Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Perkara yang dapat diputuskan di majelis ini sangat bervariasi jenisnya. Di MKEK
IDI Wilayah DKI Jakarta diputus perkara-perkara pelanggaran etik dan pelanggaran disiplin
profesi, yang disusun dalam beberapa tingkat berdasarkan derajat pelanggarannya
Putusan MKEK tidak ditujukan untuk kepentingan peradilan, oleh karenanya tidak
dapat dipergunakan sebagai bukti di pengadilan, kecuali atas perintah pengadilan dalam
bentuk permintaan keterangan ahli. Salah seorang anggota MKEK dapat memberikan
kesaksian ahli di pemeriksaan penyidik, kejaksaan ataupun di persidangan, menjelaskan
tentang jalannya persidangan dan putusan MKEK. Sekali lagi, hakim pengadilan tidak terikat
untuk sepaham dengan putusan MKEK.
Eksekusi Putusan MKEK Wilayah dilaksanakan oleh Pengurus IDI Wilayah dan/atau
Pengurus Cabang Perhimpunan Profesi yang bersangkutan. Khusus untuk SIP, eksekusinya
diserahkan kepada Dinas Kesehatan setempat. Apabila eksekusi telah dijalankan maka dokter
teradu menerima keterangan telah menjalankan putusan.
1
Erha Masja/1102007101
MKDKI merupakan lembaga otonom dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) yang dalam
menjalankan tugasnya bersifat independen
Anggota MKDKI terdiri dari dokter, dokter gigi, dan sarjana hukum
Tugas MKDKI :
a. menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin dokter dan
dokter gigi yang diajukan dan
b. menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter
atau dokter gigi.
2
Erha Masja/1102007101
Malpraktik atau malpractice berasal dari kata ”mal” yang berarti buruk dan ”practice”
yang berarti suatu tindakan atau praktik, dengan demikian malpraktek adalah suatu tindakan
medis buruk yang dilakukan dokter/tenaga kesehatan dalam hubungannya dengan pasien.
Malparaktik adalah setiap kesalahan profesional yang diperbuat oleh dokter/tenaga
kesehatan pada waktu melakukan pekerjaan profesionalnya, tidak memeriksa, tidak menilai,
tidak berbuat atau meninggalkan hal-hal yang diperiksa, dinilai, diperbuat atau dilakukan
oleh dokter pada umumnya didalam situasi dan kondisi yang sama (Berkhouwer & Vorsman,
1950).
Menurut Hoekema, 1981 malpraktik adalah setiap kesalahan yang diperbuat oleh
dokter karena melakukan pekerjaan kedokteran dibawah standar yang sebenarnya secara rata-
rata dan masuk akal, dapat dilakukan oleh setiap dokter dalam situasi atau tempat yang sama,
dan masih banyak lagi definisi tentang malparaktik yang telah dipublikasikan.
Kelalaian medik
Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk, yaitu malfeasance, misfeasance dan
nonfeasance:
• Malfeasance berarti melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak
tepat/layak (unlawful atau improper), misalnya melakukan tindakan medis tanpa
indikasi yang memadai.
• Misfeasance berarti melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakan
dengan tidak tepat (improper performance), yaitu misalnya melakukan tindakan medis
dengan menyalahi prosedur.
• Nonfeasance adalah tidak melakukan tindakan medis yang merupakan kewajiban
baginya. Bentuk-bentuk kelalaian di atas sejalan dengan bentuk-bentuk error
(mistakes, slips and lapses), namun pada kelalaian harus memenuhi keempat unsur
kelalaian dalam hukum khususnya adanya kerugian, sedangkan error tidak selalu
mengakibatkan kerugian. Demikian pula adanya latent error yang tidak secara
langsung menimbulkan dampak buruk .
Suatu perbuatan atau sikap dokter atau dokter gigi dianggap lalai apabila memenuhi
empat unsur di bawah ini, yaitu:
1. Duty atau kewajiban dokter dan dokter gigi untuk melakukan sesuatu tindakan atau
untuk tidak melakukan sesuatu tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi
dan kondisi yang tertentu.
2. Dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban tersebut.
3. Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai
kerugian akibat dari layanan kesehatan/kedokteran yang diberikan oleh pemberi
layanan.
4. Direct causal relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata. Dalam hal ini harus
terdapat hubungan sebab-akibat antara penyimpangan kewajiban dengan kerugian
yang setidaknya merupakan “proximate cause”
Investigasi
Seorang dokter atau dokter gigi yang menyimpang dari standar profesi dan melakukan
kesalahan profesi belum tentu melakukan malpraktik medis yang dapat dipidana, malpraktik
medis yang dipidana membutuhkan pembuktian adanya unsur culpa lata atau kalalaian berat
dan pula berakibat fatal atau serius (Ameln, Fred, 1991). Hal ini sesuai dengan ketentuan
3
Erha Masja/1102007101
pasal 359 KUHP, pasal 360, pasal 361 KUHP yang dibutuhkan pembuktian culpa lata dari
dokter atau dokter gigi.
Dengan demikian untuk pembuktian malpraktik secara hukum pidana meliputi unsur :
1) Telah menyimpang dari standar profesi kedokteran;
2) Memenuhi unsur culpa lata atau kelalaian berat; dan
3) Tindakan menimbulkan akibat serius, fatal dan melanggar pasal 359, pasal 360, KUHP.
Adapun unsur-unsur dari pasal 359 dan pasal 360 sebagai berikut :
1) Adanya unsur kelalaian (culpa).
2) Adanya wujud perbuatan tertentu .
3) Adanya akibat luka berat atau matinya orang lain.
4) Adanya hubungan kausal antara wujud perbuatan dengan akibat kematian orang lain itu.
4
Erha Masja/1102007101
Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada
pasien.
Catatan adalah tulisan yang dibuat oleh dokter atau dokter gigi tentang segala
tindakan yang dilakukan kepada pasien dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan.
Dokumen adalah catatan dokter, dokter gigi, dan/atau tenaga kesehatan tertentu, laporan hasil
pemeriksaan penunjang, catatan observasi dan pengobatan harian dan semua rekaman, baik
berupa foto radiologi, gambar pencitraan (imaging), dan rekaman elektro diagnostik
Isi rekam medis untuk pasien rawat inap dan perawatan satu hari:
a. Point a-g
b. Persetujuan tindakan bila diperlukan
c. Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan
d. Ringkasan pulang (discharge summary)
e. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang
memberikan pelayanan kesehatan.
f. Pelayanan lain yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu dan
g. Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik
Resume akhir
Resume ini dibuat segera setelah pasien dipulangkan. Isi resume harus singkat,
menjelaskan informasi penting tentang penyakit, pemeriksaan yang dilakukan dan
pengobatannya.
5
Erha Masja/1102007101
Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat
pengobatan dapat dibuka dalam hal:
a. Untuk kepentingan kesehatan pasien
b. Memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum atas
perintah pengadilan.
c. Permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri
d. Permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundang-undangan dan
6
Erha Masja/1102007101
Informed Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien
atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan
kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.
Persetujuan yang ditanda tangani oleh pasien atau keluarga terdekatnya tersebut, tidak
membebaskan dokter dari tuntutan jika dokter melakukan kelalaian. Tindakan medis yang
dilakukan tanpa persetujuan pasien atau keluarga terdekatnya, dapat digolongkan sebagai
tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351.
Resiko resiko yang harus diinformasikan kepada pasien yang dimintakan persetujuan
tindakan kedokteran :
a. Resiko yang melekat pada tindakan kedokteran tersebut.
b. Resiko yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya.
7
Erha Masja/1102007101
8
Erha Masja/1102007101
c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau
jasa.
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut.
f. Hak untuk diberlakuakan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
g. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
Pasal 5
Kewajiban konsumen:
d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Pasal 7
Kewajiban pelaku usaha:
b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa serta member penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.
c. memperlakuakan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
d. memberikan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat
penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
Pasal 8
1) pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau
jasa yang:
a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan
dan ketentuan peraturan-perundangan.
Pasal 19
Tanggung Jawab Pelaku Usaha
1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau
jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
2) ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang
atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau
perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3) pemberian ganti rugi sebagaiman dimaksud ayat (1) dan (2) tidak
menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian
lebih lanjut mengenai adanya unsure kesalahan.
9
Erha Masja/1102007101
Pasal 7
(1) Konsil Kedokteran Indonesia mempunyai tugas :
a. melakukan registrasi dokter dan dokter gigi;
b. mengesahkan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi; dan
c. melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan praktik kedokteran yang
dilaksanakan bersama lembaga terkait sesuai dengan fungsi masing-masing.
(2) Standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi yang disahkan Konsil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan bersama oleh Konsil Kedokteran Indonesia
dengan kolegium kedokteran, kolegium kedokteran gigi, asosiasi institusi pendidikan
kedokteran, asosiasi institusi pendidikan kedokteran gigi, dan asosiasi rumah sakit
pendidikan.
Pasal 8
Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Konsil Kedokteran
Indonesia mempunyai wewenang :
a. menyetujui dan menolak permohonan registrasi dokter dan dokter gigi;
b. menerbitkan dan mencabut surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi;
c. mengesahkan standar kompetensi dokter dan dokter gigi;
d. melakukan pengujian terhadap persyaratan registrasi dokter dan dokter gigi;
e. mengesahkan penerapan cabang ilmu kedokteran dan kedokteran gigi;
f. melakukan pembinaan bersama terhadap dokter dan dokter gigi mengenai
pelaksanaan etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi; dan
g. melakukan pencatatan terhadap dokter dan dokter gigi yang dikenakan sanksi
oleh organisasi profesi atau perangkatnya karena melanggar ketentuan etika
profesi.
Pemberian Pelayanan
Paragraf 1
Standar Pelayanan
Pasal 44
(1) Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib mengikuti
standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi.
(2) Standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan menurut jenis dan
strata sarana pelayanan kesehatan.
(3) Standar pelayanan untuk dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 2
Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi
Pasal 45
Paragraf 3
Rekam Medis
10
Erha Masja/1102007101
Pasal 46
Paragraf 6
Hak dan Kewajiban Dokter atau Dokter Gigi
Pasal 50
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak :
a) memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur operasional;
b) memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur
operasional;
c) memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan
d) menerima imbalan jasa.
Pasal 51
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban :
a) memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional serta kebutuhan medis pasien;
b) merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau
kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan
atau pengobatan;
c) merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga
setelah pasien itu meninggal dunia;
d) melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin
ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
e) menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau
kedokteran gigi.
Paragraf 7
Hak dan Kewajiban Pasien
Pasal 52
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak:
a) mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);
b) meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
c) mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
d) menolak tindakan medis; dan
e) mendapatkan isi rekam medis.
Pasal 53
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai kewajiban :
a) memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;
b) mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;
c) mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan
d) memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima
11
Erha Masja/1102007101
Pasal 2
Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan,
keseimbangan, manfaat, pelindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban,
keadilan, gender dan nondiskriminatif dan norma-norma agama.
Hak
Pasal 4
Setiap orang berhak atas kesehatan.
Pasal 5
(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber
daya di bidang kesehatan.
(2) Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang
aman, bermutu, dan terjangkau.
(3) Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan
sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.
Pasal 7
Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan yang
seimbang dan bertanggung jawab.
Pasal 8
Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk
tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga
kesehatan.
12
Erha Masja/1102007101
(3) Ketentuan mengenai hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan
standar prosedur operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 29
Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya,
kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi.
Perlindungan Pasien
Pasal 58
(1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan,
dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau
kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.
(2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga
kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan
seseorang dalam keadaan darurat.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
13