Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Pengertian
AIDS atauAcquired Immune Deficiency Sindrome merupakan kumpulan gejala penyakit
akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh vurus yang disebut HIV. Dalam bahasa
Indonesia dapat dialih katakana sebagai Sindrome Cacat Kekebalan Tubuh Dapatan.
Deficiency : Kekurangan
Kerusakan progrwsif pada system kekebalan tubuh menyebabkan ODHA ( orang dengan
HIV /AIDS ) amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit. Serangan
penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun lama-kelamaan akan menyebabkan pasien
sakit parah bahkan meninggal.
AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya
tahan tubuh yang diakibatkan oleh factor luar ( bukan dibawa sejak lahir )
AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang
berkaitan dengan infeksi Human Immunodefciency Virus ( HIV ). ( Suzane C. Smetzler
dan Brenda G.Bare )
AIDS diartikan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan
dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi
dan berkaitan dengan pelbagi infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan
kelainan malignitas yang jarang terjadi ( Center for Disease Control and Prevention )
2. Etiologi
AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV,
RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) yang berupa
agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas
yang kuat terhadap limfosit T.
3. Patofisiologi
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel
yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar
limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel
lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian
yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka
Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan
reproduksi dan banyaknya kematian sel T 4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer
penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah
secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi
sel T penolong.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan
jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit
baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah.
Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml
darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.
4. Klasifikasi
Sejak 1 januari 1993, orang-orang dengan keadaan yang merupakan indicator AIDS (kategori C)
dan orang yang termasuk didalam kategori A3 atau B3 dianggap menderita AIDS.
a. Kategori Klinis A
Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan dalam kategori
klinis B dan C
b. Kategori Klinis B
1. Angiomatosis Baksilaris
2. Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya jelek terhadap terapi
3. Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ )
4. Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5o C ) atau diare lebih dari 1 bulan.
5. Leukoplakial yang berambut
6. Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih dari satu
dermaton saraf.
7. Idiopatik Trombositopenik Purpura
8. Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii
c. Kategori Klinis C
Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 – 2 minggu pasien akan merasakan
sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami
demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit,
limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.
Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun
dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling
umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu
protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal
Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam
berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher, radang
kelenjar getah bening, dan bercak merah ditubuh.
Diketahui oleh pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah
akan diperoleh hasil positif.
6. Komplikasi
a. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human
Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan,
keletihan dan cacat.
b. Neurologik
- kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV)
pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan,
disfasia, dan isolasi social.
- Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV)
c. Gastrointestinal
- Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi.
Dengan efek, penurunan berat badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
- Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan
anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
- Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat
infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
d. Respirasi
e. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot,
lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan
sepsis.
f. Sensorik
- Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek
nyeri.
7. Penatalaksanaan
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus
(HIV), bisa dilakukan dengan :
- Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir
yang tidak terlindungi.
- Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status
Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat
ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan
menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel
T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus
(HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat
replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
– Didanosine
– Ribavirin
– Diedoxycytidine
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat
unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan
penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
1. Pengkajian
a. Riwayat Penyakit
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Umur kronologis
pasien juga mempengaruhi imunokompetens. Respon imun sangat tertekan pada orang yang
sangat muda karena belum berkembangnya kelenjar timus. Pada lansia, atropi kelenjar timus
dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Banyak penyakit kronik yang berhubungan
dengan melemahnya fungsi imun. Diabetes meilitus, anemia aplastik, kanker adalah beberapa
penyakit yang kronis, keberadaan penyakit seperti ini harus dianggap sebagai factor penunjang
saat mengkaji status imunokompetens pasien. Berikut bentuk kelainan hospes dan penyakit serta
terapi yang berhubungan dengan kelainan hospes :
- Aktifitas / Istirahat
Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktifitas ( Perubahan TD,
frekuensi Jantun dan pernafasan ).
- Sirkulasi
- Eliminasi
Gejala : Diare intermitten, terus – menerus, sering dengan atau tanpa kram abdominal, nyeri
panggul, rasa terbakar saat miksi
Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat dan sering, nyeri tekan
abdominal, lesi atau abses rectal,perianal,perubahan jumlah,warna,dan karakteristik urine.
- Makanan / Cairan
Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan gusi yang buruk, edema
- Hygiene
- Neurosensoro
- Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala,nyeri dada pleuritis.
- Pernafasan
Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk, sesak pada dada.
- Keamanan
Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses, timbulnya nodul, pelebaran kelenjar
limfe, menurunya kekuatan umum, tekanan umum.
-Seksualitas
- Interaksi Sosial
- Penyuluhan / Pembelajaran
c. Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat penelitian. Tes dan
pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis Human Immunodeficiency Virus (HIV)
dan memantau perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi Human
Immunodeficiency Virus (HIV)
1. Serologis
Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan
merupakan diagnosa
- Sel T limfosit
- Sel T4 helper
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper ( T8 ke T4 )
mengindikasikan supresi imun.
- Kadar Ig
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.
- Tes PHS
2. Budaya
Histologis, pemeriksaan sitologis urine, darah, feces, cairan spina, luka, sputum, dan sekresi,
untuk mengidentifikasi adanya infeksi : parasit, protozoa, jamur, bakteri, viral.
3. Neurologis
4. Tes Lainnya
a. Sinar X dada
Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut atau adanya komplikasi
lain
c. Skan Gallium
Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia lainnya.
d. Biopsis
Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru
b. Tes Antibodi
Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka system imun akan
bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus tersebut. Antibody terbentuk dalam 3 – 12
minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6 – 12 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa orang yang
terinfeksi awalnya tidak memperlihatkan hasil tes positif. Tapi antibody ternyata tidak efektif,
kemampuan mendeteksi antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah
memungkinkan skrining produk darah dan memudahkan evaluasi diagnostic.
Pada tahun 1985 Food and Drug Administration (FDA) memberi lisensi tentang uji – kadar
Human Immunodeficiency Virus (HIV) bagi semua pendonor darah atau plasma. Tes tersebut,
yaitu :
Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memastikan seropositifitas Human
Immunodeficiency Virus (HIV)
3. Indirect Immunoflouresence
Penentuan langsung ada dan aktivitasnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk melacak
perjalanan penyakit dan responnya. Protein tersebut disebut protein virus p24, pemerikasaan p24
antigen capture assay sangat spesifik untuk HIV – 1. tapi kadar p24 pada penderita infeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) sangat rendah, pasien dengantiter p24 punya
kemungkinan lebih lanjut lebih besar dari menjadi AIDS.
Pemeriksaan ini digunakan dengan tes lainnya untuk mengevaluasi efek anti virus. Pemeriksaan
kultur Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau kultur plasma kuantitatif dan viremia plasma
merupakan tes tambahan yang mengukur beban virus ( viral burden )
AIDS muncul setelah benteng pertahanan tubuh yaitu sistem kekebalan alamiah melawan bibit
penyakit runtuh oleh virus HIV, dengan runtuhnya/hancurnya sel-sel limfosit T karena kekurangan
sel T, maka penderita mudah sekali terserang infeksi dan kanker yang sederhana sekalipun,
yang untuk orang normal tidak berarti. Jadi bukan AIDS nya sendiri yang menyebabkan kematian
penderita, melainkan infeksi dan kanker yang dideritanya.
HIV biasanya ditularkan melalui hubungan seks dengan orang yang mengidap virus
tersebut dan terdapat kontak langsung dengan darah atau produk darah dan cairan
tubuh lainnya. Pada wanita virus mungkin masuk melalui luka atau lecet pada mulut
rahim/vagina. Begitu pula virus memasuki aliran darah pria jika pada genitalnya ada
luka/lecet. Hubungan seks melalui anus berisiko tinggi untuk terinfeksi, namun juga
vaginal dan oral. HIV juga dapat ditularkan melalui kontak langsung darah dengan darah,
seperti jarum suntik (pecandu obat narkotik suntikan), transfusi darah/produk darah dan
ibu hamil ke bayinya saat melahirkan. Tidak ada bukti penularan melalui kontak sehari-
hari seperti berjabat tangan, mencium, gels bekas dipakai penderita, handuk atau
melalui closet umum, karena virus ini sangat rapuh.
Masa inkubasi/masa laten sangat tergantung pada daya tahan tubuh masing-masing
orang, rata-rata 5-10 tahun. Selama masa ini orang tidak memperlihatkan gejala-gejala,
walaupun jumlah HIV semakin bertambah dan sel T4 semakin menururn. Semakin
rendah jumlah sel T4, semakin rusak sistem kekebalan tubuh.
Pada waktu sistem kekebalan tubuh sudah dalam keadaan parah, seseorang yang
mengidap HIV/AIDS akan mulai menampakkan gejala-gejala AIDS.
Pendahuluan
Epidemi HIV/ AIDS di Indonesia sudah merupakan krisis global dan ancaman yang berat bagi
pembangunan dan kemajuan sosial. Kasus-kasus HIV/ AIDS mengalami peningkatan pesat.
Peningkatan yang tajam banyak dijumpai pada kasus orang dewasa terutama pengguna
narkoba, pekerja seks maupun pelanggannya.
Menurut data Dirjen P2MPLP Depkes RI, tercatat sejak April 1987 hingga Maret 2004 terdapat
4.159 kasus HIV/ AIDS dengan 2.746 menderita HIV, 1.413 menderita AIDS dan 493 meninggal
dunia. Diperkirakan jumlah penduduk Indonesia yang terinfeksi HIV/ AIDS sekitar 120.000 orang
dan infeksi baru sekitar 80.000 orang. Angka-angka tersebut diatas diperoleh dari pemeriksaan
darah anonymunlinked yang artinya darah yang diperiksa tidak diketahui orangnya. Karena masa
inkubasi HIV/ AIDS sekitar 5-10 tahun dan masih adanya penolakan dari penderita yang
terinfeksi. Perlu diingat bahwa HIV/ AIDS belum ada vaksin untuk mencegah dan cara
pengobatannya. Sehingga pencegahan tergantung pada kesadaran masyarakat dan perubahan
perilaku individu hidup sehat dan penggunan kondom bagi yang berperilaku resiko tinggi. Adapun
tujuan dari penanggulangan ini adalah megurangi dampak sosial dan ekonomi serta mencegah
dan memberantas penyakit infeksi menular seksual. Bayangan ancaman pada tahun 2010 sekitar
100.000 orang yang menderita/ meninggal akibat AIDS dan 1 juta orang mengidap virus HIV.
Definisi
Epidemiologi
Adanya infeksi menular seksual (IMS) yang lain (misal GO, klamidia), dapat meningkatkan risiko
penularan HIV (2-5%). HIV menginfeksi sel-sel darah sistem imunitas tubuh sehingga semakin
lama daya tahan tubuh menurun dan sering berakibat kematian. HIV akan mati dalam air
mendidih/ panas kering (open) dengan suhu 56oC selama 10-20 menit. HIV juga tidak dapat
hidup dalam darah yang kering lebih dari 1 jam, namun mampu bertahan hidup dalam darah
yang tertinggal di spuit/ siring/ tabung suntik selama 4 minggu. Selain itu, HIV juga tidak tahan
terhadap beberapa bahan kimia seperti Nonoxynol-9, sodium klorida dan sodium hidroksida.
Gejala Infeksi HIV/ AIDS
Infeksi akut : flu selama 3-6 minggu setelah infeksi, panas dan rasa lemah selama 1-2
minggu. Bisa disertai ataupun tidak gejala-gejala seperti:bisul dengan bercak kemerahan
(biasanya pada tubuh bagian atas) dan tidak gatal. Sakit kepala, sakit pada otot-otot,
sakit tenggorokan, pembengkakan kelenjar, diare (mencret), mual-mual, maupun
muntah-muntah.
Infeksi kronik : tidak menunjukkan gejala. Mulai 3-6 minggu setelah infeksi sampai 10
tahun.
Sistem imun berangsur-angsur turun, sampai sel T CD4 turun dibawah 200/ml dan
penderita masuk dalam fase AIDS.
AIDS merupakan kumpulan gejala yang menyertai infeksi HIV. Gejala yang tampak
tergantung jenis infeksi yang menyertainya. Gejala-gejala AIDS diantaranya : selalu
merasa lelah, pembengkakan kelenjar pada leher atau lipatan paha, panas yang
berlangsung lebih dari 10 hari, keringat malam, penurunan berat badan yang tidak bisa
dijelaskan penyebabnya, bercak keunguan pada kulit yang tidak hilang-hilang,
pernafasan pendek, diare berat yang berlangsung lama, infeksi jamur (candida) pada
mulut, tenggorokan, atau vagina dan mudah memar/perdarahan yang tidak bisa
dijelaskan penyebabnya.
Stadium Infeksi
Bila penderita mengalami infeksi untuk pertama kali dengan keluhan “seperti flu”.
Penderita tetap merasa sehat, hal ini dapat berlangsung sampai beberapa tahun.
Stadium 3 Kelainan dengan gejala-gejala:
Penderita mengalami gejala-gejala ringan seperti rasa lelah, keringat malam, dll.
Penderita mengalami gejala-gejala yang lebih berat oleh karena daya tahan tubuh yang menurun
(AIDS, Aquired Immunodeficiency Syndroms).
WHO
Stadium I
Tanpa gejala; Pembengkakan kelenjar getah bening di seluruh tubuh yang menetap. Tingkat
aktivitas 1: tanpa gejala, aktivitas normal.
Stadium II
Kehilangan berat badan, kurang dari 10%; Gejala pada mukosa dan kulit yang ringan (dermatitis
seboroik, infeksi jamur pada kuku, perlukaan pada mukosa mulut yang sering kambuh, radang
pada sudut bibir); Herpes zoster terjadi dalam 5 tahun terakhir; ISPA (infeksi saluran nafas
bagian atas) yang berulang, misalnya sinusitis karena infeksi bakteri. Tingkat aktivitas 2: dengan
gejala, aktivitas normal.
Stadium III
Penurunan berat badan lebih dari 10%; Diare kronik yang tidak diketahui penyebabnya lebih dari
1 bulan; Demam berkepanjangan yang tidak diketahui penyebabnya lebih dari 1 bulan;
Candidiasis pada mulut; Bercak putih pada mulut berambut; TB paru dalam 1 tahun terakhir;
Infeksi bakteri yang berat, misalnya: pneumonia, bisul pada otot. Tingkat aktivitas 3: terbaring di
tempat tidur, kurang dari 15 hari dalam satu bulan terakhir.
Stadium IV
Kehilangan berat badan lebih dari 10% ditambah salah satu dari : diare kronik yang tidak
diketahui penyebabnya lebih dari 1 bulan. Kelemahan kronik dan demam
berkepanjangan yang tidak diketahui penyebabnya lebih dari 1 bulan.
Sitomegalovirus pada organ selain hati, limpa dan kelenjar getah bening.
Infeksi virus Herpes simpleks pada kulit atau mukosa lebih dari 1 bulan atau dalam
rongga perut tanpa memperhatikan lamanya.
TB di luar paru.
Limfoma.
Kaposi’s sarkoma.
Tingkat aktivitas 4: terbaring di tempat tidur, lebih dari 15 hari dalam 1 bulan terakhir.
Kelompok Resiko
Ditinjau dari cara penularannya, kelompok yang berpotensi terinfeksi HIV/ AIDS adalah pekerja
seks komersial dengan pelanggannya, pramuria/ pramupijat, kaum homoseksual, penyalahguna
narkoba suntik dan penerima darah atau produk darah yang berulang.
Dampak yang timbul akibat epidemi HIV/ AIDS dalam masyarakat adalah : menurunnya kualitas
dan produktivitas SDM (usia produktif=84%); angka kematian tinggi dikarenakan penularan virus
HIV/ AIDS pada bayi, anak dan orang tua; serta adanya ketimpangan sosial karena stigmatisasi
terhadap penderita HIV/ AIDS masih kuat.
Cara Penularan
HIV hanya bisa hidup dalam cairan tubuh seperti : darah, cairan air mani (semen), cairan vagina
dan serviks, air susu ibu maupun cairan dalam otak. Sedangkan air kencing, air mata dan
keringat yang mengandung virus dalam jumlah kecil tidak berpotensi menularkan HIV.
Cara penularan melalui hubungan seksual tanpa pengaman/ kondom, jarum suntik yang
digunakan bersama-sama, tusukan jarum untuk tatto, transfusi darah dan hasil olahan darah,
transplantasi organ, infeksi ibu hamil pada bayinya(sewaktu hamil, melahirkan maupun
menyusui). HIV tidak ditularkan melalui tempat duduk WC, sentuhan langsung dengan penderita
HIV (bersalaman, berpelukan), tidak juga melalui bersin, batuk, ludah ataupun ciuman bibir
(French kissing), maupun melalui gigitan nyamuk atau kutu.
Penularan HIV/ AIDS :
Hubungan seksual dengan orang yang mengidap HIV/AIDS, berhubungan seks dengan
pasangan yang berganti-ganti dan tidak menggunakan alat pelindung (kondom).
Kontak darah/luka dan transfusi darah – Kontak darah/luka dan transfusi darah yang
sudah tercemar virus HIV.
Penggunaan jarum suntik atau jarum tindik – Penggunaan jarum suntik atau jarum tindik
secara bersama atau bergantian dengan orang yang terinfeksi HIV.
HIV tidak menular melalui gigitan nyamuk, orang bersalaman, berciuman, berpelukan, tinggal
serumah, makan dam minum dengan piring-gelas yang sama.
Cara Pencegahan
Pencegahan yang dilakukan ditujukan kepada seseorang yang mempunyai perilaku beresiko,
sehingga diharapkan pasangan seksual dapat melindungi dirinya sendiri maupun pasangannya.
Adapun caranya adalah dengan tidak berganti-ganti pasangan seksual (monogami), penggunaan
kondom untuk mengurangi resiko penularan HIV secara oral dan vaginal. Pencegahan pada
pengguna narkoba dapat dilakukan dengan cara menghindari penggunaan jarum suntik
bersamaan dan jangan melakukan hubungan seksual pada saat high (lupa dengan hubungan
seksual aman). Sedangkan pencegahan pada ibu hamil yaitu dengan mengkonsumsi obat anti
HIV selama hamil (untuk menurunkan resiko penularan pada bayi) dan pemberian susu formula
pada bayi bila ibu terinfeksi HIV. Serta menghindari darah penderita HIV mengenai luka pada
kulit, mulut ataupun mata.
Pemeriksaan sedini mungkin untuk mengetahui infeksi HIV sangat membantu dalam pencegahan
dan pengobatan yang lebih lanjut. Tes HIV untuk yang beresiko dilakukan setiap 6 bulan, selain
itu pencegahan dapat mengurangi faktor resiko. Apabila sudah terdiagnosis infeksi HIV dilakukan
dengan dua cara pemeriksaan antibodi yaitu ELISA dan Western blot. Tes Western blot
dilakukan di negara-negara maju, sedangkan untuk negara berkembang dinjurkan oleh WHO
pemeriksaan menggunakan tes ELISA yang dilakukan 2-3 kali.
1. Tes Elisa – Keuntungan : murah; efisien; cocok untuk testing dalam jumlah besar; dapat
mendeteksi HIV-1, HIV-2 dan varian HIV; cocok dalam surveilans dan pelayanan transfuse darah
terpusat. Kelemahan : butuh staf dan tehnisi laboratorium yang terampil dan terlatih; peralatan
canggih; sumber listrik konstan; waktu yang cukup.
2. Tes Sederhana/ Cepat – Keuntungan : hasil cepat; menggunakan sampel darah lengkap
(whole blood); tidak butuh peralatan khusus; sederhana; dapat dikerjakan oleh staf dengan
pelatihan terbatas; tidak perlu listrik; dapat dipindah-pindahkan dan fleksibel; hasil mudah dibaca;
punya kontrol internal sehingga hasil akurat; rancangan tes tunggal untuk spesimen terbatas.
Kelemahan : lebih mahal dari tes ELISA; butuh mesin pendingin (2 o C dan 30 o C); meningkatkan
potensi testing wajib; pemberitahuan hasil tes tidak terpikirkan implikasinya.
3. Tes Air Liur dan Air Kencing – Keuntungan : prosedur pengumpulan lebih sederhana; cocok
untuk orang yang menolak memberikan darah; menurunkan resiko kerja; lebih aman (karena
mengandung sedikit virus). Kelemahan : harus mengikuti prosedur testing yang spesifik dan hati-
hati; berpotensi untuk testing mandatory; mendorong timbulnya mitos penularan HIV lewat
ciuman; belum banyak dievaluasi di lapangan.
4. Tes Konfirmasi (Western blot) – Keuntungan : untuk memastikan suatu hasil positif dari tes
pertama. Kelemahan : mahal; membutuhkan peralatan khusus; pemeriksa harus terlatih.
5. Antigen Virus - Keuntungan : mengetahui infeksi dini HIV; skrinning darah; mendiagnosis
infeksi bayi baru lahir; memonitor pengobatan dengan ARV. Kelemahan : kurang sensitif untuk
tes darah.
6. VCT (Voluntary Counseling And Testing) - Kelemahan : perlu pelayanan konseling yang
efektif; konselor perlu disupervisi; konselor terkadang perlu konseling.
Attachment inhibitors (mencegah perlekatan virus pada sel host) dan fusion inhibitors
(mencegah fusi membran luar virus dengan membran sel hos). Obat ini adalah obat baru
yang sedang diteliti pada manusia.
Reverse transcriptase inhibitors atau RTI, mencegah salinan RNA virus ke dalam DNA
sel hos. Beberapa obat-obatan yang dipergunakan saat ini adalah golongan Nukes dan
Non-Nukes.
Protease inhibitors (PIs), menghalangi enzim protease yang berfungsi memotong DNA
menjadi potongan-potongan yang tepat. Golongan obat ini sekarang telah beredar di
pasaran (Saquinavir, Ritonavir, Lopinavir, dll.).
Obat antisense, merupakan “bayangan cermin” kode genetik HIV yang mengikat pada
virus untuk mencegah fungsinya (HGTV43). Obat ini masih dalam percobaan.
Perawatan dan dukungan untuk ODHA (orang dengan HIV/ AIDS) sangat penting sekali. Hal
tersebut dapat menimbulkan percaya diri/ tidak minder dalam pergaulan. ODHA sangat
memerlukan teman untuk memberikan motivasi hidup dalam menjalani kehidupannya. HIV/ AIDS
memang belum bisa diobati, tetapi orang yang mengidap HIV/ AIDS dapat hidup lebih lama
menjadi apa yang mereka inginkan.
Kiat Hidup Sehat Dengan HIV/AIDS
1) Makan makanan bergizi. 2) Tetap lakukan kegiatan dan bekerja/ beraktivitas. 3) Istirahat
cukup. 4) Sayangilah diri sendiri. 5) Temuilah teman/ saudara sesering mungkin. 6) Temui dokter
bila ada masalah/ keluhan. 7) Berusaha untuk menghindari infeksi lain, penggunaan obat-obat
tanpe resep dan hindari mengurung diri sendiri.
1. Melakukan pendidikan pada odha dan keluarga tentang pengertian, cara penularan,
pencegahan, gejala-gejala, penanganan hiv/ aids, pemberian perawatan, pencarian bantuan dan
motivasi hidup.
2. Mengajar keluarga ODHA tentang bertanya dan mendengarkan, memberikan informasi dan
mendiskusikan, mengevaluasi pemahaman, mendengar dan menjawab pertanyaan,
menunjukkan cara melakukan sesuatu dengan benar dan mandiri serta pemecahan masalah.
3. Mencegah penularan HIV di rumah dengan cara cuci tangan, menjaga kain sprei dan baju
tetap bersih, jangan berbagi barang-barang tajam.
4. Menghindari infeksi lain seperti dengan cuci tangan, menggunakan air bersih dan matang
untuk konsumsi, jangan meludah sembarang tempat, tutup mulut/ hidung saat batuk/ bersin,
buanglah sampah pada tempatnya.
5. Menghindari malaria dengan menggunakan kelambu saat tidur dan penggunaan obat nyamuk.
6. Merawat anak-anak dengan HIV/ AIDS, yaitu dengan memberikan makanan terbaik (ASI),
memberikan imunisasi, pengobatan apabila si kecil sudah terinfeksi, serta memperlakukan anak
secara normal.