Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Halaman
KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii
J. KESIMPULAN .................................................................................................. 40
K. SARAN .............................................................................................................. 40
LAMPIRAN-LAMPIRAN ....................................................................................... 44
ii
A. LATAR BELAKANG
sebagai lembaga ekonomi yang sarat dengan nilai etika bisnis. Nilai-nilai yang terkandung
dalam koperasi, seperti menolong diri sendiri (self help), percaya pada diri sendiri (self
reliance), dan kebersamaan (cooperation) akan melahirkan efek sinergis. Efek ini akan
menjadi suatu kekuatan yang sangat ampuh bagi koperasi untuk mampu bersaing dengan para
pelaku ekonomi lainnya. Konsepsi demikian mendudukkan koperasi sebagai badan usaha
yang cukup strategis bagi anggotanya dalam mencapai tujuan-tujuan ekonomis yang pada
Pada era Orde Baru (Orba), pembangunan koperasi sangat signifikan. Diwarnai oleh
kesuksesan gerakan para petani di pedesaan yang tergabung dalam Koperasi Unit Desa
(KUD). Koperasi tampil sebagai lokomotif perekonomian desa, antara lain dalam penyaluran
sarana produksi pertanian (saprotan), prosesing hasil pertanian hingga kegiatan pemasaran ke
Bulog dan pasaran umum. Selain itu, koperasi juga telah mulai aktif dalam bidang usaha
koperasi tersebut sudah diterima keberadaannya oleh masyarakat sebagai gerakan ekonomi
Berdasarkan fenomena yang terjadi selama ini, sudah banyak jumlah koperasi yang
berdiri utamanya di pedesaan. Misalnya, KUD dan Kopersi Simpan Pinjam (KSP) yang
mampu memposisikan diri sebagai lembaga dalam program pengadaan pangan nasional serta
umumnya disambut baik oleh warga dengan harapan dapat meningkatkan perekonomian
1
desa. Menurut data statistik perkoprasian 20071 menunjukkan bahwa tahun 2006 jumlah
koperasi mencapai 141.326 unit meningkat sebesar 4,71% dari tahun 2005 sejumlah 134.963
diharapkan mampu menumbuhkan posisi tawar (bergaining position) rakyat terhadap pasar.
ekonomi yang ikut berperan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan desa. Salah
satunya program yang sedang gencar dipromosikan oleh Departemen Dalam Negeri adalah
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagai penggerak perekonomian desa. BUMDes
sebagai lembaga berbentuk badan hukum yang menaungi berbagai unit usaha desa, meliputi
usaha sektor moneter (keuangan) sebagai Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dan sektor riil.
Secara historis pengembangan koperasi di Indonesia yang telah digerakan melalui dukungan
kuat program pemerintah, telah dijalankan dalam waktu lama dan tidak mudah keluar dari
program menjadi sumber pertumbuhan koperasi, maka dengan lahirnya BUMDes sebagai
badan usaha desa menjadi tantangan baru dalam persaingan usaha yang lebih kompetitif
terutama KUD dan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) sebagai unit keuangan desa.
Selama ini, aktifitas keberadaan BUMDes lebih banyak bergerak dalam pendanaan
penyaluran kredit kepada masyarakat desa. Kegiatan ini, sama halnya dengan yang dilakukan
lembaga yang berhak melakukan pengelolaan keuangan dalam hal ini adalah mengumpulkan
dan menyalurkan dana kepada masyarakat adalah perbankan dan koperasi. Sebagai contoh
BUMDes di Kabupaten Trenggalek yang bergerak dalam simpan pinjam yang sebenarnya
BUMDes seolah-olah mengambil alih peran usaha koperasi yang sudah sejak lama berjalan.
1
Lihat lampiran 1. tentang perkembangan koperasi per propinsi seluruh indonesia tahun 2005 s/d 2006.
2
Adanya suatu sinergi kesamaan jiwa koperasi member base dan self help yang juga dimiliki
oleh BUMDes dikhawatirkan akan menimbulkan benturan dan persaingan tidak sehat dalam
tentang peran keberadaan koperasi dan BUMDes. Hal ini dikarenakan kedua badan usaha
tersebut sama-sama merupakan lembaga pemerintah yang memiliki kesamaan tujuan untuk
memungkinkan adanya benturan operasional di lapangan baik dari sisi produsen (suplay)
maupun konsumen (demand). Oleh karena itu, perlu adanya pengelolaan lembaga yang baik
serta pentingnya dilakukan suatu kajian tentang studi komparatif keberadaan koperasi dengan
BUMDes dalam rangka penguatan perekonomian desa. Harapannya nanti agar tidak terjadi
ketimpangan antara koperasi dengan BUMDes, sehingga kedua lembaga tersebut dapat
berjalan dengan karakteristik dan jiwa masing-masing yang intinya bermuara pada
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini
sebagai berikut.
desa?
3
C. TUJUAN PENELITIAN
tujuansebagai berikut.
D. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari hasil kajian studi komparatif keberadaan koperasi dan BUMDes dalam
2. Menjadi bahan rumusan kebijakan bagi pemerintah baik pusat maupun pemerintah daerah
dalam mengatur dan mengelola lembaga usaha penguatan ekonomi masyarakat desa.
E. RUANG LINGKUP
1. Identifikasi jenis usaha yang dijalankan koperasi dan BUMDes di beberapa kabupaten di
2. Analisis keberadaan antara koperasi dengan BUMDes mengenai aktifitas usahanya yang
4
F. METODE PENELITIAN
1. Desk Riset
Kajian penelitian ini dilakukan melalui serangkaian kegiatan berupa studi pustaka,
laporan-laporan studi terdahulu, serta diskusi dengan temu pakar dan para pemangku
kepentingan. Desk reset ini dimaksudkan untuk mengetahui dan mengacu kepada konsep-
konsep pemberdayaan ekonomi masyarakat desa melalui koperasi dan BUMDes yang
diambil dari hasil penelitian terdahulu serta dari beberapa buku teks.
2. Observasi Lapangan
koperasi dan BUMDes yang telah beroperasi di beberapa daerah di Jawa Timur. Dalam hal
ini, penulis terlebih dahulu mengumpulkan data untuk kemudian melakukan analisis
G. TINJAUAN PUSTAKA
a. Definisi Koperasi
Secara umum koperasi dipahami sebagai perkumpulan orang yang secara sukarela
melalui pembentukan sebuah perusahaan yang dikelola secara demokratis. Terdapat dua
unsur yang paling berkaitan satu sama lain dalam koperasi setidak-tidaknya. Unsur pertama
adalah unsur ekonomi, sedangkan unsur kedua adalah unsur sosial. Sebagai suatu bentuk
anggotanya secara efisien. Sedangkan sebagai perkumpulan orang, koperasi memiliki watak
sosial.
5
Keuntungan bukanlah tujuan utama koperasi. Sebagaimana dikemukakan oleh Bung
Hatta (1954), yang lebih diutamakan dalam koperasi adalah peningkatan kesejahteraan
ekonomi para anggotanya. Agar Koperasi tidak menyimpang dari tujuan itu, pembentukan
dan pengelolaan koperasi harus dilakukan secara demokratis. Pada saat pembentukannya,
koperasi harus dibentuk berdasarkan kesukarelaan dan kemauan bersama dari para pendirinya
1) Landasan koperasi
a) Landasan Idiil
Sesuai dengan Bab II UU No. 25 tahun 1992, landasan idiil koperasi Indonesia
didasarkan atas pertimbangan bahwa Pancasila adalah pandangan hidup dan ideologi
bangsa Indonesia. Pancasila merupakan jiwa dan semangat bangsa Indonesia dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, serta merupakan nilai-nilai luhur yang ingin
b) Landasan Strukturil
Sesuai dengan Bab II UU No. 25/1992 menempatkan UUD 1945 sebagai landasan
strukturil koperasi Indonesia. Sebagaimana yang termuat dalam ayat 1 pasal 33 UUD
6
Indonesia adalah suatu perekonomian "usaha bersama berdasarkan asas
kekeluargaan." Maksud dari "usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan" dalam
ayat 1 pasal 33 UUD 1945 itu adalah koperasi. Artinya, semangat usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan itu pada mulanya adalah semangat koperasi.
2) Asas koperasi
pihak, hal itu sejalan dengan penegasan ayat 1 Pasal 33 UUD 1945 beserta penjelasannya
dibangun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, semangat kekeluargaan
ini merupakan pembeda utama antara koperasi dengan bentuk-bentuk perusahaan lainnya.
3) Tujuan koperasi
umumnya, serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional, dalam rangka me-
wujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan UUD
1945”. Berdasarkan bunyi pasal 3 UU No. 25/1992 itu, dapat disaksikan bahwa tujuan
koperasi Indonesia dalam garis besarnya meliputi tiga hal sebagai berikut.
Dari ketiga tujuan tersebut, mudah dimengerti bila koperasi mendapat kedudukan yang
bentuk perusahaan yang secara konstitusional dinyatakan sesuai dengan susunan per-
ekonomian yang hendak dibangun di negeri ini, tapi juga dinyatakan sebagai sokoguru
perekonomian nasional.
7
c. Prinsip-Prinsip Koperasi Indonesia
yang berlaku dalam koperasi dan dijadikan sebagai pedoman kerja koperasi. Lebih jauh,
prinsip-prinsip tersebut merupakan "rules of the game" dalam kehidupan koperasi. Pada
dasarnya, prinsip-prinsip koperasi sekaligus merupakan jati diri atau ciri khas koperasi
tersebut. Adanya prinsip koperasi ini menjadikan watak koperasi sebagai badan usaha
Prinsip-prinsip koperasi menurut UU No. 25 tahun 1992 dan yang berlaku saat ini di
1) Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka. Prinsip ini mengandung pengertian bahwa,
seseorang tidak boleh dipaksa untuk menjadi anggota koperasi, namun harus berdasar atas
kesadaran sendiri. Setiap orang yang akan menjadi anggota harus menyadari bahwa,
keyakinan tersebut, maka partisipasi aktif setiap anggota terhadap organisasi dan usaha
didasarkan pada kesamaan hak suara bagi setiap anggota dalam pengelolaan koperasi. Pe-
milihan para pengelola koperasi dilaksanakan pada saat rapat anggota. Para pengelola
3) Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) dilakukan secara adil sesuai dengan besarnya jasa
usaha masing-masing anggota. Setiap anggota yang memberikan partisipasi aktif dalam
usaha koperasi akan mendapat bagian sisa hasil usaha yang lebih besar dari pada anggota
yang pasif. Anggota yang menggunakan jasa koperasi akan membayar nilai jasa tersebut
terhadap koperasi, dan nilai jasa yang diperoleh dari anggota tersebut akan
8
4) Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal. Anggota adalah pemilik koperasi,
sekaligus sebagai pemodal dan pelanggan. Simpanan yang disetorkan oleh anggota
kepada koperasi akan digunakan koperasi untuk melayani anggota, termasuk dirinya
sendiri. Apabila anggota menuntut pemberian tingkat suku bunga yang tinggi atas modal
yang ditanamkan pada koperasi, maka hal tersebut berarti akan membebani dirinya
sendiri, karena bunga modal tersebut akan menjadi bagian dari biaya pelayanan koperasi
mencapai kepentingan ekonomi bersama tidak akan tercapai. Modal dalam koperasi pada
mengutamakan pelayanan bagi anggota. Dari pelayanan itu, diharapkan bahwa koperasi
mendapatkan nilai lebih dari selisih antara biaya pelayanan dan pendapatan.
berdiri sendiri dalam hal pengambilan keputusan usaha dan organisasi. Dalam
dalam pengelolaan usaha dan organisasi. Agar koperasi dapat mandiri, peran serta
anggota sebagai pemilik dan pengguna jasa sangat menentukan. Bila setiap anggota
melalui koperasi dan koperasi mampu menyediakannya, maka prinsip kemandirian ini
akan tercapai.
(SDMK) adalah sangat vital dalam memajukan koperasinya. Hanya dengan kualitas
SDMK yang baiklah, maka cita-cita atau tujuan koperasi dapat diwujudkan. Nampaknya
menjadi penentu utama berhasil tidaknya koperasi melaksanakan fungsi dan tugasnya.
9
7) Kerja sama antar koperasi. Kerja sama antarkoperasi dapat dilakukan di tingkat lokal,
nasional, dan internasional. Prinsip ini sebenarnya lebih bersifat "strategi" dalam bisnis.
Dalam teori bisnis ada dikenal "Synergy Strategy" yang salah satu aplikasinya adalah
sumber permodalan koperasi terdiri dari: (a) modal sendiri berasal dari: (1) simpanan pokok;
(2) simpanan wajib; (3) dana cadangan; dan (4) hibah; (b) modal pinjaman yang berasal
dari: (1) anggota; (2) koperasi lainnya; (3) bank dan lembaga keuangan lainnya; (4) penerbit
obligasi dan surat utang lainnya; dan (5) sumber lain yang sah. Selain itu, sumber permodalan
koperasi dapat juga berasal dari akses usaha, akses modal, akses pasar, dan akses teknologi.
Jadi, terdapat banyak sumber permodalan koperasi selain dari anggota dan pihak ketiga juga
1) Rapat Anggota
Rapat anggota merupakan suatu wadah dari para anggota koperasi yang
maupun usaha koperasi dalam rangka mengambil suatu keputusan dengan suara
terbanyak dari para anggota yang hadir. Rapat Anggota adalah salah satu perangkat
organisasi koperasi yang merupakan suatu lembaga struktural organisasi koperasi. Segala
koperasi mempunyai kekuatan hukum, karena merupakan hasil dari suara terbanyak
10
pemilik koperasi. Hal yang dimaksud juga ditegaskan pada pasal 22 UU No. 25 tahun
b) Rapat Anggota dihadiri oleh anggota yang pelaksanaannya diatur dalam Anggaran
Dasar.
Sebagai salah satu lembaga, Rapat Anggota memiliki fungsi, wewenang, aturan
main, dan tatatertib, yang ketentuannya bersifat mengikat semua pihak yang terkait. Rapat
yang sangat menentukan, berwibawa, dan menjadi sumber dari segala keputusan atau
tindakan yang dilaksanakan oleh perangkat organisasi koperasi dan para pengelola usaha
koperasi. Segala sesuatu yang telah diputuskan oleh rapat anggota harus ditaati dan
sifatnya mengikat bagi semua anggota, pengurus, pengawas, dan pengelola koperasi.
2) Pengurus
Pengurus adalah perwakilan anggota koperasi yang dipilih melalui rapat anggota,
yang bertugas mengelola organisasi dan usaha. Idealnya, pengurus koperasi sebagai
pemilik koperasi dan mempunyai fungsi dan wewenang sebagai pelaksana keputusan
rapat anggota sangat strategis dan menentukan maju mundurnya koperasi. Posisi yang
peraturan lainnya yang berlaku dan diputuskan oleh Rapat Anggota. Pasal 29 ayat (2) UU
Koperasi no. 25 tahun 1992 menyebutkan, bahwa "Pengurus merupakan pemegang kuasa
Rapat Anggota".
11
3) Pengawas
Pengawas adalah perangkat organisasi yang dipilih dari anggota dan diberi mandat
untuk melakukan pengawasan terhadap jalannya roda organisasi dan usaha koperasi.
Pengawas organisasi koperasi merupakan suatu lembaga atau badan struktural organisasi
koperasi. Menurut UU No. 25/1992 pasal 39 ayat (1) pengawas bertugas melakukan
menyatakan pengawas berwenang untuk meneliti segala catatan yang ada pada koperasi,
4) Pengelola
Pengelola koperasi adalah mereka yang diangkat dan diberhentikan oleh pengurus
untuk mengembangkan usaha koperasi secara efisien dan profesional. Karena itu,
kedudukan pengelola adalah sebagai pegawai atau karyawan yang diberi kuasa dan
wewenang oleh pengurus. Dengan demikian, di sini berlaku hubungan perikatan dalam
bentuk perjanjian ataupun kontrak kerja. Jumlah pengelola dan ukuran struktur
RAPAT ANGGOTA
PENGURUS
1. Ketua PENGAWAS
2. Sekretaris
3. Bendahara
MANAJER
12
2. Gambaran Umum Keberadaan Badan Usaha Koperasi di Jawa Timur
anggotanya. Pembangunan itu merupakan proses dinamik, karena koperasi adalah lembaga
yang hidup dan beraksi terhadap perubahan kondisi internal maupun eksternal. Mengingat
koperasi merupakan lembaga milik sekelompok masyarakat yang dibangun sendiri oleh
masyarakat bersangkutan dengan maksud untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar ekonomi
masyarakat tersebut, maka dapat dipahami bahwa koperasi harus mampu melaksanakan
Upaya mewujudkan koperasi berhasil, ditunjukkan dari segala usaha yang dilakukan
para anggotanya agar keberadaan koperasi tetap eksis dan berkembang. Dinas Koperasi dan
Pengusaha Kecil Menengah (PKM) Propinsi Jatim tahun ini berhasil meraih penghargaan
Profesional Award versi Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) Jatim, pada kategori
kelompok terbaik dinas dan aparatur yang menerapkan sistem kinerja yang profesional.
perangkat daerah Propinsi Jatim, predikat kelompok terbaik diraih Dinas Koperasi dan PKM
bersama tiga instansi lain di lingkungan Pemprop Jatim, yakni Badan Perencanaan
Pembangunan, Rumah Sakit Umum Haji, dan Biro Hukum Sekretariat Daerah Propinsi Jatim
(www.diskopjatim.go.id).
koperasi di seluruh Indonesia pada tahun 2006 adalah 27.776.133 orang meningkat 1,79%
jika dibandingkan pada tahun 2005 sebesar 27.286.784 orang. Sedangkan untuk propinsi
Jawa Timur sendiri pada tahun 2005 sebanyak 4.805.356 mengalami penurunan sebesar
2
Lihat lampiran 2. tentang perkembangan jumlah anggota koperasi per propinsi seluruh indonesia tahun 2005
s/d 2006.
13
Untuk memberikan deskripsi tentang pengalaman kinerja koperasi di Jawa Timur,
berikut ini disajikan hasil pengamatan lapangan yang dinilai layak sebagai contoh dan model
bagi pelaku ekonomi rakyat lainnya dalam mengembangkan koperasi sesuai dengan potensi
Koperasi Intako merupakan kumpulan usaha kecil yang bergerak di bidang perkulitan.
Usaha kecil yang memproduksi barang berbasis kulit membutuhkan bahan baku yang
konsisten dan harga terjangkau agar ongkos produksi barang tidak tinggi. Barang-barang dari
status sosial dan pekerjaan. Konsumen barang kulit imitasi muncul akibat segregasi segmen
mengevaluasi perubahan pola pembelian konsumen sehingga sekarang produk intako sudah
dapat dibeli di gerai dunia maya. Hal itu merupakan peran Intako untuk menjawab
Pada awalnya sebelum muncul Intako, usaha kecil merasa sulit menjaga ketersediaan
bahan baku dan pemasaran. Pengusaha kecil merespon negatif Intako pada awalnya, karena
menyangsikan fungsi dan peran bagi anggota. Tetapi, seiring dengan waktu dan kesolidan
pengurus dan anggota hal tersebut dapat ditepis. Bukti penerimaan pengusaha kecil adalah
jumlah anggota semenjak Intako muncul tahun 1976, jumlah keanggotaan Intako yang
semula berjumlah 27 orang bertambah menjadi 349 pada tahun 2004. Pertumbuhan aset
Intako yang semula hanya berupa modal disetor sebesar Rp 135.000,00 bertambah menjadi
7,8 miliar. Anggota merasakan peran koperasi Intako untuk memenuhi kebutuhan pemasaran,
Koperasi produksi barang-barang kulit seperti tas untuk memenuhi permintaan pasar
dengan menyatukan kepentingan pengusaha kecil, yaitu ketersediaan bahan baku dan
14
pemasaran yang kuat. Koperasi dapat menciptakan keunggulan komparatif (comparative
advantages) dengan menguasai pengrajin sampai ke gerai yang terjangkau oleh konsumen.
Penguasaan produksi sampai pemasaran memperkuat daya saing dengan produk lain,
sehingga usaha riil pengrajin dapat berjalan baik. Akibat pemasaran yang baik, membuat
produksi dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak. Tenaga kerja yang berasal dari daerah
sekitar Sidoarjo terlibat untuk pembuatan tas dan sejenisnya seperti sepatu. Transfer
konsumen.
Seiring berjalannya waktu dan perkembangan yang terjadi saat ini, Koperasi Intako
dalam memenuhi kebutuhan pemasaran, bahan baku, dan perbaikan produk anggota
mengalami penurunan. Kondisi ini disebabkan adanya cros manager karena kasus lumpur
lapindo yang mengakibatkan akses sibilitas terhadap aktifitas Koperasi Intako menurun.
Akibatnya, kinerja koperasi mengalami kemereosotan seiring dengan pasang surutnya iklim
dunia usaha saat ini. Namun, Koperasi Intako terus berusaha untuk bangkit dalam
Koperasi Citra Lestari yang resmi berdiri 18 Desember 1989 merupakan kelanjutan
dari proyek percontohan Puskowanjati bertajuk KWPP (Koperasi Wanita Pedagang Pasar).
Pada waktu itu, anggota yang dilayani khusus para pedagang pasar di wilayah Kecamatan
Lawang yang berjualan sayur, tempe, warung nasi, perancangan, dan lain-lain. Mereka Cuma
membutuhkan dana kecil untuk berdagang dengan bunga tidak besar dan tidak birokratis.
Untuk itu, koperasi membantu mereka dengan memberikan pinjaman harian. Namun, dengan
model pinjaman harian ini, aliran dana ternyata tidak begitu tampak. Biaya dana pinjaman
menjadi mahal, bahkan pihak koperasi sempat merugi antara tahun 1989 hingga 1991 sebesar
Rp 4.217.000. Kondisi ini terbukti tidak begitu cocok, sehingga kerugian koperasi
15
menimbulkan reaksi pedagang kecil pasar sebagai anggota koperasi. Mempertimbangkan
masukan anggota dan pemikiran pengurus, maka dibentuklah sebuah unit baru, yaitu unit
simpan pinjam bulanan. Manajemen perputaran dana model tanggung renteng ternyata
berhasil. Dalam tahun pertama penerapan sistem ini, jumlah kelompok berkembang menjadi
enam kelompok.
Sistem tanggung renteng yang telah lebih dahulu dipraktikkan di Kopwan Setia
Bhakti Wanita, merupakan mekanisme penjaminan agar kredit yang dipinjam anggota dapat
dilunasi dengan lancar. Pelunasan kredit dapat berjalan baik karena adanya kontrol kelompok
terhadap anggota, sehingga rasa kebersamaan dan tanggung jawab berjalan secara
berdampingan. Selain menyediakan kredit bunga rendah, Koperasi Citra Lestari juga
waserda memang tidak besar, tetapi dari kegiatan ini terbina keterikatan anggota dengan
koperasi. Semakin banyak anggota membeli barang, omset waserda dengan sendirinya
bergabung menjadi anggota koperasi. Kenyataannya, bahwa koperasi telah memiliki gedung
sendiri, perlahan dan pasti menumbuhkan penilaian positif di kalangan masyarakat bahwa
Kebangkitan Koperasi Wanita Citra Lestari yang berawal dari pedagang di pasar
menimbulkan semangat tinggi. Anggota dan pengurus koperasi percaya bahwa lingkaran
setan kemiskinan dapat dipecahkan dengan keuletan, kepercayaan dan kebersamaan. Semakin
tingginya kepercayaan atas pengelolaan koperasi oleh pihak ketiga, termasuk pemerintah,
Pada awal berdirinya Koperasi SAE beranggotakan 23 orang, memiliki 35 ekor ternak
sapi dengan produksi susu 50 liter per hari yang dipasarkan ke warung-warung. Pada tahun
16
1963 Koperasi SAE mendapatkan bantuan pemerintah lewat Direktur Jendral Peternakan
berupa sapi impor sebanyak 90 ekor. Bantuan ini bersifat penggaduan, yaitu peternakan
mendapat bagian berupa anak sapi yang menjadi hak karena memelihara sapi induk. Dengan
bantuan tersebut dalam tempo lima tahun anggota Koperasi SAE berkembang jadi 150 orang
pada tahun 1967 dan berstatus badan hukum No. 2789/II/12-1967 pada tanggal 16 Agustus
1968. Selama tahun 1968-1970 Koperasi SAE mengalami kemunduran yang mengancam
Jumlah anggota pada tahun 1970 menyusut menjadi 34 orang yang semula berjumlah
150 orang. Sapi-sapi perah milik anggota banyak yang dijual dan hasil penjualan
dipergunakan untuk usaha lain. Demikian juga dengan produksi susu Koperasi SAE hanya
menampung sekitar 200 liter sehari dari 2000 liter per hari. Banyaknya anggota koperasi yang
keluar disebabkan kurang cakap dan kreativitas pengurus dalam hal ini manajemen
pengurus menjadikan koperasi ini sebagai ladang mengeruk keuntungan pribadi. Sehingga
keberadaan Koperasi SAE pada saat itu berada pada titik terendah yang mempunyai hutang
baik organisasi maupun manajemen serta pengembangan usaha yang lebih efektif, intensif,
dan terpadu. Selain itu, pada pengurus Koperasi SAE dikirim ke luar negeri untuk mendalami
manajemen beternak sapi perah secara modern, dan belajar manajamen perkoperasian. Selang
semua hutang pada anggota dan hasil produksi yang meningkat. Keberhasilan ini juga
17
pengorbanan anggota, pengurus untuk mempertahankan kekuatan daya tawar sehingga
kesejahteraan masyarakat Pujon tetap lestari. Sebagai koperasi produsen, Koperasi SAE
memiliki peran strategis dimana peranannya ikut serta dalam perbaikan gizi untuk
Berdasarkan dari ketiga contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa keberadaan koperasi
sudah dipercaya oleh masyarakat sebagai wujud dan sosok dalam penguatan pengembangan
perekonomian desa. Kondisi-kondisi sulit saat ini yang menimpa kalangan dunia usaha,
membuat keberadaan koperasi tetap kokoh dan berjalan meskipun mengalami penurunan
memperbaiki kondisi sulit seperti ini, keberadaan kopersi yakin akan tetap eksis di
Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pada Pasal 213 ayat
(1) “Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi
desa” Junto PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa pada Pasal 78-81. Substansi Peraturan ini
menegaskan tentang janji pemenuhan demand (demand complience scenario) dalam konteks
pembangunan nasional dalam upaya turut mengakselerasi pembangunan ke desa. Hal yang
1) Logika pembentukan BUMDes didasarkan pada kebutuhan, potensi, dan kapasitas desa,
2) Perencanaan dan pembentukan BUMDes adalah atas prakarsa (inisiasi) masyarakat desa,
18
owned, user benefited, and user controlled) dengan mekanisme member-base dan self-
help.
mendasarkan pada prinsip-prinsip kooperatif dan partisipatif. Selain itu, yang terpenting
juga adalah pengelolaannya dilakukan secara profesional dan mandiri. BUMDes sebagai
berlaku, dan sesuai dengan kesepakatan yang terbangun di masyarakat desa. Dengan
Berdasarkan hal di atas, BUMDes adalah lembaga usaha desa yang dikelola oleh
masyarakat dan pemerintahan desa dalam upaya memperkuat perekonomian desa dan
dibentuk berdasarkan kebutuhan dan potensi desa. BUMDes menurut Undang-undang nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah didirikan antara lain dalam rangka peningkatan
Pendapatan Asli Desa (PADesa). Oleh karena itu, jika PADesa dapat diperoleh dari
BUMDes, maka hal tersebut akan merangsang setiap Pemerintah Desa memberikan
“goodwill” dalam merespon pendirian BUMDes. Di sisi lain, BUMDes sedapat mungkin
kooperatif dan partisipatif, serta pengelolannya dilakukan secara profesional dan mandiri.
1) UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; Pasal 213 ayat (1) “Desa dapat
mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa”.
Pasal 78
19
2) Pembentukan Badan Usaha Milik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Desa berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
3) Bentuk Badan Usaha Milik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berbadan
hukum.
Pasal 79
1) Badan Usaha Milik Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) adalah usaha
desa yang dikelola oleh Pemerintah Desa.
2) Permodalan Badan Usaha Milik Desa dapat berasal dari:
a) Pemerintah Desa;
b) tabungan masyarakat;
c) bantuan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota;
d) pinjaman; dan/atau
e) penyertaan modal pihak lain atau kerja sama bagi hasil atas dasar saling
menguntungkan.
3) Kepengurusan Badan Usaha Milik Desa terdiri dari Pemerintah Desa dan masyarakat.
Pasal 80
1) Badan Usaha Milik Desa dapat melakukan pinjaman sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
2) Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mendapat
persetujuan BPD.
Pasal 81
1) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan Badan
Usaha Milik Desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
2) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-
kurangnya memuat:
a) bentuk badan hukum;
b) kepengurusan;
c) hak dan kewajiban;
d) permodalan;
e) bagi hasil usaha;
f) kerjasama dengan pihak ketiga; dan
g) mekanisme pengelolaan dan pertanggungjawaban;
BUMDes sebagai lembaga berbentuk badan hukum yang menaungi berbagai unit
usaha desa (meliputi usaha sektor moneter (keuangan) sebagai Lembaga Keuangan Mikro
(LKM) serta sektor riil). Jika selama ini sudah ada beberapa kegiatan yang dikelola oleh
masyarakat bersama Pemdes, maka perlu penataan organisasinya dalam payung BUMDes.
Misalnya, adanya UPK (Unit Pengelola Keuangan) bagian dari program Gardu Taskin, Unit
20
Simpan-Pinjam Desa, Lumbung Desa, Pasar Desa, Retribusi kawasan wisata, maka dapat
bentuk organisasi, pola penyelenggaraan, dan jenis usaha yang akan dikembangkan BUMDes
PEMKAB/ KOTA
UNIT USAHA
PIHAK
KEUANGAN KETIGA
WILAYAH
PEMDES EKONOMI DESA
BUMDes
WILAYAH
EKONOMI LUAR
MASYARAKAT UNIT USAHA (SUPRA) DESA
SEKTOR
RIIL
Prinsip-prinsip umum pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), antara lain:
1) Pengelolan BUMDes harus dilakukan secara profesional, kooperatif, dan mandiri (self
helf dan member base). Sehubungan dengan itu, untuk membangun BUMDes diperlukan
informasi yang akurat dan tepat tentang karakteristik kelokalan, termasuk ciri sosial-
budaya masyarakatnya.
21
2) Dalam perolehan modal usaha, BUMDes sebagai badan usaha yang dibangun atas
modal dari masyarakat dan Pemdes itu sendiri. Selain itu, BUMDes dapat
memperoleh modal dari pihak luar, seperti dari Pemkab dan Pemprov atau pihak lain
serta dapat pula melakukan pinjaman kepada pihak ke tiga, sesuai peraturan
perundang-undangan (UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 213 ayat
3). Pengaturan lebih lanjut mengenai BUMDes tentunya terlebih dahulu diatur dalam
3) BUMDes dibangun tentunya mengacu pada tujuan yang jelas. Tujuan tersebut,
terutama bagi kelompok miskin di pedesaan, mengurangi praktek ijon (rente) dan
4) Pengelolaan BUMDes tetap melibatkan pihak ketiga yang akan berdampak pada
masyarakat desa itu sendiri serta masyarakat dalam cakupan yang lebih luas
(kabupaten). Oleh karena itu, pendirian BUMDes mengacu pada keberadaan potensi
ekonomi desa yang mendukung, pembayaran pajak di desa yang baik, kepatuhan
masyarakat desa terhadap kewajibannya cukup tinggi. Kondisi ini semua tentunya
5) Karakter BUMDes adalah bangun unit usaha masyarakat desa yang bercirikan
22
6) Meningkatkan pelayanan masyarakat sesuai dengan standar pelayanan minimal, agar
meningkatkan PADesa.
Gambar 3.
Penguatan Perekonomian Desa Melalui Penataan dan Pengelolaan BUMDes
Terkait dengan Implementasi Alokasi Dana Desa (ADD), maka proses penguatan
ekonomi desa melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) diharapkan akan lebih berdaya.
Hal ini ditopang dengan makin meningkatnya dana anggaran desa yang bisa dikelola
sehingga mampu turut untuk menopang permodalan bagi pembentukan BUMDes. Jika ini
23
berlaku sejalan, maka akan terjadi peningkatan PADesa yang kemudian digunakan untuk
Hal utama dalam upaya penguatan ekonomi desa adalah upaya memperkuat
menjadi daya dorong (steam engine) dalam upaya pengentasan kemiskinan, pengentasan
1) Penyusunan struktur dan pelaksana organisasi. BUMDes sebagai sebuah organisasi, maka
diperlukan adanya struktur organisasi dan siapa saja yang akan menjadi pengurus atau
pengelola BUMDes.
2) Menyusun job deskripsi. Penyusunan deskripsi tugas yang termuat dalam struktur
BUMDes.
5) Pengelola harus mengacu pada AD/ART BUMDes dan sesuai prinsip-prinsip tata kelola
BUMDes.
8) Untuk usaha yang sudah berjalan, perlu disusun rencana pengembangan usaha.
24
Gambar 4.
Contoh Model Bagan Struktur Organisasi BUMDes
PEMERINTAH
KABUPATEN/KOTA
BRI/BI
(Badan Kredit Desa)
BANK DESA/ SEKTOR RIIL
LKM
DIREKTUR
SEKRETARIS MANAGER
BAG. KEUANGAN
MANAGER
KASIR
UNIT LEMBAGA UNIT SEKTOR RIIL
KEUANGAN
STAF-STAF
mengoptimalkan kapasitas dan kegiatan ekonomi yang sudah berjalan dan dikelola oleh desa.
Misalkan Desa Tanjungrejo, kecamatan Madiun Kabupaten Madiun yang juga menjadi pilot
project BUMDes propinsi Jawa Timur, dimana masing-masing kabupaten ada satu pilot
BUMDes. Demikian juga di desa-desa contoh lainnya yang diarahkan dalam upaya merintis
BUMDes sesuai dengan karakteristik lokalitas dan kapasitas ekonomi desa yang ada,
kerajinan masyarakat dan sebagainya. Proses ini dilakukan melalui upaya mengintegrasikan
kegiatan usaha yang dikelola desa menjadi satu dibawah payung Badan Usaha Milik Desa.
25
a. Implementasi BUMDes di Desa Tanjung Rejo Kabupaten Madiun
Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Madiun sudah mempunyai lembaga ekonomi yang
bernama BUMDesa yang pertama kali diajukan ke notaris berbentuk PT. Namun, direvisi
menjadi bentuk CV dengan alasan kepemilikan aset yang masih rendah. BUMDesa tersebut
pada tahun 2005 kebetulan merupakan percontohan propinsi yang masih menunggu kucuran
dana dari pemerintah propinsi. BUMDesa akan bergerak utamanya dalam bidang simpan
pinjam yang memang sudah berjalan, beternak sapi dan kambing, dan inisiasi merintis pasar
desa. Terkait dengan pasar desa, mereka berharap ide ini akan lebih memacu perekonomian
di desa. Hal ini masih sebatas wacana, dimana perlu diukur tingkat kebutuhan dan potensi
desa untuk mengembangkan pasar desa. Aset terbesar adalah dalam kegiatan UED-SP yang
dikelola oleh desa yang sudah puluhan tahun. Nilai aset UED-SP yang dikelola mencapai
total dalam kisaran Rp. 325 Juta. Kegiatan simpan-pinjam ini dari hasil inventarisir data di
disampaikan oleh Kasun Dusun Kras, Desa Tanjung Rejo bahwa kegiatan UED-SP
yang terdiri atas dua unit kerja memiliki prospek yang cukup bagus dan akan menjadi andalan
usaha di Desa Tanjung Rejo. Secara komersiil masih cukup layak untuk dikembangkan lebih
lanjut, disamping turut menopang aspek sosial termasuk pendidikan, dimana sebagian
dikutkan sebagai wakil dalam BUMDesa percontohan di Propinsi Jawa Timur. Pada satu sisi
memang cukup bagus, namun senyatanya yang terjadi amat jauh dari harapan yang sudah
dibangun. Dimana sesuai SE Gubernur, bahwa BUMDesa di masing-masing desa pilot akan
menerima dana bantuan sebesar 300 juta yang nanti bergulir, namun kenyataan sebagaimana
disampaikan oleh Kades bahwa dana yang akan diterima hanya sebesar Rp 3 juta. Sehingga
untuk mengurus saja mungkin akan tekor Hal inilah kemudian yang makin mengendorkan
26
apresiasi pihak desa, dimana dana merupakan aspek utama dalam mendukung pengembangan
usaha. Sementara masyarakat perlu ransangan agar dapat turut serta jika sudah ada bukti
yang konkrit, menyangkut kegiatan BUMDesa. Kondisi masyarakat yang demikian, tentu
tidak hanya diberi bunga-bunga janji yang manis, namun perlu ada ransangan sehingga
membuat masyarakat tertarik sebagimana disampaikan oleh Kades Tanjung Rejo. Selain itu,
kegiatan usaha BUMDes yang bergerak dalam simpan pinjam akan menjadi
kompetitor/pesaing usaha dari kegiatan koperasi yang selama ini sudah lama terbentuk.
Kondisi ini menjadi tantangan bagi BUMDes ke depan, agar tidak terjadi benturan dan
kesejahteraan masyarakat desa. Oleh karena itu, harapannya BUMDes lebih banyak mengacu
kepada sektor riil dengan menciptakan kegiatan usaha baru bagi masyarakat desa atau
pengelolaan usaha yang masih belum dioptimalisasikan oleh koperasi dapat diambil alih oleh
BUMDes. Pada akhirnya, kondisi tersebut akan dapat menciptakan kegiatan usaha yang sehat
pemda menganggarkan Rp 1,55 Miliar dari dana APBD sebagai bantuan modal BUMDes.
Bantuan dana tersebut sebagai salah satu bentuk goodwill pemerintah dalam hal ini adalah
Kabupaten Trenggalek sudah berlangsung tujuh tahun, yaitu mulai dari tahun 2000 s.d 2007.
selama ini, operasional BUMDes di Kabupaten Trenggalek 95% bergerak dalam usaha
simpan pinjam dan mengambil bunga atas pinjamannya sebesar 1,5%. Hal ini sama dengan
bunga yang ditawarkan oleh koperasi, hanya saja proses administrasinya jauh lebih sederhana
dan lebih dekat kepada masyarakat karena BUMDes membentuk Kelompok Masyarakat
27
salah satu anggota dalam satu pokmas membutuhkan dana, maka yang bersangkutan tidak
perlu datang langsung ke BUMDes, cukup hanya ketua kelompoknya yang mengajukan
terdapat kendala yang memberatkan bagi masyarakat desa. Kendala tersebut berupa
penarikan agunan bagi peminjam dana BUMDes sebagai jaminan. BUMDes dalam menarik
agunan bagi para peminjam dana dapat berupa BPKB, sertifikat tanah, atau aset berharga
undangan keuangan disebutkan bahwa yang berhak melakukan pengelolaan keuangan dan
penyaluran dana kepada masyarakat adalah perbankan dan koperasi. Kondisi inilah yang
menjadi kendala dan sempat terjadinya konflik ketika oknum yang tidak sependapat dengan
lebih bergerak di sektor riil. Misalnya, BUMDes di Desa Ngeni Kabupaten Blitar dimana
aktifitas usahanya adalah mengelola pabrik genteng. Sebelumnya di Desa Ngeni ini,
masyarakat mendapat bantuan mesin pres untuk genteng dari LPM-Universitas Negeri
Malang. Proses pengelolaan dari usaha ini dibantu oleh pemda dalam hal penaungan
pembentukan BUMDes, sehingga pabrik genteng ini menjadi BUMDes dengan bantuan awal
dari Pemda Blitar Rp 10.000.000. Sistem kepemilikan badan usaha jika di koperasi
sepenuhnya dimiliki oleh anggota koperasi, berbeda dengan di BUMDes. Sistem kepemilikan
di BUMDes, yaitu ada kepemilikan dari pemerintah desa karena modalnya 51% dari Pemdes
28
Contoh lain keberadaan Bumdes di Desa Bakong di Kabupaten Blitar bergerak untuk
pengelolaan pasar desa dan kios desa serta pendistribusian air minum bagi masyarakat. Desa
Bakong merupakan sebuah desa yang sangat terpencil, tidak mempunyai potensi apa-apa,
kondisi air sangat sulit dan setiap hari masyarakat harus membeli air minum itu. Kemudian
pengadaannya disediakan oleh BUMDes untuk membantu masyarakat desa setempat. Kondisi
inilah yang sangat diharapkan oleh masyarakat untuk membantu mengatasi krisis ketersidiaan
air bersih yang nantinya akan kembali lagi untuk kesejahteraan dan peningkatan
perekonomian desa.
BUMDes masih mencari jenis usaha yang sesuai dengan keberadaan dan potensi desa. Belum
adanya klasifikasi usaha yang jelas di BUMDes, membuat kondisi ini berpotensi terjadinya
perekonomian desa. Oleh karena itu, perlu adanya pengkajian dan penggodokan yang lebih
Persoalan mendasar belum tersentuh, dimana filosofi dan substansi BUMDesa harus
melibatkan masyarakat secara luas dengan mekanisme ekonomi kelembagaan yang perlu
diperkuat. Dengan pola member base, sudah ada sebagian yang telah mendirikan BUMDesa
tetapi belum ideal, karena masyarakat belum terlibat secara aktif. Semestinya ide BUMDes
ini muncul karena dorongan dari bawah. Hal ini bisa diwujudkan sejauh desa itu
diberdayakan dulu, sehingga dengan kapasitas yang baru mereka akan mampu melihat dan
kebutuhan untuk mendirikan BUMDes. Pemberdayaan masyarakat dalam hal ini melibatkan
beberapa komponen, baik di tingkat pemerintah desa, BPD bahkan juga di tingkat bawah RT
atau RW. Jika semua komponen bisa bergerak bersama menuju satu tujuan, maka dengan
29
H. ANALISIS PERAN ANTARA KOPERASI DENGAN BUMDes DALAM RANGKA
baik agar tidak terjadi ketimpangan dalam kegiatannya yang saling memperebutkan lahan
usaha. Jika semua komponen bergerak bersama, tentunya akan ada titik terang yang
diharapkan muncul untuk menyelesaikan problematika di masyarakat. Selain itu, hal ini
diharapkan mampu menjadi pencerahan bagi kita semua tentang bagaimana koperasi
dikembalikan kepada cita-cita para pendiri bangsa ini, menjadikan kegiatan ekonomi sebagai
milik semua rakyat. Dengan demikian, kesenjangan ekonomi yang merembet pada
Segala aktifitas koperasi yang sudah sejak lama diterima oleh masyarakat dan mapan
kegiatan usaha yang masih belum dioptimalisasikan/dilakukan oleh koperasi, nantinya dapat
dikelola oleh BUMDes sehingga keberadaan lembaga-lembaga ini akan mampu menguatkan
perekonomian desa dari semakin banyaknya pelaku usaha. Secara kelembagaan, koperasi
lebih kuat keberadaannya karena diatur langsung dalam UUD 1945 dibandingkan dengan
BUMDes yang hanya UU No. 32/2004, maka supaya tidak terjadi konflik kepentingan perlu
sinergitas antar kedua lembaga tersebut. Misalnya, aktifitas koperasi lebih bergerak di sektor
distribusi barang/jasa, yaitu adanya swalayan, toserba, KSP, distribusi pupuk, dan lain
sebagainya. Sedangkan yang terkait dengan pengelolaan pasar desa, wisata desa, kerajinan
masyarakat, listrik desa, pengelolaan air bersih dan lain-lain yang mengacu kepada potensi
serta kebutuhan desa dapat dikelola oleh BUMDes. Dengan demikian, keberadaan BUMDes
akan menjadi kelembagaan desa yang lebih kuat karena desa memiliki profit center- profit
center dari terbentuknya BUMDes yang bukan merupakan lahan usaha dari koperasi.
30
Terkait dengan kondisi tersebut, maka harapannya keberadaan BUMDes lebih
ditekankan kepada sektor riil yang disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi desa agar tidak
lagi terjadi perselisihan dalam kegiatan usaha berikutnya. Sedangkan koperasi lebih
Koperasi sebagai pelaku usaha dan juga BUMDes sebagai pelaku usaha harapannya dapat
berjalan dengan karakteristik dan jiwa masing-masing yang intinya bermuara pada
kesejahteraan masyarakat desa. Secara skematis perbedaan koperasi dan BUMDes dalam
31
penjelasannya. process) bagi masyarakat
desa.
4. Tujuan Berdasarkan bunyi pasal 3 Tujuan dari pembentukan
Pembentukan UU No. 25/1992, bahwa BUMDes, yaitu:
koperasi bertujuan a. Meningkatkan pelayanan
memajukan kesejahteraan masyarakat (standar
anggota pada khususnya dan pelayanan minimal), agar
masyarakat pada umumnya, berkembang usaha
serta ikut membangun masyarakat di desa.
tatanan perekonomian b. Merupakan upaya
nasional, dalam rangka me- pemberdayaan desa sebagai
wujudkan masyarakat yang daerah otonom dalam
maju, adil, dan makmur menggerakkan usaha-usaha
berlandaskan Pancasila dan produktif bagi upaya
UUD 1945. pengentasan kemiskinan,
Secara garis besar, terdiri pengangguran dan
dari: meningkatkan PADesa.
1) Memajukan c. Meningkatkan kemandirian
kesejahteraan dan kapasitas desa serta
anggotanya; masyarakat dalam
2) Memajukan melakukan penguatan
kesejahteraan ekonomi di desa, sehingga
masyarakat; dan menjadi menjadi tulang
3) Membangun tatanan punggung pertumbuhan
perekonomian nasional. ekonomi desa
5. Prinsip-prinsip Prinsip-prinsip koperasi a. Didasarkan pada kebutuhan,
(Cooperative principles), potensi, dan kapasitas desa,
terdiri dari: sebagai upaya peningkatan
a. Keanggotaan bersifat kesejahteraan masyarakat.
sukarela dan terbuka; b. Perencanaan dan
b. Pengelolaan dilakukan pembentukan atas prakarsa
secara demokrasi; (inisiasi) masyarakat desa,
c. Pembagian SHU serta mendasarkan pada
dilakukan secara adil prinsip-prinsip kooperatif,
sesuai dengan besarnya partisipatif dan emansipatif
jasa usaha masing-masing (‘user-owned, user-
anggota; benefited, and user-
d. Pemberian batas jasa controlled’) dengan
yang terbatas terhadap mekanisme member-base
modal; dan self-help.
e. Kemandirian. c. Pengelolaan dilakukan
secara profesional, koperatif,
dan mandiri. Bangun
BUMDes dapat beragam di
setiap desa di Indonesia.
6. Sumber a. Modal Sendiri Permodalan BUMDes dapat
Permodalan 1) simpanan pokok; berasal dari:
2) simpanan wajib; a. Pemerintah Desa;
3) dana cadangan; dan b. tabungan masyarakat;
4) hibah. c. bantuan Pemerintah,
32
b. Modal Pinjaman Pemerintah Provinsi dan
1) anggota; Pemerintah
2) koperasi lainnya; Kabupaten/Kota;
3) bank dan lembaga d. pinjaman; dan/atau
keuangan lainnya; e. penyertaan modal pihak lain
4) penerbit obligasi dan atau kerja sama bagi hasil
surat utang lainnya; dan atas dasar saling
5) sumber lain yang sah. menguntungkan.
Selain itu, dapat berasal dari
akses usaha, modal, pasar,
dan teknologi.
7. Struktur Organisasi a. Rapat anggota; a. Rembuk desa;
b. Pengurus; b. Pengurus;
c. Pengawas; dan c. Pengawas; dan
d. Pengelola d. Pengelola
8. Pengambilan a. Keputusan rapat anggota a. Kesepakatan pendirian
Keputusan diambil berdasarkan BUMDes dibangun melalui
musyawarah mencapai forum desa/rembug desa
mufakat. Pendirian dengan melakukan
koperasi berdasarkan identifikasi potensi dan
semangat kerjasama, kebutuhan desa hingga
sehingga setiap keputusan menghasilkan keputusan
diambil lewat musyawarah mengenai; AD-ART yang
anggota. Perbedaan- mencakup antara lain bentuk
perbedaan yang muncul badan usaha, keanggotaan,
diharapkan mengarah jenis kegiatan badan usaha,
kepada pemufakatan. permodalan serta tata aturan
b. Bila dalam pengambilan keorganisasian BUMDes,
keputusan tidak bisa maka secara de facto sudah
dilakukan secara mufakat, terbentuk BUMDes.
maka pengambilan suara Selanjutnya, dilakukan
dilakukan dengan suara penetapan melalui Perdes
terbanyak (voting). Dalam sebagai landasan hukum
kaitan ini, maka setiap untuk legalisasi (de yure).
anggota mempunyai suara b. Untuk legalisasi, maka aspek
yang sama atau dikenal permodalan ada pembagian
sebagai one man one vote. porsi sebagai pemegang
Dihadapan rapat anggota saham, misalkan; Pemdesa
setiap orang mempunyai sebesar 51% dan modal
kedudukan (suara) yang masyarakat sebesar 49%.
sama. Perbedaan peran Salah satu sumber modal bagi
dalam anggota koperasi BUMDes dapat diambilkan
tidak menyebabkan dari pos ADD. Sementara
terjadinya perbedaan suara komposisi pengelola
yang dimiliki masing- BUMDes, misalkan Kepdesa
masig anggota. Perbedaan dan Kepala BPD sebagai
dalam jumlah simpanan Komisaris ditambah satu dari
juga tidak mengubah elemen Masyarakat serta
posisi satu orang satu suara pelaksana harian (pengelola)
itu. dari elemen masyarakat.
33
Berdasarkan analisis studi komparatif keberadaan koperasi dengan BUMDes yang
telah dijabarkan di atas dapat dilihat beberapa perbedaan dan persamaan dari kedua badan
usaha tersebut. Sebagai organisasi ekonomi rakyat, koperasi Indonesia pada umumnya
satu energi, kekuatan dari para anggotanya, tetap mampu menunjukkan berbagai
tentunya dengan mempertimbangkan ketersediaan sumber daya, faktor sosial dan kekuatan
finansial yang dimiliki. Bila usaha ini dilakukan oleh perorangan, maka kelembagaan bukan
hal yang penting, sebab dampak maupun hasil yang dicapai berorientasi pada kepentingan
individu. Kelembagaan menjadi sangat penting bila usaha tersebut dilakukan bersama oleh
banyak orang dan berdampak luas pada sumber daya alam serta lingkungan sosial, yang
tentunya memerlukan sebuah sistem pengaturan dalam membangun tata nilai bersama.
Upaya meningkatkan kuantitas dan kualitas koperasi memang terus dilakukan oleh
berbagai koperasi percontohan pada awal tahun 1970-an. Kemudian program 42 KU Model
pada pertengahan tahun 1970-an, yang kemudian disusul dengan program KUD Mandiri an
Koperasi Perkotaan Mandiri pada pertengahan tahun 1980-an. Bahkan pada setiap tahun
menjelang peringatan Hari Koperasi, pemerintah dan DEKOPIN juga menjaring, menilai, dan
menetapkan beberapa koperasi sebagai koperasi terbaik atau koperasi berprestrasi. Upaya ini
dimaksudkan untuk memberi dorongan kepada koperasi lain di sekitarnya atau yang sejenis
untuk juga bisa mencapai prestasi serupa. Berikut gambaran kinerja koperasi dari tahun 2000-
34
Tabel 2. Gambaran Kinerja Koperasi Tahun 2000-2004
Tahun
Uraian Satuan
2000 2001 2002 2003 2004
Koperasi Aktif Unit 88.930 89.756 93.049 93.800 93.402
Koperasi Tidak
Aktif Unit 14.147 21.010 24.857 29.381 37.328
Jumlah Koperasi Unit 103.077 110.766 117.906 123.181 130.730
Anggota Orang 27.295.893 23.644.850 24.001.435 27282 659 27.523.053
RAT Unit 36.283 37.637 43.072 44.661 46.310
Modal Sendiri Juta Rp 6.816.950,25 11.699.952,00 8.651.929,02 9.419.987,16 11.989.541,50
Modal Luar Juta Rp I2.473.404,16 16.322.599,10 14.961.126,33 14 939.422,15 16.897.052,35
Volume Usaha Juta Rp 23.122.224,43 38.730.174,95 26.582.985,53 26.582.985,53 37.649.091,04
(Sumber data: Soesilo, 2008)
Indonesia selama lima tahun terakhir (tahun 2000-2004) antara lain sebagai berikut:
a. Jumlah koperasi bertambah 27.653 unit ( 26,83 persen), yaitu dari 103.077 unit
b. Sementara itu, jumlah koperasi yang aktif meningkat 4.472 unit (5,03 persen), yaitu
c. Jumlah anggota bertambah relative tidak banyak, yaitu hanya 0,83 persen (sekitar 227-
36.283 unit menjadi 46.310 unit atau naik sekitar 27,64 persen.
sektor-sektor primer yang memberikan lapangan kerja terbesar bagi penduduk Indonesia.
KUD sebagai koperasi program yang didukung dengan program pembangunan untuk
membangun KUD. Di sisi lain, pemerintah memanfaatkan KUD untuk mendukung program
pembangunan seperti yang selama PJP I, menjadi ciri yang menonjol dalam politik
pembangunan koperasi. Bahkan koperasi secara eksplisit ditugasi melanjutkan program yang
kurang berhasil ditangani langsung oleh pemerintah, seperti penyaluran kredit BIMAS
menjadi KUT, pola pengadaan bea pemerintah, TRI dan lain-lain sampai pada penciptaan
35
monopoli baru (cengkeh). Berdasarkan berbagai pengalaman kinerja koperasi selama ini
desa sudah memiliki fondasi yang cukup kuat jika dibandingkan dengan badan usaha lainnya.
ekonomi yang beranggotakan orang perseorang yang pada umumnya lemah dalam berbagai
aspek ekonomi termasuk aspek permodalannya. Tidak hanya itu, mereka pada umumnya juga
berasal dari kalangan anggota masyarakat yang tidak atau kurang memiilki latar belakang
pendidikan formal, maupun informal yang tidak terlalu tinggi, apalagi pengalaman di bidang
bisnis. Pada akhirnya, koperasi secara umumnya juga kurang memiliki wawasan dan kemampuan
teknis untuk berproduksi, berdagang dan sebagainya, apalagi kemampuan manajerial untuk
menangani suatu kegiatan bisnis. Oleh karena itulah, sebagai kelembagaan yang lebih kuat dan
berpengalaman serta salah satu badan usaha yang dipercaya masyarakat, koperasi seharusnya
dapat meningkatan kualitas layanan kepada masyarakat dengan cara peningkatan SDM,
Secara konseptual dan empiris, mekanisme koperasi memang diperlukan dan tetap
diperlukan oleh suatu perekonomian yang menganut sistem pasar. Besarnya peran tersebut
akan sangat tergantung dari tingkat pendapatan masyarakat, tingkat pengetahuan dan
kesadaran masyarakat serta struktur pasar dari berbagai kegiatan ekonomi dan sumber daya
alam dari suatu negara. Contoh klasik dari pentingnya kondisi pasar yang kompatibel dengan
kehadiran koperasi adalah pengalaman koperasi susu dimana-mana di dunia ini selalu
menjadi contoh sukses (kasus bilateral monopoli). Padahal sukses ini tidak selalu dapat
diikuti oleh jenis kegiatan produksi pertanian lainnya. Koperasi sebagai mekanisme
36
kerjasama ekonomi juga tidak mengungkung dalam sistemnya sendiri yang terbatas pada
sistem dan struktur koperasi, tetapi dalam interaksi dapat meminjam mekanisme bisnis yang
lazim dipakai oleh badan usaha non-koperasi. Termasuk dalam hal ini pembentukan badan
usaha desa yang berbentuk BUMDes untuk mempertahankan kemampuan pelayanan dan
mengenai aktifitas keberadaan koperasi dengan BUMDes dalam memperebutkan lahan usaha
yang lebih banyak bergerak dalam bidang pendanaan penyaluran kredit kepada masyarakat
desa. Kegiatan ini, sama halnya dengan yang dilakukan oleh koperasi melalui KSP-nya.
pengelolaan keuangan dalam hal ini adalah mengumpulkan dan menyalurkan dana kepada
Trenggalek yang bergerak dalam simpan pinjam yang mengambil bunga atas pinjamannya
sebesar 1,5% dimana kegiatan ini sama halnya dengan yang dilakukan oleh koperasi.
Dilihat dari tingkat efisiensi, masing-masing badan usaha antara koperasi dengan
perekonomian desa. Melalui pemikiran tersebut di atas, dapat dirumuskan suatu pola
pembagian kerja di antara kedua wadah badan usaha tersebut, bukan dalam bentuk gagasan
pengkaplingan bidang usaha, melainkan dalam pembagian kerja secara fungsional. Koperasi
dengan sifat-sifat khas berdasarkan prinsip kelembagaannya, nampak lebih efisien untuk
melaksanakan secara langsung tugas pokoknya di bidang pemerataan. Tentu saja hal ini
37
dilakukan dengan tidak mengabaikan tanggungjawab dan tugasnya di bidang pertumbuhan
dan stabilitas. Pemikiran tentang tugas pokok koperasi merupakan rasionalisasi dari tugas
koperasi yang telah secara tegas tercantum dalam arah pembangunan jangka panjang
(GBHN), yaitu sebagai wadah untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan yang
lebih besar bagi golongan ekonomi lemah agar mereka dapat ikut berpartisipasi dalam proses
BUMDes. Dengan pemetaan tugas dan peran operasional yang jelas, kondisi ini dapat
dari kemiskinan. Dengan tugas funsional koperasi seperti itu, diharapkan akan lebih efisien
apabila fungsinya diarahkan untuk tugas pokok memobilisasikan sumberdaya dan potensi
38
pertumbuhan yang ada, tanpa harus mengabaikan fungsinya dalam mengembangkan tugas
stabilitas dan pemerataan. Sedangkan BUMDes, sebagai salah satu wadah pelaku ekonomi
yang juga dimiliki oleh pemerintah, mempunyai kelebihan potensi yaitu lebih efisien dalam
pelaku ekonomi seharusnya tidak dibiarkan tumbuh dan berkembang sendiri-sendiri. Kedua
badan usaha tadi justru harus berkembang dan saling terkait satu sama lain secara integratif.
Tanpa keterkaitan integratif seperti itu, perekonominan nasional kita tidak akan mencapai
Kondisi semacam itu merupakan wujud nyata gambaran pelaksanaan jiwa dan
semangat kebersamaan dan kekeluargaan dalam tata perekonomian nasional kita. Dalam
hubungan itu tepat apa yang dijabarkan ISEI dalam naskah penjabaran Demokrasi Ekonomi,
bahwa wadah pelaku ekonomi yang kuat tidak dihalangi dalam upayanya memperoleh
pelaku ekonomi lainnya yang lebih lemah. Sebaliknya pelaku ekonomi yang lemah perlu
dibantu dan diberi dorongan agar dapat lebih maju. Dengan demikian semua pelaku ekonomi
harus tetap dilandaskan dan mengacu pada prinsip-prinsip ekonomi yang rasional dalam
mekanisme pasar yang sehat. Secara lebih kongkrit bentuk keterkaitan integratif dapat berupa
tiga bentuk utama, yaitu: persaingan yang sehat, keterkaitan mitra usaha dan keterkaitan
kepemilikan. Dalam membahas keterkaitan integratif melalui persaingan yang sehat, bentuk
dengan masing-masing mendapatkan keuntungan yang wajar tanpa harus saling merugikan.
39
Hal itu dapat diwujudkan, baik melalui peningkatan efisiensi masing-masing pihak dalam
mengelola sumber daya yang dimiliki secara optimal, maupun melalui pemanfaatan peranan
salah satu wadah pelaku ekonomi sebagai pengimbang bagi pelaku ekonomi lain dalam
J. KESIMPULAN
1. Secara kelembagaan, keberadaan koperasi lebih kuat dari pada BUMDes karena payung
hukumnya terdapat dalam UUD 1945 pasal 33 dan UU No. 25/1992. Sedangkan
keberadaan BUMDes hanya diatur dalam UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Berdasarkan hal tersebut, berarti peran koperasi lebih memiliki kapasitas yang lebih besar
untuk bergerak pada kegiatan sektor riil yang selama ini masih dikelola oleh pemerintah
desa, seperti pasar desa, wisata desa, listrik desa, dan lainnya. Sedangkan aktifitas
koperasi lebih dioptimalisasikan bergerak pada sektor keuangan (permodalan) dan usaha-
K. SARAN
pengembangan koperasi dan usaha kecil menengah mencakup aspek yang luas, diantaranya:
1. Dalam mewujudkan kelembagaan yang lebih kuat dan salah satu badan usaha yang
40
2. Terkait dengan keberadaan BUMDes, maka perlu dilakukan pengkajian ulang mengenai
3. Supaya tidak terjadi konflik kepentingan dan benturan operasional kedua lembaga antara
koperasi dan BUMDes, maka perlu sinergitas antar kelembagaan sehingga penguatan
41
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Sritua. 1997. Koperasi Sebagai Organisasi Ekonomi Rakyat, dalam Pembangunanisme
dan Ekonomi Indonesia. Pemberdayaan Rakyat dalam Arus Globalisasi. Jakarta: CSPM
dan Zaman.
Fakih, Mansour, 1996, Masyarakat Sipil Untuk Transformasi Sosial: Pergolakan Ideologi
Giddens, Anthony M., 2000, Jalan Ketiga; Pembaruan Demokrasi Sosial, Terjemahan dari
The Third Way; The Renewal Of Sosial Democracy, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Haeruman, H. 2000. Peningkatan Daya Saing Industri Kecil untuk Mendukung Program
Hanel, Alfred, 1985, Basic Aspect of Cooperative Organization and Policies for Their
Maryunani dan Unti Ludigdo (ed), 2002. Desentralisasi dan Tata Pemerintahan Desa
42
PP No. 72 tahun 2005 Tentang Desa
Salim, Agus, 2002, Perubahan Sosial; Sketsa Teori dan Refleksi Metodologi Kasus
Staniland, Martin, 2003, Apakah Ekonomi Politik Itu? Sebuah Studi Teori Sosial dan
Keterbelakangan, Terj. Haris Munandar dan Dudy Priatna dari What is Political
RajaGrafindo Persada.
Sinaga, P., Siti A., dan Anjar S. 2008. Koperasi dalam Sorot Peneliti. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada.
Sinaga, P., Urip T., Irsyad M., Zaenal W., dan Slamet A.W. 2008. Berlayar Mengarungi
RajaGrafindo Persada.
Undang Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
Undang Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
Undang Undang No. 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang Undang No. 18 Tahun
Yayasan Mitra Membangun, 2005, Laporan Kegiatan Penataan Tata Pemerintahan Desa
Yang Baik, Kerjasama YMM, Focal Point SPOD FE-Unibraw dan Partnership for
43
LAMPIRAN-LAMPIRAN
) 3$/
23 &31 0 &423 '23 2 42' ' 3$ 5' 4 3 '
)5 6
/ 0
' ("
%) ' ("
%)
$%
"& "
# $ $%
"& !* +,-."
$%
"& "
# $ $%
"& ! $%
"& "
# $ $%
"& !
!"#
$ % !"
!"# !"
&% !
&' #
( ) !" *
'+,"-#
( )
! !
. ) !""
. ) !"" ) / /
& ! !
& ! !) !" *
& ! ! !
& ! !)
(.
( .) !" *
(. !
( .) !""
0,,! ,
(.
1 #
2%
1 #
2%
44
) 3$/
23 &31 0 1$ 004) &423 '23 2 42' ' 3$ 5' 4 3 '
)5 6
/ 0
'-
1) '-
1) !
!
!"#
$ % !"
!"# !"
&% !
&' #
(
( ) !" *
'+,"-#
( )
! !
. ) !""
. ) !"" )
& ! !
& ! !) !" *
& ! ! !
& ! !)
(.
( .) !" *
(. !
( .) !""
0,,! ,
(. / /
1 #
2%
1 #
2%
45