Você está na página 1de 3

Analisis Korelasi dan Kausal

Pengantar

Tulisan ini disusun karena tidak sedikit peneliti yang menyamakan atau saling
mempertukarkan analisis korelasi dengan analisis kausal atau sebab–akibat, padahal
sesungguhnya atau seharusnya dibedakan. Ada penelitian yang judulnya “Pengaruh X
terhadap Y”. Namun setelah penelitiannya dikaji dengan seksama ternyata temuan dari
penelitian tersebut secara nyata mengarah pada penelitian korelasional ketimbang kausal.
Peristiwa tersebut mungkin bisa saja dimaklumi karena dalam analisis kausal senantiasa
mengandung unsur korelasional, walau tidak sebaliknya.

Korelasi
Ada peneliti yang tidak perduli apakah suatu variabel tergantung disebabkan atau
dipengaruhi oleh adanya suatu variabel bebas tertentu. Dia tidak terlalu perduli apakah
ada variabel bebas dan tergantung dalam penelitiannya, yang dia inginkan apakah ada
hubungannya di antara satu variabel dengan satu atau beberapa variabel lainnya.
Misalnya, ingin mengetahui apakah ada hubungan antara Nilai Ujian Saringan Masuk
(NUSM) dengan Indeks Prestasi Mahasiswa (IPM). Atau ada penelitian yang
menghubungkan tingkat kecerdasan (IQ) dengan keberhasilan hidup seseorang, tinggi
badan dengan berat badan, nilai agama dengan kemakmuran ekonomi, jenis kelamin
dengan kepuasan kerja, kerajinan melakukan kegiatan spriritual dengan tingkat kekebalan
tubuh dan lain sebagainya.
Jika tujuannya adalah ingin mengetahui ada atau tidaknya hubungan, positif-negatif,
besar kecilnya hubungan antar variabel maka jenis penelitiannya adalah penelitian
korelasi. Proses yang umumnya dilakukan adalah dengan cara memperoleh data variabel
X dan Y (jika dua variabel) , setelah itu data tersebut dianalisis dengan analisis korelasi.
Misalnya, yang ingin diketahui adalah hubungan antara Nilai Ujian Sasingan Masuk
(NUSM) dengan Indeks Prestasi (IP) mahasiswa. Cari data NUSM dan IP mahasiswa
yang dijadikan populasi atau sampel penelitian, lalu hitung skor hubungannya dengan
menggunakan rumus statistik tertentu.

NRP Nilai Indeks


Mahasiswa USM (X) Prestasi (Y)
-------- 770 3.34
-------- 600 3.21
-------- 900 3.80
-------- 500 2.53
-------- 650 2.75
Dst. Dst. Dst

Setelah dihitung maka diperoleh skor korelasi yang berada di antara -1 sampai
dengan 1. Kalau hasilnya minus berarti hubungannya negatif (kenaikan variabel X,
diikuti oleh penurunan variabel Y atau sebaliknya). Kalau hasilnya plus berarti
hubungannya positif ( kenaikan variabel X diikuti oleh kenaikan variabel Y atau
sebaliknya). Kalau hasilnya = 0 atau sekitar 0 (0,00...) maka diantara variabel X dan Y
tidak ada hubungan. Kemudian berdasarkan kriteria tertentu bisa ditentukan besar
kecilnya hubungan dan dengan cara perhitungan tertentu pula bisa diperoleh arti
pentingnya (signifikansi) hubungan.
Ketika peneliti menemukan ternyata ada hubungan antara variabel X dan Y, maka
peneliti bisa menyimpulkan besar kecilnya hubungan dan signifikan atau tidaknya
hubungan, namun tidak bisa menyimpulkan bahwa nilai satu variabel mempengaruhi
nilai variabel lainnya. Dalam kasus tersebut, peneliti tidak bisa meyimpulkan atau
menginterpretasikan bahwa nilai USM merupakan variabel penyebab dari nilai IPK,
karena pada hakikatnya yang menyebabkan IPK tinggi atau rendah adalah nilai-nilai
akhir ujian (UTS, UAS, Tugas, Praktik, dst) mahasiswa, bukan nilai ujian saringan masuk
mahasiswa. Nilai ujian saringan masuk bukan merupakan penyebab nilai indeks prestasi
mahasiswa. Artinya, antara nilai USM dan nilai IPK mahasiswa tidak terdapat hubungan
kausal (sebab-akibat), walau di antara kedua variabel tersebut terdapat hubungan yang
positif.
Contoh lain bisa memperjelas pernyataan bahwa hasil analisis hubungan tidak selalu
dapat dimaknakan sebagai hasil analisis kausal. Berdasarkan penelitian, ditemukan bukti
bahwa tinggi badan seseorang mempunyai korelasi atau hubungan positif dengan berat
badan. Makin tinggi badan seseorang makin besar berat badannya. Namun penemuan
tersebut tidak mengatakan bahwa tinggi badan seseorang merupakan faktor penyebab
berat badan. Jenis kelamin berkorelasi dengan tingkat kesabaran seseorang, namun bukan
karena seseorang itu wanita maka dia menjadi sabar, atau disebabkan karena seseorang
itu laki-laki maka dia tidak sabaran.

Kausal
Tidak sedikit peneliti yang ingin mengetahui pengaruh dari satu variabel terhadap
variabel lainnya. Karena keingintahuannya tersebut maka dilakukan upaya-upaya ilmiah
yang antara lain dengan melakukan percobaan-percobaan atau eksperimen. Seseorang
yang ingin mengetahui pengaruh pemberian pupuk terhadap pertumbuhan tanaman akan
melakukan berbagai eksperimen di laboratorium maupun di ”lapangan”. Karena
pertumbuhan tanaman tidak hanya dipengaruhi oleh adanya pupuk maka agar benar-
benar mengetahui pengaruh pupuk, maka variabel lain yang dipertimbangkan
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, harus mampu dikendalikan.
Semua penelitian ilmiah dalam upaya mengetahui efek atau pengaruh obat terhadap
penyembuhan penyakit harus merupakan penelitian yang menggunakan metode
eksperimen yang dilakukan berkali-kali. Oleh karena itu, informasi tentang efektivitas
atau pengaruh obat yang hanya berdasarkan pengakuan/pengalaman/testimoni/kesaksian
seseorang atau sekelompok orang tidak dapat diterima di dunia kedokteran.
Penelitian dengan menggunakan metode eksperimen yang sesungguhnya merupakan
kebiasaan ilmiah yang senantiasa dilakukan dalam ilmu-ilmu eksakta. Hal ini dilakukan
karena dalam kawasan keilmuan tersebut lebih dimungkinkan pemanipulasian variabel-
variabel lain yang
Kadang peneliti tidak sekedar`ingin tahu korelasi dari sebuah variabel tergantung.
Artinya mereka tidak hanya ingin mengetahui suatu variabel berkorelasi dengan
variabel- variabel lainnya atau tidak. Yang ingin lebih diketahuinya adalah penyebab
terjadinya atau munculnya variabel tergantung, atau variabel bebas apa yang
menyebabkan munculnya variabel tergantung. Misalnya, apa yang menyebabkan para
pegawai stress, apa yang menyebabkan volume penjualan menurun, apa yang
menyebabkan konsumen tidak puas, Benarkah turunnya volume penjualan disebabkan
oleh iklan yang tidak tepat? Benarkan motivasi kerja seseorang rendah disebabkan karena
upah atau gajinya sedikit? dan lain sebagainya. Yang ingin diketahuinya adalah variabel
apa yang menyebabkan semua hal yang negatif (symptom) itu muncul atau terjadi,
dengan tujuan agar bisa memberikan jalan keluar atas masalah yang ada (stress kerja,
volume penjualan menurun, konsumen tidak puas, dlsb)
Dalam konteks di atas, jenis penelitian yang seyogianya digunakan pastinya juga
harus berbeda dengan penelitian yang tujuannya “sekedar” ingin mengetahui korelasi
atau hubungan di antara dua variabel. Jika tujuan utamanya adalah ingin mengetahui
adanya sebab-akibat (cause – effect) dalam suatu tatanan tertentu maka jenis
penelitiannya adalah rancangan percobaan (experimental design) atau rancangan
“causal-comparative”. Dengan demikian jika seorang peneliti ingin mengetahui sebesar
apa atau adakah pengaruh yang ditimbulkan (effect) dari variabel bebas terhadap variabel
tergantung, maka mau tidak mau peneliti tersebut harus mengaplikasikan rancangan
percobaan atau “causal-comparative” dalam penelitiannya.

Percobaan terhadap sekelompok pegawai selama 20 bulan, guna mencari pengaruh atau
akibat dari besarnya gaji terhadap motivasi kerja mereka. Asumsinya, kelompok
pegawainya tetap, pekerjaan tetap, lingkungan kerja tetap, tingkat inflasi relatif stabil
(kausal 1)

Você também pode gostar