Você está na página 1de 30

DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI JAWA BARAT

(DRAFT) EVALUASI
PELAYANAN TAKSI DI
JAWA BARAT
Tim Evaluasi Taksi

Sebuah evaluasi tentang batasan kuota, wilayah operasi dan kebijakan pemerintah untuk
meningkatkan pelayanan angkutan umum yang terintegrasi.
(DRAFT) EVALUASI PELAYANAN TAKSI DI JAWA BARAT
Outline :
I. pendahuluan
II. Kajian Pengaturan Taksi
III. Perlukah Pembatasan Kuota Taksi ?
IV. Penentuan Kuota Taksi Jawa Barat
V. Fenomena Pengoperasian Taksi Jawa Barat
VI. Estimasi Kebutuhan Taksi oleh Ditjendat
VII. Evaluasi Kebutuhan Taksi Jawa Barat
VIII. Kesimpulan dan Saran

Ringkasan
Taksi adalah angkutan dengan pelayanan dari pintu ke pintu, standar pelayanan diatas rata-rata dan
dikhususkan untuk keperluan mendesak. Dari sudut pandang ekonomi, taksi dapat berposisi sebagai
barang pengganti sekaligus barang pelengkap angkutan umum yang tersedia. Keterandalan taksi
dengan demikian harus sangat terjaga dan hanya dimungkinkan jika perusahaan taksi di-back up
dengan manajemen dan system informasi yang memadai untuk efektivitas dan efisiensi
pengoperasiannya.
Jawa Barat telah memiliki pelayanan taksi pada beberapa kota seperti Bogor, Depok, Bekasi dan
Bandung yang terdiri dari taksi dalam kota dan taksi antar kota. Beberapa perusahaan taksi sudah
mempunyai manajemen yang cukup baik, sementara sebagian yang lain hanya mempunyai fasilitas
yang seadanya. Hasil survey yang dilakukan Tim Dinas Perhubungan dielaborasi dengan hasil kajian
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat menunjukkan bahwa taksi di Jawa Barat hanya dipergunakan
oleh kalangan ekonomi menengah dan untuk keperluan darurat saja.
Pembahasan mengenai kuota taksi menyimpulkan bahwa ada hal yang lebih penting dari
pembatasan kuota taksi yaitu rentang (range) kepemilikan armada tiap perusahaan taksi sebagai
upaya untuk melindungi perusahaan taksi dari ketidakmampuan melayani pasar. Sedangka
pembahasan mengenai wilayah operasi taksi menyimpulkan bahwa perlu ada kesepakatan antara
pemerintah, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota tentang wilayah operasi yang berdasarkan
kawasan pengembangan (tidak berdasar wilayah administrasi).

I. PENDAHULUAN

T aksi adalah angkutan yang mempunyai kekhasan tersendiri yaitu melayani dari
pintu ke pintu (door to door) dengan kualitas pelayanan diatas standar pelayanan
yang disediakan moda lain dan memang dikhususkan untuk melayani penumpang
sesuai panggilan (on call). Karena karakteristik istimewa ini lah tarif pelayanan taksi
ditetapkan diatas tarif angkutan umum lainnya. Dengan pertimbangan tarif diatas harga
umum maka calon penumpang pun akan memilah kapan ia menggunakan taksi dan kapan ia
menggunakan moda lainnya.
Dilihat dari kacamata ekonomi, taksi dapat bertindak sebagai barang pelengkap
(komplementer) sekaligus barang substitusi (pengganti) bagi angkutan umum yang
diprioritaskan oleh pemerintah. Sebagai contoh ketika ada Warga Negara yang kemalaman

2 Evaluasi Kebutuhan Taksi di Jawa Barat


pulang bekerja atau nonton di bioskop atau pulang apel di rumah pacar sementara sudah
tidak ada angkutan umum yang beroperasi maka taksi bertindak sebagai barang substitusi,
sementara ketika angkutan taksi dibutuhkan oleh penumpang pesawat udara atau kereta
api yang diburu waktu, maka taksi bertindak sebagai barang subsitusi. Contoh lain, ketika
pemilik kendaraan pribadi tidak dapat menggunakan kendaraannya, ia menggunakan taksi
karena hanya taksi yang dapat menyamai kenyamanan penggunaan kendaraan pribadi.
Garis besarnya taksi menjadi barang komplementer bagi angkutan umum lainnya dan
menjadi barang substitusi bagi kendaraan pribadi karena hanya taksi yang dapat menyamai
keterandalan kendaraan pribadi bahkan dituntut lebih dari itu.
Tuntutan atau pengharapan (ekspektasi) pelayanan yang diatas pelayanan
transportasi lainnya maka perusahaan taksi harus didukung oleh permodalan yang kuat
serta manajemen yang memadai. Kunci keberhasilan kepengusahaan taksi dengan demikian
adalah keefektivan manajemen kepengusahaan. Kejelian manajemen untuk menempatkan
pool-pool armadanya yang dekat dengan pengguna akan sangat mendukung
pengembangan perusahaan karena umumnya calon penumpang taksi memang memilih
moda ini dengan pertimbangan ketidakperluan untuk menunggu seperti yang harus
dilakukannya ketika menggunakan moda lainnya. System informasi manajemen perusahaan
dengan sendirinya mengambil peran yang sangat dominan untuk semakin mengefektifkan
manajemen perusahaan untuk pencapaian kepuasan penumpang.
Evaluasi pelayanan taksi Jawa Barat ini dimaksudkan untuk mengetahui pelayanan
taksi yang ada saat ini dilihat sehubungan dengan penetapan kuota (jumlah maksimum)
armada yang terrtulis dalam surat Keputusan Gubernur Jawa Barat. Tujuannya evaluasi ini
adalah secara umum agar pelayanan taksi sesuai dengan kebutuhan masyarakat pengguna.
Evaluasi dibatasi dengan ruang lingkut kuantitas (jumlah armada) dan wilayah operasinya
dengan menggunakan metode regresi dan factor pertumbuhan.

3 Evaluasi Kebutuhan Taksi di Jawa Barat


Pengumpulan Data

Data Primer Data Sekunder

Kompilasi Data

Kajian peraturan : Gambaran pengoperasian :


Pengendalian taksi ; Data primer ;
Penetapan kuota ; Data sekunder
Penetapan wilayah operasi.

Analisis kuota dan wilayah operasi

Identifikasi Masalah
tidak ya

pemantauan Rekomendasi

evaluasi pemantauan

evaluasi

Gambar. Kerangka Pemikiran

II. KAJIAN PENGATURAN TAKSI

P asal 152 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan menyatakan bahwa angkutan taksi harus dipergunakan di kawasan
perkotaan, kawasan perkotaan ini dapat berada dalam wilayah kota, dalam
wilayah kabupaten, melampaui wilayah kota atau kabupaten dalam satu wilayah provinsi

4 Evaluasi Kebutuhan Taksi di Jawa Barat


dan kawasan perkotaan yang melampaui batas provinsi. Wilayah operasi dan batas
maksimal kebutuhan taksi ditetapkan oleh Pemerintah sesuai ayat (3) pasal ini.
Pasal 183 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan mengatur tentang tarif taksi yang ditetapkan oleh perusahaan angkutan umum
(perusahaan taksi) dengan persetujuan pemerintah sesuai kewenangannya berdasarkan
standar pelayanan minimal yang ditetapkan.
Peraturan Pemerintah Nomor PP 38 Tahun 2007 membagi kewenangan pemerintah,
pemerintah provinsi, dan kabupaten kota dalam hal pengendalian pelayanan taksi
berdasarkan wilayah operasinya, pemerintah untuk taksi yang melayani lebih dari satu
provinsi, pemerintah daerah provinsi untuk taksi yang melayani lebih dari satu
kabupaten/kota dan pemerintah daerah kabupaten/kota untuk taksi yang melayani dalam
satu wilayah kabupaten/kota.
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 35 Tahun 2003 tentang
Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum Pasal 1
mendefiniskan:
“Angkutan Taksi adalah angkutan dengan menggunakan mobil penumpang umum yang
diberi tanda khusus dan dilengkapi dengan argometer yang melayani angkutan dari pintu ke
pintu dalam wilayah operasi terbatas”

Pada Pasal 8 KM 35 Tahun 2003 dijelaskan bahwa wilayah operasi angkutan taksi ditetapkan
dengan mempertimbangkan : kebutuhan jasa angkutan taksi, perkembangan daerah kota
atau perkotaan, dan tersedianya prasarana jalan yang memadai.
Pasal 29 ayat (1) KM 35 Tahun 2003 memperjelas definisi angkutan taksi : “… merupakan
pelayanan angkutan dari pintu ke pintu dalam wilayah operasi terbatas meliputi daerah kota
atau perkotaan.”
Sedangkan ayat (2) menjelaskan ciri-ciri pelayanan angkutan taksi sebagai berikut :
a. tidak berjadwal;
b. dilayani dengan mobil penumpang umum jenis sedan atau station wagon dan van
yang memiliki konstruksi seperti sedan, sesuai standar teknis yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal;
c. tarif angkutan berdasarkan argometer;
d. pelayanan dari pintu ke pintu.

5 Evaluasi Kebutuhan Taksi di Jawa Barat


Pasal 69 KM 35 Tahun 2003 mengatur tentang permohonan ijin bagi pemohon baru
diwajibkan untuk melengkapi kajian teknis dari pemerintah sesuai kewenangannya dengan
menyertakan :
1) jumlah perusahaan dan jumlah kendaraan yang beroperasi melayani wilayah
2) operasi yang dimohon;
3) data faktor penggunaan kendaraan pada wilayah operasi yang bersangkutan;
4) pengaruh terhadap jenis pelayanan angkutan tidak dalam trayek lain;
5) fasilitas penyimpanan kendaraan bermotor atau pool;
6) fasilitas pemeliharaan atau perawatan kendaraan.

Sebagaimana diketahui, upaya pengendalian pelayanan angkutan umum baik dalam


trayek maupun tidak dalam trayek yang dapat dilakukan pemerintah dapat dilakukan
melalui tiga pendekatan yaitu kualitas, kuantitas dan tarif. Mengenai tarif, ada yang
berpandangan bahwa tarif adalah bagian dari kualitas pelayanan sedangkan sebagian yang
lain berpendapat bahwa tarif bukanlah unsure dari kualitas pelayanan. Kualitas pelayanan
memang umumnya diterjemahkan sebagai standar pelayanan minimum. Dari tiga criteria
yang dapat dikendalikan tersebut, pemerintah kita telah memilih untuk mengatur ketiga-
tiganya. Standar pelayanan ditetapkan, kuantitas pelayanan diatur dalam bentuk penetapan
jumlah kebutuhan maksimum yang sering disebut kuota taksi, hanya tarif yang diatur
dengan kelonggaran karena adanya pengaturan tarif batas atas dan bawah (ceiling and floor
tariff).

III. PERLUKAH PEMBATASAN KUOTA TAKSI?

T idak bermaksud mengoreksi kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah, hanya


sebagai wacana rasanya perlu untuk mengerti filosofis apa sebabnya Pemerintah
begitu ketat mengatur kepengusahaan taksi ini.
Dasar pemikiran pengendalian kualitas dan kuantitas pelayanan angkutan umum –
tidak hanya taksi- adalah untuk melindungi hak-hak masyarakat penumpang. Terlalu
banyaknya angkutan umum yang lalu lalang tanpa penumpang juga pada gilirannya akan
merugikan perusahaan itu sendiri dan dapat berekses negative pada pelayanan transportasi
secara keseluruhan. Dua hal itulah yang mungkin menjadi alasan utama kenapa Pemerintah
terus menetapkan pembatasan keleluasaan manajemen perusahaan taksi. Dengan kata lain

6 Evaluasi Kebutuhan Taksi di Jawa Barat


Pemerintah berusaha melindungi masyarakat penumpang dan pengusahanya dari
kemungkinan kegagalan pasar (market failure).
Ruang gerak pengusaha-pengusaha taksi di Indonesia memang sangat dibatasi
dengan pengaturan tiga hal ini (kualitas, kuantitas dan tarif). Entah disadari atau tidak,
kebijakan “pengekangan” ini suatu saat akan menuntut para pengambil kebijakan untuk
selalu tepat ketika memprediksikan kebutuhan dan penawaran yang kemudian
diseimbangkannya. Jika pemerintah gagal menyeimbangkan pasar maka inefisiensi tetap
terjadi, hanya penyebabnya saja yang berbeda, bukan karena kegagalan pasar (market
failure) tapi karena kesalahan kebijakan pemerintah (government failure).
Ada kemungkinan karena melihat Rusia yang hancur karena terlalu mengintervensi
pasar, Negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan Kanada mulai melonggarkan aturan
terhadap para pengusaha taksi di Negara masing-masing. Amerika Serikat saat ini mengatur
taksinya dengan cara sebagai berikut :

Kualifikasi lisensi taksi yang Kontol Akses (entry control)


dapat mengakses (entry
Tidak ada pembatasan Pembatasan kuota
qualifications)
kuota
Kualifikasi dipenuhi oleh Tipe A Tipe C
pengemudi secara independen Ijin akses terbuka Khusus untuk medallion/ plat
atau oleh perusahaan taksi (open entry) dan system khusus
Tingkat kualifikasi perusahaan Tipe B Tipe D
Ijin masuk terbuka Sistem sertifikasi dan
dengan kualifikasi waralaba
perusahaan taksi
Sumber : Perencanaan Teknis Penyusunan Kebutuhan armada dan wilayah operasi
angkutan taksi di wilayah perkotaan, Ditjendat - 2009

Keterangan (sesuai referensi):


Pada tipe A, otoritas untuk mengoperasikan taksi diterbitkan untuk siapa saja yang dapat
memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh ketentuan lisensi, seperti cek latar belakang,
asuransi kendaraan dan inspeksi kendaraan secara periodic ;
Pada tipe C, juga memiliki satu set standar pada level yang dapat dipenuhi oleh pengemudi
perorangan namun dengan jumlah lisensi yang diterbitkan terbatas. System ini disebut

7 Evaluasi Kebutuhan Taksi di Jawa Barat


dengan medallion atau di Kanada disebut dengan system plat, nama yang diturunkan dari
plar baja yang melekat pada kendaraan yang dikenali sebagai kendaraan yang memiliki ijin.
Lisensi kendaraan ini dapat dipindahtangankan pada nilai tertentu.
Pada tipe B dan D, persyaratan lisensinya hanya dapat dipenuhi pada level perusahaan taksi.
Persyaratan lisensi ini meliputi jumlah minimum armada yang dimiliki, memiliki dan menjaga
pusat bisnisnya, menyediakan pelayanan dispatch, memenuhi standar pelayanan, proteksi
asuransi yang menyeluruh terhadap kendaraan taksinya, pelatihan pengemudi serta tes
alcohol dan obat-obatan psikotropika.

Membatasi atau tidak membatasi kuota taksi kiranya perlu kajian yang mendalam,
Kajian Ditjendat sendiri yang pada bab III kebijakan pengaturan operasi taksi di Negara lain
menggambarkan kelonggaran kuota yang ditetapkan pemerintah, pada akhirnya
merekomendasikan agar pembatasan armada taksi yang beroperasi di perkotaan harus
ditegakkan dengan penataan peraturan mengenai peraturan teknis penentuan armada
taksi. Yang perlu disadari oleh kita semua adalah hukum alam yang menyatakan bahwa
“pertukaran (trade off) akan hampir selalu terjadi”, ketika penumpang mengharapkan
pelayanan yang nyaman, sesuai pesanan, tepat waktu dan dilayani dengan ramah maka
dengan serta merta ia harus merelakan sebagian uangnya untuk kelangsungan pelayanan
yang dinikmatinya itu, ketika perusahaan taksi menginginkan konsumen yang loyal maka ia
juga mau tidak mau harus merelakan sebagian keuntungan perusahaannya untuk
pengembangan manajemen perusahaan yang dikelolanya, demikian pula ketika Pemerintah
menetapkan standar pelayanan sebagai alat control, maka ada kemungkinan Pemerintah
perlu sedikit melupakan kebijakan tarif dan jika Pemerintah masih mengkhawatirkan nasib
penumpang, perlu diingat bahwa penumpang taksi juga akan berfikir dua kali ketika mereka
harus membayar sesuatu yang jelas tidak menguntungkannya. Sebagai penjelasan tentang
bagaimana cerdasnya masyarakat penumpang, dapat dilihat dari kasus ojek. Ojek tetap
“mempertahankan” harga dan ketika penumpang merasa bahwa naik ojek adalah
alternative yang merugikan, penumpang akan beralih untuk membeli sepeda motor sendiri.
Jika pemerintah memandang bahwa penetapan standar pelayanan minimum adalah
bentuk perlindungan hak-hak masyarakat penumpang, pemerintah yang juga punya
kewajiban untuk menjaga kelangsungan hidup pengengusahaan taksi kiranya perlu melihat
bentuk pengendalian yang lain misalnya adalah rentang (range) kepemilikan taksi untuk

8 Evaluasi Kebutuhan Taksi di Jawa Barat


setiap perusahaan. Pemerintah sudah menetapkan batasan kepemilikan ini untuk angkutan
kota dan angkutan barang dengan pertimbangan hasil penelitian yang menyatakan bahwa
perusahaan angkutan akan sehat hanya ketika jumlah kendaraan yang dikelolanya minimal
lima kendaraan. Taksi tentu saja memiliki karakteristik seperti “syarat mutlak” kepemilikan
pool dan system informasi manajemen yang memadai sehingga batasan minimal akan jauh
lebih besar dari batasan kepemilikan angkutan kota untuk menutup biaya yang tidak
terpisahkan (indivisible cost) itu. Batasan maksimal kepemilikan taksi kiranya perlu juga
diatur oleh pemerintah dengan pertimbangan bahwa ada titik optimum pada setiap
pengoperasian perusahaan, umumnya perusahaan yang terlalu kecil atau terlalu besar akan
berbahaya bagi kelangsungan hidup. Pertimbangan lain perlunya batasan maksimum
kepemilikan adalah perlindungan masyarakat dari monopoli.
Jadi ada yang lebih penting selain pembatasan kuota angkutan taksi ini yaitu batasan
rentang (range) kepemilikan kendaraan untuk setiap perusahaan taksi. Kewenangan
pengaturan kuota (yang disebut dalam peraturan sebagai penetapan kebutuhan maksimum)
dan wilayah operasi sudah “disepakati” berdasar kewenangan masing-masing yaitu
pemerintah untuk taksi yang melampaui satu provinsi, pemerintah daerah provinsi untuk
taksi yang melampaui kabupaten/kota dan pemerintah daerah kabupaten/kota untuk taksi
dalam wilayah kabupaten/ kota. Sekali lagi, ini perlu kajian yang lebih mendalam untuk
menenentukan bahwa pemerintah menetapkan rentang kepemilikan saja (bukan kuota).

IV. PENENTUAN KUOTA ANGKUTAN TAKSI DI JAWA BARAT.

P enentuan kuota kebutuhan taksi di Jawa Barat dilakukan berdasarkan kesepakatan


antar pemerintah (provinsi dengan kabupaten/kota dan dengan pemerintah
provinsi tetangga) yang dituangkan dalam Keputusan Gubernur.
Dalam SK Gubernur Jawa Barat Nomor 551.23/SK.440-PEREK/97 tentang Penetapan
Jumlah Maksimum Taksi di Jawa Barat ditetapkan kuota, sebagai berikut :

DOMISILI WILAYAH OPERASI ALOKASI PENAMBAHAN s.d 2000


1991/1995 1997/2000 (UNIT)
(UNIT) (UNIT)

9 Evaluasi Kebutuhan Taksi di Jawa Barat


Kab. Bogor Bogor, Sukabumi, dan 1.800 1.500 3.300
Cianjur
Kab. Bogor, Tangerang, 700 1.000 1.700
Tangerang Bekasi, dan Cianjur
Kota Bogor, Tangerang, 700 700 1.400
Tangerang Bekasi, dan Cianjur
Kab. Bekasi Bogor, Tangerang, 1.100 900 2.000
Bekasi, dan Cianjur
Kota Bekasi Bogor, Tangerang, 0 900 900
Bekasi, dan Cianjur
Bogor, Sukabumi, dan 200 200 400
Kota Bogor
Cianjur
Bandung, 500 - 500
Kab. Bandung Subang,Sumedang,
Garut, dan Cianjur
Bandung, 1.00 1.000 2.000
Kota Bandung Subang,Sumedang, 0
Garut, dan Cianjur
Cirebon, Majalengka, 100 100 200
Kab. Cirebon Kuningan, dan
Indramayu
Cirebon, Majalengka, 200 100 300
Kota Cirebon Kuningan, dan
Indramayu
Kota Bogor, Sukabumi, dan - 200 200
Sukabumi Cianjur
Kab.Ciamis Ciamis dan Tasikmalaya - 100 100
Jumlah 6.300 6.700 13.000
Catatan: pembatasan kuota ini berlaku sampai Tahun 2000

Keputusan Gubernur dimaksud telah lebih dari 10 (sepuluh) tahun dan belum
dilakukan evaluasi. Padahal Tangerang telah memisahkan diri dari Provinsi Jawa Barat dan
membentuk provinsi Banten.
Sampai saat ini menurut data Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat, angkutan taksi
telah dilayani sebanyak 7238 kendaraan, sebagaimana dalam tabel berikut :
Tabel Angkutan Taksi di Jawa Barat

NO. NAMA PO NAMA TAKSI JUMLAH KEND. KETERANGAN


AKTIF
Wilayah inti Bogor (Depok), wilayah antar jemput Tangerang, Bekasi dan mengantar
penumpang ke DKI (03.03)
1 PT. Bogor Adipradana Centris Group 131 tidak aktif
2 PT. Mastertaxi Nusantara Tiffany 140 tidak aktif
3 PT. Blue Bird Pusaka Pusaka Biru 440
4 PT. Lintas Buana Pusaka Lintas 200
5 PT. Blue Bird 415
6 PT. Wamupura Star Queen 126 tidak aktif
7 PT. CendrawasihPertiwijaya Cendrawasih 200
8 PT. Pusaka Nuri Utama 300

10 Evaluasi Kebutuhan Taksi di Jawa Barat


9 PT. Batavia Raya Sejahtera Batavia 66 tidak aktif
10 PT. Delapan Berlian Motor Rosalinda 45 6 tidak aktif
11 PT. Central Naga Europindo Pusaka Central 200
12 PT. Luhur Satria Sejati 299 1 tidak aktif
Kencana
13 PT. Daya Mitra Utama Taxiku 300
14 PT. Simpati Anugerah Abadi Concorde 14 76 tidak aktif
15 PT. Irdawan Multitrans Star Queen 51
16 PT. Trikartika Samudra Biztro 96
Indonesia
17 PT. Intan Pusaka Pratama Diamond Taxi 50
18 PT. Berkat Oto Sejahtera Taxiku 275
19 PT. Bersatu Aman Sejahtera Taxiku 125
20 PT. Prima Sarijati Agung Pusaka Prima 250
21 PT. Tridian Rejeki Dian Taxi 220 tidak aktif
22 PT. Pelita Surya Mandala 113 53 tidak aktif
23 PT. Dan Saint Power 29
24 PT. Sonny Pong Yatim 99
Jumlah 3501 819 tidak aktif
Wilayah inti Cirebon, wilayah antar jemput Majalengka, Kuningan, dan Indramayu (07.08)
1 PT. Ladang Mustika Citra 20 20 tidak aktif
2 PT. Wira Husadha Central 20 tidak aktif
Jumlah 20 40 tidak aktif
Wilayah inti Bekasi, wilayah antar jemput Bogor (Depok), Tangerang, dan mengantar
penumpang ke DKI (15.16)
1 PT. Pusaka Nuri Utama 499
2 Koperasi Taksi Indonesia KTI 189 169 tidak aktif
3 PT. Blue Bird Pusaka Pusaka Biru 300
4 PT. Citra Transport Putra 250
Nusantara
5 PT. Lintas Buana Pusaka Lintas 134 1 tidak aktif
6 PT. Blue Bird 465
7 Koperasi Taksi Sepakat Sepakat 30 18 tidak aktif
8 PT. Prima Sarijati Agung Pusaka Prima 250
9 PT. Central Naga Europindo Pusaka Central 300
10 PT. Andika Semesta Concorde 48 20 tidak aktif
11 PT. Merlin Taxi Merlin”Q” 59 1 tidak aktif
12 PT. Pesona Bumi Mandiri Concorde 28 tidak aktif
13 PT. Sumatra Raya Indah Family 225
14 PT. Garuda Sakti Persada Garuda Taxi 100
15 PT. Intan Pusaka Prima Diamond 50
16 PT. Simpati Anugrah Abadi Merdeka 32 13 tidak aktif
17 PT. Intan Pusaka Pratama Diamond Taxi 99 1 tidak aktif
18 PT. Delta Subur Makmur 10 tidak aktif
19 PT. Mutiara Express Express 615
Perdana
20 PT. Cipta Daya Quadrant 50
Jumlah 3737 261 tidak aktif
Dalam wilayah Bandung Raya inti (17.17)
1 PT. Tara Megah Muliatama Gemah Ripah 42
Jumlah 42

11 Evaluasi Kebutuhan Taksi di Jawa Barat


V. FENOMENA PENGOPERASIAN ANGKUTAN TAKSI DI JAWA BARAT

R ealita bagus atau tidaknya pelayanan angkutan taksi akan sangat bergantung pada
manajemen yang diterapkan perusahaan dan bagaimana pasar dalam hal ini
penumpang merespon pelayanan yang ditawarkannya. Untuk mengetahui
kedalaman bisnis ini telah sekilas dapat dilihat dari hasil survey yang berupa wawancara
kepada operator dan penumpang angkutan taksi sebagai berikut :

A. Wawancara Operator Angkutan Taksi

Hari Selasa Tanggal 4 Juli sampai Hari Jum’at Tanggal 9 Juli 2010, atas perintah
Kepala Dinas Perhubungan, Tim Evaluasi Taksi Dishub Jabar telah mengunjungi beberapa
perusahaan taksi di Bogor, Depok dan Bekasi untuk menampung aspirasi dari para
pengusaha angkutan taksi.

Dari hasil pembicaraan dengan tiga perusahaan taksi di Depok yaitu PT. Daya Mitra
Utama, PT. Bersatu Aman Sejahtera dan PT. Berkat Oto Sejahtera yang kesemuanya
tergabung dalam satu perusahaan yaitu TAXIKU Group, dapat diambil beberapa informasi
sebagai berikut:

a. Perencanaan dalam penentuan kebutuhan armada taksi yang beroperasi di wilayah


Kota Depok dan Kota Bekasi didasarkan pada jumlah penduduk, pendapatan, luas
wilayah dan jumlah tempat-tempat bangkitan dan tarikan seperti Hotel, RS,Sekolah
dll.
b. Metoda penggajihan kepada para karyawan khususnya bagi pengemudi terdapat dua
sistem yaitu sistem setoran dan sistem komisi. Sistem setoran mempunyai sisi
positif yaitu pihak pengemudi apabila target setorannya sudah tercapai maka sisa
setorannya dapat dibawa pulang (Take Home Pay) dan sisi negatifnya apabila target
setoran tidak tercapai maka pihak pengemudi harus menutupi kekurangan target
setorannya. Sitem komisi mempunyai sisi positif yaitu pengemudi tidak dikejar oleh
setoran, apabila target tidak tercapai maka pengemudi tidak harus menutupi
kekurangannya. Sisi negatif dari komisi yaitu karena tidak ada target yang ditentukan
maka terkadang pengemudi sedikit berleha-leha. Sistem yang digunakan di
Perusahaan Taxiku Group yaitu Sistem komisi. Sistem penggajihannya dilihat dari
penghasilan harian pengemudi, semakin besar penghasilannya maka semakin besar
pula komisi yang didapat, sebaliknya semakin kecil penghasilannya maka semakin
kecil pula komisi yang didapat. Rata-rata penghasilan harian pengemudi berkisar
diatas Rp.200.000.
c. Dalam perencanaan pengusahaan taksi terdapat 2 (dua) permasalahan yang cukup
vital yaitu :
1). Sumber Daya Manusia tentang manajerial taksi dan komisi masih kurang;
2). Dari aspek finansial permodalan pengusahaan taksi harus kuat.

12 Evaluasi Kebutuhan Taksi di Jawa Barat


3). Selain 2 (dua) aspek diatas dalam perencanaan kebutuhan ngkutan taksi juga
harus memperhitungkan luas pool yang ideal dengan luas ideal untuk 1 (satu) pool
diisi oleh 300 unit untuk 60 orang.
d. Pangsa pasar yang diprediksi yaitu 60% penumpang di jalan dan 40% melalui order,
selain itu pendekatan dalam prediksi pangsa pasar menggunakan komposisi
angkutan umum yang ada di daerah tersebut. Komposisi angkutan umum tersebut
yaitu Metromini, Angkot, Busway, Bajaj dan Taksi. Dengan asumsi prosentasi masing-
masing moda angkutan umum sebesar 20%.
e. Tarif yang digunakan oleh Perusahaan Taxiku yaitu tarif bawah, untuk tarif buka
pintu dikenakan biaya sebesar Rp.5000, dan tarif per km sebesar Rp.2.500.

Wawancara berikutnya dilakukan dengan Pimpinan Taksi Express, dengan hasil diskusi
sebagai berikut:
a. Metoda penggajihan kepada para karyawan khususnya bagi pengemudi terdapat dua
sistem yaitu sistem setoran partnership dan sistem komisi. Sistem setoran
mempunyai sisi positif yaitu pihak pengemudi apabila target setorannya sudah
tercapai maka sisa setorannya dapat dibawa pulang (Take Home Pay) dan sisi
negatifnya apabila target setoran tidak tercapai maka pihak pengemudi harus
menutupi kekurangan target setorannya. Sistem komisi mempunyai sisi positif yaitu
pengemudi tidak dikejar oleh setoran, apabila target tidak tercapai maka pengemudi
tidak harus menutupi kekurangannya. Sisi negatif dari komisi yaitu karena tidak ada
target yang ditentukan maka terkadang pengemudi sedikit berleha-leha. Sistem yang
digunakan di Perusahaan Taksi Express yaitu Sistem setoran partnership. Sistem
penggajihannya sesuai setoran harian pengemudi. Rata-rata setoran harian
pengemudi Rp.220.000 ditambah biaya cuci mobil dll menjadi Rp.270.000/hari.
b. Sistem partnership ini mempunyai keuntungan bagi pengemudi yaitu apabila
pengemudi dalam jangka waktu 6-7 tahun maka kendaraan taksinya dapat menjadi
milik pengemudi. Setiap anak dari pengemudi diberi kesempatan untuk
mendapatkan beasiswa bagi pengemudi yang berprestasi.
c. Perhitungan kebutuhan angkutan taksi di perusahaan Taksi Express yaitu
1). Modal/Uang
2). Luas Pool
3). Jumlah Pengemudi
4). Ijin Expired 6 bulan
d. Perhitungan luas pool yaitu 1 taksi = 30 m2. 300 x 30 = 9000 m 2
e. Dalam kontroling kendaraan Taksi Express khusus Taksi Gold sudah menggunakan Sistem
GPS yang terintegrasi.
f. Tarif yang digunakan oleh Perusahaan Taksi Express yaitu tarif bawah, untuk tarif buka pintu
dikenakan biaya sebesar Rp.5000, dan tarif per km sebesar Rp.2.500. Untuk Taksi Gold tarif
buka pintu dikenakan biaya sebesar Rp.10.000, dan tarif per km sebesar Rp.5000.

13 Evaluasi Kebutuhan Taksi di Jawa Barat


Hasil wawancara dengan Pimpinan Taksi Putra menghasilkan informasi sebagai
berikut:
a. Metoda penggajihan kepada para karyawan khususnya bagi pengemudi sama
dengan yang dilakukan oleh manajemen Taksi Ekpress yaitu dengan Sistem setoran
partnership. Sistem penggajihannya sesuai setoran harian pengemudi. Rata-rata
setoran harian pengemudi Rp.225.000 dan keuntungan take home pay rata-rata
Rp.100.000/hari
b. Sistem partnership ini mempunyai keuntungan bagi pengemudi yaitu apabila
pengemudi dalam jangka waktu 5 tahun maka kendaraan taksinya dapat menjadi
milik pengemudi.
c. Perhitungan kebutuhan angkutan taksi di perusahaan Taksi Putra yaitu
1). Modal/Uang
2). Luas Pool
3). Jumlah Pengemudi
4). Ijin Expired 6 bulan
d. Perhitungan luas pool yaitu 1 taksi = 30 m2
300 x 30 = 9000 m2
e. Tarif yang digunakan oleh Perusahaan Taksi Putra yaitu tarif bawah, untuk tarif buka
pintu dikenakan biaya sebesar Rp.5000, dan tarif per km sebesar Rp.2.500.

Hasil wawancara dengan perwakilan dari Pimpinan Taksi Blue Bird, adalah sebagai
berikut:
a. Metoda penggajihan kepada para karyawan khususnya bagi pengemudi yaitu sistem
setoran. Sistem setoran ini mempunyai sisi positif yaitu pihak pengemudi apabila
target setorannya sudah tercapai maka sisa setorannya dapat dibawa pulang ( Take
Home Pay) dan sisi negatifnya apabila target setoran tidak tercapai maka pihak
pengemudi harus menutupi kekurangan target setorannya.
b. Perhitungan kebutuhan angkutan taksi di perusahaan Taksi Blue Bird adalah :
1). Modal/Uang
2). Luas Pool
3). Jumlah Pengemudi
4). Jumlah Permintaan
c. Perhitungan luas pool yaitu 1 taksi = 9 m 2
300 x 9 = 2700 m2
d. Dalam kontroling kendaraan Taksi sudah menggunakan Sistem GPS yang terintegrasi.
e. Tarif yang digunakan oleh Perusahaan Taksi Blue Bird yaitu tarif bawah, untuk tarif buka
pintu dikenakan biaya sebesar Rp.6.000, dan tarif per km sebesar Rp.3.000. Untuk Taksi
Silver Bird tarif buka pintu dikenakan biaya sebesar Rp.10.000, dan tarif per km sebesar
Rp.5000.
f. Dari 22.000 permintaan harian Taksi Blue Bird hanya mampu melayani ¾ dari jumlah
keseluruhan permintaan.

14 Evaluasi Kebutuhan Taksi di Jawa Barat


Catatan : Untuk Taksi Link, Taksi Indah Family dan taksi lain di Wilayah Bodebek hampir
sama dengan Taksi Putra.

B. Wawancara Penumpang Angkutan Taksi

Taksi di Indonesia tidak bisa dibandingkan dengan taksi di Negara-negara maju


seperti Jepang yang pengemudinya melayani penumpang dengan sangat baik, membukakan
pintu dan tidak menerima tip karena pengemudi menyadari begitu hebatnya kekuatan
pasar. Angkutan kota di sebagian besar kota – kota di Indonesia telah menyia-nyiakan
penumpang yang sebenarnya adalah asset terbesar perusahaannya dan sebagai akibatnya
perusahaan angkutan umum telah dihukum dengan terjadinya pergeseran penggunaan
moda ke kendaraan pribadi.

Sebagai gambaran respon masyarakat akan pelayanan angkutan taksi, dapat dilihat
penelitian yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Direktorat Bina
Sistem Transportasi Perkotaan, Departemen Perhubungan bekerja sama dengan PT. Bina
Siamindo Kharisma pada Tahun Anggaran 2009 yang melakukan survey terhadap pengguna
angkutan taksi di Jabodetabek, untuk Wilayah Bodebek yang termasuk dalam Wilayah
Provinsi Jawa Barat, hasil wawancara terhadap penumpang taksi adalah sebagai berikut :

Karakteristik Pengguna Taksi Kota Bekasi:

 Dilihat dari pengeluaran per bulan :

2 – 3,9 juta/bulan = 50%

4 – 5,9 juta/bulan =32,7%

6 – 7,9 juta/bulan = 15,4 %

 Pengguna adalah mayoritas commuter dengan jumlah perjalanan dari rumah ke


tempat tujuan hanya 2 kali (62,8%) dan sisanya 3 kali (37,2%)

 Menggunakan taksi untuk darurat 34,6%, rutin 40,4% dan sangat jarang 25%

 Penggunaan taksi dalam sepekan 1 kali (29,3%), 2 kali (24,4%), 3 kali (29,3%), 4 kali
(12,2%) dan >5 kali (4,9%)

Prosentasi frekwensi penggunaan taksi Kota Bekasi ditampilkan dalam bentuk diagram
sebagai berikut:

15 Evaluasi Kebutuhan Taksi di Jawa Barat


Prosentase Frekwensi Penggunaan Taksi di
Kota Bekasi

25
darurat
34.6 rutin
sangat jarang

40.4

Karakteristik Pengguna Taksi Kabupaten Bekasi:

 Dilihat dari pengeluaran per bulan :

2 – 3,9 juta/bulan = 66,7%

4 – 5,9 juta/bulan =22,9%

6 – 7,9 juta/bulan = 8,3 %

8 – 10 juta/bulan = 2,1 %

 jumlah perjalanan dari rumah ke tempat tujuan hanya 2 kali (51,5%) dan sisanya 3
kali (48,5%)

 Menggunakan taksi untuk darurat 41,2%, rutin 27,5% dan sangat jarang 31,4%

 Penggunaan taksi dalam sepekan 1 kali (21,1%), 2 kali (21,9%), 3 kali (15,6%), 4 kali
(18,8%) dan >5 kali (15,6%)

Prosentasi frekwensi penggunaan taksi Kabupaten Bekasi ditampilkan dalam bentuk


diagram sebagai berikut:

16 Evaluasi Kebutuhan Taksi di Jawa Barat


Prosentase Frekwensi Penggunaan Taksi di
Kab. Bekasi

darurat
31.4
rutin
41.2 sangat jarang

27.5

Karakteristik Pengguna Taksi Kota Bogor:

 Dilihat dari pengeluaran per bulan :

2 – 3,9 juta/bulan = 86,7%

4 – 5,9 juta/bulan =8,9%

6 – 7,9 juta/bulan = 4,4 %

 jumlah perjalanan dari rumah ke tempat tujuan hanya 2 kali (88,4%) dan sisanya 3
kali (11,6%)

 Menggunakan taksi untuk darurat 40%, rutin 6,7% dan sangat jarang 53,3%

 Penggunaan taksi dalam sepekan 1 kali (65,2%), 2 kali (17,4%), 3 kali (13%), 4 kali
(0%) dan >5 kali (4,3%)

Prosentasi frekwensi penggunaan taksi Kota Bogor ditampilkan dalam bentuk diagram
sebagai berikut:

17 Evaluasi Kebutuhan Taksi di Jawa Barat


Prosentase Frekwensi Penggunaan Taksi di
Kota Bogor

darurat
40 rutin
sangat jarang
53.3

6.7

Karakteristik Pengguna Taksi Kabupaten Bogor:

 Dilihat dari pengeluaran per bulan :

2 – 3,9 juta/bulan = 100%

 jumlah perjalanan dari rumah ke tempat tujuan hanya 2 kali (93,9%) dan sisanya 3
kali (6,1%)

 Menggunakan taksi untuk darurat 65,3%, rutin 0% dan sangat jarang 34,7%

 Penggunaan taksi dalam sepekan 1 kali (17,6%), 2 kali (82,4%), 3 kali (13%).

Prosentasi frekwensi penggunaan taksi di Kabupaten Bogor ditampilkan dalam bentuk


diagram sebagai berikut:

Prosentase Frekwensi Penggunaan Taksi di


Kab. Bogor

darurat
34.7 rutin
sangat jarang

65.3

18 Evaluasi Kebutuhan Taksi di Jawa Barat


Rata-rata prosentasi frekwensi penggunaan taksi di Kabupaten Bogor ditampilkan dalam
bentuk diagram sebagai berikut:

Rata-rata Prosentase Frekwensi Penggunaan Taksi di


Kabupaten/Kota Bogor dan Bekasi

36.1 darurat
rutin
45.28 sangat jarang

18.65

Dari hasil survey Ditjendat tersebut diketahui bahwa pengguna taksi umumnya
adalah masyarakat ekonomi menengah, taksi tidak menarik bagi masyarakat atas karena
umumnya lebih suka menggunakan kendaraan pribadi. Frekwensi penggunaan taksi rendah
dan umumnya untuk kepentingan darurat saja. Sayang sekali pada survey ini tidak
ditanyakan kepuasan para penumpang akan pelayanan yang diberikan dan harapan
(ekspektasi) ke depan untuk perbaikan kinerja operasional.

C. Kepemilikan Armada Angkutan Taksi

Perkembangan jumlah kendaraan angkutan taksi dari tahun 2001 s.d 2009
sebagaimana dalam tabel berikut :
Tabel Perkembangan Angkutan Taksi di Jawa Barat 2001-2009

NO TAHUN JUMLAH
.
1 2001 4263
2 2002 4919
3 2003 4969
4 2004 4909
5 2005 6871
6 2006 6062
7 2007 6602
8 2008 6982
9 2009 7238

Ditampilkan dalam grafik sebagai berikut :

19 Evaluasi Kebutuhan Taksi di Jawa Barat


TREND JUMLAH ARMADA TAKSI JAWA BARAT
8000
7000
6000
5000
JUMLAH
4000
3000
2000
1000
0
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

VI. ESTIMASI KEBUTUHAN ANGKUTAN TAKSI YANG DILAKUKAN


DITJENDAT.

A. Estimasi Jumlah Kebutuhan Armada

Penentuan kebutuhan angkutan menurut Keputusan Menteri Perhubungan Nomor


KM 35 Tahun 2003 sekurang – kurangnya meliputi :

 Penelitian mengenai potensi bangkitan perjalanan ;


 Penentuan variable yang berpengaruh terhadap bangkitan perjalanan ;
 Penentuan model perhitungan bangkitan perjalanan untuk kondisi sekarang dan
tahun akan datang ;
 Perhitungan konversi jumlah perjalanan orang yang menjadi jumlah kendaraan,
dengan mempertimbangkan : tingkat penggunaan kendaraan sekurang-kurangnya
60% dan kapasitas kendaraan yang akan melayani.

Direktorat Bina Sistem Transportasi Perkotaan, Direktorat Jenderal Perhubungan


Darat, Departemen Perhubungan yang bekerja sama dengan PT. Binasiamindo Kharisma
dalam rangka Studi “Perencanaan Teknis Penyusunan Kebutuhan Armada dan Wilayah
Operasi Angkutan Taksi di Wilayah Perkotaan” melakukan pengembangan model estimasi
kebutuhan angkutan taksi dengan metode klasifikasi silang Common practice and
theoretical, dan menghitung jumlah taksi rata-rata per variable :
 Jumlah penduduk ;
 Luas kota ;

20 Evaluasi Kebutuhan Taksi di Jawa Barat


 Luas CBD ;
 Total kendaraan ;
 Total angkutan umum ;
 Panjang perjalanan ;
 Tingkat pendapatan.

Identifikasi masalah eksisting : jumlah ijin, jumlah kendaraan SGO, jumlah operasi,
masalah di lapangan, persepsi umum.
Masalah tariff dan jumlah operasi : korelasi peran tariff terhadap signifikansi jumlah
armada.

Adapun langkah-langkah estimasi adalah sebagai berikut :


1. Analisis potensi bangkitan. Sebagai input adalah jumlah penduduk, tingkat
pendapatan rata-rata, jumlah ketersediaan armada saat ini serta pertumbuhan
ekonomi yang disusun berdasarkan data historis ;
2. Model perhitungan. Untuk seleksi variable asal tujuan dan variable pemilihan moda,
model yang digunakan adalah model regresi linear, model logit dan model klasifikasi
silang ;
3. Analisis factor pertumbuhan. Input yang dipakai adalah pertumbuhan penduduk,
pertumbuhan lalulintas dan pertumbuhan tingkat pendapatan.
4. Analisis kebutuhan taksi mendatang. Input adalah kebijakan nasional dan daerah
terhadap pelayanan armada serta strategi operasional yang dilakukan oleh operator
dalam menyikapi kebijakan pemerintah tersebut.

Hasil akhir dari langkah-langkah yang dipakai oleh Direktorat Bina Sistem
Transportasi perkotaan adalah model estimasi kebutuhan taksi yang berlaku umum sebagai
berikut :

 y = 0,59 (pddk/1000) + 0,1752 (pnpBdr/365) + 0,07483 (PnpKA/365) + 0,184 jlmRS +


0,087 JmlHtl + 0,052 JmlMall + 5
 Misal untuk Kota Bandung dengan jumlah penduduk 2.364.312 jiwa, jumlah
penumpang bandara 358.705, jumlah penumpang kereta api 166.159, jumlah rumah
sakit 27, jumlah hotel 210, jumlah mall/pusat perbelanjaan 28, maka diestimasikan
jumlah kebutuhan taksi adalah 1.631 kendaraan
 Jumlah taksi yang beroperasi saat ini di Kota Bandung adalah 1.201, maka diketahui
bahwa masih ada kekurangan sejumlah 430 kendaraan.

Beberapa hal yang menjadi catatan dari hasil penelitian Ditjendat adalah sebagai
berikut:

21 Evaluasi Kebutuhan Taksi di Jawa Barat


 Jumlah taksi berkorelasi kuat dengan jumlah penduduk khususnya yang
berpendapatan menengah namun berkorelasi lemah dengan penduduk
berpendapatan kelas atas dan rendah ;
 Berkorelasi kuat dengan perjalanan menuju bandara karena penumpang bandara
concern dengan waktu ;
 Penggunaan taksi oleh pengguna kereta api tidak begitu dominan ;
 Konstanta rumah sakit merupakan nilai dari unit satuan jumlah bukan luas lantai ;
 Penggunaan taksi ke hotel dan ke mall masih rendah dan kurang significant.

Kebutuhan angkutan taksi di Bodebek dengan menggunakan persamaan ini adalah


sebagai berikut :

Kebutuhan
Armada siap Kekurangan
Wilayah (estimasi
operasi saat ini
model)

Kota Depok 4.072 4.072 0

Kota Bekasi 2.771 2.771 1.386

Kabupaten Bekasi 1.616 231

Kota Bogor 0 1.833 1.833

Kabupaten Bogor

B. Model Sistem Wilayah Operasi

Wilayah operasi taksi sesuai Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 35 tahun


2003 ditetapkan dengan pertimbangan :
 Kebutuhan jasa angkutan taksi ;
 Perkembangan daerah kota atau perkotaan ;
 Tersedianya prasarana jalan yang memadai.

Tahapan yang dilaksanakan dalam studi Ditjendat untuk menentukan Sistem Wilayah
Operasti taksi adalah sebagai berikut :

22 Evaluasi Kebutuhan Taksi di Jawa Barat


1. Menentukan kebutuhan armada taksi, data masukan berupa data jumlah armada,
kebutuhan armada dan pertumbuhan ekonomi ;
2. Kebutuhan pergerakan operasi, dengan model desire line dan route management,
data fungsi, peran kota dan perkembangan wilayah permukiman dan bisnis sebagai
data masukan. Dilakukan survai wilayah permukiman dan perkiraan pemilihan moda
yang digunakan ;
3. Analisis zonasi untuk menentukan koridor-koridor dominan ;
4. Analisis wilayah operasi dengan memperhatikan kebijakan tata ruang yang akan
sangat mempengaruhi system operasi angkutan umum, sebagai contoh konsentrasi
bisnis di pusat kota membutuhkan jaringan radial angkutan umum;
5. Analisis daya dukung lingkungan .

Kendala penetapan wilayah operasi menurut kajian Ditjendat adalah sebagai


berikut:
 Ketidakseimbangan permintaan dan penawaran, yaitu dengan pertambahan jumlah
peduduk yang disertai dengan peningkatan pendapatan khususnya kelas menengah
dan kurangnya taksi yang mempunyai preferensi sesuai keinginan pengguna;
 Perkembangan kota yang mengarah pada urban sprawling menyebabkan perjalanan
yang semakin panjang. JICA menyampaikan bahwa selama 17 tahun, waktu tempuh
perjalanan telah meningkat sampai 60%. Perkembangan ini membuat perusahaan
taksi menempatkan poolnya di luar kota seperti batas Bekasi – Cakung, Cibubur –
Bogor, Ciputat – Bogor dan Ciledug - Tangerang ;
 Sarana jalan yang memadai seperti masih banyaknya missing link diantara blok asal-
tujuan sehingga perusahaan taksi sulit terdistribusi dengan sempurna mengikuti
critical path transport modeling ;

Beberapa pendekatan untuk melakukan segmentasi wilayah operasi taksi, yaitu :


 Berdasarkan densitas kawasan terbangun;
Konsep berdasarkan prinsip efektivitas yaitu densitas kawasan terbangun dengan
proporsi 75-85% dari luas wilayah tertentu merupakan cirri kawasan perkotaan.
Wilayah operasi taksi yang dibatasi hanya untuk wilayah perkotaan ditambah dengan
pembatasan administrasi dan batasan radius 1 km dari kawasan terbangun terluar
atau dari simpul transportasi seperti bandara, stasiun kereta api atau terminal;
 Berdasarkan jarak perjalanan ;
Berdasarkan prinsip efektivitas dimana perjalanan panjang dengan menggunakan
taksi perlu dibatasi karena tersedia moda lain. Kesulitannya pada taksi belum
dilengkapi pencatat jarak elektronik.
 Berdasarkan waktu perjalanan ;
Untuk memudahkan pengendalian secara visual, dapat dilakukan pembedaan warna
untuk perioda pagi/siang/sore/malam. Kesulitannya perlu petugas pengawas dalam
jumlah yang banyak.

23 Evaluasi Kebutuhan Taksi di Jawa Barat


 Berdasarkan kuota plus.
Prinsip yang dianut :
“jika pada satu wilayah masih kekurangan jumlah armada, maka daerah lain boleh
masuk untuk mengisi”
“jika jumlah operasi berlebih, maka ditetapkan pengurangan berdasarkan system
pembatasan jarak dan waktu“
“jika terjadi perselisihan dalam penetapan operasi dikembalikan pada ketentuan
perjanjian dengan saling menghormati”

Kelebihan dan kekurangan masing-masing metoda penentuan wilayah operasi taksi


menurut hasil kajian Ditjendat ditampilkan pada tabel sebagai berikut :

Metoda Kelemahan Kelebihan Masukan


Density wilayah Kesulitan dalam Mudah pengaturan Perlu revisi KM 35
menentukan tingkat dalam pemberian ijin Tahun 2003
densitas kawasan dan pencabutannya
terbangun karena
lemahnya
ketersediaan data
Jarak perjalanan Sulit Berdasarkan prinsip Perlu diperjelas
diimplementasikan efisiensi dan criteria batasan jarak
karena tidak ada alat perjalanan panjang yang diinginkan
pencatat elektronik dengan
pada taksi menggunakan taksi
memang perlu
dibatasi
Waktu perjalanan Tidak efektif karena Memudahkan Perlu diperjelas jarak
keterbatasan petugas pengendalian secara yang diijinkan
visual
Kuota plus Sulit Pertimbangan kuota Perlu disusun
diimplementasikan menjadi dasar pedoman rinci
karena perlu lembaga kebijakan tetapi disertai pembagian
pemantauan dengan dinamisasi tugas dan tanggung
peralatan yang kebutuhan jawab
memadai penumpang
tercantum dalam
kebijakan deviasi
pertimbangan
berdasarkan jarak
dan waktu

24 Evaluasi Kebutuhan Taksi di Jawa Barat


Rekomendasi hasil kajian Ditjendat mengenai wilayah operasi taksi adalah :
 Strategi pembatasan wilayah operasi taksi dilakukan melalui akumulasi kuota jumlah
armada taksi perkotaan di provinsi, rekomendasi ini didasarkan pertimbangan bahwa
pembatasan wilayah operasi taksi secara fisik tidak dapat dilakukan. Mekanisme
pelaporan kepada gubernur yang disyaratkan pada pedoman teknis dimaksudkan
untuk menjaga jumlah kuota yang ditetapkan ;
 Memperhatikan keterbatasan daya dukung lingkungan maka wilayah operasi di
kawasan metropolitan dibatasi pada radius 50 km dari pusat kota dari kawasan
metropolitan tersebut. Untuk kawasan Metropolitan Jabodetabek, batasan wilayah
operasi ini meliputi beberapa wilayah seperti :
 Sebagian Kabupaten Tangerang, dengan batas pada Kecamatan Pasar Kemis
dan Kecamatan Cisoka ;
 Sebagian Kabupaten Bekasi dengan batas kawasan industry Cibitung ;
 Kabupaten Bogor dengan batas bagian barat pada Kecamatan Semplak dan
Kawasan Industri Citeureup dan di Bagian Timur Kecamatan Jonggol ;
 Sebagian Kota Bogor, hanya pada Wilayah Tanah Sereal, Bogor Utara.

VII. EVALUASI ANGKUTAN TAKSI DI JAWA BARAT.

A. Evaluasi Kebutuhan Armada

Potensi bangkitan perjalanan dan variable yang berpengaruh terhadap bangkitan


perjalanan adalah dua petunjuk yang sekurang-kurangnya ada untuk penentuan kebutuhan
taksi dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 35 Tahun 2003.
Beberapa hal yang dapat menjadi potensi bangkitan perjalanan dan variable yang
mempengaruhi adalah sebagai berikut :
Potensi
Kemungkinan Variable
bangkitan keterangan
yang mempengaruhi
perjalanan
Jumlah penduduk Tingkat pendapatan Jumlah penduduk adalah pasar angkutan umum
Kepemilikan kendaraan termasuk taksi dan kemungkinan menjadi factor
Usia rata-rata yang paling dominan untuk penentuan
dll kebutuhan taksi, semakin banyak jumlah
penduduk maka semakin besar kebutuhan taksi.
Kemungkinan factor koreksinya adalah tingkat
pendapatan, kepemilikan kendaraan, usia rata-

25 Evaluasi Kebutuhan Taksi di Jawa Barat


rata dll. Peningkatan jumlah penduduk yang tidak
disertai peningkatan pendapatan ada
kemungkinan semakin meningkatkan kebutuhan
taksi, namun disisi lain dapat menurunkan
kebutuhan jika peningkatan pendapatan disertai
dengan peningkatan kepemilikan kendaraan
pribadi.
Perumahan Kepemilikan kendaraan/ Perumahan adalah pembangkit perjalanan karena
(Jumlah rumah rumah tangga jumlah perjalananan mayoritas adalah dari rumah
tangga) Aksesibilitas angkutan (home based). Aksesibilitas angkutan umum
umum menjadi factor koreksi prosentase pemilihan
moda angkutan taksi
Jumlah Rumah Ketersediaan angkutan Peningkatan jumlah rumah sakit terurama bagian
sakit Ketersediaan ambulance gawat darurat atau rumah sakit bersalin dapat
meningkatkan kebutuhan angkutan taksi,
keberadaan ambulance yang disediakan untuk
antar jemput dapat menurunkan kebutuhan
taksi.
Tempat hiburan Kepemilikan kendaraan Keberadaan tempat hiburan terutama hiburan
dan wisata Ketersediaan angkutan malam dapat menjadi pasar bagi angkutan taksi.
seperti bioskop, Keberadaan ojek Kepemilikan kendaraan pribadi, angkutan umum
cafe dan keberadaan ojek dapat menjadi factor
koreksi penggunaan taksi
Hotel Kepemilikan kendaraan Hotel dapat menjadi pasar bagi angkutan taksi
(Jumlah tempat terutama bagi pengunjung hotel yang tidak
tidur) membawa kendaraan
Moda yang Ketersediaan angkutan Untuk Moda kereta api dan pesawat, taksi dapat
membutuhkan Keberadaan ojek bertindak sebagai barang komplementer dan
taksi seperti Kepemilikan kendaraan keberadaannya dapat saling mendukung.
kereta api dan Ketersediaan angkutan umum, ojek dan
pesawat kepemilikan kendaraan dapat menjadi factor
koreksi penggunaannya. Untuk kondisi Indonesia,
masyarakat lebih suka diantar jemput
menggunakan kendaraan keluarga jika mereka
memilikinya.

Idealnya, kesemua factor yang berpengaruh pada tingkat kebutuhan taksi diatas diuji
secara statistic untuk menentukan factor- factor yang dapat digunakan untuk memprediksi
kebutuhan armada taksi namun sehubungan ketersediaan data, maka pengukuran hanya
dilakukan pada factor-faktor yang tersedia datanya sebagai berikut :

Korelasi antara : Jumlah taksi keterangan


Jumlah penduduk 0,99 Berkorelasi sangat kuat
PDRB 0,98 Korelasi jumlah penduduk
dengan PDRB 0,99 sehingga
factor ini dihilangkan

26 Evaluasi Kebutuhan Taksi di Jawa Barat


Jumlah bus AKDP 0,89 Korelasi jumlah bus AKDP
dengan PDRB 0,81 sehingga
factor ini dihilangkan
Penumpang KA eksekutif 0,44 Korelasi lemah
Penumpang KA Bisnis 0,09 dihilangkan
Penumpang KA Ekonomi 0,09 dihilangkan
Jumlah Pasar Tradisional 0,99 dihilangkan
Jumlah Pasar Swalayan 0,23 dihilangkan
Jumlah Unit usaha -0,67 dihilangkan
Jumlah Tenaga kerja -0,65 dihilangkan
Investasi (Rp) -0,64 dihilangkan
Dari perhitungan korelasi diatas, maka factor yang dipertimbangkan untuk menentukan
jumlah taksi yaitu jumlah penduduk.
Pertumbuhan taksi tiap tahun menurut peramalan linear adalah tidak lebih dari 6,9 -
7,7%/tahun.

B. Evaluasi Wilayah Operasi


Wilayah operasi taksi di Jawa Barat diatur dalam SK Gubernur Jawa Barat Nomor
551.23/SK.440-PEREK/97 tentang Penetapan Jumlah Maksimum Taksi di Jawa Barat, dalam
pelaksanaannya penetapan wilayah operasi tersebut menghadapi berbagai permasalahan
yang diantaranya adalah sebagai berikut :
 Perbedaan wilayah operasi antara taksi yang memperoleh ijin dari pemerintah pusat,
provinsi dan kabupaten/kota yang pada akhirnya dapat menimbulkan
“kecemburuan” dan persaingan tidak sehat antar perusahaan taksi ;
 System dan hierarki jaringan angkutan umum yang ada saat ini seperti antara
angkutan AKAP, ADKP dan Angkutan Perkotaan masih belum terintegrasi dan
tumpang tindih sehingga taksi lebih banyak berada dalam posisi “barang substitusi”
yang berimbas pada wilayah operasinya yang dituntut untuk lebih luas ;
 Kemacetan lalulintas dan ketersediaan jaringan jalan menyulitkan manajemen
perusahaan taksi untuk memenuhi keinginan pengguna, untuk menyiasati hal ini
diperlukan pool-pool taksi yang tersebar dan wilayah operasi yang lebih luas.

Menurut kajian Ditjendat, pembatasan wilayah operasi secara fisik hampir tidak
mungkin untuk dilakukan dan dengan memperhatikan keterbatasan daya dukung
lingkungan maka wilayah operasi di kawasan metropolitan dibatasi pada radius 50 km dari
27 Evaluasi Kebutuhan Taksi di Jawa Barat
pusat kota dari kawasan metropolitan, untuk itu dapat dipertimbangkan wilayah operasi
berdasarkan kawasan yang dilayani seperti kawasan metropolitan dan kawasan
pengembangan sebagai berikut :

DOMISILI WILAYAH OPERASI KAWASAN


Kab. Bogor Bogor, Sukabumi, dan Jabodetabek
Cianjur (metropolitan)
Kab. Bogor, Tangerang, Jabodetabek
Tangerang Bekasi, dan Cianjur (metropolitan)

Kota Bogor, Tangerang, Jabodetabek


Tangerang Bekasi, dan Cianjur (metropolitan)

Kab. Bekasi Bogor, Tangerang, Jabodetabek


Bekasi, dan Cianjur (metropolitan)

Kota Bekasi Bogor, Tangerang, Jabodetabek


Bekasi, dan Cianjur (metropolitan)

Bogor, Sukabumi, dan Jabodetabek


Kota Bogor Cianjur (metropolitan)

Bandung, Bandung
Kab.
Subang,Sumedang, (metropolitan)
Bandung
Garut, dan Cianjur
Bandung, Bandung
Kota
Subang,Sumedang, (metropolitan)
Bandung
Garut, dan Cianjur
Cirebon, Majalengka, Ciayumajakuning
Kab. Cirebon Kuningan, dan (Pengembangan)
Indramayu
Cirebon, Majalengka, Ciayumajakuning
Kota Cirebon Kuningan, dan (Pengembangan)
Indramayu
Ciamis dan -
Kab.Ciamis
Tasikmalaya

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN.

A. Kesimpulan
 Pengendalian taksi di Jawa Barat dilakukan melalui tiga hal yaitu kualitas dengan
penetapan standar pelayanan, kuantitas dengan penetapan kuota dan pembatasan
tariff batas atas dan batas bawah (ceiling and floor tariff), pembatasan tiga hal ini
ditambah dengan banyaknya kendala di lapangan seperti batasan wilayah operasi
berdasarkan wilayah administrasi, kemacetan lalulintas, kurang efektifnya media
informasi dapat mempersulit perkembangan kepengusahaan taksi ;

28 Evaluasi Kebutuhan Taksi di Jawa Barat


 Penetapan standar pelayanan angkutan taksi dapat dipandang sebagai keberpihakan
pemerintah pada masyarakat pengguna angkutan umum, sementara pembatasan
kuota taksi kurang menyentuh tujuan perlindungan kepengusahaan angkutan taksi
sebagai penggantinya dapat dipertimbangkan penetapan rentang (range)
kepemilikan armada untuk tiap perusahaan taksi ;
 Jumlah kuota taksi Jawa Barat yang ditetapkan dalam Wilayah operasi taksi di Jawa
Barat diatur dalam SK Gubernur Jawa Barat Nomor 551.23/SK.440-PEREK/97 tentang
Penetapan Jumlah Maksimum Taksi di Jawa Barat masih dapat digunakan sampai
Tahun 2010, yang perlu dipertimbangkan adalah wilayah operasi yang berdasarkan
kawasan pelayanan.

B. Saran
 Perlu kesepakatan antara Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/ Kota mengenai
pembatasan wilayah operasi berdasarkan kawasan pelayanan dengan tidak
membedakan wilayah kewenangan;
 Diperlukan kajian lebih lanjut mengenai pengharapan (ekpektasi) pengguna
angkutan taksi untuk mengetahui kebutuhan yang sebenarnya.
 Taksi dapat dijadikan alat untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat pada
system pelayanan angkutan umum yang saat ini terus beralih pada penggunaan
kendaraan pribadi;

Daftar bacaan :
-------------------, 2009, Undang – undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
-------------------, 2003, Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 35 Tahun 2003 tentang
Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum.
-------------------, 2003, Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor
SK.75/AJ.601/DRJD/2003 tentang Penyelenggaraan Pool dan Agen
Perusahaan Otobus (PO).
-------------------, 2009, “Perencanaan Teknis Penyusunan Kebutuhan Armada dan Wilayah
Operasi Angkutan Taksi di Wilayah Perkotaan”, Direktorat Bina Sistem
Transportasi Perkotaan, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Departemen
Perhubungan bekerja sama dengan PT. Binasiamindo Kharisma.

29 Evaluasi Kebutuhan Taksi di Jawa Barat


-------------------, 2009, Profil Jawa Barat, Bappeda Jawa Barat.
Megan Canning, Savannah Gorton, Deborah Marton, 2005, “Designing The Taxi : Design
Trust for Public Space”

30 Evaluasi Kebutuhan Taksi di Jawa Barat

Você também pode gostar