Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Amenorrhoe primer adalah tidak terjadinya menarche pada gadis yang sudah
mencapai usia 16 tahun. Hal ini merupakan bagian dari perkembangan pubertas yang normal
pada pasien dengan aplasia vagina atau aplasia mulleri. Pasien yang tidak sensitif terhadap
androgen bisa mempunyai telarche yang normal, tetapi mereka tidak mempunyai
pertumbuhan rambut yang normal dan terjadi amenorrhoe. Untuk menentukan penyebab
amenorrhoe primer, yang harus diperiksa adalah karakteristik seksual sekundernya, jika
perkembangannya baik kemungkinan terjadi feminisasi testikuler, agenesis mulleri, atresia
vagina atau penyakit polikistik ovarium.
AMENORRHOE SEKUNDER
Amenorrhoe sekunder terjadi pada pasien yang tidak mendapat menstruasi lebih dari
6 bulan yang biasanya siklus menstruasinya normal. Oligomenorrhoe merupakan suatu siklus
yang irreguler, tapi konsisten dengan interval 2-5 bulan. Anovulasi kronik biasanya disertai
dengan amenorrhoe sekunder atau oligomenorrhoe. Penyebab kebanyakan amenorrhoe
sekunder atau oligomenorrhoe adalah disfungsi hipothalamus, hiperprolaktinemia, dan
produksi androgen yang berlebihan.
Anoreksia nervosa atau kehilangan berat badan berlebihan, malnutrisi, stres, penyakit
sistemik berkelanjutan, dan olahraga berlebihan bisa menyebabkan hypogonadism.
Diagnosis bisa tercapai dengan mengeliminasi penyebab karena disfungsi hipofisis, ovarium
ataupun kelenjar adrenal. Kebanyakan pasien amenorrhoe karena hipothalamus, mengalami
perkembangan pubertas yang normal. Sejalan dengan onset terjadinya amenorrhoe,
ditemukan penurunan kadar hormon gonadotrophine dan estrogen. Tergantung dari lamanya
kelainan, dan apakah pasien itu dengan amenorrhoe sekunder, pasien tersebut bisa saja
normoestrogenic atau hypoestrogenic. Pemeriksaan fisik berfungsi sebagai bioassay untuk
menentukan status estrogen karena well-cornified, terdapat rugae, epitel vagina menandakan
estrogennya normal. Epitel vagina yang cornifed tidak baik dengan sedikit mukus pada
serviks, menandakan level estrogen yang rendah. Progesteron challenged test dilakukan
untuk menimbulkan perdarahan jika level estrogen normal.
Tiga faktor penting yang harus disingkirkan adalah kehamilan, tumor hipofisis dan
premature menopause. Pemeriksaan kadar beta-Hcg mengindikasikan adanya kehamilan;
kadar LH, FSH dan prolaktin dan MRI hipofisis, jika diperlukan untuk menyingkirkan
hyperprolactinemia atau hypergonadotropism. Proses abnormal tersebut disingkirkan
sehingga amenorrhoe karena hipothalamus bisa diindikasikan. Pasien disarankan untk
menambah berat badannya dan menurunkan aktivitas olahraganya yang berlebihan jika hal
ini diduga sebagai faktor penyebabnya. Suplementasi hormonal disarankan untuk mencegah
osteoporosis.
PERDARAHAN ABNORMAL
MENORRHAGIA AKUT PADA REMAJA
Perdarahan menstruasi abnormal adalah salah satu alasan banyaknya remaja yang
melakukan konsultasi ginekologi. Gejalanya bervariasi mulai dari deviasi minor seperti
bentuk menstruasi yang rata-rata seperti biasa sampai perdarahan yang mengancam jiwa.
Seserius apapun gejalanya, hal ini merupakan subjek perhatian besar bagi pasien dan
orangtuanya serta membutuhkan pertimbangkan yang lebih.
Menorrhagia akut berbahaya dan butuh penanganan yang tepat. Gejalanya dapat
berupa pucat, cemas berlebihan karena perdarahan yang sangat banyak dalam beberapa hari
atau minggu sehingga keadaan menjadi gawat. Perdarahan uterus disfungsional menurut
definisinya terjadi pada siklus anovulasi. Pada awal tahun pertama menstruasi, remaja
merupakan yang paling rentan.
Diagnosis banding perdarahan pervaginam akut pada remaja ada pada tabel 12.3.
Walaupun jumlah perdarahan uterus disfungsional (anovulasi) paling banyak insidennya,
penyebab lain perdarahan abnormal dari genital harus diketahui secara sistematis.
Komplikasi terkait kehamilan umum terjadi pada remaja dan harus diperiksa juga
pada remaja yang menyangkal melakukan hubungan seksual. Diantaranya abortus spontan,
komplikasi abortus elektif, kehamilan ektopik dan penyakit trofoblastik gestasional. Biasanya
pada pasien muda, mereka mencari pengobatan untuk mengobati perdarahan saat trimester
tiga kehamilan, dimana sebelumnya tidak terdiagnosis kalau ternyata mereka hamil.
Walaupun jarang, tumor jinak dan ganas pada traktus genitalis bisa menyebabkan
perdarahan berat. Sarcoma botryoides yang banyak terjadi pada anak-anak, jarang terjadi
pada remaja. Perdarahan karena adenosis vagina, clear cell adenocarcinoma, extensive
ectropion dan polip cervical atau vagina atau hemangioma bisa ditemukan pada pemeriksaan
pelvis. Neoplasia uterus dan polip endometrium jarang ada kelompok umur ini. Tumor
ovarium yang mensekresi estrogen, bisa menjadi penyebab hiperplasia endometrium yang
mengawali perdarahan berat pada wanita perimenopause. Berkaitan dengan endometritis, dan
alat kontrasepsi intrauterine, PID bisa mencetuskan perdarahan berat dari vagina. Postcoital
atau kondisi traumatis diri dan benda asing intravaginal juga harus dipertimbangkan.
Riwayat lengkap dari perdarahan yang baru saja terjadi dan perkembangan
premenarche harus didapatkan. Tidak mudah bagi pasien untuk memperkirakan berapa
banyak perdarahan yang terjadi. Harus ditanya berapa banyak pembalut perineal, atau tampon
yang dipergunakan, derajat saturasi, jumlah dan ukuran bekuan darah, gejala orthostatik,
mendukung berapa perkiraaan darah yang hilang. Volume darah normal yang dibuang selama
menstruasi antara 30-40 ml dan 10-15 ml yang diserap oleh pembalut atau tampon. Informasi
yang berhubungan dengan semua kemungkinan penyebab perdarahan pervaginam perlu
dipertimbangkan.
Harus dilakukan pemeriksaaan fisik lengkap dengan perhatian khusus pada tanda-
tanda hipovolemia dan anemia (pucat, penurunan tekanan darah, dan hipotensi orthostatik),
takikardi dan murmur jantung. Harus juga dilakukan palpasi abdomen secara hati-hati untuk
melihat apakah ada massa, nyeri lokal dan tanda-tanda infeksi peritoneal. Pemeriksaan
dengan spekulum merupakan pemeriksaan utama untuk mengevaluasi jumlah perdarahan dan
menyingkirkan kemungkinan adanya abnormalitas pada vagina dan untuk melihat gambaran
serviks. Jika pasien memiliki himen yang tebal, bekuan darah bisa terkumpul sehingga terjadi
distensi vagina. Akumulasi bekuan darah ini juga bisa menyebabkan dilatasi serviks yang
bisa dikacaukan oleh aborsi spontan. Pemeriksaan rectovagina dari genitalia interna bisa
mengetahui adanya pembesaran uterus, dan adanya massa adneksa.
Jika perdarahannya berhenti atau berkurang, dosis kontrasepsi oral bisa diturunkan
secara bertahap selama 7 hari dan dilanjutkan 1 pil per hari selama 21 hari. Perdarahan
berulang bisa terjadi jika terapi tidak dilanjutkan. Harus diinformasikan pada pasien bahwa
perdarahan ini bisa menjadi berat tetapi bisa sembuh sendiri.
Dilatasi dan kuretase dilakukan jika terapi dengan obat-obatan gagal untuk
mengontrol perdarahan selama 24-36 jam. Karena insiden abnormalitas intrauterine sangat
sedikit, maka intervensi seperti ini jarang dilakukan. Jika terapi ini gagal, biasanya pasien
mengalami hiperplasia endometrium. Kuretase dilakukan jika perdarahan yang menumpuk
pada endometrium.
Dijumpai ada dua pasien yang tidak respon terhadap dilatasi dan kuretase (Goldsein
DP, observasi personal). Keduanya uterus mengontrol perdarahan. Kasa dengan iodoform
ditinggalkan selama 24 jam kemudian ditarik secara perlahan. Antibiotik profilaksis selalu
diberikan pada kondisi tidak biasa seperti ini. Satu-satunya pasien yang memerlukan
histerektomi dalah wanita berusia 20 tahun dengan katup jantung buatan yang mendapat
terapi antikoagulan.
Follow up pada pasien menorrhagia akut sangat diperlukan untuk mencegah rekurensi
dan untuk memberikan dukungan emosional pada pasien tersebut. Setelah terapi fase inisial,
pasien tersebut kembali pada keadaan anovulator oleh karena itu pasien dinasehatkan untuk
melanjutkan terapi dengan pil pengontrol kehamilan dengan dosis rendah sedikitnya 3 bulan.
Remaja mengontrol kehamilan dengan melanjutkan kontrasepsi oral dosis rendah. Ketika
resiko pada kehamilan yang tidak diinginkan tidak menjadi perhatian, pendekatan yang
paling baik adalah mengukur temperatur basal tubuh dan memberikan secara siklik
progesteron oral jika kurva temperaturnya monophasic. Obat yang paling rasional untuk
menginduksi perdarahan kembali tiap 6 minggu yaitu dengan pemberian
medroxyprogesterone asetat selama 10 hari dengan dosis 10 mg/hari. Terapi ini biasanya
berhasil untuk mencegah hiperproliferasi endometrium karena obat ini mensupresi
Hipothalamus-Pitiutary-Ovarian Axis. Obat ini mengatur siklus ovulasi secara reguler. Pasien
tersebut bisa mengalami menstruasi spontan selama pengobatan.
Aspek emosional dari masalah ini tidak bisa diremehkan. Ketika ada perdarahan,
pasien menjadi kurang berminat memulai kehidupan aktif reproduksinya. Penjelasan yang
cukup, penentraman hati dan support psikologi selama episode akut untuk membuat mereka
optimis selama munculnya masalah saat menstruasi.
- Abortus spontan
- Komplikasi dari prosedur terminasi kehamilan
- Kehamilan Ektopik
- Penyakit trofoblastik gestasional
- Perdarahan pada trimester tiga kehamilan
Kondisi lokal traktus genitalis:
- Kelainan koagulasi
- Disfungsi tiroid
- Diabetes mellitus
- Gangguan nutrisi dan Defisiensi besi
- Penyakit hati
- Penyakit ginjal
Hormonal:
- Kontrasepsi oral
- Intramuskular
- Subkutan
Fatika Berliantari
1102006095