Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
I. Tujuan Percobaan
(Keenan, 1998)
(Miller, 1997)
a. Timbulnya gas
b. Terbentuknya endapan
Contoh :
d. Perubahan warna
(Keenan, 1992)
(Vogel, 1985)
H+ + OH- H2O
(Rivai, 1995)
(Vogel, 1985)
(Brady, 1994)
(Vogel, 1985)
(Brady, 1994)
(Vogel, 1985)
(Underwood, 1990)
Reakta Produk
A B
Δt Δt
(Chang, 2004)
(Oxtoby, 2001)
II.5.2 Suhu
(Keenan, 1990)
(Keenan, 1990)
II.5.4 Katalis
II.5.5 Konsentrasi
(Keenan, 1990)
K disebut konstanta laju reaksi orde pertama. Laju reaksi diatas dapat
diukur baik dengan berdasarkan penurunan [N2O5] atau berdasarkan pada
[O2] [NO2] [N2O5] akan menghasilkan persamaan yang berbeda.
Laju reaksi
Laju reaksi
Laju reaksi
Laju reaksi
Untuk reaksi umum :
aA + bB → cC + Dd
(Keenan, 1990)
a) Metode Logika
Metode ini memiliki kelemahan, yaitu hanya bisa digunakan jika ada
data yang sama.
Harga K1 dan K2 (tetapan laju reaksi) pada suhu konstan adalah sama,
sehingga dapat dihilangkan. Dengan demikian perbandingan
konsentrasi zat yang berubah dipangkatkan orde reaksinya masing –
masing sama dengan perbandingan kecepatan reaksinya.
c) Metode Grafik
Bila berupa garis lurus (linear) merupakan orde reaksi satu garis
lengkung (parabola) merupakan orde reaksi dua. Jika berupa garis
lengkung, tetapi bukan bentuk kuadrat orde reaksinya 3,4 dan
seterusnya.
(Khopkar,1990)
V
[A]
(Khopkar, 1990)
[A
]
(Khopkar, 1990)
V = K [A] [B]
(Atkins, 1993)
(Miller,
1987)
V= V=
[A] = konsentrasi A
[B] = konsentrasi B
t = waktu
(Sastrohamidjojo, 2001)
(Chang, 2004)
2.12.1 Logam Mg
(Basri, 1996)
Tidak berwarna
(Vogel, 1985)
2.12.3 KMnO4
Berwarna ungu
Titik dekomposis
(Bird,1987)
Tidak berwarna
(Basri, 2000)
2.12.5 Aquadest
Sifat fisik :
Sifat kimia :
(Basri, 2000)
III. Metode Percobaan
3.1 Alat dan Percobaan
3.1.1 Alat
– Tabung reaksi
– Erlenmeyer
– Gelas beker
– Gelas ukur
– Pipet tetes
– Stopwatch
– Labu ukur
3.1.2 Bahan
– Pita Mg
– HCl
– H2C2O4
– KMnO4
– Aquadest
Buret
10 mL HCl 2 M
Gelas beker
Penambahan pita Mg
Pencatatan waktu
Pengulanga 2 kali
hasil
10 mL HCl 2 M 10 mL HCl 2 M
10 mL HCl 2 M 10 mL HCl 2 M
10 mL HCl 2 M
Labu ukur
Penuangan 10 mL HCl
10 mL HCl 0,6 M
Gelas beker
Pemasukan pita Mg
Perulanga 2 kali
hasil
• Erlenmeyer 1
10 ml H2C2O4 + 12 ml
aquadest
Erlenmeyer 50 ml
– Penyiapan buret yang berisi KMnO4 0,1 M
– Pengamatan
hasil
• Erlenmeyer 2
20 ml H2C2O4 + 2 ml
aquadest
Erlenmeyer 50 ml
– Penyiapan buret yang berisi KMnO4 0,7 M
hasil
• Erlenmeyer 3
10 ml H2C2O4 + 10 ml
aquadest
Erlenmeyer 50 ml
– Penyiapan buret yang berisi aquadest
– Pengamatan
hasil
PERCOBAAN III
LARUTAN DAN KELARUTAN : EKSTRAKSI PELARUT
I. TUJUAN PERCOBAAN
1.1. Mengetahui perbedaan daya larut zat terlarut dalam pelarut berbeda.
1.2. Mengenal dan mampu menentukan konsentrasi dengan metode ekstraksi pelarut.
Larutan adalah campuran homogen dari molekul, atom, ataupun ion dari dua zat
atau lebih. Suatu larutan disebut suatu campuran, karena suasananya dapat berubah-ubah.
Disebut homogen, karena susunan dapat begitu seragam, sehingga tak dapat
diamati adanya bagian-bagian yang berlainan. Medium pelarut disebut (solvent) dan zat
terlarut disebut zat pelarut (solute).
Kelarutan suatu zat yang melarut adalah kuantitas zat tersebut yang menghasilkan
suatu larutan jenuh dengan sejumlah tertentu pelarut.
(Keenan, 1984)
(Daintith, 1994)
Harga angka banding berubah dengan sifat dasar kedua pelarut, sifat dasar zat
terlarut dan temperatur.
(Vogel, 1990)
2.4.1 Ekstraksi berdasarkan sifat zat yang diekstraksi, sebagai khelat atau sistem ion
berasosiasi
Berlangsung jika terdapat pembentukan khelat (struktur cincin).
Contoh :
Contoh :
Contoh :
(Khopkar, 1990)
P+V=C+2
Dimana, P = fase
V = derajat kebebasan
C = komponen
Pada ekstraksi pelarut, kita mempunyai P=2, yaitu fase air dan organik, C=1,
yaitu zat terlarut didalam pelarut dan fase air pada temperatur dan tekanan tetap sehingga
V=1.
Jadi didapatkan :
2 + 1 = 1 + 2, yaitu P + V = C + 2
(Khopkar, 1990)
Suatu zat terlarut akan membagi dirinya antara dua cairan yang tak dapat campur
sedemikian rupa, sehingga angka banding konsentrasi pada keseimbangan adalah
konstanta pada suatu temperatur tertentu :
=1]tetapan
[A
[A2]
(Underwood, 1999)
2.6. Mekanisme Reaksi
a. Ekstraksi bertahap
Merupakan cara yang paling sederhana. Caranya dengan menambahkan pelarut
pengekstraksi yang tidak bercampur dengan pelarut semula, kemudian dilakukan
pengocokan, sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi zat yang akan diekstraksi pada
kedua lapisan. Setelah ini tercapai, lapisan didiamkan dan dipisahkan.
b. Ekstraksi kontinu
Digunakan bila perbandingan distribusi relatif kecil, sehingga untuk pemisahan
yang kuantitatif diperlukan berapa tahap ekstraksi.
(Khopkar, 1990)
Dalam ekstraksi, pelarut lebih efektif apabila digunakan sedikit pelarut dengan
ekstraksi berulang-ulang daripada menggunakan pelarut yang banyak dengan sekali
ekstraksi. Banyak senyawa organik dan air bernilai lebih besar dari empat, sehingga
pada umumnya dua atau tiga kali ekstraksi meningkatkan pemisahan senyawa organik
dari air.
Ketika senyawa terlarut dalam air dan mempunyai K lebih kecil dari satu, maka
dapat diperkirakan bahwa sangat sedikit senyawa itu akan dihasilkan dalam ekstraksi.
Koefisien distribusi suatu senyawa organik antara pelarut organik dengan air dapat diubah
dengan penambahan NaCl dalam pelarut air dapat meningkatkan distribusi senyawa
organik itu dalam pelarut organik. Akibat semacam itu disebut “Salting Out” senyawa
organik.
(Fessenden, 1982)
2.9. Titrasi
Titrasi adalah cara analisis yang memungkinkan untuk mengukur jumlah yang
pasti dari suatu larutan dengan mereaksikan suatu larutan lain yang konsentrasinya
diketahui. Pada suatu titrasi salah satu larutan yang mengandung suatu pereaksi
dimasukkan kedalam buret, larutan dalam buret disebut penitrasi dan selama titrasi,
larutan ini diteteskan perlahan-lahan melalui kran kedalam labu erlenmeyer yang
mengandung pereaksi-pereaksi lain. Larutan penetrasi ditambahkan sampai seluruh reaksi
selesai yang dinyatakan dengan berubahnya warnanya indikator, suatu zat yang umumnya
ditambahkan ke dalam larutan dalam bejana penerima dan yang mengalami suatu macam
perubahan warna. Perubahan warna ini menandakan tercapainya titik akhir titrasi.
(Brady, 1999)
Volume pada jumlah reagen yang ditambahkan tepat sama dengan yang
diperlukan untuk bereaksi sempurna oleh zat yang dianalisis disebut titik ekivalen.
Sedangkan volume dimana perubahan warna indikator nampak oleh pengamat disebut
titik-titik akhir titrasi. Titik ekivalen diharapkan sama dengan titik akhir titrasi, perbedaan
atau selisih antara titik ekivalen dan titik akhir titrasi disebut kesalahan.
Kesalahan titik akhir adalah kesalahan kesalahan acak yang berbeda untuk setiap
sistem bersifat aditif dan determinan dan nilainya dapat dihitung. Dengan menggunakan
metode potensiometer dan kondukmetri, kesalahan titik akhir dapat ditekan sampai nol.
(Khopkar, 1990)
2.11. Indikator Asam-Basa
Salah satu cara untuk mengetahui dengan tepat berupa volume basa yang
ditambahkan dari buret ke asam dalam labu ialah dengan menambahkan beberapa tetes
indikator asam-basa, kelarutan asam saat awal titrasi. Tidak semua indikator berubah
warna pada pH yang sama, jadi pilihan indikator untuk titrasi tertentu bergantung pada
sifat asam dan basa yang digunakan dalam titrasi. Fenolptalein merupakan salah satu
indikator.
(Chang, 2005)
(Rivai, 1995)
2.12.1. Struktur PP :
C OH
C OH + H 2 O OH
O C
C
O
OH
C O + H 3 O+
C OH
Ir2-, merah
(Underwood, 1998)
2.13. Analisa Bahan
2.13.1. Sabun
Garam natrium atau kalium dari asam karboksil rantai panjang (asam
lemak), yang mempunyai sifat khas dapat mendispersikan zat organik non polar
ke dalam air.
(Pudjaatmaka, 2002)
(Daintith, 1994)
2.13.3. Alkohol
Senyawa organik yang mengandung gugus –OH, reaksinya dengan asam
menghasilkan ester dan dehidrasi menghasilkan alkena dan eter.
(Daintith, 1994)
2.13.4. Kloroform
Cairan haloform atsiri, berbau manis, tanpa warna, CH 3Cl3. Kloroform
merupakan anestik yang ampuh, tetapi dapat merusak hati, digunakan sebagai
pelarut dan bahan dasar untuk membuat senyawa lain.
(Daintith, 1994)
2.13.5. NaOH
Padatan lembah-cair bening yang berwarna putih larut dalam air dan
etanol, tetapi tidak larut dalam eter, bersifat sangat basa dan sangat korosif
terhadap jaringan tubuh dan membahayakan mata.
(Daintith, 1994)
2.13.6. Indikator Phenolptalein (PP)
Berupa kristal tidak berwarna, larut dalam alkohol dan pelarut organik,
digunakan sebagai indikator asam dan basa, tak berwarna dalam larutan asam dan
merah muda pada larutan basa, trayek pH 8,2 - 10,00.
(Mulyono, 2005)
2.13.7. NaCl
Padatan kristalin tanpa warna, larut dalam air dan sedikit larut dalam
etanol. Sifat kelarutannya dalam air menarik, karena hanya berubah sedikit sesuai
dengan kenaikan suhu.
(Daintith, 1994)
3.1.1. Alat
- Timbangan - Erlenmeyer
- Stopwatch - Pengaduk
3.1.2. Bahan
- Sabun
- Aquades
- Kloroform
- NaCl
- Alkohol
- NaOH
- Phenolptalein (PP)
0,1 g SabunGelas
beker
- Penambahan 50 mL aquades + 3 tetes PP
- Pemanasan hingga mendidih
- Pendinginan
- Pengenceran menjadi 100 mL
20 mL Larutan Sabun
Corong Pemisah
- Penambahan 10 mL kloroform
- Pengocokan
- Penambahan 10 mL NaCL
- Ekstraksi sebanyak 3x
- Penambahan 20 mL
etanol
- Ekstraksi
Hasil
0,05 g Sabun
Gelas beker
- Penambahan 50 mL aquades + 3 tetes PP
- Pemanasan hingga mendidih
- Pendinginan
- Pengenceran menjadi 100 mL
10 mL Larutan Sabun
Corong Pemisah
- Penambahan 10 mL kloroform
- Pengocokan
- Penambahan 10 mL NaCL
- Ekstraksi sebanyak 3x
- Penambahan 20 mL
etanol
- Ekstraksi
Hasil
PERCOBAAN 4
SPEKTROFOTOMETRI
I. Tujuan Percobaan
penyerapan cahaya
2.1 Spektrofotometri
(Vogel, 1985)
2.2 Spektrofotometer
Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer
dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang
tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan, direfleksikan
atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer
dibandingkan fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi dan ini
diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating ataupun celah optis. Suatu
spektrofotometer tersusun dari spektrum tampak yang kontinu, monokromator, sel pengabsorpsi
untuk larutan sampel atau blanko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorbsi antara
sampel dan blanko ataupun pembanding.
(Khopkar, 1990)
a. Suatu sumber energi cahaya yang berkesinambungan yang meliputi daerah spektrum
yang mana instrumen itu dirancang untuk beroperasi.
b. Monokromator
Yaitu suatu alat untuk memencilkan berkas radiasi dari sumber berkesinambungan
(menghasilkan sumber sinar yang monokromatis). Komponennya adalah suatu sistem
celah dan suatu unsur dispersif. Monokromator juga memencilkan pita sempit panjang
gelombang dari spektrum lebar yang dipancarkan oleh sumber cahaya.
c. Sel absorpsi
Dapat berupa cuvet kaca atau cuvet kaca cara, sedang di daerah UV digunakan sel
kuasa.
d. Detektor
Berupa transduser yang mengubah energi cahaya menjadi suatu syarat listrik detektor
diharapkan memiliki kepekaan tinggi dalam daerah spektra yang diamati, respon linier
terhadap gaya radiasi, waktu respon cepat, dapat digandakan dan kestabilan tinggi.
Suatu sinar yang melewati larutan dengan ketebalan b cm dan konsentrasi zat
penyerap sinar c, maka akan mengalami sebuah pengurangan. Jika sinar yang akan masuk
dilambangkan Po, maka sebagai akibat interaksi diantara cahaya dan partikel – partikel penyerap
/ pengabsorbsi merupakan berkurangnya sinar dari Po ke P. Transmitansi larutan T merupakan
bagian dari cahaya yang diteruskan melalui larutan, sehingga :
T= P
Po
Transmitan (T) sering dinyatakan sebagai presentase (% T). Absorbansi (A) dari suatu larutan
dinyatakan sebagai persamaan :
A = - log T = log Po
Hubungan antara jumlah zat / cahaya yang diserap larutan yang disebut absorban A dengan
jumlah zat-zat c dengan persamaannya adalah :
A = a.b.c
Dimana, a adalah tetapan untuk semua jenis zat dan b merupakan tebal / tinggi larutan yang
ilalui oleh cahaya / sinar.
Dua jenis larutan dari zat yang sama dengan absorbannya akan tampak secara visual
dengan kepekatan warna yang sama.
sehingga :
c2 = b1.c1
b2
( Brady, 1984 )
Hubungan antara serapan radiasi dan panjang jalan melewati medium yang menyerap
mula-mula dirumuskan oleh Bougner (1729) meskipun kadang-kadang dikaitkan kepada
Lambert (1768). Jika suatu berkas radiasi monokromatik (radiasi dengan panjang gelombang
tunggal) diarahkan menembus medium itu, ternyata setiap lapisan menyerap fraksi yang sama
besar. Misalnya bila lapisan pertama fraksi yang separuh radiasi yang memasuki lapisan
tersebut, maka lapisan kedua akan menyerap separuh dari radiasi yang memasuki lapisan keluar
dari lapisan kedua ini akan menjadi seperempat dari daya aslinya, dan lapisan ketiga
seperdelapan dan seterusnya.
- dP = ki.P
db
db
ln Po – P = ki.b
ln Po = ki.b
log Po = ki.b
(Underwood, 1996)
Hubungan antara konsentrasi larutan dan tingkat absorbsi dirumuskan oleh Beer
(1859). Hukum Beer analog dengan hokum Lambert-Bougner memberikan pernyataan
berkurangnya secara eksponen daya radiasi yang diteruskan dengan pertambahan aritmatik
konsentrasi.
- dP = ki.P
dc
P
⌠ dPo
d ⌠
c
P dc d
⌡Po ⌡0
ki
ln Po – ln P = ki.c
ln Po = ki.c
P
log Po = ki.c
c = konsentrasi larutan
Hukum Beer dapat iterapkan benar-benar untuk radiasi monokromatik dimana sifat dasar
spesies penyerap tabung berubah sepanjang jangka konsentrasi yang diselidiki.
(Underwood, 1996)
Hukum ini adalah gabungan antara hukum Bougner-Lambert dengan Beer. Dalam
memperhatikan atau mempelajari efek konsentrasi yang berubah-ubah terhadap absorbsi, tebal
larutan diusahakan agar konstan namun hasil didapat akan bergantung pada besarnya nilai
konstan itu. Dengan kata lain, hukum dasar Beer yang ditulis dengan ki = f [b] serupa hukum
Lambert ki = f [c], sehingga dapat diperoleh :
P P
f(c).b = f(b).c
f(c) = f(b)
c b
f(c) = f(b) =∑
c b
sehingga dihasilkan :
A = ε.b.c
c = konsentrasi larutan
Daya serap cahaya oleh larutan (A) dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu :
(Underwood, 1966)
10-11 10-9 10-7 10-5 10-3 10-1 101 103 105 107 109
Sedangkan spectrum cahaya tampak dan warna-warna komplementer ditunjukan pada table
berikut :
Panjang gelombang
(mm) warna warna komplementer
(Underwood, 1999)
Cahaya yang digunakan harus monokromatis, bila tidak demikian, maka akan
diperoleh dua nilai absorbansi pada dua panjang gelombang. Hukum Beer tidak diikuti oleh
larutan yang pekat. Konsentrasi lebih tinggi untuk beberapa garam tak berwarna. Jika selama
pengukuran pada larutan encer terjadi reaksi kimia seperti polimerisasi, hidrolisis, atau disosiasi
maka hukum Beer tidak berlaku.
(Underwood, 1999)
a. Diserap
berbeda (spektrometri)
d. Dibelokkan
(Handayana,1994)
Spectra serapan dapat diperoleh dengan menggunakan sample dalam berbagai bentuk
gas, lapisan tipis cairan, larutan dalam pelarut dan bahkan zat padat. Kebanyakan kerja analisis
melibatkan larutan dan hubungan konsentrasi suatu larutan dan kemampuan menyerap radiasi.
Serapan juga bergantung pada jarak yang diarungi radiasi melawati larutan itu, panjang
gelombang radiasi dan sifat dasar spesies molekul dalam larutan.
(Unerwood,2001)
2.10 Transmintansi dan absorbansi
T= P
Po
Po P
Gambar tersebut memperlihatkan kekuatan sinar sebelum (Po) dan sesudah (P) melewati larutan
yang mempunyai ketebalan b cm dan konsentrasi zat penyerap sinar c. Sebagai pelarut interaksi
diantara cahaya dan partikel penyerap (pengabsorbsi) adalah berkurangnya kekuatan sinar dari
Po ke P.
Po
(Handayana, 1994)
Ada beberapa persyaratan yang diperhatikan supaya hokum Lambert Beer dapat
dipakai yaitu syarat konsentrasi, syarat kimia dan syarat cahaya.
a. Syarat konsentrasi
b. Syarat kimia
dianalisis.
c. Syarat cahaya
d. Syarat kejernihan
a. konsentrasi rendah
(Handayana,1994)
2.12 Spektrum absorbsi
(Underwood, 1994)
Lambert (1760) dan Beer (1852) dan juga Bougner menujukkan hubungan :
T= Pt
Po
Po
T Pt
Jika terang intensitas Io pada panjang gelombang ditentukan melalui suatu solusi
yaitu suatu jenis zat yang dapat menyerap cahaya. Cahaya yang muncul dengan intensitas I
mungkin terukur oleh suatu defektor yang sesuai.
Hukum Lambert-Beer:
Log Io = A = a.b.c
Dimana : A = absorbansi
a = absortivitas molar
b = panjang
c = konsentrasi
(Pavia, 1991)
a. jenis pelarut
b. pH larutan
c. suhu
Keberhasilan juga akan mempengaruhi absorbansi termasuk bekas jari pada dinding tabung
harus dibersihkan dengan kertas tissue dan hanya memegang bagian ujung atas tabung sebelum
pengukuran.
(Handayana,1994)
2.15 Pengenceran
tambahan untuk mendapatkan larutan yang lebih encer / kurang pekat dalam pengenceran
jumlah zat terlarut tetap tetapi konsentrasinya berubah karene banyaknya mol zat terlarut tetap
sama selama pengenceran, maka :
N1.V1 = N2.V2
V1 = volume awal
(Brady, 1999)
2.16 Senyawa kompleks
a. Reaksi Substitusi
b. Reaksi Redoks
Mekanismenya:
- Transfer elektron terjadi pemindahan elektron dari ato satu ke yang lain.
- Transfer atom, reduktor dan oksidator terikat dengan jembatan atom ion
melalui jembatan elektron berpindah dari atom satu ke atom yang lain.
(Brown, 1997)
2.17.1 K3Fe(SCN)6
Berupa kristal berwarna merah darah, larut dalam suhu 0˚C, bersifat racun,
merupakan suatu oksidator, dalam lingkungan basa, dapat berubah menjadi kalium ferosianida,
dipakai dalam pemotretan dan reagen di laboratorium.
(Pringgodigdo, 1990)
2.17.2 Aquadest
Berupa cairan tidak berwarna, tidak berasa, berat molekul 18,016 titik beku 0˚C,
titik didih 100˚C, ineks bias 1,333 , bersifat polar, merupakan senyawa netral dengan pH 7,
berat jenis 1 gram/cm2, ikatan hydrogen membentuk sudut 109,2 , alcohol dan etil eter,
merupakan pelarut / pengencer yang baik, larut dalam K3Fe(SCN)6, termasuk elektrolit lemah,
pemurniannya dengan penyulingan koagulasi.
(Pringgodigdo, 1990)
III. Metode percobaan
3.1.1 Alat
- spektrometer
- tabung reaksi
- kuvet
3.1.2 Bahan
- K3Fe(SCN)6 0,01 N
- Aquadest
10 mL aquades
Tabung reaksi 1
Penghidupan spektrofotometer
konsentrasinya
Hasil
Tabung reaksi 2
Penghidupan spektrofotometer
konsentrasinya
Hasil
2 mL K3Fe(SCN)6 0,01 N + 8 mL aquades
Tabung reaksi 3
Penghidupan spektrofotometer
konsentrasinya
Hasil
Hasil
4 mL K3Fe(SCN)6 + 6 mL aquades
Tabung reaksi 4
Penghidupan spektrofotometer
konsentrasinya
Hasil
6 mL K3Fe(SCN)6 + 4 mL aquades
Tabung reaksi 5
Penghidupan spektrofotometer
konsentrasinya
Hasil
8 mL K3Fe(SCN)6 + 2 mL aquades
Tabung reaksi 6
Penghidupan spektrofotometer
konsentrasinya
Hasil
10 mL K3Fe(SCN)6
Tabung reaksi 7
Penghidupan spektrofotometer
konsentrasinya
Hasil
PERCOBAAN V
I. TUJUAN PERCOBAAN
I.2 Mampu menentukan rendeman prosentase sintesa aspirin dari asam asetat.
2.1 Stoikiometri
Stoikiometri merupakan suatu hubungan kuantitatif antara pereaksi dan
produk dalam suatu persamaan kimia yang berimbang. Stoikiometri sangat
penting peranannya bagi ilmu kimia dimana segala aspek kuantitatif baik yang
berhubungan dengan pereaksi maupun produk dalam bentuk mol, molaritas
maupun normalitas. Yang paling penting adalah rendemen teoritis.
a. Rendemen Teoritis
b. Rendemen Nyata
Rendemen nyata merupakan suatu hasil reaksi yang didapat dari penelitian
atau praktek. Rendemen nyata pada suatu percobaan biasanya lebih kecil dari
rendemen teoritis. Hal ini disebabkan karena adanya kesetimbangan reaksi dan
terdapat beberapa jenis hasil reaksi. Perbandingan rendemen teoritis dengan
rendemen nyata biasanya disebut rendemen prosentase.
(Keenan,1991)
Rendeman
Rendeman Prosentase = nyata x 100 %
Rendeman
teoritis
(Keenan, 1994)
2.3 Aspirin
Aspirin atau asam asetil salisilat merupakan senyawa derivatif dari asam
salisilat. Aspirin berupa kristal putih dan berbentuk seperti jarum. Dalam
pembuatan aspirin tidak akan dihasilkan produk yang baik jika suasananya
berair, karena asam salisilat yang terbentuk akan terhidrolisa menjadi asam
salisilat berair. Aspirin diperoleh dengan proses asetilasi terhadap asam salisilat
dengan katalisator H2SO4 pekat. Asetilasi adalah terjadinya pergantian atom H
pada gugus –OH dan asam salisilat dengan gugus asetil dari asam asetil anhidrat.
Karena asam salisilat adalah desalat phenol, maka reaksinya adalah asetilasi
destilat phenol. Asetilasi ini tidak melibatkan ikatan C-O yang kuat dari phenol,
tetapi tergantung pada pemakaian, pemisahan ikatan –OH. Jika dipakai asam
karboksilat untuk asetilasi biasanya rendemen rendah. Hasil yang diperoleh akan
lebih baik. Jika digunakan suatu derivat yang lebih reaktif menghasilkan ester
asetat. Nama lain aspirin adalah metil ester asetanol (karena doperoleh dari
esterifikasi asam salisilat sehingga merupakan asam asetat dan fenilsalisilat).
Struktur Aspirin:
O
O
C
O CH 3
C
OH
(Mulyono, 2008)
H2SO4 dalam larutan akan terurai menjadi H+ dan SO4-. Proton H2SO4 akan
diikat oleh asam salisilat pada gugus –OH nya. Sehingga asam salisilat
bermuatan positif dalam keadaan ini ikatan H+ lebih kuat dibanding ikatan H
pada OH sehingga dengan adanya gugus asetil dari asam asetat anhidrat akan
tersubtitusi.
O
O
C OH
C OH O O
H2SO4 O
C CH3 O C CH 3
OH O H 3 C C OH
C CH3 panas
( Fisher, O Asam Asetat
Asam Asetat Anhidrid Aspirin
Asam Salisilat 1957 )
O C CH 3 OH
NaOH CH3COONa
COOH COOH
Dengan NaOH 10% terhidrolisa menjadi asam salisilat bebas
O O
H2
O C CH3 O C O C 2H 5
H2
H3C C OH H 2O
O C CH3
COOH
O
Dengan air terhidrolisis menjadi asam salisilat bebas dan asam asetat
O C CH3 OH
H 2O CH3COOH
COOH COOH
Tidak terhidrolisis dalam asam lemak, karena dalam lambung tidak diserap
dahulu. Setelah dalam usus halus, dalam suasana basa dapat terhidrolisis
menghasilkan asam salisilat bebas.
(Fieser, 1987)
(Austin, 1955)
3. Melewatkan larutan panas pada kristal zat dingin dan yang berupa
endapan.
5. Mengeringkan kristal
(Wilcox, 1995)
(Wilcox, 1995)
2.9 Katalis
Katalis merupakan suatu zat yang mempengaruhi laju reaksi tanpa adanya
perubahan permanen pada zat tersebut. Katalis berfungsi untuk meningkatkan
kecepatan reaksi. Katalis dibedakan menjadi 2 macam :
Berupa hablur putih, berbentuk kristal, tidak berbau, rasanya manis, tidak
larut dalam air dingin, larut dalam air panas dan mudah larut dalam alkohol.
Eternya metal salisilat adalah minyak gandapura, juga terdapat dalam tambahan
lain. Dapat menurunkan suhu badan dan menghilangkan rasa nyeri. Asam
salisilat mempunyai berat molekul 138 g/ mol dan titik leleh: 154oC
(Pringgodigdo, 1990)
(Daintith, 1996)
(Pringgodigdo,1990)
2.10.4 Etanol
(Pudjaatmaka, 2003)
2.10.5 Aquades
Cairan tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau, titik leleh 0oC,
titik didih 100oC, bersifat polar sehingga merupakan pelarut yang baik.
(Pudjaatmaka,2003)
2.10.6 FeCl3
Bersifat asam sehingga melarutkan besi menjadi FeCl2. Mudah larut dalam
air, alkohol, dan eter. Dalam perdagangan dapat diperoleh sebagai hablur
kuning yang mengandung 6 mol air atau sebagai larutan pekat berwarna
coklat karena terjadi hidrolisis yang kuat.
(Pringgodigdo, 1990)
2.10.7 Iodine
3.1.1 Alat
1. Kertas Saring
2. Hot Plate
3. Pengaduk
4. Gelas Ukur
5. Termomete
6. Droplate
7. Erlenmeyer
8. Pipet Tetes
9. Corong
10. Penangas
3.1.2 Bahan
1. Asam salisilat
2. Asam sulfat
3. Etanol
4. FeCl3
5. Iodine
6. Aquades
7. Asam asetat
Labu Ukur
- Pengadukan
- Penyaringan
Filtrat Residu
etanol panas
- Pengadukan
- Pendinginan pelan-pelan
Residu Filtrat
-Penimbangan
Hasil
Percobaan 6
I. TUJUAN PERCOBAAN
Mengenal ion polikromatik karbonat dan bikarbonat dalam larutan
Mampu menentukan banyaknya komponen ion polikromatik karbonat dan bikarbonat
dalam larutan
(Brady, 1999)
(Fessenden, 1986)
(Fessenden, 1986)
Asam Poliprotik
Salah satu contoh asam poliprotik adalah asam karbonat dengan dua anion yaitu
ion karbonat dan ion bikarbonat. Kedua anion tersebut sering berada bersama-sama dalam
larutan. Keberadaannya dapat dibuktikan secara kualitatif dan kuantitatif. Ion karbonat dan
bikarbonat mempunyai ciri-ciri tersendiri misalnya dengan indikator PP, larutan yang
mengandung ion karbonat akan berwarna merah muda, sedangkan larutan yang
mengandung ion bikarbonat akan menjadi jernih. Asam karbonat bersifat tidak stabil dan
mudah terurai menjadi air dan CO2
(Brady, 1999)
Titrasi Asidimetri
Asidimetri adalah penentuan kadar basa dalam suatu larutan dengan larutan asam
yang telah diketahui konsentrasinya sebagai titran. Syarat-syarat titrasi dapat dipakai
sebagai dasar titran:
Na2CO3 manangkap 2 mol H+ untuk menjadi NaCl, maka 1 mol NaCO32- 2 grek.
Titrasi asidimetri menggunakan dasar reaksi netralisasi. Oleh karena itu reaksi
dapat digolongkan menjadi :
Ion Karbonat
Ion karbonat merupakan ion berbentuk planar berisi kation yang berkaitan dalam
tiga atom oksigen pada sudut segitiga sama sisi.
O
-1 -2 -3
O O
C C C
O O O O O O
Ion karbonat dapat dibuat dengan mereaksikan 1 mol CO 2 dengan 2 mol NaOH, dengan
reaksi: CO2 + OH- CO32- + H2O
Kelarutan semua karbonat netral atau normal, kecuali karbonat dari logam alkali serta
amonium tidak larut dalam air.
(Vogel, 1995)
Ion Bikarbonat
Ion bikarbonat dapat dibentuk/dibuat dengan mereaksikan karbonat bikarbonat
dengan kalsium. Mereka terbentuk karena reaksi asam karbonat yang berlebihan terhadap
karbonat normal, baik dalam larutan air atau suspensi dan terurai pada pendidihan larutan.
Reaksi:
Dengan adanya karbonat normal yaitu dengan menambahkan kalsium klorida yang
berlebih pada suatu campuran karbonat. Bikarbonat diendapkan secara kuantitatif.
Reaksi:
(Vogel, 1985)
Indikator Asam – Basa
Indikator adalah pasangan asam-basa konjugasi yang terdapat dalam konsentrasi
molar kecil sehingga tidak mempengaruhi pH larutan keseluruhan. Disamping itu, bentuk
asam dan bentuk basanya mempunyai warna yang berbeda yang disebabkan oleh resonansi
isomer elektron.
(Rosenberg, 1989)
Berbagai indikator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda, hal ini akan
menyebabkan perubahan warna pada proyek pH yang beda. Macam-macam indikator
asam-basa :
CH CH 2
OH C CH2 H 2C C OH
H C CH C C H
C C C
H H
H
C C O
HC
C C O
HC CH
Struktur fenolftalein
(Basri, 1996)
Dibuat dari kondensasi anhidrat ftalein dengan sulforat. Yang termasuk didalamnya
yaitu thymol blue, m-eresol purple, denofenolred.
Berwarna orange kemerahan, dalam larutan asam dengan pH kurang dari 3,1. dalam
larutan basa dengan pH di atas 4,4. zat ini berwarna kuning. Dalam larutan asam,
metil orange terdapat sebagai hibrida resonansi dari suatu struktur terprotonkan.
Hibrida resonansi ini berwarna orange kemerahan. Nitrogen tidak bersifat basa kuat
dan gugus terprotonkan melepaskan ion hidrogen pada pH sekitar 4,4. kehilangan
proton ini mengubah struktur elektronik senyawa tersebut yang melibatkan
perubahan warna dari orange kemerahan menjadi kuning.
(Fessenden, 1986)
(Underwood, 1999)
Titrasi
Pengertian Titrasi
Suatu metode penentuan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi yang
diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap dengan sejumlah contoh
tertentu yang akan dianalisis. Dalam analisis larutan asam-basa, titrasi melibatkan
pengurangan yang seksama volume suatu asam dan basa yang tepat saling
menetralkan.
(Keenan, 1990)
Titrasi Karbonat
Ketika CO2 diabsorbsi oleh sebuah larutan standar NaOH normalitas dari larutan
akan terpengaruh jika indikator fenolftalein digunakan. Diutarakan juga bahwa
campuran dari karbonat dan hidroksida, atau karbonat, dapat ditentukan melalui
titrasi dengan menggunakan indikator fenolftalein dan metil orange.
pKa asam karbonat yang pertama adalah 6,34 dan yang kedua adalah 10,36,
sehingga perbedaannya adalah 4,02 satuan. Biasanya ion karbonat dititrasi sebagai
basa dengan sebuah titran asam kuat, dimana dalam kasus ini jelas didapat:
Fenolftalein dengan skala pH 3,0 sampai 9,6 adalah indikator yang cocok untuk
titik akhir pertama, karena pH sebuah larutan NaHCO 3 adalah ½ (pKa1 + pKa2) atau
atau 8,35.
Metil orange dengan skala pH 3,1-4,4 cocok untuk titik akhir yang kedua. Sebuah
larutan CO2 jenuh mempunyai pH sekitar 3,9. tidak satupun titik akhir terlihat
tajam, namun yang kedua dapat secara luas ditingkatkan dengan menghilangkan
CO2. biasanya sample-sample yang hanya mengandung sodium karbonat (soda abu)
dinetralisasi sampai titik metil orange dan asam yang berlebihan ditambahkan. CO2
dihilangkan dengan mendidihkan larutan dan asam yang berlebih tersebut dititrasi
dengan basa standar.
(Underwood, 1999)
Reaksi Pengendapan
Reaksi pengendapan yaitu reaksi yang sangat berkaitan dengan hasil kali kelarutan
(Ksp). Jika hasil kali konsentrasi dengan pangkat yang semestinya antara dua ion melebihi
nilai dari hasil kali kelarutan yang bersangkutan, maka kombinasi kation dan anion
tersebut akan mengendap dalam larutan kembali mencapai nilai hasil kali kelarutan.
Reaksi:
(Rosenberg, 1989)
Analisa Bahan
CaCl2
Senyawa putih lembab, cair, larut dalam air. Berat jenis 2,15, titik leleh 772 oC, titik
didih 7600 oC . ada sejumlah bentuk terhidrasi, antara lain monohodrat (CaCl2,
H2O), dihidrat (CaCl2, 2 H2O). kebanyakan kalsium klorida dibentuk sebagai hasil
samping.
(Daintith, 1994)
NH3
Gas tidak berwarna, bau menyengat, titik leleh -74 oC, titik didih -30,9 oC. sangat
larut dalam air dan alcohol. Dapat dibuat dengan mereaksikan garam amonium
dengan basa seperti kalsium hidroksida atau dengan hidrolisa suatu hidrida.
(Basri, 1996)
HCl
Merupakan asam kuat dan elektrolit kuat, tidak berwarna, titik didih -85,03 oC, titik
leleh -114,19 oC, dapat digunakan sebagai agen pereduksi.
(Daintith, 1994)
Metil Orange
Zat warna organik yang digunakan dalam indikator asam-basa. Berubah merah
dibawah pH 3,1 dan menjadi kuning di atas pH 4,4 (25 oC) digunakan pada titrasi
yang melibatkan basa lemah. Merupakan suatu basa dan berwarna kuning dalam
bentuk
O3
molekulnya.
Na S N N N(CH3 )2 + H3 O
O3
Na S N N N(CH3 )2 + H2 O
N
(Basri, 1996)
Fenolftalein
Zat warna yang digunakan sebagai indikator asam-basa, tidak berwarna dibawah
pH 8 dan berwarna merah di atas pH 9,6. senyawa ini digunakan dalam titrasi yang
melinatkan asam lemah dan basa kuat dan digunakan pula sebagai pencahar.
(Daintith, 1994)
Aquades
Merupakan persenyawaan hidrogen dan oksigen, tidak berbau dan tidak berasa,
tidak berwarna, titik beku 0 oC, titik didih 100 oC, bersifat polar.
(Basri, 1996)
III. METODE PERCOBAAN
Alat dan Bahan
Alat
- gelas beker - gelas ukur
- buret - statif
- erlenmeyer
3.1.2 Bahan
- NH3 - HCl
Gambar Alat
Gelas beker Corong Erlenmeyer
Pipet
Buret
Kertas saring
10 mL cuplikan
Gelas beker
Penambahan CaCl2
Penyaringan
Endapan Filtrat
10 mL cuplikan
Erlenmeyer 100 mL
10 mL cuplikan
Erlenmeyer 100 mL
I. Tujuan Percobaan
a. Untuk mengetahui pengaruh katalis pada kecepatan reaksi.
b. Untuk menunjukkan bahwa enzim dapat berfungsi sebagai katalis.
c. Untuk mengetahui pengaruh beberapa parameter pada kinerja katalis
enzimatis.
Kata enzim berarti “dalam ragi”. Manusia telah menggunakan enzim sejak zaman
prasejarah dalam memproduksi anggur, cuka dan keju. Suatu enzim adalah suatu katalis
biologis. Hewan tingkat tinggi mengandung ribuan enzim. Enzim merupakan katalis
yang lebih efisien dari pada kebanyakan katalis laboratorium atau industri. Enzim juga
memungkinkan suatu selektivitas pereaksi dan suatu pengendalian laju reaksi yang tidak
dimungkinkan oleh kelas katalis lain. Semua enzim adalah protein. Untuk aktivitas
biologis, beberapa enzim memerlukan gugus-gugus prostetik atau kofaktor.
(Fessenden, 1986)
Enzim merupakan polimer biologis yang mengkatalisis lebih dari satu proses
dinamik yang memungkinkan kehidupan. Sebagai determinan yang menentukan
kecepatan berlangsungnya berbagai peristiwa fisiologik, enzim memainkan peran
sentral dalam masalah kesehatan dan penyakit. Pemecahan makanan untuk memasok
energy serta unsur-unsur kimia pembangun tubuh (building blocks); perakitan building
block tersebut menjadi protein, membrane sel. Serta DNA yang mengkodekan informasi
genetic; dan akhirnya peeenggunaan energy untuk menghasilkan gerakan sel, semua ini
dimungkinkan dengan adanya kerja enzim-enzim yang terkoordinasi secara cermat.
(Murray, 2001)
(Shahib, 1992)
1. Protein
2. Gugus Prostetik (Koenzim)
Bagian apoenzim menyebabkan kekhasan pada enzim. Bagian gugus prostetik dapat
berupa kofaktor. Kofaktor yaitu senyawa anorganik yang diperlukan oleh enzim untuk aktivitas
biologisnya. Kofaktor dapat berupa ion logam seperti unsur besi, mangan, magnesium dan
natrium. Koenzim yaitu senyawa organik, misalnya vitamin B1, B2 dan B6.
(Fessenden, 1986)
a. Apoenzim
b. Koenzim
Holoenzim adalah gabungan antara apoenzim dan koenzim yang terikat satu sama lain.
Koenzim, kofaktor, gugus prostetik merupakan kokatalis. Gugus prostetik terikat erat pada
apoenzim sedangkan kofaktor tidak begitu erat. Gugus prostetik adalah bagian dari enzim yang
berbentuk molekul organic. Koenzim adalah suatu bagian yang bertindak sebagai penerima
hydrogen atau akseptor hidrogen seperti NAD/ATP.
( Winarno, 1986 )
Enzim terdiri dari satu atau lebih rantai polipeptida, disamping itu terdapat pula bagian
yang bukan protein yang penting untuk aktivitas katalitik. Bagian yang bukan protein ini disebut
kofaktor. Koenzim adalah bentuk tertentu dari kofaktor.
Kofaktor dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu : gugus prostetik, koenzim dan ion
metal. Koenzim adalah senyawa organik yang berasosiasi dengan apoenzim dan bersifat
sewaktu (tidak permanen), biasanya pada saat berlangsung katalisis. Selanjutnya koenzim yang
sama dapat menjadi kofaktor pada enzimyang berbeda. Pada umumnya koenzim tidak hanya
membantu enzim memecah substrat, tetapi juga bertindak sebagai aseptor sementara untuk
produk yang terjadi. Kebanyakan komponen kimia koenzim adalah vitamin.
(Shahib, 1992)
a. Inhibitor Enzim
Inhibitor adalah beberapa zat kimia yang dapat menghambat kerja enzim,
misalnya garam-garam dan logam berat seperti air raksa.
(Poedjiadi, 1994)
(Murray,2001)
b. Sifat-Sifat Enzim
Secara umum, sifat-sifat enzim sebagai berikut:
Kelompok enzim yang mempunyai fungsi sejenis diberi nama menurut fungsinya.
Misalnya, hidrolase adalah kelompok enzim yang mempunyai fungsi sebagai katalis dalam
proses hidrolisis. Disamping nama trival (biasa) maka oleh “Commision On Enzimes of The
International Union of Biochemistry” telah ditetapkan nama yang sistematis dan disesuaikan
dengan pembagian dan penggolongan enzim berdasar fungsi.
Kekhasan enzim terhadap suatu reaksi disebut kekhasan reaksi. Asam amino tertentu
sebagai substrat dapat mengalami berbagai reaksi dengan enzim.
( Poedjiadi, 1994 )
1) Suhu
Laju reaksi meningkat seiiring bertambahnya suhu, namun apabila suhu terlalu
tinggi, maka enzim akan rusak sehingga reaksi berjalan optimal. Suhu normal untuk
aktivitas enzim berkisar antara 25 - 370C.
4) Konsentrasi Substrat
Laju reaksi yang mengkatalisasikan dengan enzim mula – mula berada pada
kesetimbangan, namun seiring konsentrasi substrat dinaikkan lebih lanjut atau berlebih
akan tercapai suatu laju limit atau laju maksimum suatu reaksi hingga pada saat
penambahan substrat lebih lanjut tidak mempengaruhi reaksi (kinetika penjenuhan).
( Petrucci, 1997 )
Adalah sebagai katalis untuk proses biokimia yang terjadi didalam maupun di luar sel.
Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 106 – 1011 kali lebih cepat dari pada bila reaksi tersebut
berlangsung tanpa katalis.
( Poedjiadi, 1994 )
Enzim diduga menyesuaikan diri di sekitar substrat ( molekul yang akan dikerjakan )
untuk membentuk kompleks enzim substrat. Ikatan menjadi tegang oleh gaya terik antara
substrat dan enzim. Ikatan tegang mempunyai energi dam mudah terpatahkan sehingga reaksi
berlangsung lebih mudah dan menghasilkan kompleks enzim substrat.
E+ ES E+
S P
( Fessenden, 1983 )
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim. Faktor-faktor tersebut dapat
bersifat fisik atau bersifat kimia yaitu :
Laju reaksi yang dikatalis oleh enzim akan meningkat dengan adanya penurunan suhu.
Pada suhu transisi aktivitas enzim menurun tajam. Kenaikan kecepatan dibawah temperatur
optimal disebabkan oleh kenaikan energi kinetika molekul yang bereaksi. Bila suhunya
dinaikkan terus, energi kinetika menjadi besar sehingga melampaui penghitung energi untuk
memecahkan ikatan sekunder yang mempertahankan enzim dalam bentuk aslinya. Akibatnya
struktur sekunder dan tersier hilang disertai hilangnya aktivitas biologis.
(Mayes, 1992)
Aktivitas
Enzim
37o C Temperatur
( suhu optimum )
Gambar Grafik
(Underwood, 1994)
Hubungan temperatur dengan aktivitas
enzim
2.7.2. Konsentrasi Substrat
Bila konsentrasi substrat (s) naik sedangkan semua keadaan lainya dipertahankan tetap,
kecepatan tetap, keceepatan awal yang diukur v naik sampai nilai maksimum v berhenti. Efek
konsentrasi substrat pada kecepatan reaksi yang dikatalis enzim.
Kecepatan akan naik bila konsentrasi substrat dinaikkan sampai konsentrasi enzim
dikatakan telah jenuh dengan substrat. Jumlah substrat masih melebihi jumlah enzim dengan
persamaan molar yang besar. Apabila titik A dan B, Kenaikkan atau penurunan jumlah enzim
tergabung dengan substrat dan v akan tergantung pada (s). Pada C, semua enzim tergabung
dengan substrat sehingga kenaikkan selanjutya dari S. Walau ini menaikkan konsentrasi
benturan anatar enzim dan substrat tidak dapat menaikkan kecepatan reaksi karena tidak ada
enzim yang terdapat unsur bereaksi.
.2.7.3. Pengaruh pH
Kisaran pH yang ekstrim, baik asam maupun basa terjadi aktivasi, yang irreversible.
Pada kisaran pH selebihnya masih dapat terjadi inaktivasi, tetapi bersifat reversible. Perlu
diketahui pada enzim yang sama, sering pH umumnya berbeda, tergantung asal enzim tersebut.
Misalnya metal esterase yang diperoleh dari kapan mempunyai pH optimum sekitar 5,0 sedang
enzim yang sama yang diperoleh dari kacang merah mempunyai pH sekitar 8,5.
Aktivitas
Enzim
7 pH
(Poedjiadi, 1994)
( suhu optimum )
Gambar Grafik
Lebih dari 25% dari keseluruhan enzim mengandung ion logam yang terikat erat atau
membutuhkan ion logam bagi aktivitasnya. Metal enzim mengandung ion logam fungsional
dalam jumlah pasti yang dipertahankan selama proses pemurnian. Enzim yang diaktifkan oleh
logam memperlihatkan ikatan dengan logam yang kurang erat, namun memerlukan logam
tambahan. Dengan demikian perbedaan metaloenzim dan enzim yag diaktifkan oleh logam
terletak pada afinitas enzim terhadap ion logam. Mekanisme yang diinginkan ion logam untuk
melaksanakan fungsinya tampak serupa dengan metaloenzim dan enzim yang diaktifkan oleh
logam.
(Murray, 1997)
2.8. Katalis
Katalis merupakan suatu zat yang mempengaruhi laju reaksi tanpa adanya perubahan
permanen pada zat tersebut. Katalis berfungsi untuk meningkatkan kecepatan reaksi.
a) Katalis Homogen
Katalis homogen adalah jenis katalis yang berfase sama dengan pereaksi.
b) Katalis Heterogen
Katalis heterogen adalah jenis katalis yang tidak berfase sama dengan pereaksi.
(Keenan, 1984)
Banyak reaksi dalam kimia sistem organik dilakukan dengan enzim sebagai katalis.
Enzim merupakan protein yang terdiri dari berbagai asam amino sama seperti molekul lain.
Katalis enzimatik melibatkan ikatan-ikatan kimia yang digunakan dengan ikatan-ikatan pada
reaksi kimia organik biasa. Dalam pelaksanaannya, katalis enzimatik menggunakan struktur
yang dibentuk oleh berbagai gugus asam amino dan prostestik. Sejumlah protein bertindak cepat
sebagai katalis yang sangat reaktif, lebih reaktif dari senyawa lsin yang dapat mempercepat
sejumlah reaksi karena protein mampu dirakit menjadi beberapa bentuk.
Dasar fungsi enzim adalah keefektifan katalis asam amino, gugus karboksil dan gugus
pengikat lain dinaikkan beberapa puluh kaki lipat dengan menempatkannya dalam ruang
tertentu sehingga dapat mengunci senyawa yang dipengaruhi.
Suatu senyawanya dapat mengkatalis reaksi dari beberapa substrat yang berbeda. Falam
reaksi enzimatik gugus pengikat dan gugus-gugus katalistik dan enzim bergabung dengan
substrat membentuk kompleks enzim substrat/ kemampuan enzim prostate.
Enzim aktivasi pembentukan kompleks enzim senyawa antara pada reaksi enzimatik
jauh lebih rendah dari pada energi aktivasi pada reaksi kimia tanpa enzim. Suatu enzim
merupakan suatu katalis yang dapat dibentuk sehingga mudah melakukan katalis dari suatu arah
dan agak sulit melakukan katalisis kearah berikutnya.
( Poedjiadi, 1994 )
S P
Dalam reaksi yang dikatalis enzim semacam S, disebut substrat atau senyawa yang
transformasinya dikatalis oleh enzim. Pada reaksi ini panah baliknya dihapuskan karena
kesetimbangan reaksinya jauh cenderung menuju ke hasilnya atau sebab beranjak dari
konsentrasi hasil nol (hanya meninjau tahap awal reaksi sebelum hasil yang memadai
terkumpul). Hal ini berarti bahwa jumlah dari bentuk hasilnya tidak penting. Jadi dengan model
ini dapat pula dicakup peningkatan banyaknya reaksi enzim. Dan dengan hasil ini dapat di
tuliskan :
S+A P
Apabila tidak ada enzim pada kebanyakan reaksi hidrolase, laju pembentukan hasilnya
diabaikan (atau penekanan substrat). Biasanya laju reaksi semacam itu disebut kecepatan (V)
reaksi.
V = -d [S] / dt
= K [S]
Akan tetapi dengan enzim dan konsentrasi substrat pada persamaan ini tidak berlaku, K
tidak lagi konstan tetapi sebanding dengan konsentrasi enzim.
d [S] / dt = -K [S]
(Poedjiadi, 1994)
1. Amilum
Sifat Fisik : Merupakan polisakarida yang terbentuk dari cara sintesa banyak terdapat pada
tanaman.
Sifat Kimia : Campuran 10 -20% amilosa dan 80-90% amilopeptin. Jika bereaksi dengan
iodine membentuk warna hijau.
(Basri, 1996)
2. Iodin
Sifat Fisik : Berat atom 126,90 gram/mol, nomor atom 53, berwarna hitam kebiruan
dengan uap ungu,digunakan sebagai bahan antiseptic, katalis dan lain-lain.
Sifat Kimia : Larut dalam alkohol, kloform, eter, gliserol, dan karbon disulfida, tidak larut
dalam air.
(Basri, 1996)
3. Cu(NO3)2
Sifat Fisik : Merupakan larutan Berwarna biru laut, titik dekomposisi 170˚C, titik
leleh 115˚C.
Sifat Kimia : Larut di dalam air merupakan reagen untuk mendeteksi Oksigen.
(Basri, 1996)
4. HgCl2
Sifat Fisik : Densitas 5,44, titik leleh 280,7˚C, titik didih 302˚C, beracun dan korosif,
digunakan untuk antiseptik, mengawetkan kayu.
(Pringgodigdo, 1973)
5. Pb(NO3)2
Sifat Fisik : Senyawa tidak berwarna, densitas 4,53, titik dekomposisi 233˚C.
Sifat Kimia : Berbahaya bagi lingkungan, larut dalam air, digunakan sebagai reagen,
pewarna industri tekstil.
(Pringgodigdo, 1973)
6. Aquades
Sifat Fisik : titik didih 100˚C, titik beku 0˚C, memiliki Kb = 0,51 gram/mol.
Sifat Kimia : Memiliki rumus molekul H2O, merupakan senyawa berfasa cair, tidak
berwarna.
(Mulyono, 2005)
7. Larutan Buffer
Larutan yang mempunyai sifat dapat mempertahankan pH lingkungannya
baik oleh pengaruh penambahan sedikit asam atau basa maupun oleh
pengenceran, merupakan campuran yang terdiri dari pasangan konjugasi asam – basa
(misalnya : CH3COOH/CH3COOˉ , NH4OH/NH4+). Larutan buffer ada 2 yaitu:
8. Saliva
Saliva adalah cairan yang lebih kental daripada air biasa. Tiap hari sekitar 1 – 1,2 liter
saliva dikeluarkan oleh kelenjar saliva. Saliva terdiri dari 99,24% air dan 0,58% terdiri atas
ion Ca2+, Na+, K+, PO4-, Clˉ, HCO3ˉ, SO4 2-
dan zat – zat organic, seperti enzim amilase dan
ptyalin.
(Milller,1993)
9. Enzim Amilase
Termasuk kelompok enzim hidrolase, yaitu enzim yang mengkatalis hidrolisa
substrat dengan molekul air. Enzim amilase, dapat memecah ikatan peptide dalam
amilum sehingga terbentuk maltose. Macam – macam enzim amilase, α amilase, β
amilase, terdapat dalam saliva dari pankreas. Enzim ini memecah ikatan yang
terdapat dalam amilum disebut enzim endoamilase sebab enzim ini memecah bagian
dalam bagian tengah molekul amilum.
(Poedjiadi, 1994)
3.1.1. Alat
• Gelas Beker
• Tabung Reaksi
• Kertas Saring
• Penangas air
• Drup plate
• Termometer
• Pipet Tetes
• Corong
• Gelas ukur
• Rak tabung reaksi
• Penjepit
3.1.2. Bahan
• Larutan Amilum 1%
• Larutan I dalam KI
• Cu(NO3)2
• HgCl2
• Pb(NO3)2
• Larutan buffer pH 5
• Larutan buffer pH 7
• Aquadest
3.2 Gambar Alat
3.3.Skema Kerja
Air Kumur
Gelas Beker
Pengocokan kuat-kuat
penyaringan
Filtrat Residu
Hasil
a. T = 37º C
Campuran
Tabung 1b
pada KI
Hasil
b. T = 70ºC
Campuran
Tabung 1b
pada KI
Hasil
a. Larutan buffer 5
Tabung Reaksi
Penambahan Amilum 1%
Pengadukan
Tabung Reaksi
Penempatan ke penangas air 37º C
Hasil
b. Larutan buffer 7
Tabung Reaksi
Penambahan Amilum 1%
Pengadukan
Tabung Reaksi
Hasil
3.4.5. Pengaruh Ion Logam terhadap Aktivitas Enzim Amilase
a.
Tabung Reaksi
Pengadukan
Tabung Reaksi
Tabung Reaksi
Pengadukan
Tabung Reaksi
Penempatan ke penangas air 37º C
c.
Tabung Reaksi
Pengadukan
Tabung Reaksi
Hasil
d.
Tabung Reaksi
Pengadukan
Tabung Reaksi
Penempatan ke penangas air 37º C
Hasil
PERCOBAAN 8
REAKSI REDOKS
I. Tujuan Percobaan
Mempelajari beberapa reaksi redoks
Rumus H2 menyatakan bahwa sebuah molekul hydrogen dari 2 atom itu adalah
diatom sama seperti molekul O2. Molekul air merupakan molekul triatom karena
terdiri dari 3 atom. Persamaan ini menyatakan 2 molekul H2 bereaksi dengan satu
molekul O2 menghasilkan 2 molekul air.
(Keenan,1986)
2.1.1 Reaksi Redoks
Terdapat sejumlah reaksi saat keadaan oksidasi berubah yang
disertai dengan pertukaran electron antara pereaksi. Ini disebut reaksi
oksidasi reduksi atau reaksi redoks. Dari sejarahnya dapat diketahui
bahwa oksidasi dianggap sebagai proses oksigen diambil dari suatu
zat,sedangkan penangkapan hydrogen disebut reduksi.
Reaksi oksidasi adalah suatu perubahan kimia dimana suatu zat
memberikan atau melepas electron,mengalami penambahan
biloks/tingkat oksidasi,terjadi di anoda pada suatu sel elektrokimia.
Sedangkan reaksi reduksi adalah suatu perubahan kimia dimana suatu
zat menerima atau menangkap electron,mengalami pengurangan
biloks,dan terjadi di katoda pada suatu sel elektrokimia.
(Svehla,1985)
2.1.2 Oksidasi dan Reduksi
Oksidasi dan reduksi dapat didefinisikan sebagai istilah berkurangnya
atau bertambahnya satu atau lebih elemen. Oksidasi didefinisikan sebagai
kehilangan satu atau lebih electron secara jelas oleh unsure terkecil yang
terlibat dalam suatu reaksi. Sedangkan reduksi didefinisikan sebagai
bertambahnya satu atau lebih electron secara jelas oleh unsure terkecil yang
terdapat dalam suatu reaksi. Reaksi redoks adalah suatu reaksi transfer
electron yang mana electron dari suatu unsure dioksidasi dengan kehilangan
satu atau lebih electron ke unsur lain yang direduksi ketika berperan sebagai
sebuah penerima electron. Jumlah electron yang hilang harus sama dengan
jumlah electron yang bertambah. Dalam reaksi karena terdapat transfer satu
atau lebih electron dalam satu unsur ke unsure yang lain.
Persamaan
Zn (s) + CuSO4biasa: ZnSO4 (aq) + Cu (s)
(Miller,1987)
Dalam reaksi redoks ada perbedaan dalam bilangan oksidasi atau keadaan
oksidasi. Istilah ini digunakan untuk memperlihatkan sesuatu yang saling mengubah dari dua
atau lebih unsur. Misalnya reaksi antara magnesium dengan oksigen:
Terlihat bahwa biloks Mg berubah dari 0 menjadi +2 dan bilangan oksidasi oksigen berubah
dari 0 menjadi -2. Dengan demikian, oksidasi Mg diikuti dengan bertambahnya biloks. Reduksi
O2 sebaliknya diikuti dengan berkurangnya biloks. Dengan demikian,hal ini memberikan
kepada kita cara lebih umum untuk mendefinisikan oksidasi dan reduksi berkaitan dengan
perubahan dalam bilangan oksidasi dan reduksi.
(Brady,1994)
Banyak reaksi redoks yang sulit disetarakan dengan cara menebak. Reaksi seperti itu
dapat disetarakan dengan metode setengah reaksi ataupun bilangan oksidasi. Metode setengah
reaksi atau metode ion elektron in didasarkan pada pengertian jumlah elektron yang dilepaskan
pada setengah reaksi redoks. Proses penyetaraan in berlangsung melalui tahap-tahap sebagai
berikut :
Langkah I : menulis kerangka dasar dari dari setengah reksi oksidasi dan setengah
reaksi reduksi secara terpisah dalam bentuk ion.
Oksidasi : Cl- → Cl2
Langkah III : jika ada spesies lain selain unsur yang mengalami perubahan bilanagna
oksidasi O2 dan H2, maka penyetaraannya dengan menambahkan spesies yang
bersangkutan pada ruas yang lainnya.
Dalam reaksi in tidak ada.
Langkah V : menyetarakan jumlah elektron yang diserap pada setengah reaksi reduksi
dengan elektron tinggi yang dibebaskan pada setengah reaksi oksidasi denagn cara
memberi koefisien yang sesuai kemudian menjumlahkan kedua setengah reaksi
tersebut.
Reaksi redoks yang setara :
Hasil :
Persamaan reaksi ion tersebut sudah dianggap cukup. Apabila diperlukan, reaksi redoks
yang setara dapat ditunjukkan dari reaksi ionnya sehingga menjadi :
K2CrO7 + 14 HCl → 2 CrCl3 + 3Cl2 + 2KCl + 7H2O
(Petrucci, 1992)
Reaksi disproporsionasi adalah reaksi redoks yang terjadi simultan oleh suatu spesies.
Spesies ini mengandung unsur yang mempunyai bilangan oksidasi diantara bilangan oksidasi
tertinggi dan terendah. Atau denagn kata lain, suatu jenis atom ytang mengalami redoks atau
suatu jenis atom yang bilangan oksidasinya berubah. Reaksi disproporsionasi disebut juga
reaksi autoredoks.
Contoh :
Li, K, Ba, Ca, Na, Mg, Al, Mn, H2O2, Zn, Cr, Fe, Cd, Co, Ni, Sn, Pb, H+, Sb, Bs, Cu,
Hg, Ag, Pb, Au.
Deret volta tersbut, semakin ke kanan sifat reduktornya makin kuat dan oksidasinya makin
lemah. Oleh karena itu, anggota deret volta yang lebih ke kanan melalui reduksi. Reaksi ini
disebut reaksi pendesakan logam.
(Rivai,1995)
Voltage sel keseluruhan diberikan kepada elektode disebut potensial reduksi standar.
Reaksi katode(reduksi) kebalikan dan elektroda yang sebagai anode dan menjalankan oksidasi.
(keenan,1991)
αn oksidasi + n ê = n reduksi
X (ln reduksi)
(Fessenden,1995)
Jika ∑0 adanya positif, maka reaksi ke kanan akan terjadi seperti yang ditulis dalam
tabel elektroda akan bertindak sebagai katode dari elektrode hidrogen sebagai anode. Jika
tanda ini negatif, reaksi ke kiri akan berlangsung sertamerta dan elektrode hidrogen akan
bertindak sebagai katode (mengambil reduksi) bila sebuah elektrode hidrogen.
2H+ + 2ê → H2 (reduksi)
H2 → 2H+ + 2ê (oksidasi)
Potensial reduksi bertambah untuk lithium sampai flou. Ini berarti bahwa terdapat
kecenderungan yang meningkat dan atas ke bawah untuk memperoleh ê (mengalami
reduksi) dan kecenderungan yang melepas ê (mengalami oksidasi). Volta sel merupakan
jumlah aljabar dari potensial oksidasi dan potensial reduksi.
Jika voltase sel yang dihitung itu positif, reaksi sel itu akan berlangsung serta merta.
(Keenan,1986)
Agen-agen pengoksidasi adalah zat yang mengambil elektron dari zat yang
dioksidasi, denagn cara itu menyebabkan terjadinya oksidasi.
(Brady, 1999)
Dalam larutan yang bersifat asam, senyawa in akan mengoksidasi Fe2+ menjadi Fe3+. Dalam
larutan alkali, akan mengoksidasi Cr3+ menjadi Cr2O72- dan Mn2+ menjadi MnO2.
Ion peroksedisulfat adalah senyawa pengoksidasi yang kuat dalam larutan yang
bersifat asam.
Senyawa in akan mengoksidasi Cr3+ menjadi Cr2O72-, Ce3+ menjadi Ce4+ dan Mn2+ menjadi
MnO4-. Reaksi biasanya dikatalis oleh sejumlah kecil ion perak (I), setelah oksidasi selesai,
kelebihan regen dapat dihilangkan dengan mendidihkan larutan.
Reaksi :
Senyawa ini merupakan agen pengoksidasi yang kuat dan menkjalani reaksi
tunggal.
Reaksi :
Ce4+ + e- → Ce3+
Reaksi :
2.9.6 Iodin
Reaksi :
I2 + 2e- → 2I-
Reaksi :
2.9.9 Brimustat
(Underwood, 1992)
Agen-agen pereduksi adalah zat yang memeberi electron pada suatu zat lainnya yang
direduksi dengan cara menyebabkan terjadinya reduksi
(Brady,1999)
S + 2H+ H2S
(Brady,1999)
Reagen ini digunakan untuk mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+ dalam sampel yang telah
dilarutkan dalam HCl
(Brady,1999)
Ion tiosulfat bila direaksikan dengan oksidator kuat maka S2O32- akan teroksidasi
menjadi ion sulfat (SO42-) misalnya bila gas klor dialirkan pada larutan Na2SO4 ,
maka akan terjadi reaksi:
4Cl2 + S2O32- + 5H2O 8Cl- + 2SO42- + 10H+
(Brady,1999)
4. Besi (II)
Larutan besi(II) dalam 0,5-1 N H2sO4 dioksidasi secara lambat dan dipergunakan
sebagai larutan standar . Larutan permanganate, serium(IV), dan dikromat cocok
dalam titrasi larutan besi (III)
5. Kromium(II)
Reaksi:
(Brady,1999)
6. Titanium(III)
Reaksi:
Larutan standar asam oksalat cukup stabil larutan standar dari sodium oksalat lebih
baik, tidak stabil.
(Brady,1999)
Garam0garam yang mengandung ion sulfat atau bisulfit biasanya dipakai sebagai
reduktor. Anionnya didapat dari netralisasi asam sulfat sebagian atau seluruhnya.
Bila suasananya basa, maka pereaksinya menjadi ion sulfat, baik untuk zat yang
asalnya mengandung ion sulfuit ataupun bisulfit.
(Brady,1999)
1. CuSO4
(Sarjoni, 2003)
2. Logam Alumunium
Berat atom 26,9315 , Tititk lebur 6600C dan titik didih 24500C , ringan dan
berwarna keperakan. Digunakan dalam industry pembuatan pesawat terbang,
alat rumah tangga, merupakan konduktor yang baik
(Sarjoni,2003)
3. Logam Zn
Berwarna putih kebiruan, tidak larfut dalam air dan larut dalam larutan asam
sulfat
(Sarjoni, 2003)
4. Logam Cu
Berat atom 63,564. Merupakan konduktor yang baik dan tahan karat
Sarjoni, 2003)
5. Pb(NO3)2
Kristalnya berwarna putih, beracun, larut dalam air, alcohol, dan methanol
(Sarjoni, 2003)
6. Logam Fe
Bersifat magnet dan lunak. Terdapat di alam dalam bentuk karbonan sulfide
7. NaNO3
Memiliki berat molekul 85,04, tidak berwarna, kristalnya bening, butiran atau
bubuknya berwarna putih. Titik leburnya 3080C, Larutannya bersifat netral
8. H2O2
Berat molekulnya 34,02 tidak berwarna, kurang stabil, dapat membakar kulit.
Tititk lebur -0,430C titik didih 1520C, dapat larut dalam eter, mamapu diuraikan
oleh beberapa pelarut organic.
9. MnO2
Warnanya hitam, berbentuk Kristal, tidak larut dalam air, berfungsi sebagai
katalis
(Parker,1986)
10. H2SO4
11. KI
Berat molekul 116,02 berwarna putih, kristalnya berbentuk kubus, butiran atau
bubuknya berwarna putih, dapat larut dalam air, alcohol, methanol, aseton,
gliserol dan glikol.
12. ZnSO4
Merupakan Kristal putih, deret volta 1,9 larut dalam air Digunakan sebagai
skiptik
(Basri,1996)
13. Zn(NO3)2
Berupa larutan tidak berwarna, Larut dalam air dan alcohol,, tidak berbau,
bersifat asam, keasaman 5% adalah 5,1. Massa molekul 189,35 titik leleh 360C
Densitas 2,065
(Basri1996)
14. FeCL3
Berupa Kristal berwarna cokelat, Lrut dalam ait, alcohol dan gliserol.
(Basri, 1996)
15. Kanji
Karbohidrat berwarna putih, tanpa bau, tanpa rasa, dan sangat penting bagi
tumbuhan, dihasilkan melalui proses fotosintesis. Adanya kanji dapat
dibuktoikan dengan iodine
(Basri,1996)
III. METODE PERCOBAAN
a. Alat
-Tabung reaksi
-Gelas ukur
-Kertas amplas
-Pipet
-Tabung spirtus
-Penjepit
-Kaki tiga
-Gelas beker
b. Bahan
-CuSO4 -Pb(NO3)
-ZnSO4 -Logam Zn
-Logam Cu -Logam Al
-Logam Fe -FeCl3
-Pb(NO3)2 -NaNO3
-H2SO4 -KI
-Kanji -MnO2
Tabung Reaksi
Pemasukan logam Zn
Hasil
Tabung Reaksi
Pemasukan logam Cu
Pendiaman
Pencatatan hasil reaksi
Hasil
tabung reaksi
Pemasukan lsepotong Al
Pengamatan
Hasil
Tabung reaksi
Pemasukan lsepotong Al
Pengamatan
Hasil
Larutan NaNO3 0.5M
Tabung Reaksi
Pemasukan lsepotong Al
Pengamatan
Hasil
Tabung Reaksi
Pemasukan lsepotong Fe
Pengamatan
Hasil
Pemasukan sepotong Fe
Pengamatan
Hasil
Tabung Reaksi
Pemasukan sepotong
Fe
Pengamatan
Hasil
Tabung Reaksi
Pemasukan sepotong Cu
Pengamatan
Tabung Reaksi
Pemasukan sepotong Cu
Pengamatan
Hasil
Tabung Reaksi
Pemasukan sepotong Cu
Pengamatan
Hasil
Tabung Reaksi
Penambahan MnO
Pengamatan
Hasil
Tabung Reaksi
Penambahan 5 tetes
H2SO4 1M
Pengamatan
Hasil
Tabung Reaksi
Pengamatan
Pemanasan
Pengamatan
Hasil
5 tetes FeCl3+10 tetes H2SO4+10 tetes KI
Tabung Reaksi
Pengamatan
Pemanasan
Pengamatan
Hasil
Tabung Reaksi
Pemasukan 5 tetes KI
Pengamatan
Pemanasan
Pengamatan
Hasil