Você está na página 1de 3

Komersialisasi Pendidikan Tinggi

Perguruan tinggi merupakan suatu wadah yang digunakan untuk Research &
Development (R&D) serta arena penyemaian manusia baru untuk
menghasilkan generasi yang memiliki kepribadian serta kompetensi
keilmuan sesuai bidangnya. Secara umum dunia pendidikan memang belum
pernah benar-benar menjadi wacana publik di Indonesia, dalam arti
dibicarakan secara luas oleh berbagai kalangan, baik yang bersentuhan
langsung maupun tidak langsung dengan urusan pendidikan. Namun
demikian, bukan berarti bahwa permasalahan ini tidak pernah menjadi
perhatian.

Munculnya berbagai cara yang mengarah pada pelanggaran etika akademik


yang dilakukan perguruan tinggi kita untuk memenangkan persaingan,
menunjukkan bahwa pendidikan kini cenderung dipakai sebagai ajang
bisnis. Pola promosi yang memberikan kemudahan dan iming-iming hadiah
merupakan suatu gambaran bahwa perguruan tinggi tersebut tidak ada
inovasi dalam hal kualitas pendidikan. Kecenderungan tersebut akan
menghancurkan dunia pendidikan, karena akhirnya masyarakat bukan kuliah
untuk meningkatkan kualitas diri, melainkan hanya mengejar hadiah & gelar
untuk prestise. Kondisi pendidikan tinggi saat ini cukup memprihatinkan.
Ada PTS yang mengabaikan proses pendidikan. Bahkan ada PTS yang
hanya menjadi mesin pencetak uang, bukan menghasilkan lulusan yang
berkualitas. Hal Ini yang membuat persaingan menjadi semakin tidak sehat.

Produk lulusan perguruan tinggi yang proses pendidikannya asal-asalan dan


bahkan akal-akalan, juga cenderung menghalalkan segala cara untuk
merekrut calon mahasiswa sebanyak-banyaknya, dengan promosi yang
terkadang menjebak dengan iming-iming hadiah yang menggiurkan. Apakah
ini gambaran pendidikan berkualitas ?. Semoga masyarakat dan orang tua
yang akan menyekolahkan putra putrinya tidak terjebak pada kondisi
tersebut dan lebih bijak dalam memilih perguruan tinggi, sehingga putra-
putrinya tidak terkesan asal kuliah.
Ditengah besarnya angka pengangguran di Indonesia yang telah mencapai
lebih dari 45 juta orang, langkah yang harus ditempuh adalah mencari
pendidikan yang baik dan bermutu yang dibutuhkan pasar. Bukan hanya
murah saja dan asal. Tidak dipungkiri lagi bahwa selama ini, dunia industri
kesulitan mencari tenaga kerja dengan keahlian tertentu untuk mengisi
kebutuhan pekerjaan. Bila membuka lowongan, yang melamar biasanya
banyak, namun hanya beberapa yang lulus seleksi.

Pasalnya jarang ada calon pegawai lulusan perguruan tinggi atau sekolah,
yang memiliki keahlian yang dibutuhkan, karena kebanyakan
berkemampuan rata-rata untuk semua bidang. Jarang ada yang menguasai
bidang-bidang yang spesifik. Hal ini tentunya menyulitkan pihak pencari
kerja, karena harus mendidik calon karyawan dulu sebelum mulai bekerja.

Sebagian besar perguruan tinggi atau sekolah mendidik tenaga ahli madya
(tamatan D.III) tetapi keahliannya tidak spesifik.

Lebih parah lagi, bahkan ada PTS di Jakarta yang memainkan range nilai
untuk meluluskan mahasiswanya, karena mereka takut, ketika selesai ujian
akhir (UTS/UAS) banyak mahasiswanya yang tidak lulus alias IP/IPK
nasakom. Sehingga mereka lulus dengan angka pas-pasan yang sebenarnya
mahasiswa tersebut tidak lulus. Ini adalah cermin dari proses
PEMBODOHAN BANGSA bukan mencerdaskan BANGSA. Dalam hal ini
semua pihak harus melakukan introspeksi untuk bisa memberi pelayanan
pendidikan yang baik & berkualitas. Kopertis, harus bersikap tegas
menindak Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang melanggar dan
mensosialisasikan aturan yang tak boleh dilanggar oleh PTS. Pengelola
perguruan tinggi juga harus menghentikan semua langkah yang melanggar
aturan. Kunci pengawasan itu ada secara bertahap di tangan Ketua Program
Studi, Direktur, Dekan, Rektor dan Ketua Yayasan.

Selain itu pula, apa yang menjadi barometer yang menunjukkan eksistensi
sebuah perguruan tinggi? Untuk saat ini opini publik dan beberapa kalangan
masyarakat bahwa eksistensi sebuah Perguruan Tinggi dilihat dari kuantitas
mahasiswanya bukan kualitasnnya. Nah ini jelas sudah terlihat faktanya
bahwa pendidikan di Indonesia hanya menjadi komoditi bisnis semata.
Menatap masa depan berarti mempersiapkan generasi muda yang memiliki
kecintaan terhadap pembelajaran dan merupakan terapi kesehatan jiwa bagi
anak bangsa, harapan kami semoga komersialisasi pendidikan tinggi tidak
menjadi sebuah komoditi bisnis semata, akan tetapi menjadi arena untuk
meningkatkan kualitas SDM dalam penguasaan IPTEK, sehingga kita bisa
mempersiapkan tenaga handal ditengah kompetisi global. mulailah dari diri
sendiri untuk berbuat sesuatu guna menciptakan pendidikan kita bisa lebih
baik dan berkualitas, karena ini akan menyangkut masa depan anak-anak
kita dan Juga Bangsa Indonesia.

Você também pode gostar