Você está na página 1de 5

Pembangunan sebagai kebebasan : Pandangan Amartya Sen tentang

Pembangunan

Dalam bukunya, Professor Amartya Kumar Sen menyajikan konsepnya


mengenai pembangunan, yakni sebagai upaya untuk memperluas kebebebasan riil
yang dapat dinikmati oleh rakyat. Dalam konsepnya tersebut, kebebasan dipandang
sebagai tujuan utama pembangunan. Nilai intrinsik kebebasan manusia didukung oleh
berbagai kebebasan ini bersifat empiris dan kausal, tidak berdiri sendiri dan saling
menjadi bagian. Dapat kita lihat bahwa pandangan Profesor Sen yang luas ini kontras
dengan pandangan konvensional bahwa pembangunan tergantung pada pertumbuhan
ekonomi, seperti pertumbuhan PDB, pendapatan nasional, serta kemajuan teknologi
dan modernisasi sosial.
Untuk memenuhi perluasan kebebasan tersebut yang dikemukakan di atas,
diharuskan untuk menyingkirkan kemiskinan dan tirani, minimnya peluang ekonomi
dan kemiskinan sosial sistematis, penelantaran sarana umum, dan intoleransi, atau
campur tangan rezim represif yang berlebihan. Kendati mengalami peningkatan
kesejahteraan material, termasuk di banyak negara berkembang, tetapi sebagian besar
umat manusia tidak memiliki berbagai kebebasan dasar. Seringkali ketidakbebasan
ini disebabkan oleh kemiskinan absolut yang berwujud bencana kelaparan yang
menyebabkan orang-orang sulit memperoleh kebebasan dasar untuk bertahan hidup.
Profesor Sen mengkritik pandangan tradisional dalam bukunya Poverty and
Famines-An Essay on Entitlement and Deprivation, bahwa bencana kelaparan
disebabkan oleh turunnya persediaan pangan (pandangan FAO). Menurut studi
empiris, bencana tersebut bisa saja terjadi tanpa adanya penurunan persediaan
pangan. Ia juga menyatakan bahwa perhatian harus dipusatkan pada Entitlement (hak)
yang dimiliki oleh setiap orang.
Pada kasus lain, tiadanya kebebasan disebabkan langsung oleh tiadanya
fasilitas umum dan sosial seperti, program pendidikan dan kesehatan yang memadai

Ahmad Fahrurozi
dan tidak adanya lembaga yang menjaga keamanan, ketertiban dan hukum secara
efektif. Kebebasan perempuan juga sangat dibatasi, padahal jika perempuan diberi
kesempatan untuk bekerja di luar rumah, maka ia dapat membantu mengurangi
kemiskinan, dan membantu mensejahterakan keluarga.
Dalam hal lain lagi, tiadanya kebebasan adalah akibat langsung dari hilangnya
hak politik dan sipil karena tindakan otoriter pemerintah. Juga karena pembatasan
terhadap kebebasan untuk berperan serta dalam kehidupan sosial, politik, dan
ekonomi. Di beberapa negara berkembang, penolakan terhadap sistem demokrasi dan
kebebasan politik didasari pada beberapa argumen berikut.
Pertama, klaim bahwa kebebasan dan hak politik menghambat pembangunan
ekonomi. Pandangan ini dinamakan “Lee Thesis”. Sebenarnya pandangan ini tidak
didukung bukti empiris yang kuat. Bukti-bukti empiris yang dihimpun oleh Professor
Sen menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi di negara berkembang pertama
disebabkan oleh iklim ekonomi yang menguntungkan daripada sistem politik yang
keras.
Kedua, jika kepada orang-orang miskin diberikan pilihan apakah mereka
menginginkan kebebasan politik atau pemenuhan kebutuhan ekonomi, maka mereka
memilih yang kedua.
Ketiga, yang cenderung pada kebijakan otoriter didasarkan pada klaim bahwa
kebebasan politik dan demokrasi adalah “konsep Barat” yang tidak sesuai dengan
“nilai-nilai Asia” yang lebih menekankan pada ketertiban serta disiplin diri dan sosial
daripada kebebasan politik.
Hubungan antara demokrasi dan tiadanya bencana kelaparan mudah dicari. Di
negara-negara nondemokratis, yang tertimpa bencana kelaparan, para presiden , raja,
birokrat, dan pemimpin militer beserta keluarganya tidak pernah menjadi korban.
Alasannya sederhana saja karena mereka tak perlu memikul konsekuensi dari
kegagalan mencegah kelaparan. Pendek kata, bencana kelaparan telah membunuh
berjuta-juta orang di negara otoriter, namun tidak membunuh para penguasanya.

Ahmad Fahrurozi
Sebaliknya, di negara demokrasi, bencana kelaparan dapat menimpa
kelompok berkuasa dan para pemimpin politik. Ancaman ini telah memberi dorongan
politik kepada para pejabat untuk mencegah terjadinya bencana kelaparan. Pers yang
bebas mengadakan liputan investigatif memberikan informasi penting yang dapat
mempengaruhi berbagai kebijakan sehingga mencegah terjadinya kelaparan.
Analisis profesor Sen tentang pembangunan memandang kebebasan individu
sebagai blok-blok bangunan dasar. Karena itulah pembangunan harus dipandang
sebagai usaha untuk memperluas kebebasan substantif atau “kemampuan manusia”
yang dimiliki oleh orang banyak.perspektif ini memfokuskan perhatian kepada
kemampuan semua orang untuk menempuh kehidupan yang menjadi idaman dan
meningkatkan pilihan-pilihan riil yang ada. Dan menurut Adam Smith mengenai the
wealth of nations, pembangunan kemampuan manusia untuk menuju kehidupan yang
berfaedah dan lebih produktif adalah yang paling sentral.

Relevansi Pandangan Profesor Sen bagi Indonesia


Apakah pandangan Profesor Sen, bahwa upaya pengembangan dan
memperkokoh sistem demokrasi sebagai komponen penting pembangunan, cocok
untuk Indonesia?
Di masa pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 1966 sampai 1997,
pandangan Professor Sen ini bisa dianggap sebagai idealis dan naif. Sebenanya
pandangan yang anti demokrasi itu, yang berseberangan dengan pandangan Professor
Sen, didasarkan pada bukti yang sangat terbatas. Namun pandangan ini kuat
mencengkeram para pemimpin politik di banyak negara berkembang yang
berpandangan bahwa satu-satunya jalan untuk meningkatkan taraf hidup dan
membangun negara yang kuat adalah dengan mencapai pertumbuhan ekonomi dan
industrialisasi yang pesat dengan kekuasaan otoriter.
Setelah terjadi krisis ekonomi pada tahun 1997/98, telah membuktikan bahwa
kemajuan ekonomi yang pesat jarang bisa dipertahankan tanpa batas waktu.

Ahmad Fahrurozi
Struktur politik di Indonesia sangat otoriter dan represif, dengan otoritas
pembuat kebijakan terpusat pada Soeharto. Dalam pidato Dr. Denis de Tray, dengan
menyesal menyatakan bahwa para ekonom telat menyadari ahwa petiumbuhan
ekonomi yang pesat-berkelanjutan tidak hanya bergantung pada kebijakan makro
ekonomi dan mikro ekonomi yang sehat, melainkan pada lembaga yang kokoh yang
dapat menegakkan berbagai aturan dasar dalam mengendalikan kegiatan pemerintah,
perusahaan publik dan swasta, bank, serta masyarakat. Di Indonesia, satu-satunya
lembaga yang kuat selama era Orde Baru adalah presiden, namun lembaga ini pun
tidak dapat berfungsi dengan baik.
Profesor Mohammad Sadli menyatakan, bahwa hebatnya krisis di Indonesia
mayoritas disebabkan oleh faktor-faktor politik, termasuk ketidakstabilan politik
sekitar Soeharto, suksesi politik, korupsi besar-besaran, dan represi terhadap segala
lapisan politik. Ketika ekonomi Indonesia semakin jatuh ke dalam jurang pada awal
1998, terlihat jelas bahwa disiplin reformasi keuangan dan ekonomi lainnya dihambat
oleh Soeharto. Ia bertekad melindungi kepentingan ekonomi anak-anaknya. Dalam
kasus Indonesia tersebut, pandangan Profesor Sen mengenai peranan protektif
demokrasi jelas relevan.
Jadi, kebebasan politik memang merupakan unsur yang sangat penting dalam
seluruh kebebasan yang dimiliki oleh bangsa-bangsa untuk untuk menempuh
kehidupan yang diinginkan. Walaupun itu bukanlah satu-satunya kebebasan
instrumental. Yang lainnya mencakup :
fasilitas ekonomi : peluang untuk memanfaatkan berbagai sumber ekonomi
dengan tujuan konsumsi, produksi dan pertukaran, seperti tersedianya uang dan akses
pada uang.
peluang sosial : program pendidikan dan kesehatan , baik yang
diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat yang menjadikan seseorang
memiliki kebebasan substantif agar dapat hidup lebih baik.
Jaminan transparansi : kebutuhan tentang keterbukaan , termasuk
pengungkapan fakta guna mencegah terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme.

Ahmad Fahrurozi
jaminan perlindungan : memberikan jaring pengaman sosial kepada orang-
orang yang menanggung kemiskinan bukan karena kesalahan sendiri, misalnya akibat
krisis Asia khususnya Indonesia.
Semua kebebasan instrumental tersebut merupakan komponen penting yang
harus dimiliki oleh rakyat Indonesia.
Di Indonesia yang paling utama adalah redistribusi aset jangan hanya terpusat
pada aset fisik atau aset moneter, namun yang lebih penting adalah distribusi aset non
fisik, yang unsur terpentingnya adalah ketrampilan manusia, yaitu memperluas akses
kepada lembaga pendidikan yang baik di semua tingkatan bagi mayoritas penduduk
miskin, misalnya dengan memberi beasiswa bagi anak-anak dari rumah tangga yang
berpenghasilan rendah.

Ahmad Fahrurozi

Você também pode gostar