Você está na página 1de 2

4 ) “Nyadran” merupakan tradisi melakukan ziarah kubur ke makam leluhur menjelang

bulan Ramadhan (Jawa: Pasa). Di Makam Sewu Desa Wijirejo, Kecamatan Pandak,
Bantul, setiap tahunnya digelar tradisi Nyadran yang dikemas dengan ritual budaya
menarik. Dilaksanakan setelah tanggal 20 bulan Ruwah dalam kalender jawa.Ritual ini
digelar untuk menghormati Panembahan Bodo, seorang tokoh penyebar Agama Islam
yang dimakamkan di Makam Sewu. Menurut hikayat, Panembahan Bodo merupakan
keturunan Raja Majapahit Brawijaya V.Di Pedopo Makam, berbagai macam makanan
tradisional, tumpeng, buah-buahan dan jajan pasar yang dibawa menggunakan jodhang
selanjutnya diletakkan di meja. Kemudian, acara dilanjutkan dengan pembacaan ayat-
ayat suci Al-Qur’an, sambutan pejabat setempat, tahlilan, tabur bunga di makam serta
pemotongan tumpeng. Acara ditutup dengan makan bersama atau kenduri.

Makna dari peringatan nyadran ini adalah mengenang dan mendoakan para leluhur
serta menjalin hubungan silahturohmi dengan penduduk setampat karena pada acara
nyadran ini para penduduk sama – sama berkumpul dan saling bertemu.

Manfaat atau fungsi dari ritual nyadran ini yaitu kita akan lebih mengetahui tentang
sejarah perjuaangan para leluhur kita.

labuhan alit di parang kusumo, tradisi ini diselenggarakan dalam rangka peringatan
Jumenengan Ndalem (penobatan) Sri Sultan Hamengku Buwono X setiap tanggal 30
bulan Rejeb dalam penanggalan Jawa.Barang-barang tinggalan dalem (milik sultan),
baju, kain, serta potongan rambut dan kuku sultan dilarung ke laut sebagai persembahan
bagi penguasa laut selatan. Prosesi Labuhan Alit pada dasarnya sama seperti yang
dilakukan setiap tahun –tahun sebelumnya.

Makna dari labuhan alit ini adalah ucapan terimakasih dari masyarakat bantul kepada
penguasa laut, larung disini bermakna membuang sesuatu yang jelek dari sultan supaya
sultan selalu diberi kesehatan.

Manfaat dari larungan alit ini yaitu hubungan pejabat dalem dengan sultan terjalin
hubungan yang baik.

Rebo pungkasan di Desa Wonokromo, Pleret, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta


secara turun-temurun setiap tahun menggelar Tradisi Rebo Pungkasaan atau Wekasan
yakni Rabu terakhir di bulan Sapar. Puncak acara Tradisi Rebo Pungkasaan digelar kirab
budaya mengarak lemper berukuran raksasa. Acara dimulai dari Masjid Masjid Al Huda,
Wonokromo menuju Balai Desa Wonokromo. Atraksi budaya ini menarik perhatian,
masyarakat memadati sepanjang rute kirab, untuk mendapatkan atau memperebutkan
lemper raksasa itu.

Makna dari rebo pungkasan ini adalah untuk mengucapkan rasa syukur dari masyarakat
bantul kepada Tuhan atas riski yang telah diberikan Allah.

Manfaatnya, lebih eratnya saliturahmi antar masyarakat bantul.

Você também pode gostar