hayatulislam.net - ‘Pasar jabatan’ sebentar lagi akan ramai
dengan berakhirnya pemerintahan lama dan akan terbentuknya pemerintahan baru. Bisa dipastikan, akan terjadi pergantian pejabat dalam banyak posisi. Pejabat dan penguasa diangkat tidak lain untuk mengurusi dan mengelola kepentingan-kepentingan rakyat. Itulah kewajiban mereka.
Sering diungkapkan bahwa pejabat adalah pelayan rakyat,
bukan tuan bagi rakyat; juga bukan pelayan bagi pemilik modal, apalagi pelayan pihak asing. Namun, realitanya menunjukkan sebaliknya. Banyak kepentingan dan kemaslahatan rakyat yang terabaikan atau sengaja diabaikan. Pelayanan dan pengurusan kepentingan rakyat sering hanya menjadi janji politik yang jauh dari realitanya; semata-mata untuk mempertahankan kekuasaan dan jabatan.
Dalam perjalanan kita sejak “merdeka” hingga kini, banyak
kepentingan rakyat yang diabaikan. Alih-alih menjadi pelayan rakyat, pemerintah justru semakin menunjukkan dirinya sebagai pelayan pemilik modal dan pihak asing. Demi memenuhi ‘perintah’ IMF, misalnya, berbagai kemaslahatan rakyat —listrik, telepon, air, subsidi pertanian, pendidikan, kesehatan dan obat-obatan, dan sebagainya— dirampas dari rakyat; bahkan rakyat kemudian harus membeli semua itu —yang notabene adalah hak mereka— dengan harga yang amat mahal. Walhasil, rakyat justru kemudian dipaksa untuk memenuhi kepentingan pejabat, pemilik modal, dan pihak asing.
Kekayaan alam, yang oleh Penciptanya dilimpahkan untuk
umum dan demi kemaslahatan seluruh rakyat tanpa kecuali, justru diobral secara banting harga kepada pihak swasta (asing) melalui privatisasi, dengan dalih, negara tidak lagi memiliki sumber pemasukan bagi pembiayaan pembangunan. Akhirnya, rakyat yang menanggung akibatnya. Rakyat harus membiayai sendiri kemaslahatan mereka. Lebih mengenaskan lagi, rakyat juga dijadikan sapi perahan penguasa melalui berbagai pungutan pajak dan retribusi atas diri mereka. Hampir semua hal yang berkaitan dengan kehidupan kita —bahkan sampai buang air sekalipun— dikenai pajak.
Perilaku para pejabat yang mengabaikan kepentingan
rakyat ini masih ditambah dengan tindakan mereka untuk melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Korupsi di negeri ini sudah sedemikian menggurita. Hampir semua hal dapat dikorupsi. Akibat korupsi ini trilunan harta rakyat lenyap. Tragis, di tengah penderitaan rakyat yang diabaikan kepentingannya dan dijadikan sapi perah, harta mereka pun dikorup oleh para pejabat dan kroninya.
Dalam bidang hukum, permainan hukum menjadi hobi para
pejabat dan kroninya. Hukum dijadikan alat untuk mengabdi kepada mereka yang memiliki akses pada kekuasaan dan para pemilik modal. Sebaliknya, bagi masyarakat kebanyakan, keadilan hukum menjadi barang langka. Hukum menampakkan ketegasannya hanya terhadap orang-orang kecil, lemah, dan tidak punya akses; atau kepada mereka yang diincar oleh negara atau lembaga asing. Sebaliknya, jika berhadapan dengan orang- orang ‘kuat’, memiliki akses ke kekuasaan, memiliki modal, dan dekat dengan pihak-pihak asing, hukum menjadi lunak dan bersahabat. Kalaupun ada di antara mereka yang dihukum, sering pelaksanaannya hanyalah pura-pura, atau orang itu sengaja “dikorbankan” sekadar untuk menyenangkan hati rakyat dan meninabobokkan mereka serta menutupi borok-borok yang lebih besar. Perilaku demikian hakikatnya adalah mencelakakan semuanya. Rasulullah Saw bersabda, sebagaimana pernah dituturkan Aisyah r.a.:
Sesungguhnya celakanya umat-umat sebelum kalian
karena jika orang mulia mereka mencuri, mereka membiarkannya; jika orang lemah mencuri, mereka menerapkan hukuman atasnya. [HR. at-Tirmidzi].
Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka, bukan
sebaliknya. Rasulullah Saw bersabda:
Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka. [HR. Abu
Nu‘aim].
Karena itu, tugas pemimpin adalah melayani umat, yaitu
memelihara segala urusan dan kemaslahatan mereka. Rasulullah Saw bersabda:
Seorang pemimpin (penguasa) adalah pemelihara; dia
bertanggungjawab atas pemeliharaan mereka. [HR. al- Bukhari].
Rasulullah Saw juga mengingatkan:
Tidak seorang hamba pun yang diserahi oleh Allah untuk
memelihara dan mengurusi kemaslahatan rakyat lalu dia tidak melingkupi rakyat dengan nasihat kecuali ia tidak akan mencium harumnya surga. [HR. al-Bukhari].
Melingkupi rakyat dengan nasihat adalah melingkupi rakyat
dengan agama (akidah dan syariatnya) karena dalam hadis riwayat al-Bukhari disebutkan bahwa agama adalah nasihat, maksudnya adalah memelihara dan mengurusi kepentingan rakyat dengan menggunakan ketentuan- ketentuan agama, yakni akidah dan hukum-hukum Islam.
Pemimpin (pejabat dan penguasa) yang justru menzalimi
rakyat dan tidak menyayangi mereka adalah seburuk- buruknya pemimpin dan penguasa. Rasulullah Saw bersabda:
Sesungguhnya seburuk-buruk pemimpin adalah al-
Hathamah (mereka yang menzalimi rakyatnya dan tidak menyayangi mereka). [HR. Muslim].
Sebaik-baik pemimpin adalah mereka yang kalian cintai
dan mencintai kalian, yang kalian doakan dan mereka mendoakan kalian. Seburuk-buruk pemimpin adalah mereka yang kalian benci dan mereka membenci kalian, yang kalian laknat dan mereka melaknat kalian. [HR Muslim].
Bahkan di hadapan Allah, pemimpin zalim yang dibenci
rakyat seperti itu akan mendapat azab yang sangat pedih. Rasulullah Saw bersabda:
Manusia yang paling keras sisksaannya pada Hari Kiamat
kelak ada dua: wanita yang bermaksiat terhadap suaminya dan pemimpin suatu kaum, sementara kaum itu membencinya. [HR. at-Tirmidzi].
Tidak kalah kerasnya adalah ancaman yang diberikan Allah
kepada para pemimpin yang menilap harta rakyat. Rasulullah Saw bersabda:
Tidak seorang hamba pun yang diserahi Allah memelihara
dan mengurus (kepentingan) rakyat meninggal, sementara ia menipu rakyatnya, kecuali Allah mengharamkan atas dirinya surga. [HR. Muslim, Ahmad, dan ad-Darimi].
Termasuk penipuan adalah jika seorang pejabat mengambil
harta di luar gajinya (dapat berupa hadiah, imbalan, apalagi hasil korupsi). Rasulullah Saw bersabda:
Wahai manusia, siapa saja di antara kalian yang diangkat
menjadi pegawai kami untuk melaksanakan suatu aktivitas, lalu ia menipu kami terhadap penghasilannya dengan indikator tertentu, maka (ketahuilah) sesungguhnya apa yang lebih dari penghasilannya adalah harta haram (ghull) yang akan dibawanya pada Hari Kiamat. [HR. Abu Dawud].
Di antara pengkhiatanan penguasa adalah jika ia
menyerahkan jabatan kepada orang yang tidak layak. Biasanya ini karena unsur nepotisme. Jabatan adalah amanah dan harus diserahkan kepada yang layak memegangnya. Rasulullah Saw bersabda:
“Apabila amanah telah dilalaikan maka tunggulah saat
kehancuran.” Ditanyakan, “[iWahai Rasulullah, bagaimana dilalaikannya?[/i]” Beliau menjawab, “Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang tidak layak maka tunggulah saat kehancurannya.” [HR. al-Bukhari dan Ahmad].
Jika ada orang yang lebih layak, sementara pemimpin justru
menyerahkan urusan kepada orang yang kurang layak, maka ia telah berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya, dan kaum Muslim. Demikian sebagaimana sabda Rasulullah Saw dikutip oleh Imam Ibn Taimiyyah dalam As-Siyâsah asy- Syar‘iyyah.
Pemimpin dengan karakter-karakter di atas adalah
pemimpin zalim, termasuk makhluk yang paling dibenci dihadapan Allah. Rasulullah Saw bersabda:
Makhluk yang paling dicintai Alah adalah pemimpin yang
adil dan yang paling dibenci-Nya adalah pemimpin yang zalim. [HR. Ahmad].
Oleh karena itu, siapa saja yang sedang atau akan
memegang suatu jabatan rendah maupun tinggi, hendaklah mengupayakan diri sekuat kemampuan untuk menjadi orang yang adil. Pemimpin adil tidak akan bisa diwujudkan kecuali dengan menerapkan Islam secara total, karena keadilan hanya ada dalam Islam.
Bagi kita rakyat kebanyakan, tentu yang diharapkan selalu
adalah para pemimpin yang mencintai dan mendoakan kita, yang selalu menasihati dan bersikap adil kepada kita. Namun, pemimpin adil ini menuntut peran serta rakyat secara keseluruhan untuk mewujudkannya. Rakyat hendaklah selalu menjalankan kewajiban untuk melakukan amar makruf nahi munkar terhadap pemimpin yang menyimpang sekecil apapun. Dengan aktivitas inilah siksa tidak akan ditimpakan oleh Allah secara umum kepada mereka.
Hendaklah kita, rakyat kebanyakan, selalu mendorong
pemimpin untuk mengikuti dan menerapkan Islam secara keseluruhan. Sebab, tidak akan terwujud pemimpin yang adil, bahkan tidak mungkin terwujud keadilan, kecuali dengan mengikuti dan menerapkan Islam secara keseluruhan. Sistem-sistem selain Islam yang diterapkan saat ini telah terbukti gagal dalam mewujudkan pemimpin yang adil dan melahirkan keadilan. Sistem selain Islam terbukti banyak menghasilkan pemimpin yang zalim dan mengabaikan kepentingan rakyat.
Akhirul kalam, marilah kita berdoa sebagaimana Rasulullah
Saw pernah berdoa kepada Allah:
Ya Allah, siapa saja yang memegang urusan ummatku dan
bersikap memberatkan atau menyulitkan mereka, maka balaslah dengan perlakuan yang sama. Siapa saja yang memegang urusan umatku lalu bersikap lembut kepada mereka, balaslah dengan perlakuan yang sama. [HR. Muslim].
Wallâh a‘lam bi ash-shawâb. [Buletin Al-Islam Edisi 215]