Você está na página 1de 14

SYARAT UTAMA BAGI ORANG YANG MASUK

ISLAM
Syarat utama bagi orang yang baru masuk Islam ialah mengucapkan
dua kalimat Syahadat. Yaitu, “Asyhadu allaa ilaaha ilallaah, wa
asyhadu anna Muhammadar Rasuulullah.”Barangsiapa yang
mengucapkan dan mengikrarkan dengan lisannya, maka dia menjadi
orang Islam. Dan berlaku baginya hukum-hukum Islam, walaupun
dalam hatinya dia mengingkari.Karena kita diperintahkan untuk
memberlakukan secara lahirnya. Adapun batinnya, kita serahkan
kepada Allah. Dalil dari hal itu adalah ketika Nabi saw. menerima
orang-orang yang hendak masuk Islam, beliau hanya mewajibkan
mereka mengucapkan dua kalimat Syahadat. Nabi saw. tidak
menunggu hingga datangnya waktu salat atau bulan Puasa
(Ramadhan).Di saat Usamah, sahabat Rasulullah saw, membunuh
orang yang sedang mengucapkan, “Laa ilaaha illallaah,” Nabi
menyalahkannya dengan sabdanya, “Engkau bunuh dia, setelah dia
mengucapkan Laa ilaaha illallaah.” Usamah lalu berkata,“Dia
mengucapkan Laa ilaaha illallaah karena takut mati.”Kemudian
Rasulullah saw. bersabda, “Apakah kamu mengetahui isi
hatinya?”Dalam Musnad Al-Imam Ahmad diterangkan, ketika kaum
Tsaqif

masuk Islam, mereka mengajukan satu syarat kepada Rasulullah

saw, yaitu supaya dibebaskan dari kewajiban bersedekah dan

jihad. Lalu Nabi saw. bersabda, “Mereka akan melakukan

(mengerjakan) sedekah dan jihad.”


Esensi PUASA

Posted by admin on October 11th, 2008

ESENSI PUASA RAMADHAN DALAM PERSPEKTIF ALQURAN

Disarikan dari Ceramah Ahad yang disampaikan oleh Prof. Dr. H.M. Quraish Shihah, M.A. pada
tanggal 7 September 2008 di Masjid Agung Sunda Kelapa – Jakarta

Transkriptor: Hanafi Mohan

Di dalam Alquran, ada dua kata yang digunakan untuk makna puasa dari segi bahasa.Pertama,
“shiyam“; kutiba alaykumush shiyam.Kedua, “shaum“; inni nazartu lirrahmanish shauma.Shaum dan
shiyam berasal dari akar kata yang sama, yaitu: menahan diri.Sewaktu Maryam (Ibu Nabi Isa)
melahirkan, orang-orang menuduhnya yang bukan-bukan. Lalu Maryam pun mengatakan:“Inni
nazartu lirrahmanish shauman fala tukallimay yauma insiya.”Aku bernazar puasa (menahan diri),
karena aku menahan diri, maka aku menahan diri tidak mau berbicara kepada seorang manusia
pun.Tidak mudah seseorang menahan diri untuk membela dirinya ketika dituduh macam-macam.
Inilah puasa yang dimaksudkan oleh Alquran, yaitu dengan kata “shaum”.Yang diwajibkan kepada
kita bukanlah “shaum”, melainkan “shiyam”. “Shiyam” adalah menahan diri untuk tidak makan, tidak
minum, tidak berhubungan suami istri, dari terbitnya fajar sampai tenggelamnya matahari.Jadi,
“shaum” adalah menahan diri, sedangkan “shiyam” adalah menahan diri untuk tidak makan, tidak
minum, tidak berhubungan suami istri, dari terbitnya fajar sampai tenggelamnya
matahari.Persamaan “shaum” dan “shiyam”, bahwa kedua-duanya adalah menahan diri. Orang yang
tidak menahan dirinya dalam hal-hal yang tidak dibenarkan oleh agama, maka dinamakan bahwa
orang tersebut tidak “shaum” dan tidak melakukan “shiyam”.Ada orang yang berpuasa (tidak makan
tidak minum) hanya bertujuan untuk menguruskan badan. Dalam puasa yang kita lakukan, bukan
hal-hal seperti ini yang akan kita capai.Ada orang yang berpuasa (dalam arti tidak makan saja). Ini
juga “shaum”, tapi bukan “shiyam”.Ada orang yang berpuasa dengan tujuan untuk berbela
sungkawa.Para ulama mengatakan, bahwa sebenarnya dalam konteks “shiyam”, ada penampakan
bela sungkawa kepada orang-orang yang tidak berpunya yang tidak bisa makan. Sehingga dapatlah
dikatakan, bahwa puasa yang kita lakukan adalah untuk menampakkan bela sungkawa kepada
orang-orang yang tidak berpunya, tapi ini bukanlah esensi dari puasa yang dilakukan tersebut.
KEAJAIBAN SEDEKAH

Jik kita membuka Ensiklopedia Mukjizat Alquran & Hadis saya menemukan sebuah kisah dari
penggalan ayat Al-Qur’an, surat Al-Kahfi 18 : 32. Petikannya seperti ini :“Dan berikanlah kepada
mereka sebuah perumpamaan dua orang laki-laki, Kami jadikan bagi seorang di antara keduanya
(yang kafir) dua buah kebun anggur dan Kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon kurma
dan di antara kedua kebun itu Kami buatkan ladang.”Ada banyak keterangan yang menjelaskan
identitas dua orang laki-laki tersebut tapi menurut Muhammad bin Al-Hasan Al-Muqri’, dua orang
laki-laki tersebut bernama Tamlikha & Qurthus.Semula kedua orang itu bekerja sama, lalu mereka
membagi rata kekayaannya masing-masing 3.000 dinar. Seorang yang beriman (Tamlikha)
membelanjakan 1.000 dinar untuk membebaskan seorang budak. 1.000 dinar yang kedua
dibelanjakan baju untuk dibagikan kepada kaum dhuafa & 1.000 dinar sisanya dibelanjakan makanan
dan dibagikan kepada orang-orang yang kelaparan.Kisahnya kita lanjutkan…bagaimana dengan kisah
Qurthus (hamba Allah yang tidak beriman)?Qurthus memanfaatkan aset yang ia miliki dengan
menikahi seorang perempuan kaya & membeli hewan ternak dan sapi. Ia kemudian
mengembangbiakkan ternaknya hingga terus bertambah. Hingga akhirnya Qurthus menjadi orang
yang paling kaya.Tapi yang membuat saya terharu ketika membaca kisah yang sama versi Atha’ :Dua
orang ini mulanya bekerjasama. Mereka berdua memiliki kekayaan masing-masing 8.000 dinar
(sekitar Rp.10 Milyar!). Salah seorang membeli sebidang tanah seharga 1.000 dinar, sementara yang
lain berkata,” Ya Allah, saudaraku telah membeli sebidang tanah seharga 1.000 dinar. Aku akan
membeli dari-Mu sebidang tanah surga dengan cara bersedekah sebesar 1.000 dinar.”Orang yang
pertama tadi membeli tanah lalu membangun rumah yang menghabiskan 1.000 dinar, sementara
yang lain berkata,”Ya Allah, saudaraku telah membangun rumah dengan dana sebanyak 1.000 dinar.
Aku akan membeli dari-Mu rumah di surga dengan cara menyedekahkan uang 1.000 dinar.”Setelah
melihat temannya menikah, saudaranya yang rajin bersedekah itu berkata,”Ya Allah, saudaraku telah
menikahi seorang perempuan dengan mahar 1.000 dinar. Aku meminang dari-Mu seorang bidadari
surga dengan cara bersedekah sebesar 1.000 dinar. Saudaraku membeli gelang & perhiasan lainnya
seharga 1.000 dinar. Aku akan membeli gelang & perhiasan dari surga dengan cara bersedekah
seharga 1.000 dinar.”Pada satu kisah, Tamlikha sedang diuji Allah SWT dengan kesulitan finansial.
Dia berpikir akan meminta bantuan kepada temannya, Qurthus, agar bisa dipekerjakan di kebun
miliknya. Mudah-mudahan ia mau membantuku, batin Tamlikha.Ketika dua orang sahabat ini
bertemu, Tamlikha menyampaikan niatnya. Lalu Qurthus bertanya,“Bukankah aku telah memberikan
setengahnya? Lalu apa yang kamu perbuat atas hartamu?” Tamlikha pun menjawab,”Aku
membelanjakan hartaku untuk sesuatu yang lebih baik dan lebih kekal bagi Allah.”Singkat cerita
Qurthus mengusir Tamlikha. Sesuai dengan yang diberitakan dalam Al-Kahfi ayat 82 orang kaya ini
melindungi kebunnya tetapi Allah SWT melenyapkannya dengan mengirim musibah dari
langit.Kisahnya cukup panjang, anda bisa baca lanjutan kisahnya di Ensiklopedia Mukjizat Alquran &
Hadis no.6 “Kemukjizatan tumbuhan & buah-buahan”.Mari kita sama-sama simak Surat Al-Baqarah
ayat 281 :Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua
dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap
apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).Di ayat yang lain
Allah SWT akan mencabut perasaan takut & khawatir bagi orang-orang yang gemar bersedekah.
Skenario Allah di Balik Kegagalanku

Posted by admin on May 14th, 2010

Janganlah pernah berburuk sangka pada Allah, karena bisa jadi, di balik ketentuannya, Allah sedang
merencanakan “kejutan” lain. Seringkali dalam berdo’a kepada Allah, kita meminta agar Ia
mempersegerakan apa-apa yang kita munajatkan. Minimal, kita memohon kepada-Nya, agar sudi
mengabulkan permintaan-permintaan kita. Bagi mereka yang bergelut di dunia bisnis, misalnya,
mereka memohon kepada Allah agar bisnisnya lancar, dan menghasilkan keuntungan
melimpah.Adapun mereka yang sedang menyelesaikan program studi, mereka pun berharap agar
Allah melancarkan studi mereka, kemudian menjadi orang yang sukses di kemudian hari. Begitu
seterusnya, dan begitu seterusnya.Karena besarnya harapan di balik lantunan-lantunan do’a itu,
maka, tidak sedikit dari mereka yang menghujat Allah, manakala do’a belum memberikan jawaban.
Padahal, belum tentu apa yang kita impi-impikan di balik do’a, itu akan membawa kebaikan bagi
kita, begitu pula sebaliknya. Bahkan, bisa jadi, ditahannya pengabulan do’a tersebut, karena Allah
sedang menyusun skenario yang jauh lebih besar, lagi lebih bermanfaat bagi kita, yang tidak pernah
disangka-sangka. Begitu pula yang aku alami.Aku adalah anak paling bungsu dari tujuh bersaudara.
Sedari kecil (berumur 3 bulan) aku telah ditinggal oleh ibu. Maka, jadilah ayah dan saudara-
saudaraku pengasuh, yang senantiasa merawat hingga aku dewasa.Dari tujuh bersaudara, cuma aku
yang bisa melanjutkan studi di perguruan tinggi. Adapun yang lain, paling banter lulus MTS
(Madrasah Tsanawiyah), bahkan dua kakakku, tidak lulus SD. Ini semua bukan atas kemauan kami,
tapi memang, penghasilan ayah, yang berprofesi sebagai petani biasa, tidak mampu memenuhi biaya
pendidikan.Nah, faham akan kondisi keluarga –yang secara matematik tidak akan mampu
membiayai kuliah– setelah menyelesaikan studi di salah satu pondok yang berbasis bahasa asing –
Arab dan Inggris– di Jawa Timur (Jatim), aku berinisiatif untuk melanjutkan kuliah di institusi yang
memberikan beasiswa bagi para mahasiswanya.Setelah mencari informasi dan menjajaki beberapa
kampus, dan melalui hasil musyawarah dengan keluarga, dari sekian banyak kampus, dua kampuslah
yang menjadi incaranku. Yang pertama ada di daerah Jawa Barat dan satu lagi berada di Jawa
Timur.Pada dasarnya seluruh keluarga, terutama diriku pribadi, berharap bisa masuk di Jabar.
Alasannya, di sini, selain mendapat beasiswa, makan, tempat tinggal, sangu, para mahasiswa juga
mendapatkan kitab-kita pelajaran secara gratis. Maka, praktislah kita hanya tinggal fokus belajar.Ada
pun yang di Jatim, hanya menyediakan beasiswa kuliah dan makan. Sedangkan buku dan tete-
bengek lainnya, masih harus mengeluarkan kocek pribadi. Dan masih ada satu lagi yang membuat
saya kurang sreg di sini, para mahasiswa diwajibkan mengambil progran bahasa Inggris, sekalipun itu
bukan jurusannya. Itu semua karena bahasa komunikasi keseharian di kampus, yaitu bahasa asing,
Arab, dan Inggris.
MARHABAN YA RAMADHAN

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “marhaban” diartikan sebagai “kata seru untuk
menyambut atau menghormati tamu (yang berarti selamat datang).” Ia sama dengan ahlan wa
sahlan yang juga dalam kamus tersebut diartikan “selamat datang.”Walaupun keduanya berarti
“selamat datang” tetapi penggunaannya berbeda. Para ulama tidak menggunakan ahlan wasahlan
untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan, melainkan“marhaban ya Ramadhan”.Ahlan terambil
dari kata ahl yang berarti “keluarga”,sedangkan sahlan berasal dari kata sahl yang berarti
mudah.Juga berarti “dataran rendah” karena mudah dilalui, tidak seperti “jalan mendaki”. Ahlan wa
sahlan, adalah ungkapan selamat datang, yang dicelahnya terdapat kalimat tersirat yaitu, “(Anda
berada di tengah) keluarga dan (melangkakaki di) dataran rendah yang mudah.”Marhaban terambil
dari kata rahb yang berarti “luas” atau“lapang”, sehingga marhaban menggambarkan bahwa tamu
disambut dan diterima dengan dada lapang, penuh kegembiraan serta dipersiapkan baginya ruang
yang luas untuk melakukan apa saja yang diinginkannya. Dari akar kata yang sama
dengan“marhaban”, terbentuk kata rahbat yang antara lain berarti “ruangan luas untuk kendaraan,
untuk memperoleh perbaikan atau kebutuhan pengendara guna melanjutkan perjalanan.”
Marhaban ya Ramadhan berarti “Selamat datang Ramadhan” mengandung arti bahwa kita
menyambutnya dengan lapang dada, penuh kegembiraan; tidak dengan menggerutu dan
menganggap kehadirannya “mengganggu ketenangan” atau suasana nyaman kita.Marhaban ya
Ramadhan, kita ucapkan untuk bulan suci itu,karena kita mengharapkan agar jiwa raga kita diasah
dan diasuh guna melanjutkan perjalanan menuju Allah Swt.Ada gunung yang tinggi yang harus
ditelusuri guna menemui-Nya,itulah nafsu. Di gunung itu ada lereng yang curam, belukar yang lebat,
bahkan banyak perampok yang mengancam, serta iblis yang merayu, agar perjalanan tidak
melanjutkan. Bertambah tinggi gunung didaki, bertambah hebat ancaman dan rayuan,semakin
curam dan ganas pula perjalanan. Tetapi, bila tekad tetap membaja, sebentar lagi akan tampak
cahaya benderang, dan saat itu, akan tampak dengan jelas rambu-rambu jalan, tampak tempat-
tempat indah untuk berteduh, serta telaga-telaga jernih untuk melepaskan dahaga. Dan bila
perjalanan dilanjutkan akan ditemukan kendaraan Ar-Rahman untuk mengantar sang musafir
bertemu dengan kekasihnya, Allah Swt. Demikian kurang lebih perjalanan itu dilukiskan dalam buku
Madarij As-Salikin.Tentu kita perlu mempersiapkan bekal guna menelusuri jalan itu. Tahukah Anda
apakah bekal itu? Benih-benih kebajikan yang harus kita tabur di lahan jiwa kita. Tekad yang
membaja untuk memerangi nafsu, agar kita mampu menghidupkan malam Ramadhan dengan shalat
dan tadarus, serta siangnya dengan ibadah kepada Allah melalui pengabdian untuk agama, bangsa
dan negara.Semoga kita berhasil, dan untuk itu mari kita buka lembaran Al-Quran mempelajari
bagaimana tuntunannya.PUASA MENURUT AL-QURAN Al-Quran menggunakan kata shiyam
sebanyak delapan kali,kesemuanya dalam arti puasa menurut pengertian hukum syariat.Sekali Al-
Quran juga menggunakan kata shaum, tetapi maknanya adalah menahan diri untuk tidak bebicara:
Sesungguhnya Aku bernazar puasa (shauman), maka hari ini aku tidak akan berbicara dengan
seorang manusia pun (QS Maryam [19]: 26).Demikian ucapan Maryam a.s. yang diajarkan oleh
malaikat Jibril ketika ada yang mempertanyakan tentang kelahiran anaknya (Isa a.s.). Kata ini juga
terdapat masing-masing sekali dalam bentuk perintah berpuasa di bulan Ramadhan,sekali dalam
bentuk kata kerja yang menyatakan bahwa “berpuasa adalah baik untuk kamu”, dan sekali
menunjuk kepada pelaku-pelaku puasa pria dan wanita, yaitu ash-shaimin
wash-shaimat.

MAKNA PUASA

Puasa

Oleh Prof. DR. M. Quraish Shihab, MA

Di Pengajian Bulanan

PSQ (Pusat Studi Al-Quran)

Ciputat – Tangerang

Rabu, 21 September 2005

Puasa merupakan salah satu rukun Islam. Di dalam Al-Quran ada 2 kata, yaitu SHIYAM dan SHAUM.
Kedua-duanya berasal dari kata yang sama, yang artinya menahan. Orang yang menahan diri disebut
Shaim.SHAUM di dalam Al-Quran berarti menahan diri untuk tidak bicara, sedangkan SHIYAM di
dalam Al-Quran berarti menahan diri dari hal-hal yang buruk menurut Allah Seringkali kata dalam Al-
Quran tapi pemaknaannya dipersempit oleh hokum (fiqh). Seperti shalat, sebenarnya bermakna doa.
Tapi dalam hukum (fiqh) itu adalah gerakan tertentu yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan
salam. Menurut fiqh, walaupun tidak khusyu tapi kalau sudah melakukan gerakan2 tertentu yg
diawali takbir dan diakhiri salam, maka sudah bisa dikatakan itu shalat. Namun sebetulnya menurut
Al-Quran, dia belum shalat yang sesungguhnya. Hukum hanya mengatur yang nampak saja, tapi
tidak mengatur yang esensi.Begitu juga dengan makna SHIYAM. Shiyam menurut hukum adalah
tidak makan, minum dan seks sejak terbit matahari sampai terbenam matahari. Tapi sebenarnya
makna dalam Al-Quran adalah bukan hanya sampai di situ, tapi juga menahan diri dari segala yang
buruk.Untuk apa SHIYAM ? Kata Allah dalam Al-Quran, adalah agar kita menjadi “Tattaqun”.Surat Al-
Baqarah ayat 183. Apa arti Tattaqun ? Tattaqun adalah “kamu menjadi orang-orang yang terhindar
dari segala bencana, musibah baik di dunia maupun di akhirat kelak”.Manusia dalam hidupnya selalu
menginginkan kesempurnaan. Orang yang kayapun ingin lebih kaya lagi. Orang menginginkan dirinya
dan orang lain menjadi orang-orang yang terbaik dan lebih sempurna dari waktu ke waktu. Bahkan
lingkungan tempat tinggalnya pun ingin lebih sempurna dan sempurna lagi. Karya-karya-nya pun
disempurnakan terus menerus. Sesuatu dinilai sempurna jika memenuhi tiga hal, yaitu indah, baik
dan benar.Untuk kesempurnaan ini, manusia menemukan bahwa Allah itulah yang Maha Sempurna,
karena itu manusia ingin meneladaniNya. (Mempunyai sifat yang Maha Sempurna, karya-karya Allah
sangat sempurna dan penuh ketelitian. Allah itu Maha Baik, Maha Indah dan juga Dialah Kebenaran
itu sendiri (Al-Haq). PerbuatanNya tidak ada kesalahan atau error disana sini, walaupun jutaan
bahkan triliyunan karyaNya. Tidak ada kita mendengar God Error, tapi manusia selalu melakukan
Human Error. Manusia ingin memperkecil kesalahan yang diperbuatnya, mengecilkan nilai Human
Error. Berapa banyak musibah yang diakibatkan oleh Human Error. Manusia ingin sempurna seperti
sempurnaNya sang Maha Sempurna. Manusia ingin meneladaniNya. –RED).Puasa adalah upaya
untuk meneladaniNya. Itulah yang dimaksud “Puasa untukKu, dan Akulah yang akan membalas-Nya”
dalam sebuah hadits. Shalat, Zakat, Haji juga untuk Allah, namun semuanya bukan untuk meneladani
Allah. Sedangkan Puasa adalah untuk meneladani Allah, agar menjadi sempurna.
PESONA ISLAM MENGHANTARKU BERISLAM

Hidayah, merupakan hak mutlak milik Allah semata. Siapapun ia, baik itu dari golongan manusia,
malaikan, dan jin, tidak akan pernah mampu memberikannya kepada siapa yang ia kehendakai, tak
terkecuali terhadap familinya sendiri. Begitulah yang terjadi pada diri Nabi Nuh. Meskipun beliau
sebagai Nabi –bahkan termasuk ulul ‘azmi– tetapi tetap beliau tidak mampu menghembuskan
hidayah ke sanubari anaknya. Maka, matilah anaknya dalam kekafiran.Kisah yang hampir sama, juga
dialami oleh baginda Rosulullah Solallahu ‘alai wasallam. Betapa besar harapan beliau, agar
pamannya, Abu Tholib, dengan lapang dada mengucapkan kalimat Laa Ilaaha Illallah (sebagai syarat
keislaman seseorang), selagi nyawa masih dikandung badan. Takdir berkata lain, hingga ajal
mejemput, kalimat yang akan menyelamatkannya dari siksa api nereka, juga tidak terucap.Begitu
pula sebaliknya, ketika Allah telah memutuskan untuk memberi petunjuk terhadap manusia yang ia
kehendaki, maka, satu makhlukpun tidak akan mampu menghalanginya. Hamba tersebut akan
mengecap manisnya keimanan, meskipun, kalau ditinjau dari segi umur, hamba tersebut masih
tergolong amat belia. Dalam hal ini, Ali bisa dijadikan contoh.Ilustrasi di atas, sangat mirip dengan
perjalanan spiritualku, dalam mendapatkan cahaya Islam, beberapa belas tahun yang lalu, ketika
saya masih duduk di bangku sekolah dasar.Aku adalah anak ke dua dari delapan bersaudara. Terlahir
di tengah-tengah keluarga yang menganut agama Nasrani. Untuk menjaga orisinalitas paham
trinitas, orangtua senantiasa mendoktrinku tentang ajaran Kristen, setiap kali hendak makan malam.
Karenanya, meskipun masih tergolong usia dini (9-10), sedikit-banyak ajaran Kristen sudah aku
kuasai.Namun, keyakinan yang selama ini aku pegang sedari lahir, mengalami “goncangan”, ketika
suatu malam, tepatnya pada malam hari raya ’Idul Fitri, aku terjaga dari tidur, karena mendengar
suara takbir yang menggelora, memecahkan keheningan malam.Lantunan tersebut sangat
menyejukkan hatiku. Tanpa disadari, air mata pun meleleh karenanya.”Apa yang membuatku
menangis?. Bukankah kalimat-kalimat ini sering aku dengar, tiap kali kaum Muslim memperingati
hari-hari raya mereka. Tapi kenapa, sekarang terasa beda. Seolah timbul kesejukan di hati
karenanya?” ujarku dalam hati.Peristiwa yang terjadi malam itu, terus berlanjut keesokan harinya.
Menyaksikan kaum muslimin yang berpakaian rapih dengan semangat menuju masjid untuk
melaksanakan shalat Id, ikut mengguncang batinku. Melihat kekompakan antar mereka –saling sapa,
senyum, bersalam-salaman– sangat membuatku terasa iri.Bulu kudukku pun berdiri
manyaksikannya. Air mata tak terbendung lagi. Heran melihat perilakuku yang tidak seperti
biasanya, orangtuaku menanyai akan perihal yang telah membuat hatiku sedih. Untuk menutup
peristiwa ini, aku jawab sekenanya.”Enggak, bu, tidak ada apa-apa kok,” timpalku singkat.Dijemput
CahayaMenjadi seorang hakim adalah cita-citaku. Sebab itu, saya sangat antusias, ketika ada seorang
tokoh Islam mengajakku untuk ke pesantren, yang jaraknya ratusan kilo dari rumah. Tentusaja aku
masih seorang pemeluk Kristen. Sebab pikirku saat itu, pesantren adalah sekolah favorit, yang bisa
dijadikan jalan untuk menggapai cita-cita. Orangtuaku pun setuju dengan seruan ustadz ini. Karena
memang dari segi finansial, mereka termasuk golongan yang berada.Untung tidak bisa diraih, malang
tak dapat ditolak. Ketika kaki menginjak pesantren, gambaran akan megahnya gedung, lengkapnya
sarana dan prasarana pembelajaran seketika hilang dari benak pikiran ketika menyaksikan kondisi
fisik pesantren, yang menurut saya –maaf– pada saat itu sangat memprihatinkan. Bayangkan,
bangunannya hanya terdiri dari tiga buah gedung, yang terbuat dari papan, plus satu masjid.
Rinciannya, satu bangunan untuk pengurus, satu lagi untuk asrama, dan satu lagi untuk ruang
belajar. Maka wajar, secara spontanitas aku menolak, dan mendesak untuk balik pulang.
Zina Dalam Pandangan Islam

Di dalam Islam, zina termasuk perbuatan dosa besar. Hal ini dapat dapat dilihat dari urutan
penyebutannya setelah dosa musyrik dan membunuh tanpa alasan yang haq, Allah berfirman: “Dan
orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang
diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar dan tidak berzina.” (QS. Al-Furqaan: 68). Imam
Al-Qurthubi mengomentari, “Ayat ini menunjukkan bahwa tidak ada dosa yang lebih besar setelah
kufur selain membunuh tanpa alasan yang dibenarkan dan zina.” (lihat Ahkaamul Quran, 3/200). Dan
menurut Imam Ahmad, perbuatan dosa besar setelah membunuh adalah zina.Islam melarang
dengan tegas perbuatan zina karena perbuatan tersebut adalah kotor dan keji. Allah berfirman: “Dan
janganlah kamu mendekati perbuatan zina. Sesungguhnya zina itu suatu perbuatan yang keji dan
suatu jalan yang buruk”. (QS. Al-Isra’: 32). Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di, seorang ulama
besar Arab Saudi, berkomentar: “Allah Swt telah mengategorikan zina sebagai perbuatan keji dan
kotor. Artinya, zina dianggap keji menurut syara’, akal dan fitrah karena merupakan pelanggaran
terhadap hak Allah, hak istri, hak keluarganya atau suaminya, merusak kesucian pernikahan,
mengacaukan garis keturunan, dan melanggar tatanan lainnya”. (lihat tafsir Kalaam Al-Mannan:
4/275) Imam Ibnul Qayyim menjelaskan, “Firman Allah Swt yang berbunyi: “Katakanlah, Tuhanku
hanya mengharamkan perbuatan keji, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi” (QS.Al-Maidah:
33), menjadi dalil bahwa inti dari perbuatan zina adalah keji dan tidak bisa diterima akal. Dan,
hukuman zina dikaitkan dengan sifat kekejiaannya itu”. Kemudian ia menambahkan, “Oleh karena
itu, Allah berfirman: “Dan janganlah kamu mendekati perbuatan zina. Sesungguhnya zina itu suatu
perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”. (QS. Al-Isra’: 32) (lihat At-Tafsir Al-Qayyim, hal 239)
Oleh karena itu, Islam telah menetapkan hukuman yang tegas bagi pelaku zina dengan hukuman
cambuk seratus kali bagi yang belum nikah dan hukuman rajam sampai mati bagi orang yang
menikah. Di samping hukuman fisik tersebut, hukuman moral atau sosial juga diberikan bagi mereka
yaitu berupa diumumkannya aibnya, diasingkan (taghrib), tidak boleh dinikahi dan ditolak
persaksiannya. Hukuman ini sebenarnya lebih bersifat preventif (pencegahan) dan pelajaran
berharga bagi orang lain. Hal ini mengingat dampak zina yang sangat berbahaya bagi kehidupan
manusia, baik dalam konteks tatanan kehidupan individu, keluarga (nasab) maupun
masyarakat.Hukuman zina tidak hanya menimpa pelakunya saja, tetapi juga berimbas kepada
masyarakat sekitarnya, karena murka Allah akan turun kepada kaum atau masyarakat yang
membiarkan perzinaan hingga mereka semua binasa, berdasarkan sabda Rasulullah saw: “Jika zina
dan riba telah merebak di suatu kaum, maka sungguh mereka telah membiarkan diri mereka ditimpa
azab Allah.” (HR. Al-Hakim). Di dalam riwayat lain Rasulullah saw bersabda: “Ummatku senantiasa
ada dalam kebaikan selama tidak terdapat anak zina, namun jika terdapat anak zina, maka Allah Swt
akan menimpakan azab kepada mereka.” (H.R Ahmad).Ibnul Qayyim mengatakan bahwa zina adalah
salah satu penyebab kematian massal dan penyakit tha’un. Tatkala perzinaan dan kemungkaran
merebak dikalangan pengikut Nabi Musa as, Allah Swt menurunkan wabah tha’un sehingga setiap
hari 71.000 orang mati (lihat Ath-Thuruq Al-Hukmiyah fii As-Siyaasah Asy-Syar’iyyah, hal 281).
Kemungkinan besar, penyakit berbahaya yang dewasa ini disebut dengan HIV/AIDS (Human
Immunodefienscy Virus/Acquire Immune Defisiency Syindrome) adalah penyakit tha’un.
BERBISNIS DALAM TERMINOLOGI AL-QURAN

Berbisnis dalam Terminologi al-Qur’an

Harus diakui bahwa motivasi memperoleh imbalan atas ibadah yang dilakukan baik keterhindaran
dari neraka maupun perolehan surge, kendati tidak dilarang oleh al-Qur’an dan Sunnah, tetapi ia
bukanlah motivasi tertinggi. Betapapun, pada akhirnya kita dapat berkata bahwa “berbisnis” dengan
Allah bukanlah sesuatu yang terlarang, kalau enggan berkata ia dianjurkan oleh-Nya. Bukankah al-
Qur’an menggambarkan hubungan take and give antara Allah dan manusia? QS. at-Taubah [9]: 104
menyatakan : “Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah menerima taubat (member
pengampunan) kepada hamba-hamba-Nya dan (sebagai imbalannya) dia menerima sedekah/zakat
dan sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang?’.Bukankah al-Qur’an dan Sunnah
menggunakan kata-kata yang digunakan dalam dunia bisnis untuk menggambar interaksi/muamalah
dengan Allah? Perhatikan firman-Nya dalam QS. at-Taubah [9] :111;“Sesungguhnya Allah telah
membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan surge untuk mereka. Mereka
berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh dan terbunuh. (itu telah menjadi) janji atas
dirinya-Nya, yang benar, di dalam taurat, injil, dan al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati
janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu,
dan itulah kemenangan yang besar.”Perhatikanlah kata-kata yang penulis garis bawahi di atas.
Bukankah ayat ini menunjukan bahwa telah terjadi bisnis, jual beli antara orang-orang mukmin
dengan Allah? Bukankah ayat di atas menunjukkan bahwa Allah “membeli” jiwa raga dan harta
orang beriman untuk berbisnis dengan Firman-Nya : Wahai orang-orang yang beriman maukah Aku
menunjukkan kepada kamu suatu perniagaan yang menyelamatkan kamu dari siksa yang pedih?”
Anda biasa berkata “keselamatan dari siksa” yang dijanjikan oleh ayat di atas bukanlah sesuatu yang
menggiurkan para pendagang. Dengan kata lain, tidak rugi bukanlah harapan mereka; yang mereka
harapkan keuntungan. Itu benar, karena itu lanjutan ayat di atas setelah menegaskan “jenis
barang/jasa” yang diminta, menegaskan lebih jauh harga yang akan dibayarkan yakni : “Kamu
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad dengan harta-harta dan jiwa-jiwa kamu dijalan
Allah. Yang demikian itu baik buat kamu juka kamu mengetahuinya. Dia mengampuni buat kamu
dosa-dosa kamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai
dan tempat-tempat tinggal yang baik, di surge-surga “And. Itu adalah keberuntungan yang besar.
Dan yang lain yang kamu menyukainya : Pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat, dan
sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang Mukmin” (QS. ash-Shaff [61] : 11-13) Ayat 11
adalah barang/jasa yang diminta sedang ayat 12 dan 13 adalah harga yang akan dibayarkan. Sekian
banyak juga hadist Nabi Muhammad saw. Yang menggunakannya, hanya boleh jadi kurang dipahami
atau tidak diperhatikan pengucap atau pendengar. Salah satu penggalan doa paling populer yang
dibaca sambil berkeliling Ka’bah adalah permohonan memperoleh “perdagangan (dengan Allah)
yang tidak merugi”. Di samping bertebaran juga ada rangsangan yang dikemukakan-Nya guna
mengajak menusia berbisnis dengan-Nya. Bukan hanya itu! Perhatikanlah ayat-ayat berbicara
tentang al-Qur’an dan fungsi-fungsinya. Ambilah sebagai contoh awal surah al-Baqarah [2] : 1-2.
Disana Allah berfirman : “Alif Lam Mim. Itulah (al-Qur’an) kitab sempurna, tidak ada keraguan di
dalamnya, dia adalah petunjuk bagi orang-orang berkata.” Anda berkata bahwa ayat ini
“mempromosikan al-Qur’an”. Allah menyatakan sebagai kitab sempurna. dikatakan bahwa ini adalah
pengajaran kepada setiap yang berminat melakukan jual beli baik jasa maupun barang untuk
menempuh hal serupa dalam melakukan bisnisnya.
TERPIKAT SUARA AZAN GADIS KRISTEN MASUK ISLAM

Gadis asal Slowakia itu terbuka hatinya kepada Islam selepas mendengar suara azan kala berkunjung
ke Kairo, Mesir. “Ketika mendengar suara azan, jujur saja, saya merasakan getaran-getaran aneh
dalam hati. Ketika itu saya seakan terhipnotis dan tak mendengar suara lain kecuali suara yang
berkumandang melalui menara masjid itu,” akunya. Sekembalinya ke Slowakia dia memperdalam
Islam dengan dibantu Muslimah di sana. Bahkan internet juga sangat membantunya dalam
mengenal Islam. Alhasil, dia pun memeluk Islam dan kini menjalani hari-hari yang dikatakannya
sebagai begitu indah dan nikmat terasa. Itulah Tatiana Fatimah, yang kami rangkum dari beberapa
situs.“Sejuta kata-kata tak cukup untuk mengekspresikan bagaimana kecintaan saya kepada Allah.
Inilah yang saya rasakan saat ini. Islam ibarat darah yang mengalir di sekujur tubuh hingga ke ujung
jari saya. Ketika bercakap-cakap dengan Allah di dalam shalat, sangat indah,” kata Tatiana.“Saya
berterima kasih kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas hadiah yang sangat berharga ini, yakni
menjadikan saya sebagai seorang Muslim. Sepanjang hidup kini hanya untuk memuji dan
mensyukuri nikmat-Nya,” kata dia lagi.Suka traveling Sebelum seperti sekarang, perjalanan Tatiana
menuju Islam cukup sederhana dan tidak melewati jalan yang rumit. Kadang dia mengaku sering
tersenyum sendiri jika ingat perkenalan pertamanya dengan Islam. “Traveling adalah kesukaan saya.
Kami sering bepergian sekeluarga dengan berkunjung ke berbagai negara. Negara-negara Muslim
telah banyak pula jadi tempat liburan kami,“ akunya.“Mesir merupakan negara terakhir yang pernah
kami kunjungi. Budaya dan segala rupa keunikan masyarakatnya sangat berkesan di hati,“
kenangnya. Di sana pula pertama kali Tatiana bersentuhan secara dekat dengan masjid. Namun
waktu ke sana dia belum sempat masuk ke dalamnya. “Waktu itu saya mengira, karena bukan
Muslim, dilarang masuk ke dalam masjid,“ katanya.“Tapi jujur saya katakan, ketika mendengar suara
azan, saya merasakan getaran-getaran aneh dalam hati,“ aku dia. Ketika itu Tatiana seakan
terhipnotis dan tak mendengar suara lain kecuali suara yang berkumandang melalui menara mesjid.
Dia benar-benar terpikat dengan suara azan. “Yang lebih berkesan lagi adalah tatkala melihat orang-
orang yang berkumpul di dalam masjid, penuh dengan kesan kesatuan dan kasih sayang dikala
mendirikan shalat. Hal itu hingga kini masih sangat berbekas dalam ingatan saya,“ katanya
lagi.Tertarik bahasa Arab “Oya saat itu saya tidak banyak tahu tentang Islam. Sama sekali nol.
Berbanding terbalik dengan apa yang telah saya ketahui hari ini,“ kata dia. Tatiana masih ingat,
waktu ketika kembali dari Kairo, dia sangat tertarik sekali belajar bahasa Arab. “Secara tiba-tiba
bahasa Arab menjadi salah satu bahasa yang paling indah di dunia,“ tukasnya. Sayangnya di kota
tempat Tatiana tinggal tidak ada kursus yang menyelenggarakan bahasa Arab. Kala itu cuma ada
bahasa Inggris dan Jerman.Pernah pihak sekolah berencana membuka kelas bahasa Arab. Tapi
dibatalkan. “Waktu itu mau masuk puasa Ramadhan. Rupanya sang guru yang berasal dari Arab,
mau pulang liburan ke kampung halamannya. Makanya dibatalkan. Tentu saja saya kecewa berat,“
sambung Tatiana.Beberapa lama dia vakum dari mempelajari bahasa Arab. Namun dia mengaku
memang sangat “haus” untuk mempelajari Islam dan bahasa Arab secara lebih mendalam. “Tak lama
saya mulai belajar Islam lagi, secara perlahan. Mulai dari awal sekali. Belajar melalui internet.
Berbagai website tentang Islam saya telusuri. Begitu juga semua chanel di TV yang menyajikan acara
tentang Islam dan Muslim tak pernah saya lewati,” tuturnya. Dia juga ikut sebuah forum khusus
untuk wanita via internet. Ya melalui internet Tatiana banyak belajar Islam.Ikut kelas Al-Quran,ada
juga bebrapa warga muslim slowakia membantunya memahami islam.
TUDUHAN DAN BUKTI

1. PENGERTIAN TUDUHAN DAN BUKTI Da’aawa adalah bentuk jama’ dari kata da’wa, yang menurut
bahasa berarti thalab (tuntutan). Allah swt berfirman:”Dan memperoleh (pula) di dalamnya apa saja
yang kamu minta.” (QS Fushshilat: 31) Yaitu apa saja yang kamu tuntut.Adapun pengertian da’wa
menurut istilah syar’i ialah seorang mengaku memiliki sesuatu yang berada di tangan orang lain atau
di dalam tanggungan orang lain.Sedangkan mudda’i ialah orang yang menuntut haknya, dan
manakala ia tidak menuntutnya, maka dibiarkan. Adapun mudda’a ’alaih ialah orang yang dituntut
mengembalikan hak orang lain, dan manakala ia diam, tidak membantah, maka ia tetap dituntut.
(Fiqhus Sunnah III: 327).Bayyinaat adalah bentuk jama’ dari kata bayyinah ialah bukti kuat seperti
saksi dan semisalnya. Dasar pembicaraan ini ialah riwayat: Dari Ibnu Abbas ra, bahwa Rasulullah saw
bersabda, “Andaikata orang-orang diberi (sesuai) tuntutan mereka, (maka) orang-orang pada
menuntut darah dan harta benda orang lain (seenaknya). Namun sumpah harus diucapkan oleh
pihak tertuduh.” (Muttafaqun ’alaih: Muslim III: 1336 no: 1711 dan Fathul Bari VIII: 213 no: 4551
dalam satu kisah, dan Ibnu Majah II: 778 no: 2331) Dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari datuknya
ra, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Bukti harus dikemukakan oleh si penuduh, sedang sumpah
wajib diucapkan oleh si tertuduh.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 2896 dan Tirmidzi II: 399 no:
1356)

2. DOSA ORANG YANG MENGAKU MILIK ORANG LAIN SEBAGAI MILLIKNYA Dari Abu Dzar ra bahwa ia
pernah mendengar Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang mengaku milik orang lain sebagai
milliknya, maka ia bukanlah dari golongan kami; dan hendaklah ia menempati tempat duduknya di
neraka!” (Shahih: Shahih Ibnu Majah no: 1877, Muslim I: 79 no: 61 dan Ibnu Majah II: 777 no: 2319)

3. DOSA ORANG YANG BERSUMPAH PALSU DEMI MENDAPATKAN HARTA ORANG LAIN

Dari Abdullah bin Mas’ud ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang mengucapkan
sumpah palsu yang dengannya ia akan mendapatkan sebagaian harta orang muslim (yang lain),
niscaya ia akan bertemu dengan Allah dalam keadaan dimurkai oleh-Nya.” (Muttafaqun ‘alaih: Fathul
Bari XI: 558 no: 6676, 6677 Muslim: I: 122 no: 138, ‘Anul Ma;bud VIII: 67 no: 3227, Tirmidzi IV 292
no: 4082 dan Ibnu Majah II: 778 no: 2323) Dari Abu Ummah al-Haritsi ra bahwa ia pernah
mendengar Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah seseorang mengambil sebagian hak orang muslim
(yang lain) dengan sumpahnya, melainkan pasti Allah mengharamkan syurga atasnya, dan
memastikan neraka baginya.” Kemudian ada seorang sahabat yang hadir berkata, “Ya Rasulullah
(meskipun) yang diambil itu barang yang sepele!” jawab Beliau, “Sekalipun sekedar siwak dan pohon
arak.” (Shahih: Shahih Ibnu Majah no 1882, Ibnu Majah II:779 no: 2324, dan semisal dalam Muslim I:
121 no: 137 dan Nasa’i VIII: 246).
Hukum Pacaran Dalam Islam

Berhubung dalam comment di beberapa artikel dan di shoutbox ada sahabat yg menanyakan
tentang pacaran dalam islam maka berikut saya carikan artikel kemudian saya posting kembali di sini
dengan menyertakan sumber artikelnya. Semoga bermanfaat

1. Hukum pacaran itu bagaimana sih?

2. Saya ingin tanya tentang pergaulan antara pria dan wanita menurut syariat islam! dan bagaimana
hukumnya apabila tidak berpacaran namun bergaul dengan pria lain dan pria itu timbul perasaan
terhadap kita walaupun kita tidak ingin dikatakan berpacaran dengan pria itu walaupun wanitanya
lama-lama juga timbul perasaan tertarik pada pria tersebut? Atas jawabannya saya ucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya!

3. Saya muslimah ingin menyakan tentang hukum pacaran saya pernah dengar katanya pacaran itu
haram lalu bagi cowok untuk mengetahui sifat/karakter pujaannya bisa mengirim saudaranya untuk
mengetahui nya(mohon koreksinya), lalu bagaimana dengan cewek? apakah juga perlu mengirimkan
saudaranya untuk mengetahui sifat cowok pujaanya? Jawaban: Dalam Islam, hubungan antara pria
dan wanita dibagi menjadi dua, yaitu hubungan mahram dan hubungan nonmahram. Hubungan
mahram adalah seperti yang disebutkan dalam Surah An-Nisa 23, yaitu mahram seorang laki-laki
(atau wanita yang tidak boleh dikawin oleh laki-laki) adalah ibu (termasuk nenek), saudara
perempuan (baik sekandung ataupun sebapak), bibi (dari bapak ataupun ibu), keponakan (dari
saudara sekandung atau sebapak), anak perempuan (baik itu asli ataupun tiri dan termasuk di
dalamnya cucu), ibu susu, saudara sesusuan, ibu mertua, dan menantu perempuan. Maka, yang
tidak termasuk mahram adalah sepupu, istri paman, dan semua wanita yang tidak disebutkan dalam
ayat di atas.Uturan untuk mahram sudah jelas, yaitu seorang laki-laki boleh berkhalwat (berdua-
duaan) dengan mahramnya, semisal bapak dengan putrinya, kakak laki-laki dengan adiknya yang
perempuan, dan seterusnya. Demikian pula, dibolehkan bagi mahramnya untuk tidak berhijab di
mana seorang laki-laki boleh melihat langsung perempuan yang terhitung mahramnya tanpa hijab
ataupun tanpa jilbab (tetapi bukan auratnya), semisal bapak melihat rambut putrinya, atau seorang
kakak laki-laki melihat wajah adiknya yang perempuan. Aturan yang lain yaitu perempuan boleh
berpergian jauh/safar lebih dari tiga hari jika ditemani oleh laki-laki yang terhitung mahramnya,
misalnya kakak laki-laki mengantar adiknya yang perempuan tour keliling dunia. Aturan yang lain
bahwa seorang laki-laki boleh menjadi wali bagi perempuan yang terhitung mahramnya, semisal
seorang laki-laki yang menjadi wali bagi bibinya dalam pernikahan.Hubungan yang kedua adalah
hubungan nonmahram, yaitu larangan berkhalwat (berdua-duaan), larangan melihat langsung, dan
kewajiban berhijab di samping berjilbab, tidak bisa berpergian lebih dari tiga hari dan tidak bisa
menjadi walinya. Ada pula aturan yang lain, yaitu jika ingin berbicara dengan nonmahram, maka
seorang perempuan harus didampingi oleh mahram aslinya. Misalnya, seorang siswi SMU yang ingin
berbicara dengan temannya yang laki-laki harus ditemani oleh bapaknya atau kakaknya. Dengan
demikian, hubungan nonmahram yang melanggar aturan di atas adalah haram dalam Islam.
Perhatikan dan renungkanlah uraian berikut ini.Firman Allah SWT yang artinya, ?Dan janganlah kamu
mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang
buruk.? (Al-Isra: 32).
AYAH

Sangat popular di kalangan masayarakat kita bahwa ibu adalah pendidik dan ayah yang mencari
nafkah. Apakah ini benar ? Memang dalam kitab suci Al-Quran, sedikit sekali tuntunan ibu dan bapak
kepada anaknya, yang paling banyak adalah kewajiban anak kepada orang tua.Cinta orang tua
kepada anak melebihi cinta anak kepada orang tuanya. Sehingga modal cinta ini yang sebenarnya
mendorong untuk selalu berbuat yang terbaik kepada anaknya. Karena itulah Al Quran tidak banyak
menuntut ibu dan bapak berbuat kepada anaknya.Setiap manusia termasuk Nabipun mendambakan
anak, seperti Nabi Ibrahim. Orang tua mempunyai anak bukan sekedar untuk dapat mengambil
manfaat dari anaknya, bahkan jika dianggap tidak bermanfaat pun, orang tua tetap membutuhkan
sang anak. Pokoknya ada anak. Ini kita temukan di beberapa ayat Al-Quran, seperti isteri Firaun
menemukan Musa kecil di sungai, berkata di dalam ayat Al-Quran : “ Siapa tahu dia bermanfaat buat
kita atau kita angkat dia sebagai anak”. Itu menunjukkan seorang ayah atau ibu sangat
mendambakan anak. Karena dambaannya ini yang demikian besar, tuntunan tidak terlalu banyak
dalam Al-Quran.Mari kita lihat kewajiban ayah kepada anak-anaknya.Al-Quran menekankan sejak
awal, bahwa pilih-pilihlah calon pasanganmu, bukan sekedar sebagai pendamping tapi juga sebagai
penerus generasi. Karena itu Nabi bersabda : “Kawinlah dengan wanita yang bisa melahirkan (jangan
yang mandul) dan yang menyenangkan kamu”. “Pilih-pilih tempat kamu meletakkan benihmu”.
Karena kalau sampai salah pilih, bisa membahayakan generasi selanjutnya. Kalau tanah tempat
menanam benih gersang, tidak akan ada gunanya, begitu pula dengan tanah yang penuh hama.Ini
adalah awal langkah dalam mendapatkan keturunan yang baik.Kita kupas dan lihat lagi ayat AlQuran
yang ditujukan pada ayah : Dalam QS. Al-Baqarah (2) ayat 223 : “Isteri-isteri kamu adalah ladang
buat kamu”. Maknanya apa ? Siapa yang menentukan jenis kelamin anak ? Betul memang Allah yang
menentukan tapi Allah tentukan jenis kelamin anak melalui satu sistem. Siapa yang menentukan ini
tomat atau apel ? Siapa yang menentukan jenis buah yang ditanam ? Tentu petani. Maka ketika Al-
Quran berkata “Isteri-isteri kamu adalah ladang buat kamu”, otomatis para ayah adalah para petani.
Jadi siapa yang menentukan jenis kelamin anak ? Tentunya adalah ayah.Kita lihat petani, supaya dia
bisa mendapatkan buah yang baik, dia harus bersihkan ladang, dia harus mengairi ladang. Setelah
berbuahpun, dia tetap harus perhatikan ladang, diberinya pupuk ladang tersebut. (Jangan pula
ladang tersebut dituntut untuk terus menerus berproduksi, beri jeda sebagaimana ada jeda agar
ladang siap untuk ditanami kembali). Setelah buah dipetikpun, harus dibersihkan sebelum dibawa ke
pasar. Supaya buah ini jika dijual mendapatkan harga jual yang memuaskan, ataupun kalau buah itu
hendak dimakannya maka dia dapat menikmatinya dengan lezat. Itulah tugas bapak, jadi petanilah
Anda, jangan jadi ladang.Perhatikanlah isteri, jangan sampai ada hama di sana atau kotoran yang
mengganggu. Begitu dia hamil, perhatikanlah. Begitu dia melahirkan, tetap perhatikan dan
pelihara.Perlu kita lihat beberapa hal tentang kewajiban ayah :

Begitu anak lahir, ayah dituntun untuk meng-adzankan anaknya di telinga kanan, dan qomat di
telinga kiri. Apa maknanya ini ? Kalaupun anak belum mampu mendengarkan dengan baik, paling
tidak, itu sudah menggambarkan bahwa ayah berusaha menanamkan nilai-nilai tauhid kepada anak.
Ayah sudah mendidik anak. Disini jelas tugas ayah sudah mendahului ibu.

Você também pode gostar