Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
Karya tulis ini diberi judul “Budidaya Rumput Laut” karena di dalamnya
berisi keterangan mengenai pembudidayaan rumput laut secara mendetail,
sehingga kelak dapat digunakan sebagai pedoman untuk orang-orang yang ingin
merintis usaha budidaya rumput laut.
Penulis juga ingin menunjukkan serta menjelaskan potensi kelautan yang
dimiliki oleh Kabupaten Pemalang sehingga kelak banyak masyarakat yang
mengetahui pelaksanaan budidaya rumput laut di Desa Pesantren, Kecamatan
Ulujami, Kabupaten Pemalang dan mau ikut serta untuk mendukung atau terlibat
secara langsung dalam kegiatan budidaya rumput laut tersebut.
C. Rumusan Masalah
1
D. Tujuan Penulisan
E. Manfaat Penulisan
F. Metode Penulisan
a. Metode Interview
Yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara mengadakan tanya jawab langsung dengan Bapak C. Handoyo
selaku sekretaris kelompok pembudidaya rumput laut ’Rumput
Mulyo’.
b. Metode Observasi
Yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara mengadakan pengamatan secara langsung di lokasi budidaya
rumput laut Desa Pesantren, Kecamatan Ulujami, Kabupaten
Pemalang.
c. Metode Kepustakaan
Yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara membaca buku dan artikel yang berkaitan dengan budidaya
rumput laut.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memberi gambaran secara singkat tentang isi karya tulis ini, maka
penulis menyusun karya tulis ini dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I, Pendahuluan
Berisi latar belakang masalah, alasan pemilihan judul,
rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan,
metode penulisan dan sistematika penulisan.
2
BAB II, Rumput Laut Potensial
Berisi keterangan mengenai jenis rumput laut potensial
beserta kandungan dan manfaat dari unsur-unsur yang
ada di dalam rumput laut.
BAB III, Teknik Budidaya Rumput Laut
Mengenai faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam
pemilihan lokasi pembudidayaan rumput laut beserta
keterangan mengenai teknik budidaya rumput laut
yang sering digunakan oleh para pembudidaya rumput
laut.
BAB IV, Panen dan Pasca Panen
Menjelaskan proses pembibitan, penanaman,
pemupukan dan pemanenan rumput laut beserta hal-
hal yang sebaiknya dilakukan selama proses tersebut.
BAB V, Manajemen Budidaya Rumput Laut
Berisi keterangan mengenai teknik sampling dan
manajemen budidaya rumput laut berupa teknik
pemeliharaan rumput laut serta penjelasan tentang
hama dan penyakit yang biasa menyerang rumput laut.
BAB VI, Penutup
Berisi simpulan dan saran.
3
BAB II
RUMPUT LAUT POTENSIAL
A. Rumput Laut
Rumput laut (seaweeds) atau yang biasa juga disebut ganggang (latin:
algae) terdiri dari empat kelas, yaitu:
1. Rhodophyceae (ganggang merah)
2. Phaeophyceae (ganggang cokelat)
3. Chlorophyceae (ganggang hijau)
4. Cyanophyceae (ganggang hijau-biru)
Rumput laut yang banyak dimanfaatkan adalah dari jenis ganggang merah
(Rhodophyceae) karena mengandung agar - agar, keraginan, porpiran, furcelaran
maupun pigmen fikobilin (terdiri dari fikoeretrin dan fikosianin) yang merupakan
cadangan makanan yang mengandung banyak karbohidrat. Tetapi ada juga yang
memanfaatkan jenis ganggang coklat (Phaeophyceae). Ganggang coklat ini banyak
mengandung pigmen klorofil, beta karoten, violasantin dan fukosantin, pirenoid,
dan lembaran fotosintesa (filakoid). Selain itu ganggang coklat juga mengandung
cadangan makanan berupa laminarin, selulose, dan algin. Selain bahan - bahan
tadi, ganggang merah dan coklat banyak mengandung yodium.
Rumput laut potensial yang dimaksud di sini adalah jenis-jenis rumput laut
yang sudah diketahui dapat digunakan di berbagai industri sebagai sumber karagin,
agar-agar dan alginat. Karaginofit adalah rumput laut yang mengandung bahan
utama polisakarida karagin, agarofit adalah rumput laut yang mengandung bahan
utama polisakarida agar-agar dan keduanya merupakan rumput laut merah
(Rhodophyceae). Alginofit adalah rumput laut coklat (Phaeophyceae) yang
mengandung bahan utama polisakarida alginat.
1. Karaginofit
Rumput laut yang mengandung karaginan adalah dari marga
Eucheuma. Karaginan ada tiga macam, yaitu iota karaginan dikenal dengan
tipe spinosum, kappa karaginan dikenal dengan tipe cottonii dan lambda
karaginan. Ketiga macam karaginan ini dibedakan karena sifat jeli yang
terbentuk. Iota karaginan berupa jeli lembut dan fleksibel atau lunak.
Kappa karaginan jeli bersifat kaku dan getas serta keras, sedangkan lambda
karaginan tidak dapat membentuk jeli, tetapi berbentuk cair.
4
a. Jenis Potensial
E. cottonii dan E. spinosum merupakan rumput laut yang
secara luas diperdagangkan, baik untuk keperluan bahan baku
industri di dalam negeri maupun untuk ekspor. Sedangkan E. edule
dan Hypnea sp. hanya sedikit sekali diperdagangkan dan tidak
dikembangkan dalam usaha budidaya. Hypnea biasanya
dimanfaatkan oleh industri, sebaliknya E. cottonii dan E. spinosum
dibudidayakan oleh masyarakat pantai. Dari kedua jenis tersebut E.
cottonii yang paling banyak dibudidayakan karena permintaan
pasarnya sangat besar. Jenis lainnya Chondrus sp., Gigartina sp.
dan Iridaea sp. tidak dapat ditemukan di Indonesia.
b. Wilayah Pengembangan
Rumput laut Eucheuma di Indonesia umumnya tumbuh di
perairan yang mempunyai terumbu karang. la melekat pada substrat
karang mati atau kulit kerang dan batu gamping di daerah intertidal
dan subtidal. Rumput laut dari jenis ini tersebar hampir diseluruh
perairan Indonesia.
2. Agarofit
Agarofit adalah jenis rumput laut penghasil agar. Jenis-jenis rumput
laut tersebut adalah Gracilaria sp. Gelidium sp. dan Gelidiella sp. Agar-
agar merupakan senyawa kompleks polisakarida yang dapat membentuk
jeli. Kualitas agar-agar dapat ditingkatkan dengan suatu proses pemurnian
yaitu membuang kandungan sulfatnya. Produk ini dikenal dengan nama
agarose. Kualitas agar-agar yang berasal dari Gelidium/Gelidiella lebih
tinggi dibanding dari Gracilaria. Dalam skala industri agar-agar dari
Gelidium mutunya dapat ditingkatkan menjadi agarose, tetapi Gracilaria
masih dalam skala laboratorium.
a.Jenis Potensial
Jenis yang dikembangkan secara luas baru Gracilaria sp. Di
Indonesia, Gracilaria umumnya dibudidayakan di tambak. Jenis ini
mempunyai thallus berwarna merah ungu dan kadang-kadang
berwarna kelabu kehijauan dengan percabangan alternate atau
dichotomy, perulangan lateral berbentuk silindris, meruncing di
ujung dan mencapai tinggi 1-3 cm serta berdiameter 0,5-2 mm.
b. Wilayah Pengembangan
Gracilaria sp. banyak dibudidayakan, di perairan Sulawesi
Selatan (Jeneponto, Takalar, Sinjai, Wajo, Paloppo, Bone, Maros);
Lombok Barat dan Pantai Utara Jawa (Serang, Tangerang, Bekasi,
Karawang, Brebes, Pemalang, Tuban, dan Lamongan). Gracilaria
yang dipanen langsung dari alam kualitasnya kurang baik karena
tercampur dengan jenis lain. Gelidium sp. belum dibudidayakan
karena seluruh produksi Gelidium dihasilkan dari alam.
5
3. Alginofit
Alginofit adalah jenis rumput laut penghasil alginat. Jenis rumput
laut coklat penghasil alginat tersebut adalah Sargasssum sp., Turbinaria
sp., Laminaria sp., Ascophyllum sp., dan Macrocystis sp.
a.Jenis Potensial
Di Indonesia, Sargassum sp. dan Turbinaria sp. merupakan
satu-satunya sumber alginat. Kandungan alginat dalam kedua
rumput laut coklat tersebut relatif tergolong rendah, sehingga secara
ekonomis kurang menguntungkan. Sargassum sp. dan Turbinaria
sp. Belum dibudidayakan di Indonesia, permintaan Sargassum sp.
masih sangat terbatas.
Di dunia, Sargassum sp. ada sekitar 400 spesies; sedangkan
di Indonesia dikenal ada 12 jenis yaitu : Sargassum duplicatum,
S.hitrix, S.echinocarpum, S.gracilinum, S.obtuspfolium, S.binderi,
S.polyceystum, S.microphylum, S.crassifolium, S.aquafolium,
S.vulgare, dan S.polyceratium. Hormophysa di Indonesia dijumpai
satu jenis yaitu H.tricuetra dan Turbinaria sp. ada 4 jenis yaitu
T.conoides, T.conoides, T.ornata, T.murrayana dan T.deccurens.
b. Wilayah Penyebaran
Algae coklat Sargassum sp. termasuk tumbuhan
kosmopolitan, tersebar hampir diseluruh perairan Indonesia
Penyebaran Sargassum sp. di alam sangat luas terutama di daerah
dengan terumbu karang di semua wilayah perairan.
6
7. Kaya akan kandungan serat yang dapat mencegah kanker usus
besar, melancarkan pencernaan dan dapat meningkatkan kadar air dalam
feses.
7
BAB III
TEKNIK BUDIDAYA RUMPUT LAUT
A. Lokasi
1. Faktor Resiko
a. Keterlindungan
Untuk menghindari kerusakan fisik sarana budidaya rumput
laut, maka diperlukan lokasi yang terlindung dari pengaruh angin
dan gelombang yang besar. Lokasi yang terlindung biasanya di
perairan teluk atau perairan yang terlindung atau terhalang oleh
pulau.
b. Keamanan
Masalah pencurian dan sabotase mungkin saja dapat terjadi
pada lokasi tertentu, sehingga upaya pengamanan baik secara
perorangan maupun secara kelompok harus dilakukan. Upaya
pendekatan dan hubungan yang baik dengan masyarakat sekitar
lokasi juga perlu dilakukan.
8
c.Konflik Kepentingan
Pemilihan lokasi sebaiknya tidak menimbulkan konflik
dengan kepentingan lain. Beberapa kegiatan perikanan
(penangkapan ikan, pemasangan bubu, dll) dan kegiatan non
perikanan (pariwisata, perhubungan laut, industri, taman laut) dapat
berpengaruh negatif terhadap aktivitas usaha rumput laut.
d. Aspek Peraturan dan Perundang-Undangan
Untuk menguatkan kelanjutan usaha budidaya rumput laut,
maka pemilihan lokasi harus tidak bertentangan dengan peraturan
pemerintah serta harus mengikuti tata ruang yang telah ditetapkan
oleh pemerintah daerah setempat.
2. Faktor Pencapaian
3. Faktor Ekologis.
a. Ketersediaan Bibit
Lokasi yang terdapat stok alami rumput laut yang akan
dibudidaya, merupakan petunjuk lokasi tersebut cocok untuk usaha
budidaya rumput laut. Apabila tidak terdapat sumber bibit,
pembudidaya dapat memperolehnya dari lokasi lain dan sebaiknya
didatangkan dari daerah terdekat dengan memperhatikan kaidah-
kaidah penanganan bibit dan pengangkutan yang baik. Pada lokasi
dimana Gracilaria bisa tumbuh, biasanya terdapat pula jenis lain
seperti Euchema cottonii dan Sargassum.
b. Arus
Rumput laut merupakan organisme yang memperoleh
makanan melalui aliran air yang melewatinya atau melalui sintesa
bahan makanan di sekitarnya dengan bantuan sinar matahari.
Gerakan air yang cukup akan menghindari terkumpulnya kotoran
pada thallus, membantu pengudaraan, dan mencegah adanya
fluktuasi yang besar terhadap salinitas maupun suhu air. Gerakan air
akan membawa unsur hara, menghilangkan kotoran yang menempel
pada thallus, membantu pengudaraan, dan mencegah adanya
9
fluktuasi suhu air yang besar. Kecepatan arus yang baik adalah 20-
40 cm/detik dengan suhu berkisar 20-28oC dan pH berkisar 7,3-8,2.
Indikator suatu lokasi yang memiliki arus yang baik adalah adanya
pertumbuhan karang lunak yang bersih dari kotoran dan cenderung
miring ke satu arah.
c.Dasar Perairan
Dasar perairan yang sesuai adalah berupa pecahan-pecahan
karang dan pasir kasar. Kondisi dasar perairan yang demikian
merupakan indikator adanya gerakan air yang baik, sedangkan
apabila dasar perairan yang terdiri dari karang yang keras,
menunjukkan dasar itu terkena gelombang yang besar dan apabila
dasar perairan terdiri dari lumpur, menunjukkan gerakan air yang
kurang.
d. Kedalaman
Kedalaman perairan sangat tergantung dari metode budidaya
yang akan dipilih. Metode lepas dasar dilakukan pada kedalaman
perairan tidak kurang dari 30-60 cm pada waktu surut terendah,
sedangkan metode rakit apung, rawai dan jalur pada perairan
dengan kedalaman sekitar 2-15 m. Kondisi ini untuk menghindari
rumput laut mengalami kekeringan dan mengoptimalkan perolehan
sinar matahari.
e.Kadar Garam
Kadar garam yang sesuai untuk pertumbuhan Gracillaria
sp. adalah berkisar 28-35 ppt. Salinitas yang baik berkisar antara
28-34 ppt dengan nilai optimum adalah 33 ppt. Untuk memperoleh
perairan dengan salinitas demikian perlu dihindari lokasi yang
berdekatan dengan muara sungai.
f. Kecerahan
Rumput laut memerlukan cahaya sebagai sumber energi
guna pembentukan bahan organik yang diperlukan bagi
pertumbuhan dan perkembangannya yang normal. Lokasi yang
potensial hendaknya dipilih yang memiliki kecerahan air tinggi.
Lokasi budidaya rumput laut sebaiknya pada perairan yang
jernih atau tingkat kecerahan yang tinggi sekitar 2-5 m. Air keruh
mengandung lumpur dapat menghalangi cahaya matahari ke dalam
air serta dapat menutupi permukaan thallus yang dapat
menyebabkan thallus membusuk sehingga mudah patah. Lokasi
yang baik bagi budidaya rumput laut memiliki kecerahan lebih dari
1,5 m pada pengukuran dengan alat secchi disk.
g. Organisme Pengganggu
Lokasi budidaya diusahakan pada perairan yang tidak
banyak terdapat organisme pengganggu misalnya ikan, bintang laut,
bulu babi dan penyu serta tanaman penempel.
10
h. Pencemaran
Lokasi yang telah tercemar, baik yang berasal dari limbah
rumah tangga, aktivitas pertanian, maupun limbah industri harus
dihindari untuk budidaya rumput laut. Sebaiknya hindari pula lokasi
budidaya yang berdekatan dengan muara sungai, karena pada saat
musim penghujan, air yang berasal dari sungai merupakan sumber
sampah, kotoran dan lumpur. Kondisi ini akan menutupi permukaan
thallus rumput laut dan akan mempengaruhi pertumbuhannya.
4. Faktor Higienis
5. Faktor Sosial-Ekonomi
a. Keterjangkauan Lokasi
Lokasi budidaya yang dipilih yang mudah dijangkau.
Umumnya lokasi budidaya relatif berdekatan dengan pemukiman
penduduk agar lebih mudah melakukan pemeliharaan.
b. Tenaga Kerja
Tenaga kerja sebaiknya dipilih yang bertempat tinggal di
sekitar lokasi budidaya. Menggunakan tenaga lokal dilakukan
sebagai upaya untuk menghemat biaya produksi dan sekaligus
membuka peluang atau kesempatan kerja.
c.Sarana dan Prasarana
Lokasi budidaya sebaiknya berdekatan dengan sarana dan
prasarana perhubungan yang memadai untuk memudahkan dalam
pengangkutan bahan, bibit, hasil panen dan pemasarannya.
d. Kondisi Sosial Masyarakat
Kondisi sosial masyarakat yang kondusif memungkinkan
perkembangnya usaha budidaya rumput laut.
11
C. TEKNIK BUDIDAYA
a.Keadaan Tambak
Keadaan dasar tambak yang paling ideal adalah pasir yang
mengandung lumpur atau tanah yang mengandung pasir dengan
sedikit lumpur. Perlu diusahakan supaya dasar tambak tidak
terlalu banyak mengandung lumpur (ketebalan lumpur
maksimal 15 sampai 20 cm) dan bila dipandang perlu, dapat
dilakukan pengurasan lumpur.
Tambak harus bersih dari tanaman lain yang dapat
membusuk, terutama yang dapat meningkatkan derajat
keasaman dasar tambak. Derajat keasaman (pH) dasar tambak
berkisar antara 6 sampai 9 dan yang paling ideal adalah sekitar
6,8-8,2. Untuk mengurangi keasaman dapat dilakukan
penebaran kapur terlebih dahulu.
Tambak harus memiliki saluran air yang baik dan bersih
(tidak terlalu banyak mengandung lumpur), serta setiap petak
tambak diusahakan memiliki 2 buah pintu air, yang akan
berfungsi sebagai pintu untuk masuk dan keluarnya air.
Pasang-surut air laut harus mempengaruhi kondisi air di
dalam tambak untuk melakukan pergantian air.
Gelombang atau arus air di dalam tambak (sebagai akibat
angin atau pengaruh pasang surut) diupayakan tidak terlalu
besar, sehingga tidak mengakibatkan berkumpulnya tanaman
pada suatu tempat. Akan tetapi gelombang dan arus air di dalam
tambak harus cukup untuk memberikan gerakan bagi tanaman.
12
Pematang tambak supaya diusahakan cukup rapi dan dapat
digunakan sebagai sarana jalan dalam pengelolaan tambak dan
dapat difungsikan pula sebagai tempat penjemuran hasil panen
dengan menggunakan alas.
b. Kualitas Air
° °
Salinitas air berkisar antara 12 °° - 30 °° dan yang ideal
° °
sekitar 15 °° - 25 °° .
Suhu air berkisar antara 180o-300oC dan yang ideal sekitar
200o-250oC.
pH air dalam tambak berkisar antara 6-9 dan yang ideal
sekitar 6,8-8,2.
Air tidak mengandung lumpur sehingga kekeruhan
(turbidity) air masih memungkinkan bagi tanaman untuk
menerima sinar matahari.
c.Cara Tanam
Tambak yang keadaan dan kualitas airnya sudah
memenuhi syarat dibersihkan dari kotoran.
Tambak dikuras dengan mengeluarkan dan memasukan air
laut pada saat pasang- surut sehingga air yang ada dalam tambak
merupakan air segar (baru).
Bibit ditanam dengan cara menebarkannya secara merata
di dalam tambak pada saat keadaan cuaca cukup teduh, yaitu
pada pagi hari atau sore hari.
Kepadatan bibit untuk 1 hektar pada penanaman pertama
ditebar sekitar 1 ton bibit/ha.
Catatan :
Apabila pada panen pertama laju pertumbuhan perhari (DGR)
tidak kurang dari 3%, atau hasil panen basah sekitar 4 kali berat bibit yang
ditanam, maka pada penanaman kedua dapat ditebar dengan kepadatan menjadi 2
ton/hektar.
Apabila DGR dapat mencapai di atas 4%, atau hasil panen basah
sekitar 6 kali berat bibit yang ditanam, maka pada penanaman berikutnya dapat
ditebar bibit sehingga kepadatan mencapai sekitar 3-4 ton bibit/hektar.
Kedalaman air dalam tambak harus diatur, sehingga dapat
menunjang pertumbuhan tanaman dan juga meningkatkan isi kandungan dari
tanaman. Pada 4 minggu pertama, air dalam tambak supaya dipertahankan pada
kedalaman sekitar 30-50 cm, dengan tujuan agar pertumbuhan cabang lebih cepat.
Pada minggu kelima sampai minggu keenam atau ketujuh air dipertahankan pada
kedalaman sekitar 50-80 cm dengan tujuan memperlambat pertumbuhan cabang
sehingga tanaman dapat meningkatkan isi kandungan.
13
Pada musim kemarau suhu air di dasar tambak diusahakan supaya
tidak terlalu tinggi dan apabila suhu air tinggi maka kedalaman air perlu ditambah,
sehingga suhu di dasar tambak dapat dipertahankan pada kondisi normal.
Metode ini sering disebut metode rakit kotak, dibentuk dari empat
buah bambu yang dirakit sehingga berbentuk persegi panjang dengan
ukuran 2,5-4 x 5-8 m. Pada rakit tersebut dipasang tali pengikat rumput laut
secara membujur dengan jarak 30 cm kemudian rumput laut (bibit) diikat
pada tali tersebut. Berat bibit yang digunakan berkisar antara 50-100 gram.
Setelah rumput diikat maka rakit tersebut ditarik dan ditempatkan pada
lokasi yang telah ditetapkan dengan menggunakan dua buah jangkar pada
kedua ujung rakit tersebut dengan kedalaman perairan berkisar antara 0,5–
10 meter.
Konstruksi metode ini semuanya terbuat dari tali PE. Adapun teknik
pembuatan konstruksinya sebagai berikut :
a.Menyiapkan tali PE Ø 10 mm sebagai tali jangkar. Kedua ujung
tali tersebut dihubungkan kemudian dirancang hingga berbentuk
persegi panjang berukuran 100 x 30 m. Pada keempat sudut
dilengkapi dengan empat buah pelampung yang berfungsi
mempertahakan konstruksi agar tetap berada pada permukaan air.
14
b. Agar konstruksi tersebut tetap pada posisi yang diharapkan
maka pada keempat sudut yang sama diikatkan tali PE Ø 8 mm
sebagai tali jangkar yang dilengkapi dengan enam buah jangkar.
c.Setelah selesai menyiapkan konstruksi maka tahap berikutnya
adalah menyiapkan tali jalur yang terbuat dari tali PE Ø 4 mm. Tali
tersebut dipotong 30 m sesuai dengan panjang konstruksi.
d. Pada satu tali jalur dipasang 120 tali PE Ø 2 mm coban
(tali titik) berjarak 25 cm yang berfungsi sebagai tempat mengikat
bibit yang akan digunakan. Bibit yang digunakan adalah tanaman
muda dari hasil budidaya.
e.Sebelum diikat bibit tersebut dipotong agar ukurannya sesuai
dengan bobot yang dikehendaki. Untuk mengetahui perkembangan
tanaman, ditentukan beberapa sampel dengan berat rata-rata 100
gram kemudian setiap minggu dilakukan penimbangan sampel
tersebut.
15
BAB IV
PANEN DAN PASCA PANEN
A. Pembibitan
Tanaman yang dipilih untuk bibit adalah Gracilaria yang pada usia
panennya memiliki "kandungan agar-agar" yang cukup tinggi dan memiliki
"kekuatan gel" yang tinggi pula. Pemeriksaan di laboratorium oleh pakar sebelum
tanaman dijadikan bibit dapat membantu memilih bibit yang baik dan dapat
mencegah menyebarnya bibit yang berkualitas rendah.
Bagian tanaman yang dipilih untuk bibit adalah thallus yang relatif masih
muda dan sehat, yang diperoleh dengan cara memetik dari rumpun tanaman yang
sehat pula dengan panjang sekitar 5-10 cm. Dalam memilih bibit perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Thallus yang dipilih masih cukup elastis.
2. Thallus memiliki banyak cabang dan pangkalnya lebih besar dari
cabangnya, ujung thallus berbentuk lurus dan segar.
3. Bila thallus digigit/dipotong akan terasa getas (britel).
4. Bebas dari tanaman lain (epipit) dan kotoran lainnya.
5. Tidak terdapat bercak dan terkelupas.
6. Warna spesifik (cerah), umur 25–35 hari, berat bibit 50–100
gram.
B. Penanaman
C. Pemupukan
Seperti pada tanaman lain, rumput laut Gracilaria juga memerlukan nutrisi
pada pertumbuhannya seperti nitrogen, phosphat dan kalium serta oksigen.
Penggunaan pupuk dalam budidaya ini akan tergantung kepada kualitas nutrisi di
dalam air tambak. Untuk itu dianjurkan dilakukan analisis kualitas air tambak
16
untuk mengetahui kandungan nitrogen, phosphat dan kalium. Hasil analisa
tersebut dapat digunakan untuk menetapkan jumlah pupuk yang perlu digunakan.
Pada prinsipnya, pada empat minggu pertama, tanaman memerlukan lebih
banyak nutrisi nitrogen, sedangkan dua atau tiga minggu sebelum panen tanaman
memerlukan lebih banyak nutrisi phosphat. Kendala yang dihadapi dalam
pemupukan adalah seringnya perggantian air di dalam tambak, karena itu pupuk
dalam bentuk pelet relatif lebih efektif karena dapat melepas nutrisi secara
bertahap.
Apabila di dalam tambak mudah tumbuh alga hijau, maka hal ini
menunjukkan bahwa kandungan nitrogennya sudah cukup. Dari hasil pengamatan
maka dianjurkan bahwa pada 4 minggu pertama diperlukan sekitar 10 kg/ha pupuk
yang banyak mengandung nitrogen, dan ditebar secara bertahap. Sedangkan untuk
2-3 minggu berikutnya diperlukan sekitar 5 kg/ha pupuk yang lebih banyak
mengandung phosphat yang ditebar secara bertahap. Penebaran lebih tepat
dilakukan pada saat setelah dilakukan penggantian air tambak.
D. Panen
17
melepaskan tali jalur yang berisikan rumput laut siap panen. Rumput laut
tersebut diangkut ke tepi pantai kemudian dirontokan dengan jalan
memasang dua patok kayu dalam satu lubang kemudian kedua ujung patok
atas direntangkan. Setelah itu dua sampai tiga ujung dari tali jalur yang
berisikan rumput laut hasil panen tersebut dimasukkan ke antara kedua
patok tersebut dan ditarik sehingga rumput laut rontok dan siap untuk
dijemur. Hal ini akan menimbulkan luka yang cukup banyak pada rumput
laut tersebut. Kondisi ini akan memberikan dampak yang kurang baik
dimana pada luka tersebut akan mengakibatkan keluarnya air termasuk
kandungan agar dan karagenan yang ada dalam rumput laut tersebut. Oleh
sebab itu pemanenan yang baik adalah meminimalkan luka pada rumput
laut dari setiap hasil panen tersebut.
4. Beberapa cara panen dan pasca panen hasil budidaya rumput laut yang
seharusnya dilakukan dengan metode dasar (tebar).
a. Panen dapat dilakukan setelah tanaman berusia sekitar 45-60 hari
(akan sangat tergantung pada kesuburan lokasi penanaman) atau
dengan memilih tanaman yang dianggap sudah cukup matang untuk
dikeringkan. Sedangkan tanaman yang masih belum matang atau
bagian tanaman yang masih muda dipetik untuk kemudian ditanam
kembali sebagai bibit baru. Sebelum dikeringkan hasil panen dicuci
terlebih dahulu dengan menggunakan air tambak untuk
menghilangkan lumpur dan kotoran lainnya. Apabila tidak ada
permintaan lain dari pembeli maka keringkan langsung dengan sinar
matahari dengan dialasi gedek, kerai bambu, daun kelapa atau
dengan menggunakan bahan lainnya.
b. Untuk pengeringan selama musim penghujan, dapat dilakukan
dengan mengangin-anginkan rumput laut di atas rak (dengan
ketebalan setitar 5-8 cm) atau dengan cara diikat dalam bentuk
rumpun dan digantung di dalam gudang. Dapat pula dilakukan
dengan menggunakan alat pengering khusus, seperti menggunakan
penghembus udara panas.
c. Pengeringan diusahakan sampai pada kekeringan yang cukup
dengan kandungan air sekitar 12%, sehingga pada saat
penyimpanan, kandungan air pada rumput kembali menjadi sekitar
maksimal 18%. Apabila diremas dan terasa sakit pada telapak
tangan, artinya kekeringan rumput laut sudah cukup baik. Rasio
basah : kering pada umumnya sekitar 9:1 atau 8:1.
d. Rumput laut kemudian diayak untuk merontokkan butir-butir halus
garam dan debu yang masih melekat serta sekaligus melakukan
sortir ulang. Hasilnya kemudian dimasukan ke dalam karung dan
penyimpanan dilakukan di gudang yang terhindar dari embun, air
hujan atau air tawar lainnya. Gudang harus ditata sedemikian rupa,
sehingga memiliki sirkulasi udara yang cukup baik.
18
BAB V
MANAJEMEN BUDIDAYA RUMPUT LAUT
A. Sampling
Keterangan :
α = laju pertumbuhan harian (% gr bt/hari)
Wn = Bobot rata-rata akhir (gr)
W0 = Bobot rata-rata awal (gr)
n = Waktu pengujian
19
Memelihara rumput laut berarti mengawasi terus menerus, konstruksi
budidaya dan tanamannya. Pemeliharaan dilakukan pada saat ombak besar maupun
saat laut tenang.
Hal-hal yang harus dilakukan dalam pemeliharaan adalah :
1. Bersihkan tanaman dari tumbuhan dan lumpur yang mengganggu,
sehingga tidak menghalangi tanaman dari sinar matahari dan mendapatkan
makanan.
2. Jika ada sampah yang menempel, angkat tali perlahan, agar
sampah-sampah yang menyangkut bisa larut kembali.
3. Jika ada tali bentangan yang lepas ikatannya, sudah lapuk atau
putus, segera diperbaiki dengan cara mengencangkan ikatan atau
mengganti dengan tali baru.
Bila menggunakan metode dasar, maka perlu dilakukan perawatan/
pemeliharaan pada tambak dan tananan dengan melakukan hal-hal sebagai
berikut : membuang tanaman lain (rumput dan alga lainnya) serta kotoran dari
dalam tambak supaya tidak nengganggu pertumbuhan rumput laut Gracilaria sp.
serta perawatan pintu-pintu air, saluran air dan perawatan pematang tambak.
Hama rumput laut yang biasa dijumpai adalah larva bulu babi (Tripneustes)
dan larva teripang (Holothuria sp.). Hama lainnya antara lain ikan beronang
(Siganus sp.), bintang laut (Protoneustes nodulus), bulu babi (Diadema dan
Tripneustes sp.) dan penyu hijau (Chelonia midas). Serangan ikan beronang
umumnya bersifat musiman sehingga setiap daerah memiliki waktu serangan yang
berbeda. Upaya yang dilakukan untuk menanggulangi hama tersebut adalah
dengan cara memperbaiki/memodifikasi teknik budidaya, sehingga tanaman
budidaya berada pada posisi permukaan air. Selain itu, juga dapat diterapkan pola
tanam yang serentak pada lokasi yang luas serta melindungi areal budi daya
dengan memasang pagar dari jaring.
Sedangkan penyakit yang dapat menyerang rumput laut adalah penyakit
bakterial, jamur dan ice-ice. Penyakit bakterial yang disebabkan oleh Macrocystis
pyrifera dan Micrococcus umumnya menyerang budi daya Laminaria sp.,
sedangkan penyakit jamur yang disebabkan oleh Hydra thalassiiae menyerang
bagian gelembung udara rumput laut Sargassum sp. Penyakit ice-ice (sebagian
orang menyebutnya sebagai white spot) merupakan kendala utama budi daya
rumput laut Kappaphycus/Eucheuma.
Gejala yang diperlihatkan pada rumput laut yang terserang penyakit
tersebut adalah antara lain: pertumbuhan yang lambat, terjadinya perubahan warna
thallus menjadi pucat atau warna tidak cerah, dan sebagian atau seluruh thallus
pada beberapa cabang menjadi putih dan membusuk. Penyakit tersebut terutama
disebabkan oleh perubahan lingkungan seperti arus, suhu dan kecerahan.
Kecerahan air yang sangat tinggi dan rendahnya kelarutan unsur hara nitrat dalam
perairan juga merupakan penyebab munculnya penyakit tersebut.
20
BAB VI
PENUTUP
Dari uraian materi tersebut di atas, maka diambil beberapa kesimpulan dan
saran sebagai berikut :
A. Simpulan
B. Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
Saputra, Dion Ragil. 1999. Jenis Rumput laut Potensial. Jakarta : Pustaka Obor.
Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Garrow, J.S. and James, W.P.T. 1993. Carbohydrate. Human Nutrition and Dietetics.
London : Livingstone.
Sediaoetama, A.D. 1999. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid II. Jakarta :
Dian Rakyat.
Winarno, F.G., Fardiaz, S. dan Fardiaz, D. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput
Laut. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
Anggadireja, Jana T., A. Zatnika, Surip P. 2008. Rumput Laut-Seri Agribisnis.
Jakarta : Penebar Swadaya.
22
--LAMPIRAN--
23
FOTOGRAFI
Hasil panen rumput laut Gracilaria sp. Rumput laut jenis Eucheuma Cottoni.
di desa Pesantren.
Hasil panen rumput laut Eucheuma Proses penjemuran rumput laut setelah
Cottoni di desa Pesantren. dibersihkan dari kotoran.
24
Rumput laut Gracilaria sp. yang telah Pengawas dari Dinas Kelautan dan
dikeringkan. Perikanan Pusat
25
26
27