Você está na página 1de 4

Mencari Tujuan Hidup

Tujuan hidup manusia sebenarnya adalah bahagia lahir-batin atau dunia-akhirat. Namun hal tersebut
sering dilupakan oleh banyak orang. Ada tiga golongan orang yang mengenal tujuan hidup tersebut.
Ialah mereka yang :
1. Ingin hidup bahagia.
2. Tidak mengenal apa arti bahagia.
3. Tak punya tujuan bahagia.
Golongan pertama, bahagia adalah tujuan dari orang-orang yang tahu tentang makna hidup. Mereka
belajar dan punya rencana sejak muda, beragama kuat, bekerja keras, membuat jadual kehidupan,
punya cita-cita dan target. Golongan ini, tidak selamanya berpendidikan tinggi, bahkan ada yang
sekolah rendahan. Namun mereka tahu apa yang harus dilakukan untuk masa depannya, walau
dengan kesulitan bagaimanapun. Mereka berjuang dan berani hidup. Malah kadang tidak
mempersoalkan tentang keberanian hidup, namun mereka tangguh. Orang seperti ini biasanya
mampu meraih cita-citanya dalam usia muda. Para peneliti yang telah bereksperimen menyimpulkan
bahwa, orang yang bahagia ternyata memiliki kwalitas tertentu, seperti dengan mudah meraka selalu
bersedia membantu dan membahagiakan orang lain dan memiliki banyak teman.

Kehidupan Ini Sangat Berharga

Arin adalah laki-laki cacat sejak lahir. Tangan kanannya lebih pendek dari tangan kiri (maaf!), sama dengan
kakinya yang kecil sebelah, sehingga jalannya pun pincang. Kendati wajahnya tidak jelek-jelek amat, banyak gadis
yang tidak memandangnya dengan sebelah mata. Tapi, jangan salah sangka. Disamping sabar, sejak usia remaja
dia rajin shalat di mesjid. Otak Arin juga jalan terus. Ia rajin, tidak pernah berdiam diri. Biarpun cacat, ia mampu
menciptakan relief cerita Ramayana di dinding teras rumahnya. Saya sangat kagum dengan sosok Dewi Sinta yang
cantik dan Rama yang gagah dan ganteng. Selain itu, Arin juga telaten membuat taman yang indah di halaman.
Ketika itu akunya, banyak gadis yang mentertawakan ketika ia dengan susah payah mencangkul tanah supaya jadi
gembur. Tapi Arin tak peduli. Malahan :
 Begitu lulus SMA (17 tahun), Arin diterima masuk fakultas Seni Rupa ITB.
 Arin lulus pada usia 21 tahun, lalu bekerja pada seorang pematung terkenal di negeri ini.
 Menemukan jodoh dan nikah di usia 25 tahun.
 Memiliki anak di usia 26 tahun.
 Keluar dari kerjaan karena ingin mengembangkan seni keramik sendiri. Ia pun sering mengikuti pameran,
hingga banyak menerima order dari dalam dan luar negeri.
 Menjadi entrepreneur sukses di usia 30 tahun.

Arin kini jadi seniman keramik terkenal dan hidup bahagia dengan dua anak di usia 35 tahun.
Ketika saya tanyakan tentang kesuksesannya itu, ia pun berkisah, “Semua ini, gara-gara saya sering
ditertawakan karena kecacatan saya sama teman-teman cewek. Makanya, sejak SMP saya pun punya
rencana hidup untuk masa depan yang diridhoi Tuhan dan bahagia. Tak peduli cacat dan tidak
banyak gadis yang mau jadi teman saya, hal itu menjadikan saya punya tekad ingin melebihi orang-
orang normal. Berani hidup dengan kondisi apa adanya, karena hidup ini sangatlah berharga buat
saya.”
Golongan kedua, adalah orang yang terlambat tahu dan sadar akan adanya kebahagiaan dalam
hidup. Sebab, sejak mudanya mereka mengutamakan dan mengejar masalah duniawi. Harta, karir dan
senang-senang. Prinsipnya, mumpung masih muda. Jadi boleh dipuas-puaskan untuk berfoya-foya
Namun, begitu mereka sadar sudah tua, apalagi ketika ditimpa penderitaan dan seterusnya harus
menempuh cobaan-cobaan berat, barulah mereka sadar hidup ini harus mempunyai rencana.
Sehingga, kadang kebahagiaan yang mereka rasakan pun datangnya di usia pertengahan dan relatif
tua.
Golongan ketiga, adalah orang yang memasa-bodohkan arti bahagia itu sendiri. Mereka tidak
pernah tahu bagaimana bahagia dan hal itu bagi mereka merupakan hal yang biasa-biasa saja.
Kebalikannya dari orang-orang yang bahagia, mereka ternyata lebih suka mementingkan diri sendiri
dan banyak berpikir negatif tentang orang lain. Karena, yang mereka tahu hanyalah keharusan hidup
untuk mencari nafkah dan merasa senang ketika dapat uang. Bahagia bagi mereka ibarat bintang di
langit yang sukar ditebak. Kendati bagaimanapun setiap orang akan menemukan kebahagiaannya
masing-masing suatu saat.
Kita banyak menemukan orang-orang dari golongan ke tiga ini. Ialah mereka yang sejak kecil
dimanjakan orangtuanya dan tidak diajar ortu untuk memiliki motivasi hidup. Apa saja mereka boleh
minta. Banyak anak gadis golongan ini yang hidup asal-asalan. Nikah juga tanpa motivasi, suami pun
tidak punya pekerjaan. Nganggur. Begitu juga dengan anak lelaki hasil manjaan orangtua. Dia juga
tak punya motivasi, tanggung jawab hidup bahkan tak punya keterampilan apapun. Semua pun
berlalu, sampai harta ortu ludes dan di anak pun mandek dalam kreativitas. Masa depan tak menentu.
Jadi pilihan hidup di atas akan tergantung pada yang menjalani. Mana yang akan dia pilih. Untuk
menuju bahagia sebenarnya banyak sekali jalur dan kriterianya Begitupun untuk yang kedua dan
ketiga. Hanya saja pilihan pertama, langkahnya harus dimulai dari kesukaran dan yang kedua dan
ketiga, bisa dengan enak-enakan dan santai. Anda bisa menemukan bahagia dengan barbagai cara
dan keyakinan bahwa Anda akan mampu mendapatkannya, meski untuk menuju kesana akan
memakan waktu yang lama dan barangkali perjalanan untuk itu juga akan membosankan.
Untuk menuju bahagia, semua tingkat kesulitan memang harus dijalani. Namun tujuan Anda
haruslah pasti. Apa yang Anda cari dalam hidup ini, haruslah jelas. Kita mesti sadar, cara dan
keyakinan yang kita pegang benar adanya. Tidak salah dan jalani terus. Orang yang punya niat dan
tujuan yang jelas sejak awal dan meyakini langkahnya untuk mencapai kebahagiaan, adalah orang
yang berani hidup dalam arti sebenarnya asalkan dia memiliki sikap mental sebagai penentu. Sikap
mental itu adalah semisal, Anda tidak mementingkan diri sendiri dengan mau menolong orang lain,
gampang memaafkan dan senantiasa berjuang demi kebenaran.
Sikap mental juga tergantung pada tinggi/rendahnya Emotional Quotient (EQ) Anda. Emosi sangat
berhubungan dengan kondisi jiwa manusia. Sering malah, tak terpisahkan. Benar, ekpresi karena
emosi bisa seragam di tiap wajah manusia ketika mereka menemui masalah yang seragam pula.
Bagaimana rupanya seseorang yang merasa takut, marah, sedih dan senang, kecuali, seseorang yang
pandai menyembunyikan perasaannya di balik topeng ekpresinya tentunya. Kendati begitu, buat
faktor perasaan tidak ada bedanya. Yang perasaannya disakiti, ya akan sakit hati, yang putus cinta
sama-sama patah hati, yang dibohongi juga akan akan merasa kecewa. Pokoknya satu sama lain tidak
berbeda. Cuma, masing-masing akan menyikapi masalah itu dengan berbeda, karena kecerdasan
emosinya atau sikap mentalnya yang tidak sama. Dalam hal ini, banyak kalangan terutama para ahli
ilmu jiwa yang menyatakan, sebaiknya emosi dikendalikan.
Ketika kita menjumpai masalah yang tak kita sukai atau bertentangan keras dengan hati,
bagaimanakah kita menyikapinya. Apakah penyebab kemarahan, kekecewaan, kesedihan tersebut
sangat luar biasa, sehingga kita harus menunjukan rasa marah atau menyimpan kemarahan tersebut
dan suatu saat harus diledakan?
Padahal seorang Nabi yang perjuangannya sedemikian hebat dan banyak orang yang
membencinya, tidak pernah menunjukkan kemarahannya. Apakah manusia biasa lebih hebat
perjuangannya ketimbang Nabi, sehingga dia merasa wajib menunjukkan kekesalan, kemarahan,
bahkan dilakukan secara fisik untuk membalas sakit hatinya ke pada orang lain? Secara emosional,
manusia ternyata jauh lebih rendah.

Kesabaran Rasulullah SAW

Nabi Muhammad SAW adalah manusia yang kecerdasan emosi/sikap mentalnya tinggi dan sudah sangat terlatih.
Beliau akan mudah saja mengendalikan perasaan dan nafsunya itu dengan melapor pada Tuhan. Menyerahkan
segalanya ke pada Kebijaksanaan Tuhan. Nabi Muhammad SAW juga seringkali disakiti baik jiwa dan raganya.
Ketika Beliau dilempari batu saat hijah ke Thaif hingga terluka, hal itu diterimanya dengan kesabaran dan
keikhlasan. Beliau sangat tahu, sikap positif adalah merupakan amanah. Namun kalau sudah keterlaluan dan
menyangkut agamanya, Nabi juga bisa marah tapi tidak pernah ditunjukannya, kecuali berkeringat dengan urat
dahi yang muncul. Inilah sikap mental yang terkendali hingga batas kesabaran yang memuncak.

Salam Sehat Sukses Sejahtera


www.eft.co.id

Você também pode gostar