Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
ISPA merupakan kepanjangan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut dan mulai diperkenalkan pada tahun
1984 setelah dibahas dalam lokakarya Nasional ISPA di Cipanas. Istilah ini merupakan padanan istilah
ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari
hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga
Yang termasuk dalam infeksi saluran nafas bagian atas adalah batuk pilek biasa, sakit telinga, radang
tenggorokan, influenza, bronchitis, dan juga sinusitis. Sedangkan infeksi yang menyerang bagian bawah
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Patut diwaspadai
apabila sang buah hati batuk pilek kemudian disertai dengan sesak nafas. Terlebih lagi apabila terlihat
terdapat tarikan kedalam pada dinding dada bagian bawah. Maka jika ditemui ciri-ciri ini pada buah hati
ISPA yang berlanjut menjadi Pneumonia ini umumnya terjadi pada anak kecil, terutama apabila terdapat
gizi kurang ditambah dengan keadaan lingkungan yang tidak sehat, seperti contohnya terdapat asap rokok
di dalam rumah, atau terhadap polusi. Risiko terjadi pada anak-anak karena meningkatnya kemungkinan
infeksi silang, beban immunologisnya (ketahanan tubuh, Red) terlalu besar karena dipakai untuk penyakit
parasit dan cacing, serta tidak tersedianya atau berlebihannya pemakaian antibiotik.
Dan dalam pelaksanaan pemberantasan penyakit ISPA semua bentuk Pneumonia umumnya para tenaga
Dalam hal penentuan kriteria ISPA ini, penggunaan pola tatalaksana penderita ISPA adalah Balita,
dengan gejala batuk dan atau kesukaran bernapas. Pola tatalaksana penderita ini sendiri terdiri atas 4
bagian yakni pemeriksaan, penentuan ada tidaknya tanda bahaya, penentuan klasifikasi penyakit, dan
Dalam penentuan klasifikasi, penyakit dibedakan atas dua kelompok, yakni kelompok untuk umur 2 bulan
hingga kurang dari 5 tahun dan kelompok umur kurang dari dua bulan.
1. Pneumonia berat
2. Pneumonia
3. Bukan Pneumonia.
1. Pneumonia berat
2. Bukan Pneumonia
nafas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing) pada anak usia 2 bulan -
<5 tahun. Sedangkan untuk anak berumur kurang dari 2 bulan diagnosis Pneumonia berat ditandai dengan
adanya nafas cepat (fast breathing), yaitu frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau
adanya tarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam (severe chest indrawing).
Klasifikasi Pneumonia didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernafas disertai adanya napas
sesuai umur. Batas napas cepat (fast breathing) pada anak usia 2 bulan - <1 tahun adalah 50 kali per
menit dan 40 kali per menit untuk anak usia 1 - < 5 tahun.
Klasifikasi Bukan Pneumonia mencakup kelompok penderita Balita dengan batuk yang tidak
menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada
bagian bawah kedalam. Dengan demikian klasifikasi Bukan Pneumonia mencakup penyakit ISPA selain
Pneumonia. Contohnya batuk pilek biasa (common cold), pharyngitis, tonsilitis, dan otitis.
Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia. Bakteri penyebab ISPA antara
Haemophylus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah
Etiologi Pneumonia pada Balita sukar untuk ditetapkan karena dahak biasanya sukar diperoleh. Penetapan
etiologi Pneumonia di Indonesia masih didasarkan pada hasil penelitian di luar Indonesia. Menurut
streptococcus pneumonia dan haemophylusinfluenza merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada dua
per tiga dari hasil isolasi, yakni 73, 9% aspirat paru dan 69, 1% hasil isolasi dari spesimen darah.
Sedangkan di negara maju, dewasa ini Pneumonia pada anak umumnya disebabkan oleh virus.
1. Kondisi Ekonomi
Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi yang berkepanjangan berdampak peningkatan
penduduk miskin disertai dengan kemampuannya menyediakan lingkungan pemukiman yang sehat
mendorong peningkatan jumlah Balita yang rentan terhadap serangan berbagai penyakit menular
termasuk ISPA. Pada akhirnya akan mendorong meningkatnya penyakit ISPA dan Pneumonia pada
Balita.
2. Kependudukan
Jumlah penduduk yang besar mendorong peningkatan jumlah populasi Balita yang besar pula. Ditambah
lagi dengan status kesehatan masyarakat yang masih rendah, akan menambah berat beban kegiatan
3. Geografi
Sebagai daerah tropis, Indonesia memiliki potensi daerah endemis beberapa penyakit infeksi yang setiap
saat dapat menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat. Pengaruh geografis dapat mendorong terjadinya
peningkatan kaus maupun kemaian penderita akibat ISPA. Dengan demikian pendekatan dalam
pemberantasan ISPA perlu dilakukan dengan mengatasi semua faktor risiko dan faktor-faktor lain yang
mempengaruhinya.
dipengaruhi oleh budaya dan tingkat pendidikan penduduk. Dengan makin meningkatnya tingkat
pendidikan di masyarakat diperkirakan akan berpengaruh positif terhadap pemahaman masyarakat dalam
menjaga kesehatan Balita agar tidak terkena penyakit ISPA yaitu melalui upaya memperhatikan rumah
Pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran hutan, gas buang sarana transportasi dan polusi
udara dalam rumah merupakan ancaman kesehatan terutama penyakit ISPA. Demikian pula perubahan
iklim gobal terutama suhu, kelembapan, curah hujan, merupakan beban ganda dalam pemberantasan
penyakit ISPA.
ISPA dan Pneumonia sangat rentan terjadi pada bayi dan Balita. Daya tahan tubuh dan juga polusi
menjadi faktor pendukung terjadinya ISPA, seperti contohnya ISPA bagian atas seperti Batuk dan Pilek
yang umumnya terjadi karena ketahanan tubuh kurang. dr. Ina Aniati menghimbau kepada masyarakat
untuk menjaga ketahanan tubuhnya melalui konsumsi makanan bergizi dan melindungi diri dari bahaya
polusi, dan bagi para orang tua yang memiliki Balita agar menghindarkan Balitanya dari asap rokok atau
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
MAKANAN KADALUARSA
OLEH
Kelompok IV
ISDARYATI SUTRISNO
MAKASSAR
2010