Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
(DRAFT) EVALUASI
PELAYANAN TAKSI DI
JAWA BARAT
Tim Evaluasi Taksi
Sebuah evaluasi tentang batasan kuota, wilayah operasi dan kebijakan pemerintah untuk
meningkatkan pelayanan angkutan umum yang terintegrasi.
(DRAFT) EVALUASI PELAYANAN TAKSI DI JAWA BARAT
Outline :
I. pendahuluan
II. Kajian Pengaturan Taksi
III. Perlukah Pembatasan Kuota Taksi ?
IV. Penentuan Kuota Taksi Jawa Barat
V. Fenomena Pengoperasian Taksi Jawa Barat
VI. Estimasi Kebutuhan Taksi oleh Ditjendat
VII. Evaluasi Kebutuhan Taksi Jawa Barat
VIII. Kesimpulan dan Saran
Ringkasan
Taksi adalah angkutan dengan pelayanan dari pintu ke pintu, standar pelayanan diatas rata-rata dan
dikhususkan untuk keperluan mendesak. Dari sudut pandang ekonomi, taksi dapat berposisi sebagai
barang pengganti sekaligus barang pelengkap angkutan umum yang tersedia. Keterandalan taksi
dengan demikian harus sangat terjaga dan hanya dimungkinkan jika perusahaan taksi di-back up
dengan manajemen dan system informasi yang memadai untuk efektivitas dan efisiensi
pengoperasiannya.
Jawa Barat telah memiliki pelayanan taksi pada beberapa kota seperti Bogor, Depok, Bekasi dan
Bandung yang terdiri dari taksi dalam kota dan taksi antar kota. Beberapa perusahaan taksi sudah
mempunyai manajemen yang cukup baik, sementara sebagian yang lain hanya mempunyai fasilitas
yang seadanya. Hasil survey yang dilakukan Tim Dinas Perhubungan dielaborasi dengan hasil kajian
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat menunjukkan bahwa taksi di Jawa Barat hanya dipergunakan
oleh kalangan ekonomi menengah dan untuk keperluan darurat saja.
Pembahasan mengenai kuota taksi menyimpulkan bahwa ada hal yang lebih penting dari
pembatasan kuota taksi yaitu rentang (range) kepemilikan armada tiap perusahaan taksi sebagai
upaya untuk melindungi perusahaan taksi dari ketidakmampuan melayani pasar. Sedangka
pembahasan mengenai wilayah operasi taksi menyimpulkan bahwa perlu ada kesepakatan antara
pemerintah, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota tentang wilayah operasi yang berdasarkan
kawasan pengembangan (tidak berdasar wilayah administrasi).
I. PENDAHULUAN
T aksi adalah angkutan yang mempunyai kekhasan tersendiri yaitu melayani dari
pintu ke pintu (door to door) dengan kualitas pelayanan diatas standar pelayanan
yang disediakan moda lain dan memang dikhususkan untuk melayani penumpang
sesuai panggilan (on call). Karena karakteristik istimewa ini lah tarif pelayanan taksi
ditetapkan diatas tarif angkutan umum lainnya. Dengan pertimbangan tarif diatas harga
umum maka calon penumpang pun akan memilah kapan ia menggunakan taksi dan kapan ia
menggunakan moda lainnya.
Dilihat dari kacamata ekonomi, taksi dapat bertindak sebagai barang pelengkap
(komplementer) sekaligus barang substitusi (pengganti) bagi angkutan umum yang
diprioritaskan oleh pemerintah. Sebagai contoh ketika ada Warga Negara yang kemalaman
Kompilasi Data
Identifikasi Masalah
tidak ya
pemantauan Rekomendasi
evaluasi pemantauan
evaluasi
P asal 152 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan menyatakan bahwa angkutan taksi harus dipergunakan di kawasan
perkotaan, kawasan perkotaan ini dapat berada dalam wilayah kota, dalam
wilayah kabupaten, melampaui wilayah kota atau kabupaten dalam satu wilayah provinsi
Pada Pasal 8 KM 35 Tahun 2003 dijelaskan bahwa wilayah operasi angkutan taksi ditetapkan
dengan mempertimbangkan : kebutuhan jasa angkutan taksi, perkembangan daerah kota
atau perkotaan, dan tersedianya prasarana jalan yang memadai.
Pasal 29 ayat (1) KM 35 Tahun 2003 memperjelas definisi angkutan taksi : “… merupakan
pelayanan angkutan dari pintu ke pintu dalam wilayah operasi terbatas meliputi daerah kota
atau perkotaan.”
Sedangkan ayat (2) menjelaskan ciri-ciri pelayanan angkutan taksi sebagai berikut :
a. tidak berjadwal;
b. dilayani dengan mobil penumpang umum jenis sedan atau station wagon dan van
yang memiliki konstruksi seperti sedan, sesuai standar teknis yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal;
c. tarif angkutan berdasarkan argometer;
d. pelayanan dari pintu ke pintu.
Membatasi atau tidak membatasi kuota taksi kiranya perlu kajian yang mendalam,
Kajian Ditjendat sendiri yang pada bab III kebijakan pengaturan operasi taksi di Negara lain
menggambarkan kelonggaran kuota yang ditetapkan pemerintah, pada akhirnya
merekomendasikan agar pembatasan armada taksi yang beroperasi di perkotaan harus
ditegakkan dengan penataan peraturan mengenai peraturan teknis penentuan armada
taksi. Yang perlu disadari oleh kita semua adalah hukum alam yang menyatakan bahwa
“pertukaran (trade off) akan hampir selalu terjadi”, ketika penumpang mengharapkan
pelayanan yang nyaman, sesuai pesanan, tepat waktu dan dilayani dengan ramah maka
dengan serta merta ia harus merelakan sebagian uangnya untuk kelangsungan pelayanan
yang dinikmatinya itu, ketika perusahaan taksi menginginkan konsumen yang loyal maka ia
juga mau tidak mau harus merelakan sebagian keuntungan perusahaannya untuk
pengembangan manajemen perusahaan yang dikelolanya, demikian pula ketika Pemerintah
menetapkan standar pelayanan sebagai alat control, maka ada kemungkinan Pemerintah
perlu sedikit melupakan kebijakan tarif dan jika Pemerintah masih mengkhawatirkan nasib
penumpang, perlu diingat bahwa penumpang taksi juga akan berfikir dua kali ketika mereka
harus membayar sesuatu yang jelas tidak menguntungkannya. Sebagai penjelasan tentang
bagaimana cerdasnya masyarakat penumpang, dapat dilihat dari kasus ojek. Ojek tetap
“mempertahankan” harga dan ketika penumpang merasa bahwa naik ojek adalah
alternative yang merugikan, penumpang akan beralih untuk membeli sepeda motor sendiri.
Jika pemerintah memandang bahwa penetapan standar pelayanan minimum adalah
bentuk perlindungan hak-hak masyarakat penumpang, pemerintah yang juga punya
kewajiban untuk menjaga kelangsungan hidup pengengusahaan taksi kiranya perlu melihat
bentuk pengendalian yang lain misalnya adalah rentang (range) kepemilikan taksi untuk
Keputusan Gubernur dimaksud telah lebih dari 10 (sepuluh) tahun dan belum
dilakukan evaluasi. Padahal Tangerang telah memisahkan diri dari Provinsi Jawa Barat dan
membentuk provinsi Banten.
Sampai saat ini menurut data Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat, angkutan taksi
telah dilayani sebanyak 7238 kendaraan, sebagaimana dalam tabel berikut :
Tabel Angkutan Taksi di Jawa Barat
R ealita bagus atau tidaknya pelayanan angkutan taksi akan sangat bergantung pada
manajemen yang diterapkan perusahaan dan bagaimana pasar dalam hal ini
penumpang merespon pelayanan yang ditawarkannya. Untuk mengetahui
kedalaman bisnis ini telah sekilas dapat dilihat dari hasil survey yang berupa wawancara
kepada operator dan penumpang angkutan taksi sebagai berikut :
Hari Selasa Tanggal 4 Juli sampai Hari Jum’at Tanggal 9 Juli 2010, atas perintah
Kepala Dinas Perhubungan, Tim Evaluasi Taksi Dishub Jabar telah mengunjungi beberapa
perusahaan taksi di Bogor, Depok dan Bekasi untuk menampung aspirasi dari para
pengusaha angkutan taksi.
Dari hasil pembicaraan dengan tiga perusahaan taksi di Depok yaitu PT. Daya Mitra
Utama, PT. Bersatu Aman Sejahtera dan PT. Berkat Oto Sejahtera yang kesemuanya
tergabung dalam satu perusahaan yaitu TAXIKU Group, dapat diambil beberapa informasi
sebagai berikut:
Wawancara berikutnya dilakukan dengan Pimpinan Taksi Express, dengan hasil diskusi
sebagai berikut:
a. Metoda penggajihan kepada para karyawan khususnya bagi pengemudi terdapat dua
sistem yaitu sistem setoran partnership dan sistem komisi. Sistem setoran
mempunyai sisi positif yaitu pihak pengemudi apabila target setorannya sudah
tercapai maka sisa setorannya dapat dibawa pulang (Take Home Pay) dan sisi
negatifnya apabila target setoran tidak tercapai maka pihak pengemudi harus
menutupi kekurangan target setorannya. Sistem komisi mempunyai sisi positif yaitu
pengemudi tidak dikejar oleh setoran, apabila target tidak tercapai maka pengemudi
tidak harus menutupi kekurangannya. Sisi negatif dari komisi yaitu karena tidak ada
target yang ditentukan maka terkadang pengemudi sedikit berleha-leha. Sistem yang
digunakan di Perusahaan Taksi Express yaitu Sistem setoran partnership. Sistem
penggajihannya sesuai setoran harian pengemudi. Rata-rata setoran harian
pengemudi Rp.220.000 ditambah biaya cuci mobil dll menjadi Rp.270.000/hari.
b. Sistem partnership ini mempunyai keuntungan bagi pengemudi yaitu apabila
pengemudi dalam jangka waktu 6-7 tahun maka kendaraan taksinya dapat menjadi
milik pengemudi. Setiap anak dari pengemudi diberi kesempatan untuk
mendapatkan beasiswa bagi pengemudi yang berprestasi.
c. Perhitungan kebutuhan angkutan taksi di perusahaan Taksi Express yaitu
1). Modal/Uang
2). Luas Pool
3). Jumlah Pengemudi
4). Ijin Expired 6 bulan
d. Perhitungan luas pool yaitu 1 taksi = 30 m2. 300 x 30 = 9000 m 2
e. Dalam kontroling kendaraan Taksi Express khusus Taksi Gold sudah menggunakan Sistem
GPS yang terintegrasi.
f. Tarif yang digunakan oleh Perusahaan Taksi Express yaitu tarif bawah, untuk tarif buka pintu
dikenakan biaya sebesar Rp.5000, dan tarif per km sebesar Rp.2.500. Untuk Taksi Gold tarif
buka pintu dikenakan biaya sebesar Rp.10.000, dan tarif per km sebesar Rp.5000.
Hasil wawancara dengan perwakilan dari Pimpinan Taksi Blue Bird, adalah sebagai
berikut:
a. Metoda penggajihan kepada para karyawan khususnya bagi pengemudi yaitu sistem
setoran. Sistem setoran ini mempunyai sisi positif yaitu pihak pengemudi apabila
target setorannya sudah tercapai maka sisa setorannya dapat dibawa pulang ( Take
Home Pay) dan sisi negatifnya apabila target setoran tidak tercapai maka pihak
pengemudi harus menutupi kekurangan target setorannya.
b. Perhitungan kebutuhan angkutan taksi di perusahaan Taksi Blue Bird adalah :
1). Modal/Uang
2). Luas Pool
3). Jumlah Pengemudi
4). Jumlah Permintaan
c. Perhitungan luas pool yaitu 1 taksi = 9 m 2
300 x 9 = 2700 m2
d. Dalam kontroling kendaraan Taksi sudah menggunakan Sistem GPS yang terintegrasi.
e. Tarif yang digunakan oleh Perusahaan Taksi Blue Bird yaitu tarif bawah, untuk tarif buka
pintu dikenakan biaya sebesar Rp.6.000, dan tarif per km sebesar Rp.3.000. Untuk Taksi
Silver Bird tarif buka pintu dikenakan biaya sebesar Rp.10.000, dan tarif per km sebesar
Rp.5000.
f. Dari 22.000 permintaan harian Taksi Blue Bird hanya mampu melayani ¾ dari jumlah
keseluruhan permintaan.
Sebagai gambaran respon masyarakat akan pelayanan angkutan taksi, dapat dilihat
penelitian yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Direktorat Bina
Sistem Transportasi Perkotaan, Departemen Perhubungan bekerja sama dengan PT. Bina
Siamindo Kharisma pada Tahun Anggaran 2009 yang melakukan survey terhadap pengguna
angkutan taksi di Jabodetabek, untuk Wilayah Bodebek yang termasuk dalam Wilayah
Provinsi Jawa Barat, hasil wawancara terhadap penumpang taksi adalah sebagai berikut :
Menggunakan taksi untuk darurat 34,6%, rutin 40,4% dan sangat jarang 25%
Penggunaan taksi dalam sepekan 1 kali (29,3%), 2 kali (24,4%), 3 kali (29,3%), 4 kali
(12,2%) dan >5 kali (4,9%)
Prosentasi frekwensi penggunaan taksi Kota Bekasi ditampilkan dalam bentuk diagram
sebagai berikut:
25
darurat
34.6 rutin
sangat jarang
40.4
8 – 10 juta/bulan = 2,1 %
jumlah perjalanan dari rumah ke tempat tujuan hanya 2 kali (51,5%) dan sisanya 3
kali (48,5%)
Menggunakan taksi untuk darurat 41,2%, rutin 27,5% dan sangat jarang 31,4%
Penggunaan taksi dalam sepekan 1 kali (21,1%), 2 kali (21,9%), 3 kali (15,6%), 4 kali
(18,8%) dan >5 kali (15,6%)
darurat
31.4
rutin
41.2 sangat jarang
27.5
jumlah perjalanan dari rumah ke tempat tujuan hanya 2 kali (88,4%) dan sisanya 3
kali (11,6%)
Menggunakan taksi untuk darurat 40%, rutin 6,7% dan sangat jarang 53,3%
Penggunaan taksi dalam sepekan 1 kali (65,2%), 2 kali (17,4%), 3 kali (13%), 4 kali
(0%) dan >5 kali (4,3%)
Prosentasi frekwensi penggunaan taksi Kota Bogor ditampilkan dalam bentuk diagram
sebagai berikut:
darurat
40 rutin
sangat jarang
53.3
6.7
jumlah perjalanan dari rumah ke tempat tujuan hanya 2 kali (93,9%) dan sisanya 3
kali (6,1%)
Menggunakan taksi untuk darurat 65,3%, rutin 0% dan sangat jarang 34,7%
Penggunaan taksi dalam sepekan 1 kali (17,6%), 2 kali (82,4%), 3 kali (13%).
darurat
34.7 rutin
sangat jarang
65.3
36.1 darurat
rutin
45.28 sangat jarang
18.65
Dari hasil survey Ditjendat tersebut diketahui bahwa pengguna taksi umumnya
adalah masyarakat ekonomi menengah, taksi tidak menarik bagi masyarakat atas karena
umumnya lebih suka menggunakan kendaraan pribadi. Frekwensi penggunaan taksi rendah
dan umumnya untuk kepentingan darurat saja. Sayang sekali pada survey ini tidak
ditanyakan kepuasan para penumpang akan pelayanan yang diberikan dan harapan
(ekspektasi) ke depan untuk perbaikan kinerja operasional.
Perkembangan jumlah kendaraan angkutan taksi dari tahun 2001 s.d 2009
sebagaimana dalam tabel berikut :
Tabel Perkembangan Angkutan Taksi di Jawa Barat 2001-2009
NO TAHUN JUMLAH
.
1 2001 4263
2 2002 4919
3 2003 4969
4 2004 4909
5 2005 6871
6 2006 6062
7 2007 6602
8 2008 6982
9 2009 7238
Identifikasi masalah eksisting : jumlah ijin, jumlah kendaraan SGO, jumlah operasi,
masalah di lapangan, persepsi umum.
Masalah tariff dan jumlah operasi : korelasi peran tariff terhadap signifikansi jumlah
armada.
Hasil akhir dari langkah-langkah yang dipakai oleh Direktorat Bina Sistem
Transportasi perkotaan adalah model estimasi kebutuhan taksi yang berlaku umum sebagai
berikut :
Beberapa hal yang menjadi catatan dari hasil penelitian Ditjendat adalah sebagai
berikut:
Kebutuhan
Armada siap Kekurangan
Wilayah (estimasi
operasi saat ini
model)
Kabupaten Bogor
Tahapan yang dilaksanakan dalam studi Ditjendat untuk menentukan Sistem Wilayah
Operasti taksi adalah sebagai berikut :
Idealnya, kesemua factor yang berpengaruh pada tingkat kebutuhan taksi diatas diuji
secara statistic untuk menentukan factor- factor yang dapat digunakan untuk memprediksi
kebutuhan armada taksi namun sehubungan ketersediaan data, maka pengukuran hanya
dilakukan pada factor-faktor yang tersedia datanya sebagai berikut :
Menurut kajian Ditjendat, pembatasan wilayah operasi secara fisik hampir tidak
mungkin untuk dilakukan dan dengan memperhatikan keterbatasan daya dukung
lingkungan maka wilayah operasi di kawasan metropolitan dibatasi pada radius 50 km dari
27 Evaluasi Kebutuhan Taksi di Jawa Barat
pusat kota dari kawasan metropolitan, untuk itu dapat dipertimbangkan wilayah operasi
berdasarkan kawasan yang dilayani seperti kawasan metropolitan dan kawasan
pengembangan sebagai berikut :
Bandung, Bandung
Kab.
Subang,Sumedang, (metropolitan)
Bandung
Garut, dan Cianjur
Bandung, Bandung
Kota
Subang,Sumedang, (metropolitan)
Bandung
Garut, dan Cianjur
Cirebon, Majalengka, Ciayumajakuning
Kab. Cirebon Kuningan, dan (Pengembangan)
Indramayu
Cirebon, Majalengka, Ciayumajakuning
Kota Cirebon Kuningan, dan (Pengembangan)
Indramayu
Ciamis dan -
Kab.Ciamis
Tasikmalaya
A. Kesimpulan
Pengendalian taksi di Jawa Barat dilakukan melalui tiga hal yaitu kualitas dengan
penetapan standar pelayanan, kuantitas dengan penetapan kuota dan pembatasan
tariff batas atas dan batas bawah (ceiling and floor tariff), pembatasan tiga hal ini
ditambah dengan banyaknya kendala di lapangan seperti batasan wilayah operasi
berdasarkan wilayah administrasi, kemacetan lalulintas, kurang efektifnya media
informasi dapat mempersulit perkembangan kepengusahaan taksi ;
B. Saran
Perlu kesepakatan antara Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/ Kota mengenai
pembatasan wilayah operasi berdasarkan kawasan pelayanan dengan tidak
membedakan wilayah kewenangan;
Diperlukan kajian lebih lanjut mengenai pengharapan (ekpektasi) pengguna
angkutan taksi untuk mengetahui kebutuhan yang sebenarnya.
Taksi dapat dijadikan alat untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat pada
system pelayanan angkutan umum yang saat ini terus beralih pada penggunaan
kendaraan pribadi;
Daftar bacaan :
-------------------, 2009, Undang – undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
-------------------, 2003, Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 35 Tahun 2003 tentang
Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum.
-------------------, 2003, Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor
SK.75/AJ.601/DRJD/2003 tentang Penyelenggaraan Pool dan Agen
Perusahaan Otobus (PO).
-------------------, 2009, “Perencanaan Teknis Penyusunan Kebutuhan Armada dan Wilayah
Operasi Angkutan Taksi di Wilayah Perkotaan”, Direktorat Bina Sistem
Transportasi Perkotaan, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Departemen
Perhubungan bekerja sama dengan PT. Binasiamindo Kharisma.