Você está na página 1de 5

Cara pemeriksaan nervus cranialis :

a. N.I : olfaktorius (daya penciuman) : pasien memejamkan mata, disuruh membedakan yang
dirasakan (kopi, tembakau,alkohol, dll)
b. N.II : optikus (tajam penglihatan) : dengan snellen card, funduscope, dan periksa lapang pandang.
c. N.III : okulomorius (gerakan kelopak mata ke atas, kontriksi pupil, gerakan otot mata) : tes
putaran bola mata, menggerakkan konjungtiva, palpebra, refleks pupil dan inspeksi kelopak mata.
d. N.IV : trochearis (gerakan mata ke bawah dan ke dalam) : sama seperti N.III
e. N.V : trigeminal (gerakan mengunyah, sensasi wajah, lidah dan gigi, refleks kornea dan refleks
kedip) : menggerakkan rahang ke semua sisi, pasien memejamkan mata, sentuh dengan kapas pada
dahi dan pipi. Reaksi nyeri dilakukan dengan benda tumpul. Reaksi suhu dilakukan dengan air panas
dan dingin, menyentuh permukaan kornea dengan kapas.
f. N.VI : abducend (deviasi mata ke lateral) : sama seperti N.III.
g. N.VII : facialis (gerakan otot wajah, sensasi rasa 2/3 anterior lidah) : senyum, bersiul,
mengerutkan dahi, mengangkat alis maja, menutup kelopak mata dengan tahanan, menjulurkan lidah
untuk membedakan gula dengan garam.
h. N.VIII : vestibulocochlearis (pendengaran dan keseimbangan) : tes webber dan rinne.
i. N.IX : glosofaringeus (sensasi rasa 1/3 posterior lidah) : membedakan rasa manis dan asam (gula
dan garam).
j. N.X : vagus (refleks muntah dan menelan) : menyentuh pharing posterior, pasien menelan ludah /
air, disuruh mengucap “ah…!”.
k. N.XI : accesorius (gerakan otot trapezius dan sternocleidomastoideus) : palpasi dan catat kekuatan
otot trapezius, suruh pasien mengangkat bahu dan lakukan tahanan sambil pasien melawan tahanan
tersebut. Palpasi dan catat kekuatan otot sternocleidomastoideus, suruh pasien memutar kepala dan
lakukan tahanan dan suruh pasien melawan tahan.
l. N.XII : hipoglosus (gerakan lidah) : pasien suruh menjulurkan lidah dan menggerakkan dari sisi ke
sisi. Suruh pasien menekan pipi bagian dalam lalu tekan dari luar, dan perintahkan pasien melawan
tekanan tadi.

PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS.


a.Saraf Olfaktorius (N. I)
Saraf ini tidak diperiksa secara rutin, tetapi harus dikerjakan jika terdapat riwayat tentang hilangnya
rasa pengecapan dan penciuman, kalau penderita mengalami cedera kepala sedang atau berat, dan
atau dicurigai adanya penyakit-penyakit yang mengenai bagian basal lobus frontalis.
Untuk menguji saraf olfaktorius digunakan bahan yang tidak merangsang seperti kopi, tembakau,
parfum atau rempah-rempah. Letakkan salah satu bahan-bahan tersebut di depan salah satu lubang
hidung orang tersebut sementara lubang hidung yang lain kita tutup dan pasien menutup matanya.
Kemudian pasien diminta untuk memberitahu saat mulai terhidunya bahan tersebut dan kalau
mungkin mengidentifikasikan bahan yang di hidu.
b.Saraf Optikus (N. II)
Pemeriksaan meliputi penglihatan sentral (Visual acuity), penglihatan perifer (visual field), refleks
pupil, pemeriksaan fundus okuli serta tes warna.
i. Pemeriksaan penglihatan sentral (visual acuity)
Penglihatan sentral diperiksa dengan kartu snellen, jari tangan, dan gerakan tangan.
Kartu snellen
Pada pemeriksaan kartu memerlukan jarak enam meter antara pasien dengan tabel, jika tidak
terdapat ruangan yang cukup luas, pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan cermin. Ketajaman
penglihatan normal bila baris yang bertanda 6 dapat dibaca dengan tepat oleh setiap mata (visus 6/6)
Jari tangan
Normal jari tangan bisa dilihat pada jarak 3 meter tetapi bisa melihat pada jarak 2 meter, maka
perkiraan visusnya adalah kurang lebih 2/60.
Gerakan tangan
Normal gerakan tangan bisa dilihat pada jarak 2 meter tetapi bisa melihat pada jarak 1 meter berarti
visusnya kurang lebih 1/310.
ii. Pemeriksaan Penglihatan Perifer
Pemeriksaan penglihatan perifer dapat menghasilkan informasi tentang saraf optikus dan lintasan
penglihatan mulai dair mata hingga korteks oksipitalis.
Penglihatan perifer diperiksa dengan tes konfrontasi atau dengan perimetri / kompimetri.
Tes Konfrontasi
Jarak antara pemeriksa – pasien : 60 – 100 cm
Objek yang digerakkan harus berada tepat di tengah-tengah jarak tersebut.
Objek yang digunakan (2 jari pemeriksa / ballpoint) di gerakan mulai dari lapang pandang kahardan
kiri (lateral dan medial), atas dan bawah dimana mata lain dalam keadaan tertutup dan mata yang
diperiksa harus menatap lururs kedepan dan tidak boleh melirik kearah objek tersebut.
Syarat pemeriksaan lapang pandang pemeriksa harus normal.
Perimetri / kompimetri
Lebih teliti dari tes konfrontasi
Hasil pemeriksaan di proyeksikan dalam bentuk gambar di sebuah kartu.
iii. Refleks Pupil
Saraf aferen berasal dari saraf optikal sedangkan saraf aferennya dari saraf occulomotorius.
Ada dua macam refleks pupil.
Respon cahaya langsung
Pakailah senter kecil, arahkan sinar dari samping (sehingga pasien tidak memfokus pada cahaya dan
tidak berakomodasi) ke arah salah satu pupil untuk melihat reaksinya terhadap cahaya. Inspeksi
kedua pupil dan ulangi prosedur ini pada sisi lainnya. Pada keadaan normal pupil yang disinari akan
mengecil.
Respon cahaya konsensual
Jika pada pupil yang satu disinari maka secara serentak pupil lainnya mengecil dengan ukuran yang
sama.
iv. Pemeriksaan fundus occuli (fundus kopi)
Digunakan alat oftalmoskop. Putar lensa ke arah O dioptri maka fokus dapat diarahkan kepada
fundus, kekeruhan lensa (katarak) dapat mengganggu pemeriksaan fundus. Bila retina sudah terfokus
carilah terlebih dahulu diskus optikus. Caranya adalah dengan mengikuti perjalanan vena retinalis
yang besar ke arah diskus. Semua vena-vena ini keluar dari diskus optikus.
v. Tes warna
Untuk mengetahui adanya polineuropati pada n. optikus.
c.Saraf okulomotoris (N. III)
Pemeriksaan meliputi ; Ptosis, Gerakan bola mata dan Pupil
1. Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas kelopak mata atas akan memotong
iris pada titik yang sama secara bilateral. Ptosis dicurigai bila salah satu kelopak mata memotong iris
lebih rendah dari pada mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan kepal ke belakang / ke atas
(untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata secara kronik pula.
2.Gerakan bola mata.
Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau ballpoint ke arah medial, atas, dan
bawah, sekligus ditanyakan adanya penglihatan ganda (diplopia) dan dilihat ada tidaknya nistagmus.
Sebelum pemeriksaan gerakan bola mata (pada keadaan diam) sudah dilihat adanya strabismus
(juling) dan deviasi conjugate ke satu sisi.
3.Pupil
Pemeriksaan pupil meliputi :
i.Bentuk dan ukuran pupil
ii.Perbandingan pupil kanan dan kiri
Perbedaan  pupil sebesar 1mm masih dianggap normal
iii. Refleks pupil
Meliputi pemeriksaan :
1.Refleks cahaya langsung (bersama N. II)
2.Refleks cahaya tidak alngsung (bersama N. II)
3.Refleks pupil akomodatif atau konvergensi
Bila seseorang melihat benda didekat mata (melihat hidungnya sendiri) kedua otot rektus medialis
akan berkontraksi. Gerakan kedua bola mata ini disebut konvergensi. Bersamaan dengan gerakan
bola mata tersebut maka kedua pupil akan mengecil (otot siliaris berkontraksi) (Tejuwono) atau
pasien disuruh memandang jauh dan disuruh memfokuskan matanya pada suatu objek diletakkan
pada jarak  15 cm didepan mata pasien dalam keadaan normal terdapat konstriksi pada kedua pupil
yang disebut reflek akomodasi.

d.Saraf Troklearis (N. IV)


Pemeriksaan meliputi
1.gerak mata ke lateral bawah
2.strabismus konvergen
3.diplopia
e.Saraf Trigeminus (N. V)
Pemeriksaan meliputi; sensibilitas, motorik dan refleks
1. Sensibilitas
Ada tiga cabang sensorik, yaitu oftalmik, maksila, mandibula. Pemeriksaan dilakukan pada ketiga
cabang saraf tersebut dengan membandingkan sisi yang satu dengan sisi yang lain. Mula-mula tes
dengan ujung yang tajam dari sebuah jarum yang baru. Pasien menutup kedua matanya dan jarum
ditusukkan dengan lembut pada kulit, pasien ditanya apakah terasa tajam atau tumpul. Hilangnya
sensasi nyeri akan menyebabkan tusukan terasa tumpul. Daerah yang menunjukkan sensasi yang
tumpul harus digambar dan pemeriksaan harus di lakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju
daerah yang terasa tajam. Juga dilakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju daerah yang terasa
tajam. Juga lakukan tes pada daerah di atas dahi menuju belakang melewati puncak kepala. Jika
cabang oftalmikus terkena sensasi akan timbul kembali bila mencapai dermatom C2. Temperatur tidak
diperiksa secara rutin kecuali mencurigai siringobulbia, karena hilangnya sensasi temperatur terjadi
pada keadaan hilangnya sensasi nyeri, pasien tetap menutup kedua matanya dan lakukan tes untuk
raba halus dengan kapas yang baru dengan cara yang sama. Pasien disuruh mengatakan “ya” setiap
kali dia merasakan sentuhan kapas pada kulitnya.
2.Motorik
Pemeriksaan dimulai dengan menginspeksi adanya atrofi otot-otot temporalis dan masseter.
Kemudian pasien disuruh mengatupkan giginya dan lakukan palpasi adanya kontraksi masseter diatas
mandibula. Kemudian pasien disuruh membuka mulutnya (otot-otot pterigoideus) dan pertahankan
tetap terbuka sedangkan pemeriksa berusaha menutupnya. Lesi unilateral dari cabang motorik
menyebabkan rahang berdeviasi kearah sisi yang lemah (yang terkena).
3. Refleks
Pemeriksaan refleks meliputi
Refleks kornea
a.Langsung
Pasien diminta melirik ke arah laterosuperior, kemudian dari arah lain kapas disentuhkan pada kornea
mata, misal pasien diminta melirik kearah kanan atas maka kapas disentuhkan pada kornea mata kiri
dan lakukan sebaliknya pada mata yang lain. Kemudian bandingkan kekuatan dan kecepatan refleks
tersebut kanan dan kiri saraf aferen berasal dari N. V tetapi eferannya (berkedip) berasal dari N.VII.
b.Tak langsung (konsensual)
Sentuhan kapas pada kornea atas akan menimbulkan refleks menutup mata pada mata kiri dan
sebaliknya kegunaan pemeriksaan refleks kornea konsensual ini sama dengan refleks cahaya
konsensual, yaitu untuk melihat lintasan mana yang rusak (aferen atau eferen).
Refleks bersin (nasal refleks)
Refleks masseter
Untuk melihat adanya lesi UMN (certico bultar) penderita membuka mulut secukupnya (jangan terlalu
lebar) kemudian dagu diberi alas jari tangan pemeriksa diketuk mendadak dengan palu refleks.
Respon normal akan negatif yaitu tidak ada penutupan mulut atau positif lemah yaitu penutupan
mulut ringan. Sebaliknya pada lesi UMN akan terlihat penutupan mulut yang kuat dan cepat.
f.Saraf abdusens (N. VI)
Pemeriksaan meliputi gerakan mata ke lateral, strabismus konvergen dan diplopia tanda-tanda
tersebut maksimal bila memandang ke sisi yang terkena dan bayangan yang timbul letaknya
horizonatal dan sejajar satu sama lain.
g.Saraf fasialis (N. VII)
Pemeriksaan saraf fasialis dilakukan saat pasien diam dan atas perintah (tes kekuatan otot) saat
pasien diam diperhatikan :
Asimetri wajah
Kelumpuhan nervus VIII dapat menyebabkan penurunan sudut mulut unilateral dan kerutan dahi
menghilang serta lipatan nasolabial, tetapi pada kelumpuhan nervus fasialis bilateral wajah masih
tampak simetrik
Gerakan-gerakan abnormal (tic facialis, grimacing, kejang tetanus/rhisus sardonicus tremor dan
seterusnya ).
Ekspresi muka (sedih, gembira, takut, seperti topeng)
- Tes kekuatan otot
1.Mengangkat alis, bandingkan kanan dan kiri.
2.Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri) kemudioan pemeriksa mencoba membuka kedua
mata tersebut bandingkan kekuatan kanan dan kiri.
3.Memperlihatkan gigi (asimetri)
4.Bersiul dan menculu (asimetri / deviasi ujung bibir)
5.meniup sekuatnya, bandingkan kekuatan uadara dari pipi masing-masing.
6.Menarik sudut mulut ke bawah.
- Tes sensorik khusus (pengecapan) 2/3 depan lidah)
Pemeriksaan dengan rasa manis, pahit, asam, asin yang disentuhkan pada salah satu sisi lidah.
- Hiperakusis
Jika ada kelumpuhan N. Stapedius yang melayani otot stapedius maka suara-suara yang diterima oleh
telinga pasien menjadi lebih keras intensitasnya.
h.Saraf Vestibulokokhlearis (N. VIII)
Ada dua macam pemeriksaan yaitu pemeriksaan pendengaran dan pemeriksaan fungsi vestibuler
1)Pemeriksaan pendengaran
Inspeksi meatus akustikus akternus dari pasien untuk mencari adanya serumen atau obstruksi lainnya
dan membrana timpani untuk menentukan adanya inflamasi atau perforasi kemudian lakukan tes
pendengaran dengan menggunakan gesekan jari, detik arloji, dan audiogram. Audiogram digunakan
untuk membedakan tuli saraf dengan tuli konduksi dipakai tes Rinne dan tes Weber.
Tes Rinne
Garpu tala dengan frekuensi 256 Hz mula-mula dilakukan pada prosesus mastoideus, dibelakang
telinga, dan bila bunyi tidak lagi terdengar letakkan garpu tala tersebut sejajar dengan meatus
akustikus oksterna. Dalam keadaan norma anda masih terdengar pada meatus akustikus eksternus.
Pada tuli saraf anda masih terdengar pada meatus akustikus eksternus. Keadaan ini disebut Rinne
negatif.
Tes Weber
Garpu tala 256 Hz diletakkan pada bagian tengah dahi dalam keadaan normal bunyi akan terdengar
pada bagian tengah dahi pada tuli saraf bunyi dihantarkan ke telinga yang normal pada tuli konduktif
bunyi tedengar lebih keras pada telinga yang abnormal.
2)Pemeriksaan Fungsi Vestibuler
Pemeriksaan fungsi vestibuler meliputi : nistagmus, tes romberg dan berjalan lurus dengan mata
tertutup, head tilt test (Nylen – Baranny, dixxon – Hallpike) yaitu tes untuk postural nistagmus.
i.Saraf glosofaringeus (N. IX) dan saraf vagus (N. X)
Pemeriksaan N. IX dan N X. karena secara klinis sulit dipisahkan maka biasanya dibicarakan bersama-
sama, anamnesis meliputi kesedak / keselek (kelumpuhan palatom), kesulitan menelan dan
disartria(khas bernoda hidung / bindeng). Pasien disuruh membuka mulut dan inspeksi palatum
dengan senter perhatikan apakah terdapat pergeseran uvula, kemudian pasien disuruh menyebut “ah”
jika uvula terletak ke satu sisi maka ini menunjukkan adanya kelumpuhan nervus X unilateral
perhatikan bahwa uvula tertarik kearah sisi yang sehat.
Sekarang lakukan tes refleks muntah dengan lembut (nervus IX adalah komponen sensorik dan
nervus X adalah komponen motorik). Sentuh bagian belakang faring pada setiap sisi dengan spacula,
jangan lupa menanyakan kepada pasien apakah ia merasakan sentuhan spatula tersebut (N. IX)
setiap kali dilakukan. Dalam keadaaan normal, terjadi kontraksi palatum molle secara refleks. Jika
konraksinya tidak ada dan sensasinya utuh maka ini menunjukkan kelumpuhan nervus X, kemudian
pasien disuruh berbicara agar dapat menilai adanya suara serak (lesi nervus laringeus rekuren
unilateral), kemudian disuruh batuk , tes juga rasa kecap secara rutin pada sepertinya posterior lidah
(N. IX).
j.Saraf Asesorius (N. XI)
Pemeriksaan saraf asesorius dengan cara meminta pasien mengangkat bahunya dan kemudian
rabalah massa otot trapezius dan usahakan untuk menekan bahunya ke bawah, kemudian pasien
disuruh memutar kepalanya dengan melawan tahanan (tangan pemeriksa) dan juga raba massa otot
sternokleido mastoideus.
k.Saraf Hipoglosus (N. XII)
Pemeriksaan saraf Hipoglosus dengan cara; Inspeksi lidah dalam keadaan diam didasar mulut,
tentukan adanya atrofi dan fasikulasi (kontraksi otot yang halus iregular dan tidak ritmik). Fasikulasi
dapat unilateral atau bilateral.
Pasien diminta menjulurkan lidahnya yang berdeviasi ke arah sisi yang lemah (terkena) jika terdapat
lesi upper atau lower motorneuron unilateral.
Lesi UMN dari N XII biasanya bilateral dan menyebabkan lidah imobil dan kecil. Kombinasi lesi UMN
bilateral dari N. IX. X, XII disebut kelumpuhan pseudobulbar.

Você também pode gostar