Você está na página 1de 5

Agama adalah perkara tauqifiyyah

oleh Abu Abdirrohman Anang pada 04 Oktober 2010 jam 22:05

Bismilahirrohmanirrohim

Pertanyaan :

"Mengapa ALLOH  melakukan pembelahan melalui Malaikatnya kpd Rosululloh ?? Klo hnya
tuk mmbersihkan  kotoran2 non fisik ...knapa kog TDK cukup diminta melakukan TAUBATAN
NASUHA saja sprti halnya TAUBATnya Nabi Adam 'alaihi salam ?? Jd tdl prlu pakai
pembelahan dada?? kenapa kotoran non fisikal kok dibersihkannya bisa secara fisik ??

Jawab : 

Agama ini adalah wahyu dan bukan hasilnya akal.

Alloh Ta'ala berkata kepada NabiNya :

‫قُ ۡل إِنَّ َمٓا أُن ِذ ُرڪُم بِ ۡٱل َو ۡح ِى‬

“Katakanlah (wahai, Muhammad): ‘sesungguhnya aku memberi peringataan kepada


kalian dengan wahyu.’.” (QS.Al-Anbiya: 45)

Dan Alloh 'azza wa jalla berkata :

 
‫ُوح ٰى‬ ٓ ٰ ‫ق َع ِن ۡٱلهَ َو‬
َ ‫ى * إِ ۡن هُ َو إِاَّل َو ۡح ۬ ٌى ي‬ ُ ‫و َما يَن ِط‬ 
َ

“Dan tidaklah yang diucapkan itu (Al Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya.
Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS.An-Najm:
3-4)

Sungguh berbeda antara wahyu yang bersumber dari Alloh Dzat yang Maha Sempurna
yang sudah pasti wahyu tersebut memiliki kesempurnaan, dibanding akal yang berasal
dari manusia yang bersifat lemah dan yang dihasilkannya pun lemah.

Jadi tidak boleh bagi siapapun mengotak-atik dalil yang jelas dari Al Qur’an ataupun hadits yang
shohih karena tidak sesuai dengan akalnya. Seseorang harus menundukkan akalnya di hadapan
keduanya.

Ali bin Abi Tholib rodhiyallohu 'anhu berkata:

“Seandainya agama ini dengan akal maka tentunya bagian bawah khuf (semacam kaos
kaki yang terbuat dari kulit) lebih utama untuk diusap (pada saat berwudhu daripada
bagian atasnya. Dan sungguh aku melihat Rosulullah mengusap bagian atas khufnya.”
(Abu Dawud dishohihkan As-Syaikh Al Albani dalam Shohih Sunan Abu Dawud 162).

Pada ucapan beliau ada keterangan bahwa dibolehkan seseorang mengusap bagian atas khufnya
atau kaos kaki atau sepatunya ketika berwudhu dan tidak perlu mencopotnya jika terpenuhi
syaratnya sebagaimana tersebut dalam buku-buku fikih.  jadi disini adalah ternyata yang diusap
justru bagian atasnya, bukan bagian bawahnya. Padahal secara akal yang lebih berhak diusap
adalah bagian bawahnya karena itulah yang kotor.

Ini menunjukkan bahwa agama ini murni dari wahyu dan kita yakin tidak akan
bertentangan dengan akal yang sehat dan fitroh yang selamat. Terkadang akal tidak
memahami hikmahnya, seperti dalam masalah ini dan tentang dibelahnya dada Nabi
kemudian timbulnya isykal  "kenapa kotoran non fisik kok dibersihkannya cara fisik ?"
 

Alloh Subhanahu berkata :

َ‫َوهَّللا ُ يَ ْعلَ ُم َوأَنتُ ْم اَل تَ ْعلَ ُمون‬

" dan Alloh mengetahui dan kalian tidak mengetahui "(QS.Al-Baqoroh : 232).

Adalah syariat melihat dari pertimbangan lain yang belum kita mengerti, itulah
keterbasan akal manusia tidak mampu meliputi ilmunya Alloh Ta'ala.

Jangan sampai ketidak mengertian kita menjadikan kita menolak hadits yang shohih atau
ayat Al Qur’an yang datang dari Alloh Ta'ala  yang pasti membawa kebaikan pada
makhlukNya. Hendaknya kita mencontoh sikap Ali bin Abi Tholib di atas.

Abul Mudhoffar As Sam’ani menerangkan Akidah Ahlussunnah :

“Adapun para pengikut kebenaran mereka menjadikan Kitab dan Sunnah sebagai
panutan mereka, mencari agama dari keduanya. Adapun apa yang terbetik dalam akal
dan benak, mereka hadapkan kepada Kitab dan Sunnah. Kalau mereka dapati sesuai
dengan keduanya mereka terima dan bersyukur kepada Alloh Ta'ala  yang telah
memperlihatkan hal itu dan memberi mereka taufik. Tapi kalau mereka dapati tidak
sesuai dengan keduanya mereka meninggalkannya dan mengambil Kitab dan Sunnah lalu
menuduh salah terhadap akal mereka. Karena sesungguhnya keduanya tidak akan
menunjukkan kecuali kepada yang haq (kebenaran), sedangkan pendapat manusia kadang
benar kadang salah.” (Al-Intishor li Ahlil Hadits: 99)

Ibnul Qoyyim rohimahulloh menyimpulkan bahwa pendapat akal yang tercela itu ada beberapa
macam:

 
a. Pendapat akal yang menyelisihi nash Al Qur’an atau As Sunnah.

b. Berbicara masalah agama dengan prasangka dan perkiraan yang dibarengi dengan
sikap menyepelekan mempelajari nash-nash, serta memahami dan mengambil hukum
darinya.

c. Pendapat akal yang berakibat menolak asma’ (nama) Alloh, sifat-sifat dan
perbuatanNya dengan teori atau qiyas yang batil yang dibuat oleh para pengikut filsafat.

d. Pendapat yang mengakibatkan tumbuhnya bid’ah dan matinya Sunnah.

e. Berbicara dalam hukum-hukum syariat sekedar dengan anggapan baik dan prasangka.
Adapun pendapat akal yang terpuji, secara ringkas adalah yang sesuai dengan syariat
dengan tetap mengutamakan dalil syariat. (lihat, I’lam Muwaqqi’in: 1/104-106, Al- Intishoar:
21,24, dan Al Aql wa Manzilatuhu).

Asy Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rohimahulloh Ta'ala berkata :

" dan demikian juga keberadaan suatu amalan yang telah shohih dari Nabi shollallohu
'alaihi wa sallam yaitu dengan cara membenarkan khobar (berita) dan mengerjakan
hukum-hukumnya, apabila telah datang suatu khobar dari Alloh dan RosulNya maka
benarkanlah dan ambilllah dengan cara menerima dan berserah diri, jangan engkau
mengatakan, kenapa? dan bagaimana ?

Maka sesungguhnya dengan adanya pertanyaan ini adalah suatu jalan selain dari jalannya
orang-orang yang beriman, maka sungguh Alloh Ta'ala mengatakan :

‫ضاَل اًل‬
َ ‫ض َّل‬ ِ ‫ضى هَّللا ُ َو َرسُولُهُ أَ ْمرًا أَ ْن يَ ُكونَ لَهُ ُم ْال ِخيَ َرةُ ِم ْن أَ ْم ِر ِه ْم َو َم ْن يَع‬
َ ‫ْص هَّللا َ َو َرسُولَهُ فَقَ ْد‬ َ َ‫َو َما َكانَ لِ ُم ْؤ ِم ٍن َواَل ُم ْؤ ِمنَ ٍة إِ َذا ق‬
‫ُمبِينًا‬

 
" Dan tidaklah pantas bagi mukmin laki-laki dan mukmin wanita apabila Alloh dan
RosulNya telah mnetapkan suatu perkara ada bagi mereka pilihan yang lain dari urusan
mereka, dan barangsiapa yang bermaksiat kepada Alloh dan RosulNya maka sungguh dia
telah sesat dengan kesesatan yang nyata ".(QS. Al Ahzab : 36).

Dan para sahabat, Adalah Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam menceritakan kepada mereka
sesuatu yang terkadang sesuatu yang beliau ceritakan  adalah perkara yang sangat asing
dan jauh dari pemahaman mereka, akan tetapi mereka (para sahabat) adalah orang-orang
yang mengambil yang demikan itu dengan menerimanya, tidaklah mereka lantas
mengatakan : kenapa ? dan bagaimana ? 

Berbeda dengan orang-orang zaman sekarang dari umat ini, kita mendapati salah seorang
dari mereka apabila diceritakan suatu hadits dari Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam,
seketika itu akalnya terasa heran terhadap hadits tersebut, kita dapati dia adanya suatu
maksud-maksud tertentu atas  perkataan Rosululloh sholallohu 'alaihi wa sallam dimana
didalam ucapan (pendapat mereka) ada kerancuan-kerancuan, yang bahwasannya
sebenarnya dia bermaksud berpaling, bukan untuk diambil sebagai bimbingan, oleh sebab
inilah terhalangilah antara dia dan antara taufiqnya Alloh Ta'ala, sehingga dia menolak
perkara-perkara yang dibawa oleh Rosulloh shollallohu 'alaihi wa sallam, dikarenakan dia
mengambil khobar dari Nabi tidak dengan sikap berserah diri ".(Kitabul Ilmi : 26).

'ala kulli hal agama adalah tauqifiyyah, dimana hanyalah Alloh Ta'ala yang mengetahui
jawabannya..

wallohu a'lam bish showab.

Você também pode gostar