Você está na página 1de 4

Problema Suami Bila Istri Lebih

Sukses

Sumber: Djamaludin Ancok, Psikologi Terapan, Yogyakarta,


Darussalam, 2004

Pengantar

WANITA selalu menjadi topik yang mengasyikkan untuk dibicarakan, khususnya di dalam
kaitannya dengan dilema antara karir dan ibu rumah tangga. Jarang sekali perbincangan
tentang pria yang menjadi topik pembicaraan. Kalaupun ada, biasanya topik pembicaraan itu
dikaitkan dengan penyelewengan seks kaum pria. Padahal banyak masalah kaum pria,
khususnya peranan dia sebagai suami yang menjadi pendamping istri, di mana karir istrinya
lebih populer dan lebih sukses daripada karirnya sendiri. Sukses istri yang melebihi sukses
suami ini merupakan problem yang cukup berat bagi suami.

Wanita Karir dan Masalah Suami?


Konflik yang sering dialami wanita di dalam hidupnya bersumber dari adanya peran
ganda. Peran yang sering menjadi sumber konflik tersebut adalah peran sebagai istri yang
harus mengurusi kebutuhan suami dan anak-anaknya, dan peran sebagai wanita karir.
Cukup banyak wanita yang mengalami stres di dalam menghadapi dilema antara
memilih menjadi ibu rumah tangga atau wanita karir. Haruskah dia memilih salah satu saja?
Harus-kah menjadi ibu rumah tangga atau melepaskan tanggungjawab rumah tangga dengan
meniti karir setinggi-tingginya? Bila pilihannya jatuh pada pilihan terakhir ini, maka si suami
yang kebetulan karirnya tidak sesukses istrinya harus siap untuk terjepit oleh karir istri.

Kenapa Suami Merasa Terjepit?


Problema suami bermula dari adanya harapan masyarakat (termasuk harapan si suami
sendiri) bahwa seorang suami harus lebih unggul dari istri. Dalam pandangan masyarakat,
baik masyarakat Barat maupun masyarakat Timur, status wanita dalam hal menopang
ekonomi keluarga umumnya tidak diharapkan untuk mejadi penopang ekonomi keluarga.
Yang diharapkan sebagai penopang ekonomi yang utama adalah suami.
Menurut beberapa ahli psikoligi dan sosiologi, bila si istri mengembangkan dirinya
menjadi wanita karir, maka keharmonisan rumah tangga akan menjadi terganggu. Hubungan
antara istri dan suami akan diwarnai oleh konflik. Ahli psikologi yang menggunakan
pendekatan psikoanalitik Sigmund Freud berasumsi bahwa sifat wanita yang lemah lembut,
keibuan, dan feminin itu akan menjadi rusak bila dia memilih untuk mengembangkan karir
mengungguli suaminya. Pengembangan karir yang demikian ini akan mengurangi sifat-sifat
feminim, dan sekaligus merupakan bentuk protes terhadap dominasi pria (masculine protest).
Ahli sosiologi yang menggunakan pendekatan fungsionalis Talcott Parsons juga
melihat bahwa perbedaan tugas secara seksual akan menjamin keharmonisan rumah tangga.
Suami bekerja mencari nafkah, dan istri mengurusi rumah tangga. Adanya perbedaan fungsi
ini akan mengurangi potensi terjadinya konflik dalam rumah tangga. Oleh karena satus sosial
ekonomi keluarga ditentukan oleh karir suami, bila istri mengungguli karir suami makan
terjadi kekisruhan dan ketidakmenentuan status keluarga (status confusion and ascertainty).
Bagi si suami, kejelasan status ini sangat penting bagi rasa aman dan ketentraman
psikologisnya. Pendapat seperti yang dikemukakan di atas kelihatannya memandang rendah
status wanita dalam kehidupan karir. Pandangan yang demikian sudah ada sejak dahulu kala.
Dalam masyarakat suami lebih diharapkan untuk berprestasi yang lebih tinggi
daripada istri. Asumsi pendekatan Freudian dan Parsonian ini tampaknya memojokkan
peranan wanita. Pengaruh pendekatan ini masih tampak secara nyata dalam kehidupan
masyarakat. Misalnya, kalau wanita bekerja dalam pekerjaan yang sama dengan pekerjaan
yang dilakukan oleh pria. Sangat sering terjadi imbalan yang berupa gaji yang diberikan
kepada wanita jauh lebih rendah daripada imbalan bagi pria. Kesempatan untuk menduduki
jabatan sebagai pemimpin relatif lebih kecil kemungkinannya diperoleh wanita dibandingkan
kesempatan yang didapat pria. Wanita seringkali dianggap kurang mampu untuk menduduki
jabatan penting, khususnya jabatan sebagai pimpinan. Walaupun ada hal-hal objektif yang
memang dianggap sebagai kelemahan, misalnya wanita dianggap kurang mampu menahan
emosi dibandingkan dengan pria, namun seringkali wanita kurang mendapat kesempatan dan
penghasilan yang sama dikarenakan karena adanya persepsi yang keliru terhadap
kemampuan mereka. Bukti dari adanya persepsi yang keliru terhadap wanita ini dapat dilihat
dari beberapa hasil penelitian yang membandingkan persepsi terhadap pria dan wanita.
Penelitian yang ditulis oleh penulis dan kawan-kawan di tahun 1987 dengan menggunakan
sampel orang Yogyakarta menemukan adanya bias di dalam menilai kemampuan pria dan
wanita (Ancok dkk, 1987). Bila orang diminta untuk menebak siapakah pelaku suatu
pekerjaan yang dianggap pekerjaan sukses, pada umumnya orang selalu mengatakan bahwa
pelakunya adalah pria. Pria dianggap lebih unggul dalam bidang perdagangan, kedokteran,
kewartawanan, hukum, politik, dan musik. Sedangkan wanita hanya unggul pada pekerjaan-
pekerjaan feminin seperti merangkai bunga, perancang busana, seni suara, masak-memasak,
dan mendidik anak.

Dampak Terhadap Suami


Konsekuensi dari harapan masyarakat bahwa seorang suami harus lebih unggul dari
istri adalah suami dapat merasa dikalahkan oleh istrinya. Keadaan ini menyebabkan suami
menilai dirinya negatif. Terjadilah perasaan rendah diri dan perasaan serba kurang. Di mata
anak-anak si suami merasa kalah dari istrinya. Demikian pula di mata mertua dan sanak
famili si istri. Tidak jarang sang suami, paling tidak merasa, disepelekan oleh pihak keluarga
sang istri. Perasaan rendah diri ini selain ditimbulkan oleh harapan masyarakat, dapat pula
disebabkan oleh sifat istri yang merasa dirinya serba lebih. Walaupun tidak semua istri
bersikap demikian, namun pada umumnya ada kecenderungan bahwa istri yang karirnya lebih
menonjol merasa lebih berhak untuk ikut memenetukan keputusan yang diambil dalam rumah
tangga. Hasil-hasil penelitian selama ini menunjukkan bahwa keterlibatan istri dalam
pembuatan keputusan, misalnya tentang pendidikan dan perkawinan anak, atau masalah
penting lainnya semakin membesar dengan semakin besarnya peranan istri dalam menopang
ekonomi rumah tangga. Hal ini berarti lebih tingginya karir istri daripada karir suami akan
membuat istri semakin ingin mempengaruhi pengambilan keputusan dalam rumah tangga.
Situasi yang demikian akan berakibat semakin besarnya peluang terjadinya konflik antar
suami istri. Tidak jarang terjadi istri yang karirnya lebih tinggi ini menyepelekan karir
suaminya. Istri mendominasi kehidupan suami dan kehidupan rumah tangga. Keadaan ini
tentu saja semakin mempersulit posisi suami.

Bagaimanakah Reaksi Suami yang Terjepit Ini?


Reaksi si suami terhadap situasi yang dihadapinya sangat tergantung pada kepribadian
sang suami. Suami yang memiliki tipe kepribadian submisif akan menerima dengan pasrah
keadaan tersebut. Artinya, sebagian suami berupaya untuk mengembangkan pikiran yang
positif dengna cara mensyukuri pemberian tuhan kepadanya. Dia merasa bersyukur karena
mempunyai istri yang lebih unggul. Menyadari bahwa dia kalah dengan istrinya, tidak jarang
terjadi suami merasakan adanya ketidakenakan mempunyai istri yang lebih unggul.
Menyadari bahwa dia kalah dengan istrinya, tidak jarang suami memiliki kesulitan di dalam
memasuki lingkungan pergaulan si istri. Pernah terjadi, seorang business woman ikut dalam
acara makan malam bersama suaminya, dan suaminya menjadi sangat kaku dan kikuk dalam
acara tersebut. Sang suami merasa tersiksa dengan keadaan seperti ini. Bila sang istri
mempunyai sifat yang mendominasi, suami menjadi penurut demi menghindari konflik
rumah tangga. Suami yang demikian sering dinilai secara negatif oleh masyarakat. Sindiran
kepada suami yang demikian cukup banyak diwujudkan dalam humor. Misalnya suami dicap
sebagai anggota BTI (Barisan Takut Istri), atau suami ‘adidas’ (ai kiu dibawah dasar).
Upaya lainnya yang dilakukan oleh suami dalam menghadapi keunggulan karir istri
ini adalah dengan melihat sisi positif perkerjaannya sendiri. Tentu saja hal ini baru dapat
terjadi bila suami mempunyai pekerjaan yang gengsinya tidak rendah. Dengan melihat pada
aspek positif pekerjaannya sendiri, suami dapat mengurangi rasa rendah dirinya. Dengan
demikian suami dapat bereaksi secara wajar dalam menghadapi dunia karir istrinya.
Masalah besar akan terjadi bila sang suami melihat karir istrinya sebagai ancaman
terhadap status dirinya. Sifat suami yang didominasi oleh tendensi male chauvinism
(anggapan bahwa pria harus selalu lebih hebat dari wanita) akan menjadi siksaan tersendiri
bagi dirinya, maupun bagi istrinya. Istri yang sukses karirnya tentu akan lebih menonjol
popularitasnya di mata masyarakat. Misalnya, keunggulan sang istri muncul dalam
pembicaraan masyarakat, atau muncul dalam media massa. Suami yang merasa kalah dengan
istrinya seringkali tidak mau dimunculkan dalam media massa bila ada wawancara
khususdengan istrinya, perasaan inferioritasnya semakin menonjol bila dia mendengar atau
membaca komentar tentang keunggulan istrinya.
Untuk memberikan gambaran lebih luas tentang problema yang terjadi marilah kita
ambil kasus konsultasi psikologis yang pernah penulis hadapi. Dalam suatu kasus konsultasi
psikologis, seorang suami yang karirnya kalah populer dengan istrinya melakukan hal-hal
yang mempersulit istrinya. Beberapa contoh dari perlakuan yang mempersulit istri ini adalah
menuntut istrinya harus selalu ada di rumah di saat dia kembali dari kantornya. Dia juga
menuntut agar istrinya selalu menemani di makan siang dan makan malam. Bila istrinya
melanggar semua aturan itu, si suami menyakiti istrinya dengan beberapa cara, misalnya
menyulut istrinya dengan puntung rokok, atau memukul istrinya. Walaupun mendapat
perlakuan yang demikian, si istri tidak mau bercerai dengan suaminya karena alasan agama
yang tidak memperbolehkan perceraian, dan karena kasihan dengan anak-anak yang belum
dewasa. Konflik dalam rumah tangga akibat suami yang tidak mau menerima keunggulan
istri, terus berkembang. Kesulitan demi kesulitan terjadi dalam rumah tangga itu. Karena
perlakuan suami yang demikian, si istri kehilangan gairah seksual pada suami. Dia hanya
melayani suami karena terpaksa. Demi memperoleh rasa kasih sayang dan kepuasan seksual,
istri pacaran dengan laki-laki lain (PIL) secara diam-diam.
Pada kasus lain, istri yang karirnya lebih unggul dapat menimbulkan berkurangnya
kegairahan seksual pada suaminya. Hal ini khususnya terjadi bila istri terlalu dominan dan
serba ingin mengatur suami. Suami dapat menjadi impoten karena ulah istri yang lebih
dominan. Jangan heran bila suatu ketika suami lebih tertarik pada pembantu rumah tangga
daripada istrinya sendiri. Kesibukan istri yang amat sangat karena karirnya yang menonjol
akan memberikan peluang yang besar bagi keterlibatan suami pada sang pembantu rumah
tangga. Sifat submisif pembantu rumah tangga yang tidak didapat dari istrinya, akan menjadi
sumber kepuasan jiwa sang suami.

Bagaimana Upaya Mengurangi dampaknya?


Peranan istri dalam mengurangi problema seperti telah diuraikan di atas akan menjadi
sangat besar. Rasa rendah diri suami akan dapat dikurangi bila si istri ikut membantu.
Beberapa upaya yang dapat dikurangi bila si istri ikut membantu. Beberapa upaya yang dapat
dilakukan oleh istri adalah seperti berikut. Pertama, tidak melepaskan fungsi dirinya sebagai
ibu rumah tangga dan pendamping suami. Margaret Thatcher, mantan perdana Menteri
Inggris, adalah wanita yang paling berkuasa di Inggris sepanjang tahun 1980-an. Namun dia
selalu menyiapkan kopi dan telur goreng untuk suaminya setiap pagi. Ini adalah cara
Margaret Thatcher untuk menghargai suaminya. Walaupun sorang istri amat sibuk, tentunya
banyak hal yang dapat dia lakukan untuk suaminya. Tidak menyepelekan suami di mata
anak-anak, sanak famili, dan teman sekerja adalah hal yang sangat perlu untuk
dikembangkan. Sikap istri yang menghargai suami justru akan semakin meningkatkan
pamornya sebagai wanita.
Kedua, peranan suami juga tidak kalah penting dalam mengurangi dampak negatif
istri yang lebih sukses. Meninggalkan pola pikiran tradisional bahwa suami harus selalu lebih
unggul dari istri adalah strategi yang baik. Melihat pada sisi positif keunggulan istri dan
mensyukuri pemberian Tuhan kepadanya akan mengurangi sikap negatif tersebut. Tentu
suami harus belajar banyak agar dapat meyesuaikan diri dengan keadaan istri. Sikap minder
harus dihilangkan. Caranya antara lain dengan mengembangkan kemampuan bergaul yang
lebih baik. Dengan adanya kebanggaan yang wajar pada karir istri, suami akan dapat berbuat
wajar di dalam pergaulan dengan kawan-kawan istri. Sikap minder juga dapat dikurangi
dengan melihat fakta di dunia bahwa banyak lelaki yang karirnya tidak setinggi istrinya.
Tidak sedikit suami mempunyai artis yang menjadi presiden, perdana menteri, gubernur,
jaksa, walikota, ilmuwati, pengacara sukses, aktris top, seniman terkemuka, dan posisi-posisi
penting lainya. Adanya kebanggaan pada diri sendiri karena memiliki istri yang demikian,
dan kemampuan untuk memerangi godaan sikap “male chauvinistic” akan membuat suami
terhindar dari jepitan karir istri.
Akhirnya, “sesuatu itu baru menjadi masalah apabila dianggap sebagai masalah”. Bila
sumai dan istri menganggap perbedaan kesuksesan karir sebagai suatu rahmat pemberian
Tuhan, bukan sebagai masalah, Insya Allah tidak bakalan ada suami yang terjepit karir istri.•

Você também pode gostar