pemerintahan cenderung menimbulkan
gejolak pemberontakan daerah yang mengarah pada disintegrasi bangsa..
Lingkungan dapat dibedakan atas lingkungan internal dan lingkungan
eksternal. Masing-masing lingkungan dapat dianalisis dengan cara yang berbeda.
Analisis lingkungan internal dapat dilakukan dengan menggunakan Value Chain
Model dari Porter, dengan membagi kegiatan internal atas tugas-tugas pokok dan
tugas-tugas pendukung. Analisis ini memberikan kita informsi tentang kekuatan dan
kelemahan organisasi. Tugas pemerintah selanjutnya adalah, bagaimana
memperbaiki kelemahan menjadi kekuatan dan meningkatkan kekuatan yang ada
menjadi lebih baik untuk mampu menangani berbagai tugas dan kegiatan yang
makin berkembang.

Value Chain Model

Sarana yang tersedia dan dapat tersedia

Kegiatan
Sumberdaya manusia dalam organisasi
pendukung

Teknologi yang dimiliki

SOP dan aturan-aturan yang ada

Pemanfatan Kegiatan Pemanfata Kegiatan Pelayanan


sumberdaya organisasi n promosi
dan fasilitas sumberda humas dan
intern ya dan promosi
fasilitas
ekstern

Kegiatan pkok

52
Sedangkan analisis lingkungan eksternal menghadapkan kita pada dua jenis
sub-lingkungan eksternal. Yaitu lingkungan eksternal umum dan lingkungan
tantangan langsung, yang dalam istilah bisnis disebut sebagai lingkungan
persaingan (competitive environment). Analisis ini memberikan kitan informasi
tentang peluang dan tantangan yang akan kita hadapi
Untuk dapat mencapai tujuan diperlukan strategi yang selanjutnya
membutuhkan organisasi atau struktur sebagai kendaraann. Struktur ini harus
cocok atau sesuai dengan strategi yang dipilih.

• Analisis Lingkungan Internal

Lingkungan Umum

demographi

Global
Politik/hukum
Lingkungan Tantangan

Tantangan yang bakal datang


Tantangan yang sedang dihadapi
Tantangan dari pemegang otoritas
Tuntutan masyarakat
Layanan dari swasta teknologi
Sosial
budaya

Makro ekonomi

Bentuk organisasi juga dapat dijelaskan dalam hubungan dengan perubahan


keadaan lingkungan (contingency theories of organizations). Menurut teori ini,
tidak ada satu bentuk organisasi yang paling baik dibandingkan dengan bentuk
yang lain. Semuanya sesuai dengan kondisi lingkungan yang ada. Namun, diakui
adanya kecenderungan pada organisasi yang makin rendah terdapat pengaruh
yang lebih besar dari lingkungan. Menurut pandangan ini, efektifitas suatu
organisasi ditentukn oleh kemampuannya menyesuaikan diri dengan perubahan
lingkungan yang bersifat dinamis. Ini tidak berarti bahwa organisasi harus
berubah setiap waktu, tetapi organisasi itu bersifat fleksibel atau lues (G.G. Dess &
A. Miller, 1993).
Bentuk organisasi juga dipengaruhi oleh tantangan khusus atau persaingan
yang dihadapi. Dalam hal ini organisasi yang baik selalu mempunyai visi, misi
dan filosofi yang jelas. Dengan visi dimaksudkan bahwa sebuah organisasi
mempunyai arah masa depan dan tujuan yang ingin dicapai. Dalam bentuknya,
visi lebih menggambarkan wujud masa depan yang ingin dibentuk dalam jangka

53
panjang, tapi dalam kurun waktu yang tidak terlalu lamberkaitana. Dalam hal ini
visi lebih merupakan refleksi dari nilai dan keyakinan yang dianut. Sedangkan
bentuk misi menggambarkan tugas pokok atau fungsi asasi dari organisasi. Petani
mempunyai misi bertani, PNS mempunyai misi bekerja melakukan tugas-tugas
pelayanan yang berkaitan fungsi pemerintah dan sebagainya. Sementara filosofi
merupakan keyakinan atau nilai utama yang selalu dipegang teguh organisasi,
yang sekaligus membedakannya dengan organisasi lain.

D. Berlomba dalam Pembangunan

Pada hakekatnya semua pemerintah/negara dalam proses pembangunan


berlomba satu sama lain. Mereka berlomba antar pemerintahan dalam satu negara
dan berlomba dengan pemerintah dari negara lain (R.H.K.Vietor, 2007).
Perlombaan antar pemerintah dalam satu negara terjadi dalam bentuk perlombaan
untuk berbuat lebih baik daripada pemerintah sebelumnya. Mana yang lebih baik
tergantung pada rakyat negara tersebut. Karena itu terdapat penilaian umum yang
bersifat perbandingan antar kinerja dari sejumlah pimpinan pemerintahan dalam
satu periode yang panjang. Contoh dari keadaan ini dapat dilihat pada
pertanyaan-pertanyaan, misalnya, siapa diantara Gubernur DKI Jakarta yang
paling baik pasca Orde Lama sampai sekarang? Siapa diantara Gubernur
Nanggroe Aceh Darussalam yang paling berhasil pasca Peristiwa DII TII di Aceh?
Sementara perlombaan antar negara biasanya dilakukan dalam perbandingan
percepatan pembangunan antar negara selama periode tertentu dan
keberhasilannya meningkatkan kesejahteraan rakyatnya atau keberhasilan dalam
menghadapi permasalahan yang hampir serupa, seperti krisis moneter yang
menimpa sebagian wilayah Asia. Juga dapat dilihat pada motif apa yang melatar
belakangi masing-masing kebijakan? Contoh dari keadaan ini, seperti dituliskan
oleh Dr. Syamsul Hadi adalah perbandingan latar belakang yang berbeda dan
strategi pembangunan yang dipilih masing-masing Kepala Pemerintahan dalam
menghadapi krisis ekonomi antara Mahathir Muhammad di Malaysia dan Suharto
di Indonesia (Syamsul Hadi, 2005: 355 – 372).
Latar belakang permasalahan yang dihadapi Mahathir adalah perbedaan posisi
dan kekuatan ekonomi antara kelompok Melayu sebagai bumi putera dengan
kelompok minoritas China yang menimbulkan kepekaan sosial sehingga berakibat
pada timbulnya konflik dalam negeri. Bertolak dari trauma yang dihadapi
negaranya ini, Mahathir menempuh strategi affirmatif dengan tujuan untuk
meningkatkan pembangunan ekonomi dikalangan bumi putera menjadi relatif
kurang timpang. Penguasaan asset ekonomi kalangan bumi putera yang pada
tahun 1969 hanya 1,5 % diupayakan menjadi 30 % dalam waktu 20 tahun.
Dengan kekuatan ekonomi dalam negeri yang kuat itu, Mahathir merasa
mampu menghadapi krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998. karena itu tidak

54
mau menggantungkan diri pada tawaran IMF. Sementara Suharto, pada tahun
1965 mewarisi krisis ekonomi yang amat parah dari rezim Orde Lama. Inflasi
mencapai puncaknya pada tingkat 650 % pada tahun 1965. Sebagai akibat dari
tindakan Nasionalisasi terhadap modal asing yang dilakukan Sukarno, semua
modal asing lari dari Indonesia. Karena itu, strtategi yangr diambil dalam
menghadapi krisis tersebut adalah mengundang sebanyak-banyaknya modal asing
dengan memberikan berbagai fasilitas dan keistimewaan. Akibatnya, ekonomi
Indonesia menjadi tergantung pada utang dan modal asing. Dengan sistem
ekonomi yang terbuka keadaan ini menjadi sangat rentan terhadap perubahan
ekonomi di luar negeri.
Ketika krisis moneter yang berkembang menjadi krisis ekonomi, Indonesia
berpaling pada nasehat IMF dengan harapan dapat memperoleh bantuan hutang
dan kepercayaan investor asing. Suatu kebijakan yang sangat fatal dan
menyebabkan ekonomi Indonesia tidak mampu keluar dari krisis itu sampai
bertahun-tahun kemudian dan mengakibatkan tumbangnya kekuasaan Suharto.
Dilihat dari perspektif perlombaan itu, Indonesia keteteran karena bergantung
pada hutang dan bantuan asing, sementara Malaysia tangguh dan mampu melaju
dengan bertopang atas kekuatan ekonomi dalam negeri yang telah dibina selama
bertahun-tahun.
Perlombaan antar pemerintah sesungguhnya lebih merupakan upaya untuk
meningkatkan kesejahetraan rakyatnya dengan meningkatkan pendapatan dan
penurunan tingkat pengangguraan serta pengendalian inflasi. Karena itu,
kekuatan ekonomi dalam negeri merupakan salah satu prasyarat. Tanpa kekuatan
ekonomi dalam negeri tidak mungkin suatu negara dapat bertahan dalam
persaingan di luar negeri.
Daya beli dalam negeri yang tinggi menjadi kekuatan cadangan yang amat
berharga dalam persaingan di luar negeri. Dengan demikian, pemasaran dalam
negeri menjadi andalan untuk mengembalikan harga pokok, dan pasar luar negeri
sekedar menjadi tempat untuk memperoleh keuntungan. Daya beli dalam negeri
yang kuat memperkuat daya tahan terhadap fluktuasi harga dan krisis harga
dipasaran internasional. Lemahnya daya beli dalam negeri mempertajam
kepekaan terhadap fluktuasi dan krisis harga di luar negeri. Keadaan yang
terakhir ini merupakan kondisi yang selalu dialami Indonesia selama masa yang
panjang.
Kebijakan ekonomi yang lebih mengandalkan pada pasar luar negeri
cenderung mengabaikan – jika tidak disebutkan memperlemah – daya beli dalam
negeri. Disilah letak sumber kelemahan dari berbagai kebijakan pembangunan.
Pembangunan harus ditujukan pada peningkatan kemampuan dalam negeri untuk
berproduksi, menyerap tenaga kerja dan membeli barang-barang yang dihasilkan
sendiri. Karena itu pembangunan ekonomi tidak terlepas dari upaya mempertebal
nasionalisme dan penghargaan terhadap hasil karya bangsa sendiri.

55
Dapat dipahami, bahwa dalam persaingan internasional, faktor image pembeli
merupakan faktor penting disamping mutu barang itu sendiri. Dewasa ini sangat
dirasakan, bahwa dikalangan masyarakat Indonesia terdapat image negatif
terhadap barang-barang produksi dalam negeri sendiri. Image ini tidak saja dapat
mendorong menurunnya permintaan dari konsumen, tetapi juga dapat
berkembang pada dorongan pemerintah untuk memilih alternatif kebijakan yang
lebih memberi fasilitas pada barang-barang import, dengan alasan untuk
melindungi konsumen, ketimbang memanjakan produsen. Bersahutan dengan itu
juga terjadi penurunan kepercayaan diri pada produsen dalam negeri. Hal ini
dapat dilihat pada produsen-produsen sepatu di daerah Cibaduyut, Bandung.
Meskipun mutu produksinya cukup baik, tetapi mereka tidak berani tampil
dengan merk sendiri, takut kalau itu dapat menurunkan selera konsumen untuk
membeli. Ini semua berkaitan dengan nasionalisme
Ketidakpercayaan diri ini sudah merupakan sebuah masalah nasional di
kalangan masyarakat Indonesia. Merasuk dalam hampir semua sudut kehidupan.
Bahkan juga di kalangan para cendekiawan. Cendekiawan Indonesia lebih
cenderung merujuk sesuatu pendapat dengan menyandarkannya pada kutipan
atau pendapat orang-orang Barat, ketimbang merujuk pada pemikiran bangsa
sendiri, meskipun dalam bidang-bidang tertentu pemikiran bangsa sendiri
sesungguhnya lebih cemerlang dan orisinil. Karena itu, mental kalah yang
demikian perlu mendapat perhatian untuk segera diperbaiki, terutama oleh
kalangan para pendidik dan penguasa.

E. Pengalaman Pembangunan di Beberapa Negara Asia Timur

Peran aktif dari pemerintah dalam pembangunan terbukti sangat berhasil,


ditunjukkan oleh pengalaman dari beberapa negara di Asia Timur. Mereka
melaksanakan pembangunan dengan kecepatan luar biasa. Dilakukan dengan
kerjasama yang erat antara pihak swasta dan pemerintah, terjalinan dengan baik
antara perusahaan besar dan perusahaan kecil. Peran pemerintah tidak hanya
mengendalikan dari belakang melalui kerja pasar, tetapi juga terlibat secara aktif
dalam jalinan yang sangat harmonis. Visi dan misi pemerintah menyatu dengan
visi dan misi lembaga swasta dalam membangun bangsanya. Birokrasi pemerintah
bertindak sebagai pengambil kebijakan, pelaksana kebijakan secara bersama pada
bidangnya masing-masing dan mengendalikan serta mengawasinya.
Tiga diantara beberapa negara Asia Timur yang sangat maju dan melaju
dengan cepat sekali adalah: Jepang, Singpore dan Korea Selatan. Pengalaman
mereka patut menjadi contoh bagi negera-negara berkembang yang ingin maju,
baik yang ada dikawasan Asia maupun diwilayah-wilayah lain.
1. Jepang. Jepang adalah negara Asia pertama muncul menjadi negara maju
yang modern. Kemajuannya telah mengilhami perjuangan banyak bangsa-bangsa

56
Asia, yang sekaligus juga menghapus anggapa umum pada waktu yang lalu,
bahwa hanya bangsa-bangsa barat saja yang dapat mencapai tingkat
pembangunan modern. Pada saat ini Jepang telah menduduki urutan negara
nomor dua kaya dipermukaan bumi ini setelah Amerika Serikat, dengan total GDP
nya mencapai sekitar 14 % dari total GDP Dunia.
Jika dilihat pada sumber alam yang dimiliki, sulit dapat dibayangkan
bagaimana Jepang yang tidak kaya sumber alam dapat maju melampaui banyak
negara-negara lain yang sumber alamnya melimpah. Sehingga tidak heran kalau
Edwin O. Reishauer berprediksi bahwa setelah Amerika meninggalkan Jepang
pada tahun 1950, Jepang tidak mungkin akan dapat bangun kembali. Prediksi ini
didasarkan pada kenyataan pada waktu itu, sebagai akibat kehancuran setelah PD-
II Jepang hampir tidak memiliki kemampuan apa-apa untuk hidup, kecuali tenaga
kerja, batu bara dan air. Pertanyaannya, bagaimana Jepang membangun kembali
negaranya dari keruntuhan itu menjadi negara maju? Salah satu kekuatan yang
paling tangguh yang dimiliki Jepang adalah budaya yang melahirkan mental
menang. Jepang boleh saja kalah tetapi semangat yang dilandasi pada mental
menang ini tidak pernah padam.
Kesadaran yang sudah tertanam sejak lama bahwa lawan strategisnya adalah
Amerika terbukti dalam PD-II. Karena itu dengan segala kekuatan Jepang selalu
bermaksud menandingi Amerika Serikat. Kalau dahulu dalam medan perang dan
ekonomi, pada waktu ini (sekurang-kurangnya dalam waktu tertentu) sepenuhnya
dipusatkan dalam bidang ekonomi.
Secara institusional, Jepang memiliki birokrasi pemerintahan yang tangguh,
sistem pendidikan dasar yang sangat baik dan hubungan antara birokrasi
pemerintah dan kalangan bisnis yang sangat rapi, dimana birokrasi pemerintah
menjadi pelaksana dan pengendali kebijakan. Semua itu ditopang oleh semangat
nasionalisme yang tinggi yang bertujuan untuk kemakmuran tanah airnya.
Birokrasi pemerintahan diwujudkan dalam sebuah Kabinet yang
beranggotakan dua belas orang Menteri yang didominasi oleh dua kementerian
yaitu Kementerian Keuangan (MOF) dan Kemeterian Perdagangan Internasional
dan Industri (MITI). MITI sebagai salah satu kementerian yang dominan
menetapkan kebijakan dibidang industri dengan pengendalian import, devisa,
modal asing dan anti trust.
Kementerian – Kemeterian ini merekruit lulusan terbaik dari Universitas –
Universitas terbaik di Jepang yang bekerja secara permanen untuk masa seumur
hidup dengan jaminan yang sangat baik. Di samping itu, juga dimanfaatkan
kalangan pensiunan tua (senior) yang masih sehat yang disebut sebagai
Amakudari yang berarti orang-orang yang berasal dari langit. Mereka itu adalah
orang-orang yang sebelumnya terlibat sebagai pembuat kebijakan dalam bidang
yang bersangkutan (Lihat Vietor, 2007: 22-38).

57
Strategi pembangunan diarahkan pada rekonstruksi, yang dimasudkan sebagai
pembangunan kembali infrastruktur dan industri dasar. Sebagai modal untuk
pembangunan didasarkan pada tabungan dalam negeri yang dimobilisasi melalui
tabungan pemerintah dan tabungan swasta. Dalam bidang usaha terdapat
dualisme. Disatu sisi terdapat usaha besar yang dilaksanakan oleh industri berat,
disi lain terdapat usaha kecil yang menampung sekitar 70 % tenaga kerja, yang
terjalin secara baik diantara keduanya.
2. Singapore. Singapore pada waktu ini adalah sebuah negara maju di tengah-
tengah negara dunia ketiga. Proses kemajuannya luar biasa cepat. Dalam waktu
yang kurang dari lima puluh tahun, Singapore melompat dari dunia ketiga ke
dunia pertama. Dari pendapatan per kapita US $ 427 tahun 1960 menjadi US $ 24,
793 tahun 2004. Tumbuh dengan rata-rata 9,7 % per tahun selama masa itu. Suatu
kecepatan pertumbuhan yang tak tertandingkan. Semua itu dicapai dengan
pengendalian aktif oleh pemerintah (Vietor, 2007: 39).
Pembangunan dilakukan melalui perencanaan yang dikendalikan oleh sebuah
lembaga yang disebut Economic Development Board (EDB). Diarahkan pada 5
kelompok bidang industri, yakni: industri petro kimia, elektronik, logistik dan
layanan transportasi, informasi, komunikasi dan media serta biomedical sciences.
Tujuannya antara lain ditujukan untuk: (1) Menempatkan Singapore pada posisi
terdepan dengan melakukan loncatan yang lebih cepat dari negara-negara
tetangga dan menjalin hubungan perdagangan dan menarik modal asing disektor
industri; dan (2) Menjadikan Singapore sebagai oasis di tengah-tengah dunia
ketiga.
Untuk itu, pertama-tama dibangun sebuah industrial estate di Jurong dengan
menyediakan tarif murah, buruh murah dan lapangan industri yang indah. Kedua,
meningkatkan produktivitas yang tinggi, yakni peningkatan hasil yang tinggi
diatas nilai modal dan buruh. Ketiga menata pemerintahan secara bisnis. Ini
terlihat antara lain pada anggota Kabinet yang terdiri dari mereka yang ahli dalam
bidang bisnis dan ekonomi, kebanyakan lulusan Universitas dari Amerika Serikat.
Pegawai negerinya sangat terpelajar, bermotivasi, pintar, dengan kompensasi yang
sangat baik. Tidak ada korupsi dalam birokrasi.
Pemerintahan dijalankan dengan sistem parlementer yang terdiri dari 80 orang
anggota. Anggota Parlemen dipilih tiap 5 tahun, dengan kewajiban memilih bagi
seluruh warga negara. Parlemen dan pemerintahan sepenuhnya dikuasai oleh
Partai Aksi Rakyat (PAP = People Action Party). Dana investasi diperoleh melalui
tabungan dalam negeri dan modal asing. Tabungan dalam negeri yang terdiri dari
tabungan pemerintah dan tabungan masyarakat, terutama yang berasal dari
Tabungan Dana Pensiun (the Central Provident Fund–CPF) yang amat besar. Dana
tabungan ini terutama dipergunakan untuk membangun infrastrukture dan
perumahan untuk masyarakat.

58
Kebijakan moneter dikendalikan oleh otoritas moneter, yakni Bank Sentral
yang mengendalikan regulasi perbankan, sekuritas, asuransi dan nilai tukar mata
uang. Nilai tukar mata uang didasarkan pada sejumlah nilai mata uang (basket of
currencies), meskipun secara berangsur disandarkan pada nilai mata uang dollar
Amerika Serikat, dengan nilai S$3.o6 per US$ 1 pada tahun 1970 menjadi S$1.41
per US $ tahun 1996.
3. Korea Selatan. Korea Selatan adalah sebuah negara yang sukses melakukan
pembangunan dengan bermula melalui jalan perdagangan interasional. Seperti
Jepang dan Singapore, Korea Selatan juga sebuah negara yang kurang sumber
alamnya, berhasil melaju dari sebuah negara miskin pada tahun 1950 menjadi
salah satu negara maju pada thun 1996.
Antara tahun 1965 sampai tahun 1996 eksport Korea Selatan tumbuh rata-rata
16 % per tahun. Dengan modal yang terakumulasi melalui perdagangan
internasional itu, Korea melakukan investasi dalam sektor pendidikan. Akibatnya,
produktivitas tenaga kerja meningkat sekitar 11 % per tahun antara tahun 1960
sampai tahun 1970. Dengan demikian, eksportnya berkembang dengan cepat.
Beralih dari pengeksport hasil produksi yang bersifat labor-intensive ringan
seperti tekstil dan kaos ke hasil industri modern yang skill-intensive seperti
elektronik, mobil dan haasil industri teknologi maju lainnya. Pendapatan per
kapitanya meningkat dari US $ 100 pada tahun 1963 menjadi lebih dari US $ 10,000
pada akhir tahun 1990-an. Suatu loncatan cepat yang tidak lebih dari satu generasi.
Intrupsi terhadap pembangunan Korea Selatan terjadi ketika krisis moneter
menimpa sebagian negara-negara Asia. Pada tahun 1997, IMF menyerukan kepada
pemerintah Korea untuk menyelamatkan nilai mata uang Won dengan
meniadakan peranan pemerintah dalam bidang moneter dan meniadakan
pengawasan birokrasi pemerintah atas kebijakn keuangan. Akibatnya terjadi
kekalutan ekonmi yang mengakibatkan pertumbuhan yang negatif dari 6%
menjadi -5% tahun 1998. Pengangguran meningkat dari 3,5 % menjadi 9 %. Tetapi
karena basis ekonomi dalam negeri yang kuat, Korea dapat segera memulihkan
dirinya kembali dalam waktu yang singkat.

F. Kesimpulan

Setelah masa surut campur tangan pemerintah di Eropah dan Amerika pada
penghujung masa keemasan (masa 25 tahun sesudah PD-II), peran pemerintah
kembali berjaya. Institusi pemerintah merupakan kunci keberhasilan
pembangunan dibanyak negara berkembang. Institusi yang baik adalah institusi
yang mampu menampung aspirasi rakyat, kemudian memperosesnya menjadi
kebijakan, melaksanakan dan mengendalikan serta mengevaluasi hasil akhirnya.
Peran pemerintah dalam pembangunan sangat penting, pertama dalam
pengadaan dan pengaturan pemanfaatan barang-barang publik dan proyek-

59
proyek pionir. Kedua, sebagai penjamin terselenggarakannya pembangunan
sesuai dengan visi dan visi bangsa. Ketiga, untuk menghindarkan terjadinya
persaingan yang tidak sehat antara perusahaan yang besar dengan perusahaan
kecil dan menengah.
Tiap negara mempunyai kekuatan dan kelemahannya masing-masing. Maka
itu pemerintah harus memanfaartkan kekuatan dan mengatasi kelemahan-
kelemahan yang ada. Munculnya negara-negara di Asia Timur dengan kemajuan
yang mengagumkan membuktikan bahwa peran pemerintah yang terpadu dengan
pihak swasta sangat efektif dalam pembangunan.

Prof. Dr. Said Zainal Abidin, MPIA adalah Guru Besar Tetap STIA LAN Jakarta dan
Ketua STIE Swadaya Jakarta.

Email: sdabidin@yahoo.com

Daftar Pustaka

Chang, Ha-Joon. 2003. Globalisation, Economic Development and the Role of


The State. New York: Zet Books Ltd, TWN.
Dess, G. Gregory and A. Miller. 1993. Strategic Management. New York:
McGraw-Hill.
Gillis, Malcolm, et. al. 1983. Economics Development. New York: W.W.
Nprton & Coy.
Kaplan, Robert S. And D.P. Norton. 1996. Balanced Scoredcard, translating
strategy in action. Boston, Massachusetta: Harvard Business School Press.
Kim, W.Chan and Renee Mauborgne. 2005. Blue Ocean Strategy, How to Creat
Uncostested Market Space and Make the Competition Irrelevant. Boston-
Massachusetts.
Syamsul Hadi. 2005. Strategi Pembangunan, Mahatir & Soeharto. Jakarta:
Japan Foundation.

60

Você também pode gostar