Você está na página 1de 22

Perencanaan Geometri Jalan Raya

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Maksud dan Tujuan

Sejarah transportasi telah berkembang sejak dahulu kala ketika manusia hidup
pada masa primitif, manusia selalu mengadakan perjalanan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Sesuai dengan perkembangan sejarah, jalan sebagai salah satu
sarana transportasi telah mulai ada sejak manusia menghuni bumi yang terus
berkembang sesuai dengan pola pemikiran manusia untuk terus menyempurnakan
hasil temuan terdahulu. Pada perkembangan terakhir manusia telah mengenal sistem
perkerasan jalan yang baik dan mudah dikerjakan serta pola perencanaan jalan raya
yang semakin sempurna. Menurut Djamal Abdat (1981), jalan raya adalah suatu
lintasan yang bertujuan sebagai penghubung lalu lintas dari suatu tempat ke tempat
lainnya. Lintasan artinya menyangkut jalur tanah yang diperkuat atau diperkeras dan
jalur tanah tanpa perkerasan. Lalu lintas artinya menyangkut semua benda dan
makhluk yang melewati jalan tersebut. Jalan raya yang dimaksud adalah jalan raya
biasa, dibangun dengan syarat-syarat tertentu hingga dapat dilalui oleh kendaraan
(lalu lintas). Syarat-syarat yang diperlukan jalan raya terutama adalah untuk
memperoleh :
a. permukaan yang rata dengan maksud agar lalu lintas dapat berjalan dengan lancar;

b. mampu memikul berat kendaraan beserta beban yang ada di atasnya;

c. dapat dilalui dengan kecepatan tinggi, hingga permukaan jalan tidak tergusur,
berserakan dan sebagainya.

Kelompok 3 Page 1
Perencanaan Geometri Jalan Raya

Pada dasarnya, perencanaan konstruksi jalan raya terdiri dari beberapa bagian
besar. Bagian-bagian itu adalah perencanaan geometrik jalan, perencanaan perkerasan
material jalan dan perencanaan dalam pembangunan serta administrasinya. Pada
dasarnya, perencanaan konstruksi jalan raya terdiri dari beberapa bagian besar, yaitu :
- perencanaan geometrik jalan

- perencanaan perkerasan material jalan

- perencanaan dalam pembangunan serta administrasinya.

 Perencanaan Geometrik Jalan


Terdiri dari ukuran-ukuran jalan serta bentuk-bentuk lintasan yang diperlukan.
Ukuran-ukuran tersebut mencakup lebar bagian-bagian jalan dan fasilitasnya yang
dikaitkan dengan kendaraan dan kelincahan geraknya, tinggi mata pengemudi,
rintangan dan sebagainya. Bentuk permukaan dan lintasan dikaitkan dengan
keamanan jalan dan lalu lintas.

 Perencanaan Perkerasan Material Jalan


Perkerasan adalah lapisan jalan yang diperlukan untuk memenuhi syarat-syarat utama
jalan yaitu permukaan jalan harus mampu memikul berat kendaraan dan dapat
melalui dengan kecepatan tinggi. Perkerasan ini dibuat dari material- material alam.

 Perencanaan Pembangunan dan Administrasi Jalan Raya


Pelaksanaan pembangunan jalan raya sangat memerlukan keterampilan tersendiri
sesuai dengan jenis jalan dan kemudahan yang ada, baik dari segi material, tenaga
ahli, peralatan dan waktu. Sehingga semua proses tersebut diperlukan suatu
administrasi tersendiri. Sebagai sarana transportasi, jalan raya juga merupakan sarana
pembangunan pengembangan wilayah yang penting, oleh karena itu lalu lintas di atas
jalan raya harus bergerak dengan lancar dan aman sehingga proses pergerakan

Kelompok 3 Page 2
Perencanaan Geometri Jalan Raya

ataupun proses pengangkutan dapat berjalan dengan cepat, aman, nyaman, tepat, dan
efisien.

1.2 Ruang Lingkup Tugas yang Dilakukan


Dalam tugas perencanan ini, perhitungan yang dilakukan terdiri dari beberapa
tinjauan yang meliputi penentuan lintasan (trase), alinyemen horizontal, alinyemen
vertikal, penampang memanjang jalan, serta penentuan volume galian dan timbunan
atau kubikasi.

1.2.1 Penentuan Trase Rencana


Penentuan lintasan dilakukan berdasarkan peta topografi yang telah disediakan, titik
asal (origin) dan titik tujuan (destination) telah ditentukan. Langkah awal penentuan
trase adalah memperhatikan situasi medan. Contour tersebut terus ditelusuri untuk
mencari lintasan yang sesuai dengan PPGJR (Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan
Raya) No. 13 tahun 1970 serta ketentuan-ketentuan lain yang diberikan dalam tugas
rancangan ini.

Dalam perencanaan ini dibuat tiga alternatif lintasan, kemudian dipilih satu lintasan
yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada.

1.2.2 Perencanaan Alinyemen Horizontal


Perencanaan alinyemen horizontal merupakan perencanaan tikungan lengkap dengan
komponen-komponennya. Tikungan yang direncanakan dalam tugas perencanaan ini
berjumlah dua tikungan yang meliputi Spiral-Circle-Spiral (S-C-S), dan Full Circle
(FC).

Kelompok 3 Page 3
Perencanaan Geometri Jalan Raya

1.2.3 Perencanaan Alinyemen Vertikal


Alinyemen vertikal merupakan proyeksi sumbu jalan pada bidang vertikal. Dengan
kata lain alinyemen vertikal merupakan potongan memanjang jalan yang akan
memperlihatkan lengkungan vertikal dan besarnya tanjakan. Perencanaan alinyemen
vertikal ini didasarkan pada beberapa syarat, yaitu syarat keamanan, kenyamanan dan
drainase untuk masing-masing beda kelandaian yang ada.

1.2.4 Penentuan Volume Galian dan Timbunan (Cut and Fill)


Berdasarkan proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal (alinyemen horizontal) dan
proyeksi sumbu jalan pada bidang vertikal (alinyemen vertikal/potongan memanjang
as jalan) yang telah direncanakan, dapat digambarkan penampang melintang jalan
pada setiap stasioner yang diinginkan. Dalam tugas perencanaan ini, penampang
melintang jalan digambarkan untuk setiap titik kritis (K). Volume galian dan
timbunan ditentukan berdasarkan penampang melintang jalan yang telah
digambarkan tersebut.

1.3 Gambaran Umum Perencanaan Jalan


Permukaan bumi yang relatif tidak datar merupakan kendala utama dalam
perencanaan jalan, karena dalam perencanaan suatu jalan raya, pekerjaan yang
diinginkan adalah pekerjaan yang relatif mudah dengan menghindari pekerjaan galian
(cut) dan timbunan (fill) yang besar. Di lain pihak kendaraan yang beroperasi di jalan
raya menginginkan jalan yang relatif lurus, tidak ada tanjakan atau turunan. Untuk itu
dibutuhkan analisa dalam perencanaan jalan agar keamanan dan kenyamanan
kendaraan yang beroperasi di jalan raya dapat diciptakan.

Kelompok 3 Page 4
Perencanaan Geometri Jalan Raya

Faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan geometrik jalan raya adalah:


 Kelas Jalan

 Kecepatan rencana

 Standar perencanaan

 Penampang melintang jalan

 Volume lalu lintas

 Keadaan topografi

 Alinyemen horizontal

 Alinyemen vertikal

 Bentuk tikungan

 Jarak pandangan

1.3.1 Kelas Jalan


Jalan dibagi ke dalam kelas-kelas yang penempatannya didasarkan pada
fungsinya juga dipertimbangkan pada besarnya volume serta sifat lalu lintas yang
diharapkan akan menggunakan jalan yang bersangkutan.

1.3.2 Kecepatan Rencana


Kecepatan rencana yang dimaksud adalah kecepatan maksimum yang
diizinkan pada jalan yang akan direncanakan sehingga tidak menimbulkan bahaya
bagi pemakai jalan tersebut. Dalam hal ini harus disesuaikan dengan tipe jalan yang
direncanakan. Dalam tugas ini, digunakan kecepatan rencana 70 km/jam.

Kelompok 3 Page 5
Perencanaan Geometri Jalan Raya

1.3.3 Standar Perencanaan


Jalan yang direncanakan termasuk jalan raya untuk jalan penghubung (kelas
III) dengan data sebagai berikut :
a. 2 lajur 2 arah;

b. kecepatan rencana 70 km/jam;

c. lebar perkerasan 7 m;

d. bahu jalan 2 x 1,5 m, kemiringan memanjang bahu 6%;

e. kemiringan memanjang jalan (longitudinal) maksimal 10 %;

f. kemiringan melintang (transversal) jalan 2 %;

g. kemiringan talud 1:2;

h. tebal galian maksimum 8 m;

i. tebal timbunan maksimum 5 m.

1.3.4 Penampang Melintang Jalan


Penampang melintang jalan adalah pemotongan suatu jalan tegak lurus sumbu
jalan yang dapat menunjukkan bentuk serta susunan bagian-bagian jalan dalam arah
melintang
Penampang melintang jalan yang digunakan harus sesuai dengan kelas jalan dan
kebutuhan lalu lintas yang dilayani. Beberapa bagian jalan yang dapat dilihat dari
potongan melintang jalan adalah :

Kelompok 3 Page 6
Perencanaan Geometri Jalan Raya

a. Lebar perkerasan
Pada umumnya lebar perkerasan ditentukan berdasarkan lebar jalur lalu lintas
normal yang besarnya adalah 3,5 meter sebagaimana tercantum dalam daftar I
PPGJR, kecuali :
- jalan penghubung dan jalan kelas II c = 3,00 meter
- jalan lalu lintas padat = 3,50 meter
- jalan utama = 3,75 meter

b. Lebar bahu
Untuk jalan kelas III, lebar bahu jalan (berm/shoulder) minimum adalah 1,50 – 2,50
m untuk semua jenis medan.

c. Drainase
Drainase merupakan bagian yang sangat penting pada suatu jalan seperti saluran
tepi, saluran melintang, dan sebagainya, harus direncanakan berdasarkan data
hidrologis setempat seperti intensitas hujan, lamanya frekuensi hujan, serta sifat
daerah aliran. Drainase harus dapat membebaskan konstruksi akibat pengaruh air.

d. Kebebasan pada jalan raya


Kebebasan yang dimaksud adalah keleluasaan pengemudi di jalan raya dengan
tidak menghadapi rintangan. Lebar kebebasan ini merupakan bagian kiri kanan
jalan yang merupakan bagian dari jalan (PPGJR No. 13/1970).

1.3.5 Volume Lalu Lintas

Volume lalu lintas dinyatakan dalam Satuan Mobil Penumpang (SMP) yang
besarnya menunjukkan jumlah lalu lintas harian rata-rata (LHR) untuk kedua jurusan.

Kelompok 3 Page 7
Perencanaan Geometri Jalan Raya

1.3.6 Keadaan Topografi


Untuk memperkecil biaya pembangunan, maka suatu standar perlu
disesuaikan dengan keadaan topografi. Dalam hal ini, jenis medan dibagi dalam tiga
golongan umum yang dibedakan menurut besarnya lereng melintang dalam arah
kurang lebih tegak lurus sumbu jalan.

Tabel 1.1 Klasifikasi Medan dan Besarnya Lereng Melintang

Adapun pengaruh keadaan medan terhadap perencanaan suatu jalan raya meliputi hal-
hal sebagai berikut :

a. Tikungan
Jari-jari tikungan pada pelebaran perkerasan diambil sedemikian rupa
sehingga terjamin keamanan dan kenyamanan jalannya kendaraan dan pandangan
bebas harus cukup luas.

b. Tanjakan
Adanya tanjakan yang cukup curam dapat mengurangi kecepatan kendaraan,
dan jika tenaga tariknya ridak cukup, maka berat muatan kendaraan harus dikurangi
yang berarti mengurangi kapasitas angkut sehingga sangat merugikan. Oleh karena
itu, dalam perencanaan diusahakan agar tanjakan dibuat dengan kelandaian sekecil
mungkin.

Kelompok 3 Page 8
Perencanaan Geometri Jalan Raya

1.3.7 Alinyemen Horizontal


Alinyemen horizontal adalah garis proyeksi sumbu jalan yang tegak lurus
pada bidang peta. Alinyemen horizontal merupakan trase jalan yang terdiri dari garis
lurus (tangen) yang berpotongan. Bagian perpotongannya dibuat garis lengkung yang
disebut tikungan
Bagian yang sangat kritis pada alinyemen horizontal adalah bagian tikungan, di mana
terdapat gaya yang dapat melemparkan kendaraan ke luar daerah tikungan yang
disebut gaya sentrifugal. Atas dasar itu maka perencanaan tikungan diusahakan agar
dapat memberikan keamanan dan kenyamanan, sehingga perlu dipertimbangkan hal-
hal berikut:
a. Jari-jari lengkung minimum untuk setiap kecepatan rencana ditentukan berdasarkan
kemiringan maksimum dengan koefisien gesekan melintang maksimum.
b. Lengkung peralihan adalah lengkung pada tikungan yang digunakan untuk
mengadakan peralihan dari bagian lurus ke bagian lengkung atau sebaliknya.
Panjang minimum lengkung peralihan umumnya ditentukan oleh jarak yang
diperlukan untuk perubahan miring tikungan yang tergantung pada besar landai
relatif antara permukaan kedua sisi perkerasan dan bekerjanya gaya sentrifugal.

c. Pelebaran perkerasan pada tikungan, yang bergantung pada:


R = jari-jari tikungan

Δ = sudut tikungan

Vr = kecepatan rencana

Rumus yang digunakan adalah rumus yang dikutip dari “Dasar-Dasar Perencanaan
Geometrik Jalan (Silvia Sukirman) halaman 142, yaitu sebagai berikut:
 Radius lengkung untuk lintasan luar roda depan (Rc)

Rc = R – ¼ bn

Kelompok 3 Page 9
Perencanaan Geometri Jalan Raya

 Lebar perkerasan yang ditempati satu kendaraan di tikungan pada lajur


sebelah dalam (B)

 Lebar hambatan akibat kesukaran mengemudi di tikungan

 Lebar total perkerasan di tikungan


Bt = n (B + C) + Z
 Tambahan lebar perkerasan pada tikungan

Δb = Bt – Bn Keterangan :

R = panjang jari-jari tikungan (m)

V = kecepatan rencana (km/jam)

P = jarak antar gandar truk (m)

A = jarak tonjolan kendaraan (m)

n = jumlah lajur
C = koefisien kebebasan samping (0,5)
b = lebar kendaraan (m)
bn= lebar perkerasan (m) Tetapi dalam tugas perencanaan ini besar pelebaran
perkerasan pada daerah tikungan tidak dihitung.
d. Pandangan bebas pada tikungan

Kelompok 3 Page 10
Perencanaan Geometri Jalan Raya

Sesuai dengan panjang jarak pandangan yang diperlukan baik jarak pandangan henti
maupun jarak pandangan menyiap, maka diperlukan kebebasan samping. Suatu
tikungan tidak harus selalu harus dilengkapi dengan kebebasan samping yang
tergantung pada :

1). jari-jari tikungan (R);

2). kecepatan rencana (Vr) yang langsung berhubungan dengan jarak pandangan (S);

3). keadaan medan lapangan. Seandainya menurut perhitungan diperlukan adanya


kebebasan samping, akan tetapi keadaan medan tidak memungkinkan, maka
diatasi dengan memasang rambu peringatan sehubungan dengan kecepatan yang
diizinkan

1.3.8 Alinyemen Ve rtikal (Profil Memanjang)


Alinyemen vertikal adalah proyeksi lintasan jalan pada bidang tegak yang
melalui sumbu jalan atau tegak lurus bidang gambar. Profil ini menggambarkan
tinggi rendahnya jalan terhadap muka tanah asli, sehingga memberikan gambaran
terhadap kemampuan kendaraan dalam keadaan naik dan bermuatan penuh (dimana
truk digunakan sebagai kendaraan standar). Alinyemen vertikal sangat erat
hubungannya dengan besar biaya pembangunan, biaya penggunaan, maka pada
alinyemen vertikal yang merupakan bagian kritis justru pada bagian yang lurus.
Landai maksimum yang dipakai pada perencanaan ini adalah sebesar 10 %.

Tinjauan dalam merencanakan alinyemen vertikal :


a. Landai Maksimum

Kelandaian maksimum hanya digunakan bila pertimbangan biaya sangat memaksa


dan hanya untuk jarak yang pendek. Panjang kritis landai adalah panjang yang masih
dapat diterima tanpa mengakibatkan ganggunan jalannya arus lalu lintas (panjang ini

Kelompok 3 Page 11
Perencanaan Geometri Jalan Raya

mengakibatkan pengurangan kecepatan maksimum 25 km/jam). Bila pertimbangan


biaya memaksa, maka panjang kritis dapat dilampaui dengan syarat ada jalur khusus
untuk kendaraan berat.

b. Landai Minimum
Pada setiap pengantian landai dibuat lengkung vertikal yang memenuhi keamanan,
kenyamanan, dan drainase yang baik.

1.3.9 Bentuk Tikungan


Bentuk tikungan pada suatu jalan raya ditentukan oleh tiga faktor:
1. sudut tangen (Δ) lintasan jalan yang besarnya dapat diukur langsung pada peta atau
ditentukan secara empiris;

2. kecepatan rencana, tergantung dari kelas jalan yang akan direncanakan;

3. jari-jari kelengkungan.

Bentuk tikungan jalan raya yang digunakan dalam perhitungan ini terdiri dari dua
macam, yakni :
1. Full Circle (FC)

Bentuk ini digunakan pada tikungan yang mempunyai jari-jari besar dan sudut
tangent yang relatif kecil. Batas yang diambil untuk bentuk circle adalah sebagai
berikut :

Tabel 1.2 Hubungan Antara Kecepatan Rencana dan Jari-Jari Minimum

Kelompok 3 Page 12
Perencanaan Geometri Jalan Raya

Rumusan yang digunakan untuk bentuk circle dalam menentukan harga–harga Tc, L
dan Ec adalah :

Kelompok 3 Page 13
Perencanaan Geometri Jalan Raya

Gambar bentuk tikungan Full Circle (FC):

Keterangan :

R = jari-jari lengkung minimum (m)

Δ = sudut tangen yang diukur dari gambar trase (0)

Ec = jarak PI ke lengkung peralihan (m)

Lc = panjang bagian tikungan (m)

Tc = jarak antara TC dan PI (m)

b. Bentuk Tikungan Spiral – Circle – Spiral (SCS) Bagian circle yang panjangnya
diperhitungkan dengan mempertimbangkan bahwa perubahan gaya sentrifugal dari
nol (pada bagian lurus) sampai mencapai harga berikut :

Kelompok 3 Page 14
Perencanaan Geometri Jalan Raya

Keterangan : Ls = panjang lengkung spiral (m) V = kecepatan rencana (km/jam)

R = jari-jari circle (m) C = perubahan kecepatan (= 0,4 m/det3) e = superelevasi

Catatan: Bila Lc < 20, maka bentuk tikungannya spiral-spiral dimana: R = jari-jari
lengkung yang direncanakan (m)

Δ = sudut tangen θs = sudut putar Es = jarak PI ke lengkung peralihan (m) Ls =


panjang lengkung spiral (m) Lc = panjang lengkung circle (m)

Gambar bentuk tikungan Spiral – Circle – Spiral

Kelompok 3 Page 15
Perencanaan Geometri Jalan Raya

1.3.10 Jarak Pandangan


Jarak pandang pengemudi ke depan merupakan salah satu faktor yang
diperhitungkan dalam suatu operasi di jalan agar tercapai keadaan yang aman dan
efisien. Untuk itu harus diadakan jarak pandang yang cukup panjang sehingga
pengemudi dapat memilih kecepatan kendaraan yang sesuai dan tidak ada
penghambat (sesuatu tak terduga) di atas jalan. Demikian pula untuk jalan dua jalur
yang memungkinkan pengendara berjalan di atas jalur berlawanan untuk menyiap
kendaraan dengan aman. Jarak pandangan ini untuk keperluan perencanaan
dibedakan atas:

a. Jarak Pandangan Henti Jarak ini minimum harus dipenuhi oleh setiap pengemudi
untuk menghentikan kendaraan yang sedang berjalan setelah melihat adanya
rintangan di depannya.
Jarak ini merupakan jumlah dua jarak dari :

1) Jarak pandangan henti minimum (d1), yaitu jarak yang ditempuh pengemudi untuk
menghentikan kendaraan yang bergerak setelah melihat adanya rintangan pada lajur
jalannya atau jarak yang ditempuh dari saat melihat benda sampai mengijak rem.
Rumus yang digunakan adalah :

d1 = 0,278 V × t

Keterangan :

d1 = jarak dari saat melihat rintangan sampai menginjak pedal rem (m)

V = kecepatan rencana (km/jam)

t = waktu reaksi (2,5 detik)

Kelompok 3 Page 16
Perencanaan Geometri Jalan Raya

2) Jarak mengerem (d2), yaitu jarak yang ditempuh oleh kendaraan dari menginjak
rem sampai kendaraan itu berhenti.
Rumus yang digunakan adalah :

Keterangan :

d2 = jarak mengerem (m)

V = kecepatan rencana (km/jam)

fm = koefisien gesekan antara ban dan muka jalan dalam arah memanjang jalan
(besar nilainya dapat dilihat pada tabel di lampiran)

Sehingga rumus umum dari jarak pandangan henti adalah :

b. Jarak Pandangan Menyiap Jarak pandangan menyiap adalah jarak yang dibutuhkan
pengemudi sehingga dapat melakukan gerakan menyiap dengan aman dan dapat

melihat kendaraan dari arah depan dengan bebas, pada umumnya untuk jalan 2 lajur 2
arah. Besarnya jarak pandang menyiap minimum dapat dilihat dalam daftar II PPGRJ
No. 13/1970. Rumus jarak pandangan menyiap standar :

d = d1 + d2 + d3 + d4

Kelompok 3 Page 17
Perencanaan Geometri Jalan Raya

dimana :

Keterangan :

d1 = jarak yang ditempuh kendaraan yang berhak menyiap selama waktu reaksi dan
waktu membawa kendaraannya yang hendak membelok ke lajur kanan (m)

t1 = waktu reaksi, yang besarnya tergantung dari kecepatan yang dapat ditentukan
dengan korelasi

t1 = 2,12 + 0,026 V (dt)

m = perbedaan kecepatan antara kendaraan yang menyiap dan yang disiap (m = 15


km/jam)

V = kecepatan rata-rata kendaraan yang menyiap dalam perhitungan dapat dianggap


sama dengan kecepatan rencana (km/jam)

a = percepatan rata-rata yang besarnya tergantung dari kecepatan rata-rata kendaraan


yang menyiap yang dapat ditentukan dengan mempergunakan korelasi

a = 2,052 + 0,0036 V

d2 = jarak yang ditempuh selama kendaraan menyiap berada pada lajur kanan (m)

t2 = waktu dimana kendaraan yang menyiap berada pada lajur kanan yang dapat
ditentukan dengan mempergunakan korelasi

Kelompok 3 Page 18
Perencanaan Geometri Jalan Raya

t2 = 6,56 + 0,048 V

Dikarenakan kondisi jarak pandangan menyiap ini seringkali terbatasi oleh


kekurangan biaya, maka dapat digunakan jarak pandangan menyiap minimum (dmin
= 2/3 d2 + d3 + d4). Jarak pandang diukur dari ketinggian mata pengemudi ke puncak
penghalang. Untuk jarak pandang henti ketinggian mata pengemudi adalah 125 cm
dan ketinggian penghalang adalah 10 cm, sedangkan untuk jarak pandang menyiap
ketinggian mata pengemudi adalah 125 cm dan ketinggian penghalang 125 cm.

Kelompok 3 Page 19
Perencanaan Geometri Jalan Raya

BAB II
PEMILIHAN TRASE JALAN

2.1 Perencanaan Trase


Perencanaan trase dilakukan berdasarkan keadaan topografi suatu daerah.
Topografi merupakan bentuk permukaan tanah asli yang digambarkan secara grafis
pada bidang kertas kerja dalam bentuk garis–garis yang sering disebut
transis/countour. Garis-garis ini digambarkan pada setiap kenaikan atau penurunan
0,5 meter. Menurut Diwiryo (1975), pemilihan lintasan trase yang menguntungkan
dari sudut biaya adalah pemilihan trase yang menyusuri atau sejajar garis transis.
Namun demikian pemilihan trase seperti tersebut diatas sulit dipertahankan apabila
medan yang dihadapi merupakan medan berat, yaitu medan yang terdiri dari
pegunungan dan lembah-lembah dengan luas pengukuran topografi yang relatif
sempit. Pada perencanaan trase dengan mempertimbangkan volume pekerjaan tanah,
dilakukan berdasarkan posisi garis–garis transis relatif mengikuti arah memanjang
pengukuran peta topografi, maka perencanaan trase relatif menyusuri garis transis
tersebut. Sebaliknya apabila posisi garis–garis transis relatif melintang dari arah
memanjang pengukuran peta topografi dalam jumlah yang banyak serta jarak yang
rapat, maka pemilihan trase dilakukan dengan cara memotong garis-garis tersebut.
Untuk menentukan posisi titik awal, titik akhir, dan panjang trase dilakukan dengan
sistem koordinat stasiun, yaitu berdasarkan letak titik yang ditinjau terhadap
koordinat peta topografi yang berskala 1 : 20000. Dalam perencanaan ini, pencarian
trase dilakukan dengan cara coba–coba / trial and error dengan memperhatikan
batasan–batasan yang telah ditetapkan dalam tugas ini yaitu memiliki kelandaian
maksimum 0,5%. Peta topografi yang ditentukan pada tugas rancangan ini
merupakan:
 Keadaan pegunungan dan lembah;

 Beda tinggi antara dua garis transis adalah setengah meter.

Kelompok 3 Page 20
Perencanaan Geometri Jalan Raya

 Trase yang direncanakan dimulai dari titik A menuju titik B.


Langkah awal dari pencarian trase dimulai dengan cara menarik garis rencana yang
agak sejajar dengan garis kontur supaya diperoleh kelandaian yang kecil, maksimal
mencapai kelandaian yang disyaratkan pada tugas perencanaan ini yaitu 10%.
Selanjutnya juga diperhatikan jumlah tikungan serta jarak lintasan yang diperoleh.
Setelah diperoleh lintasan dengan berbagai kriteria di atas, perlu diperhatikan lagi
volume cut dan fill yang terjadi. Pemilihan yang terakhir didasarkan pada kelandaian,
tanjakan, jumlah tikungan, jarak tempuh, dan volume cut dan fill. Diusahakan agar
pemilihan dapat seekonomis mungkin.

2.2 Pemilihan Trase


Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa trase yang dipilih hendaknya
memenuhi syarat-syarat di atas. Berdasarkan pemilihan trase ini dapat disimpulkan
bahwa untuk memilih trase yang lebih ekonomis tidak dapat hanya berpedoman pada
panjangnya trase. Trase terpendek belum tentu merupakan yang paling ekonomis.
Faktor lain yang ikut berpengaruh adalah besarnya pekerjaan tanah (cut and fill)
seperti yang telah diuraikan dalam sub pasal sebelumnya. Berdasarkan pertimbangan
tersebut, dipilih trase rencana dengan medan yang relatif tidak memerlukan pekerjaan
tanah yang besar dan jarak yang tidak terlalu panjang.

2.3 Perhitungan Trase


Awal dan akhir dari suatu potongan jalan merupakan titik-titik yang
ditentukan secara grafis pada peta situasi dengan skala 1 : 10000. Jarak antara titik-
titik tersebut digunakan untuk menentukan besarnya jarak dan tanjakan, dihitung
berdasarkan dalil Pythagoras, yaitu :

Kelompok 3 Page 21
Perencanaan Geometri Jalan Raya

Jika beda tinggi antara titik 1 dengan titik 2 dinyatakan dengan h12 dan jarak antara
titik 1 dengan titik 2 dinyatakan dengan d12, maka besarnya kelandaian trase dapat
dihitung dengan menggunakan rumus :

Kelompok 3 Page 22

Você também pode gostar

  • SP Bulog
    SP Bulog
    Documento2 páginas
    SP Bulog
    Isom Bahri Bahri
    Ainda não há avaliações
  • 1807 Perencanaan Jalan
    1807 Perencanaan Jalan
    Documento79 páginas
    1807 Perencanaan Jalan
    Isom Bahri Bahri
    Ainda não há avaliações
  • List
    List
    Documento3 páginas
    List
    Isom Bahri Bahri
    Ainda não há avaliações
  • Chapter II
    Chapter II
    Documento62 páginas
    Chapter II
    Isom Bahri Bahri
    Ainda não há avaliações
  • 87 KP 052
    87 KP 052
    Documento4 páginas
    87 KP 052
    Isom Bahri Bahri
    Ainda não há avaliações