Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Gemuk
07-01-2008
Anggota BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) Baharuddin Aritonang menilai struktur Kabinet
Indonesia Bersatu (KIB) terlalu gemuk sehingga menghabiskan banyak anggaran negara.
Demikian juga struktur di pemerintahan daerah sehingga lebih banyak dihabiskan untuk
kepentingan pembiayaan pejabat.
"Karena kabinet dan struktur pemerintahan saat ini terlalu gemuk, terjadi pemborosan pada
anggaran negara. Akibatnya, roda pemerintahan juga berjalan tidak efektif," kata Baharuddin
Aritonang kepada wartawan, di Jakarta, Minggu (6/1).
Karena itu, menurut mantan anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar ini, keberadaan lembaga-
lembaga baru seperti Wahtimpres (Dewan Pertimbangan Presiden), jubir presiden, dan staf
khusus presiden supaya dipertimbangkan kembali. "Kesannya pembentukan lembaga-lembaga
ini hanya untuk menampung 'rekan-rekan' penguasa saja," kata Aritonang.
Aritonang juga menyoroti tidak jelasnya alasan pemerintah dalam membentuk sebuah badan
atau direktorat dalam departemen.
"Yang membuat saya merasa aneh, Depkes juga kemudian membentuk Ditjen Pelayanan
Kefarmasian. Apa kerja mereka itu? Apa juga perbedaannya dengan BPOM, itu yang sam pai
sekarang tidak jelas," katanya.
Baharuddin Aritonang, mengingatkan siapa pun yang terpilih sebagai presiden dalam Pemilu
2009 agar memperhatikan jumlah struktur kabinet. Presiden yang terpilih harus membentuk
kabinet yang ramping.
"Jangan terlalu gemuk. Karena kalau kabinet terlalu gemuk akan diikuti oleh pemda-pemda
dalam menyusun struktur birokrasinya. Ini jelas tidak efisien dan tidak efektif," kata Aritonang.
Menurut Aritonang, jumlah anggota kabinet yang ideal ke depan nanti adalah 18
departemen/kementerian. Dengan demikian, kinerja kabinet bisa lebih efektif dari sekarang.
"Sekarang ini saya dengar banyak menteri yang stres karena tugas menteri menjadi sangat berat
akibat tidak efektifnya birokrasi yang ada," katanya.
Aritonang juga menilai banyak produk perundangundangan DPR yang tidak efektif, karena
sering digagalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). "Undang undang itu dibahas dan disahkan
oleh 550 anggota DPR tapi dibatalkan begitu saja oleh Mahkamah Konstitusi yang anggotanya
cuma sembilan orang," kata Aritonang.
Di tempat terpisah, Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) HM Lukman Edy
menyatakan, sepanjang pengetahuannya para menteri Kabinet Indonesia Bersatu dari unsur
partai politik tetap konsisten menjalankan tugasnya selaku pembantu presiden.
"Kinerja menteri tak ada persoalan. Komitmennya tetap sama, tidak akan mencampur urusan
kementerian dengan kepartaian," katanya.
Lukman Edy menambahkan, dalam pemahamannya yang lebih disorot Presiden justru para
kepala daerah, gubernur dan bupati, yang memang berasal dari partai yang beragam. "Harusnya
semua (tingkatan pemerintah) sinergis. Dalam posisi sekarang agak kesulitan," katanya.
http://www.bpk.go.id/
C:\WINDOWS\Desktop\Majalah Perencaan Pembangunan\Edisi 23 Th 2001\Kunarjo.doc #1
Defisit Anggaran Negara
Kunarjo *
Pendaluhuan
Tetangga saya yang awam, masih bingung memikirkan keadaan perekonomian pada
umumnya, dan APBN pada khususnya. Pagi-pagi dia sudah mengangkat telepon ke rumah
saya. “Dari siapakah ?” Dan “Dari manakah ?”, jawab saya di telepon menirukan Saur
Hutagalung, penyiar di Metro TV. Ternyata yang menelepon adalah tetangga yang saya
sebutkan tadi. Keheranannya, mengapa sampai dengan 1998/99 APBN masih dalam
keadaan
seimbang, tiba-tiba tahun berikutnya mengalami defisit yang luar biasa. Saya, walaupun
juga
sama-sama awam mencoba untuk menjawab seperti para pengamat yang ‘bergentayangan’
di
layar televisi dan surat kabar, yang merasa sok pintar dan benar, karena saya tahu apapun
jawabannya, tetangga saya itu akan manggut-manggut.
Penyusunan anggaran di semua negara ditentukan oleh unsur-unsur politik. Sejak
1969/70 sampai 1988/89, APBN kita berimbang, artinya penerimaan sama dengan
pengeluarannya. Berimbangnya anggaran itu karena memang arahan GBHN yang
merupakan
dokumen politis itu mengatakan demikian, sehingga pemerintah mengusahakan sekuat
tenaga
untuk menyusun APBN yang berimbang. Wakil-wakil rakyat yang duduk di parlemen selalu
mengatakan setuju dan bertepuk tangan setiap kali presiden selesai berpidato dalam
menyampaikan nota keuangan. Maklum mayoritas keanggotaan dewan adalah dari Golkar
yang merupakan partai pemerintah. Rakyat pada umumnya juga sependapat dengan
kebijakan
pemerintah yang nampaknya bagus itu, karena dalam hidup berumah tangga saja,
pengeluaran harus seimbang dengan penerimaannya. Kata orang Jawa jangan sampai
“kegedhen empyak kurang cagak”, artinya ibarat rumah yang kebesaran atap daripada
tiangnya.
Selama ini kekurangan dana untuk pembangunan, pemerintah cenderung menempuh
melalui cara meminjam dari luar negeri. Anehnya pemerintah selalu bangga apabila pada
sidang CGI dikabarkan Indonesia memperoleh pinjaman yang sama, atau lebih besar dari
tahun sebelumnya. Dan keberhasilan tersebut selalu dikatakan bahwa itu merupakan bukti
dari
kepercayaan luar negeri terhadap pemerintah Indonesia.
Pinjaman luar negeri ini memang sering diperdebatkan oleh para pakar, apakah
pinjaman luar negeri itu merupakan beban bagi generasi yang akan datang atau tidak.
Banyak
pakar yang tidak sependapat apabila bantuan luar negeri itu akan membebani generasi
yang
akan datang.1 Tetapi siapapun yang benar, pinjaman luar negeri yang berbentuk valuta
asing
itu sangat terasa sekali bebannya, terutama terhadap APBN, pada saat Indonesia
mengalami
keterpurukan ekonomi pada tahun 1997, dimana nilai rupiah terus melemah terhadap dollar
* Drs. Kunarjo, MA adalah dosen luar biasa pada Program Pasca Sarjana, Magister Administrasi Publik, Universitas Gadjah
Mada Yogyakarta-red.
1 Lihat John F.Due, Government Finance, Richard D. Erwin, Inc., Homewood, Illinois, 1963, Hal. 495
Jakarta, (tvOne)
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berencana mengeluarkan instruksi presiden (inpres) dan
peraturan presiden tentang aturan penghematan anggaran negara di seluruh jajaran pemerintahan
mulai 2011.
Untuk itu, Presiden akan segera membentuk tim evaluasi untuk meneliti seluruh pos anggaran
yang bisa dihemat pada seluruh jajaran pemerintah pusat dan daerah.
"Akan dibentuk tim untuk mengevaluasi, meneliti, seluruh jajaran pemerintah termasuk
pemerintah daerah, yang mana belanja rutin yang tidak diperlukan. Selama ini barangkali
digunakan, tetapi setelah diteliti, dievaluasi, tidak diperlukan, harus dihentikan yang berarti ini
penghematan," tuturnya sebelum memulai rapat kabinet terbatas di Kantor Kepresidenan,
Jakarta, Kamis (7/10).
Setelah tim evaluasi itu bekerja, Presiden kemudian akan mengeluarkan inpres dan perpres guna
mengatur penghematan secara konkret di seluruh jajaran pemerintah mulai 2011.
Presiden mengimbau kepada seluruh jajaran pemerintah pusat dan daerah, agar tidak menghabis-
habiskan anggaran untuk hal tidak berguna mendekati akhir tahun. Sehingga sisanya dapat
dikembalikan pada negara
"Jangan lantas dicari-cari, dihabis-habiskan. Kalau memang tidak dipakai, ada sisa,
dikembalikan pada negara. Jadi jangan mumpung-mumpung. Itu sumber penyimpangan,
pemborosan," katanya.
Presiden pun mencontohkan rumah tangga kepresidenan selalu mengembalikan sisa anggaran
pada akhir tahun selama lima tahun berturut-turut.
Pada 2005, kata dia, dikembalikan sebanyak Rp36 miliar, pada 2006 sebesar Rp61 miliar, Rp80
miliar pada 2007, Rp61 miliar pada 2008, dan Rp60 miliar pada 2009.
Untuk melakukan penghematan anggaran negara, Presiden Yudhoyono juga seringkali menolak
permohonan izin perjalanan dinas ke luar negeri yang diajukan oleh kepala daerah. (Ant)
Penambahan staf di ”lingkaran dalam”, ujar Sekretaris Jenderal Sekretariat Nasional Forum
Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yuna Farhan, membuat belanja pegawai di APBN
Tahun 2010 membengkak. ”Dengan tambahan staf dan jabatan baru, ada beban baru yang harus
ditanggung negara,” kata Yuna.
Data Fitra, dalam lima tahun terakhir belanja pemerintah pusat didominasi belanja subsidi.
Namun, pada 2010 justru belanja terbesar adalah belanja pegawai, sebesar Rp 160,364 triliun.
Jumlahnya lebih besar dibandingkan subsidi rakyat, yang mencapai Rp 157,82 triliun.
Dari tahun ke tahun belanja pegawai terus naik. Pada 2005 belanja pegawai Rp 54,254 triliun,
pada 2006 naik menjadi Rp 73,252 triliun, dan terus naik menjadi Rp 90,425 triliun pada 2007.
Pada 2008 naik lagi menjadi Rp 112,829 triliun dan melonjak hingga Rp 143,555 triliun pada
2009.
Bakal direvisi
Mantan Ketua Panitia Anggaran DPR, yang kini Ketua Komisi XI Emir Moeis, mengaku,
anggaran lembaga kepresidenan dipastikan bakal membengkak sehingga pemerintah pasti akan
mengajukan revisi kembali pada perubahan APBN 2010 ini.
Ketua Badan Anggaran DPR Harry Azhar Aziz mengakui, pada pembahasan APBN 2010, akhir
tahun lalu, pemerintah memotong Rp 2 triliun dalam belanja pegawai yang sebesar Rp 161 triliun
untuk dimasukkan dalam pos belanja lain-lain.
Secara terpisah, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membantah anggaran Wantimpres
dialokasikan dadakan dan belum dimasukkan dalam APBN 2010. ”Wantimpres sudah ada sejak
Kabinet Indonesia Bersatu I. Oleh sebab itu, alokasi anggaran sudah masuk dalam APBN 2010
pada bagian anggaran Sekretariat Negara sebesar Rp 34,5 miliar,” ujar Sri Mulyani.
(SIE/IDR/HAR)
TEMPO Interaktif, Jakarta - Sekitar 25 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Perubahan 2010 untuk sektor infrastruktur dialokasikan untuk pembangunan jalan di wilayah
Papua. Kementerian ini mendapatkan Rp 805 miliar dari APBN Perubahan.
“Dari jumlah itu Rp 238 miliar dialokasikan untuk (peningkatan ruas jalan) Papua. Selebihnya
sebagian besar untuk infrastruktur pengairan,” kata Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto di
sela acara peringatan “Hari Air Dunia” di Jakarta, Kamis (22/4).
Terdapat 11 ruas jalan di Papua yang sedang dibangun dan menjadi prioritas pembangunan
infrastruktur. 11 ruas jalan itu adalah Sorong-Makbon-Mega (88 Km), Sorong-Klamono-
Ayamaru-Kebar-Manokwari (536 Km), Manokwari-Bintuni (253 Km), Fakfak-Hurimber-
Bomberay (161 Km), Nabire-Wagete-Enarotali (262 Km), Timika-Mapurujaya-Pomako (42
Km), Serui-Menawi-Saubeba (49 Km), Jayapura-Wamena-Mulia (733 Km), Jayapura-Sarmi
(364 Km), Jayapura-Hamadi-Holtekamp-Bts. Papua Nugini (53 Km), Merauke-Woropko (557
Km).
Selama kurun waktu 2005 sampai 2009, Kementerian Pekerjaan Umum telah mengalokasikan
lebih dari Rp 2,343 triliun untuk pembangunan jalan di Papua dan Rp 1,219 triliun untuk Papua
Barat.
Selain untuk Papua, alokasi APBN Perubahan juga dibagi untuk pembangunan jalan di koridor
ekonomi, yaitu jalur Lintas Timur Sumatera, Pantai Utara Jawa, Lintas Selatan Kalimantan,
Lintas Barat Sulawesi, dan jalur timur mulai Bali, Lombok sampai Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Sesuai dengan arahan Presiden di Tampak Siring kemarin supaya kita meningkatkan domestic
connectivity untuk mendukung perokonomian nasional,” ujar Djoko. Ia menambahkan jalan di
koridor ini harus ditingkatkan ke kondisi mantap.
Belum semua jalan yang termasuk koridor ekonomi terhubung. Misalnya jalur lintas selatan
Kalimantan. Meski sudah tersambung tetapi belum semua jalur terpoles dengan aspal.
Sedangkan di lintas barat Sulawesi meski konstruksi beton sudah terpasang namun belum semua
jalur sudah terhubung. “Kita usahakan supaya ini cepat diselesaikan. Tetapi tentu secara
bertahap,” katanya.
Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak mengatakan, total panjang jalan yang
dibangun di koridor ekonomi selama lima tahun mendatang akan mencapai 20.000 kilometer.
“Anggaran untuk ini akan dialokasikan secara bertahap melalui APBN 2010-2014 secara
bertahap. Sampai kondisinya baik seluruhnya,” ujarnya.
VIVAnews - Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2009
jauh lebih baik. Hal tersebut tercermin dari realisasi defisit anggaran yang mencapai Rp 87,2
triliun (1,6 persen Produk Domestik Bruto/PDB).
Defisit anggaran itu lebih rendah dari target Rp 129,8 triliun (2,4 persen PDB). Selain itu,
terdapat surplus anggaran sekitar Rp 38 triliun.
Kepala Biro Humas Departemen Keuangan Harry Z Soeratin dalam siaran pers Departemen
Keuangan di Jakarta, Jumat 1 Januari 2010, menyatakan pencapaian kinerja APBN-P 2009
tersebut berasal dari realisasi pendapatan negara dan hibah mencapai Rp 866,8 triliun atau 0,5
persen di bawah target, belanja negara Rp 954 triliun atau 4,7 persen di bawah pagu, dan
pembiayaan anggaran Rp 125,2 triliun.
Untuk realisasi pendapatan negara dan hibah tersebut ditentukan oleh penerimaan perpajakan
yang mencapai Rp 641,2 triliun, atau 1,7 persen lebih rendah dari target.
Kondisi tersebut sebagai dampak dari perlambatan kegiatan ekonomi di dalam negeri serta
perdagangan luar negeri akibat krisis global, yang sangat mempengaruhi penerimaan pajak
penghasilan.
Selain itu, realisasi pendapatan negara dan hibah tersebut ditentukan oleh penerimaan negara
bukan pajak (PNBP) yang mencapai Rp 224,5 triliun, atau 3 persen lebih tinggi dari rencana.
Realisasi yang lebih tinggi tersebut terutama ditunjang oleh kenaikan PNBP SDA Non-Migas
dan PNBP lainnya.
Sementara itu, realisasi belanja negara mencapai Rp 954 triliun, atau 4,7 persen di bawah pagu
tersebut berasal dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp 645,4 triliun, atau 6,7 persen lebih
rendah dari rencana.
Realisasi tersebut dipengaruhi oleh belanja kementerian/lembaga yang mencapai Rp 301,6 triliun
atau sekitar 96 persen dari pagu. Penyerapan anggaran ini jauh lebih tinggi dari penyerapan
belanja tahun sebelumnya yang kurang dari 90 persen.
Sementara itu, realisasi subsidi energi (bahan bakar minyak (BBM) dan listrik) sebesar Rp 94,6
triliun, atau 5,4 persen lebih rendah dari target. Rendahnya realisasi subsidi energi itu terutama
berasal dari penghematan subsidi BBM karena realisasi harga Mean Oil Platts Singapore
(MOPS) yang lebih rendah.
Di sisi lain realisasi subsidi non-energi sebesar Rp 64,9 triliun, atau 11,5 persen lebih tinggi dari
target, karena pembayaran kekurangan subsidi pajak BBM tahun-tahun sebelumnya.
Untuk transfer ke daerah sebesar Rp 308,6 triliun, atau tidak jauh dari target Rp 309,3 triliun.