Você está na página 1de 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Usaha pertambangan adalah kegiatan yang mempunyai resiko yang


sangat besar. Oleh sebab itu, maka kegiatan ini harus selalu dilakukan dengan
penuh perhitungan, sehingga potensi-potensi resiko tadi tidak menjadi resiko
ril (menjadi kenyataan). Pada tambang batubara bawah tanah, potensi
kecelakaan kerja lebih besar bila dibandingkan dengan pada tambang batubara
terbuka. Besarnya potensi kecelakaan kerja itu juga sejalan dengan besarnya
kerusakan atau kerugian yang dapat ditimbulkan oleh kecelakaan kerja itu.
Salah satu potensi kecelakaan kerja pada tambang batubara bawah tanah
adalah ledakan gas dan debu batubara.
Dalam uraian berikut ini akan dijelaskan berbagai jenis gas tambang
dan debu batubara dan bagaimana semuanya itu dapat menimbulkan
kecelakaan kerja dan bagaimana teknik pencegahan dan penanganannya.
Gas-Gas Tambang
Batubara adalah sejenis bahan bakar yang berasal dari fossil tumbuh-
tumbuhan yang telah mengalami peristiwa motamorfosis semenjak jutaan
tahun yang lalu. Tumbuh-tumbuhan itu telah mengalami fase penggambutan
dan fase pembatubaraan.
Selama proses penggambutan sampai dengan pembatubaraan itu, tentu
saja secara alamiah akan terjadi serapan udara dan berbagai jenis gas lainnya,
hal ini disebabkan oleh adanya sifat porositas dan kapilaritas dari tumbuh-
tumbuhan itu.
Ketika batubara itu mengalami proses pembukaan dari keadaan
awalnya, maka gas-gas yang berada dalam batubara itu akan keluar bila ada
sesuatu yang mendorongnya, baik itu oleh rekahan, patahan, remukan, atau
tekanan dari udara luar dan sebagainya. Setelah gas-gas itu keluar dari
posisinya semula, maka dia akan teremisi ke udara di sekitarnya.
Secara umum pada udara luar, komposisi udara normal terdiri dari 21%
Oksigen, 78,09% Nitrogen, 0,03% Carbon dioksida, dan 0,93% Argon.
Komposisi udara itu untuk di dalam terowongan tambang bawah tanah akan
sangat berbeda, karena jelas dalam tambang bawah tanah itu akan terjadi emisi
dari berbagai jenis gas yang keluar dari batuan yang ada. Gas-gas yang
mungkin ada dalam batubara antara lain: O2, N2, CO2, CH4, NO, NO2, H2S,
dan SO2.

1.2 TUJUAN

Tujuan penulisan makalah ini adalah:


a. Mengetahui berbagai gas pengotor yang ada pada tambang bawah tanah
baik gas yang beracun ataupun gas berbahaya serta karekteristik gas
tersebut.
b. Mengetahui efek yang ditimbulkan apabila gas tersebut terhirup oleh
manusia.
c. Mengetahui alat-alat yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan gas-
gas pengotor pada tambang bawah tanah.

1.2 METODE PENULISAN

Metode penulisan yang digunakan penulis dalam penyusunan makalah


ini adalah metode kepustakan, yaitu suatu metode untuk mencari informasi
secara lansung dengan cara membaca buku atau literatur-literatur yang ada
sehingga dapat mendukung dalam pembuatan makalah ini .
BAB II
GAS-GAS PENGOTOR

2.1 Karbon Dioksida (CO2)

Karbon dioksida (rumus kimia: CO2) atau zat asam arang adalah sejenis
senyawa kimia yang terdiri dari dua atom oksigen yang terikat secara kovalen
dengan sebuah atom karbon. Ia berbentuk gas pada keadaan temperatur dan
tekanan standar dan hadir di atmosfer bumi. Rata-rata konsentrasi karbon
dioksida di atmosfer bumi kira-kira 387 ppm berdasarkan volume walaupun
jumlah ini bisa bervariasi tergantung pada lokasi dan waktu. Gas ini tidak
berwarna, tidak berbau, tidak mendukung nyala api. Bukan merupakan gas
beracun, dan apabila dalam konsentrasi tinggi mempunyai rasa asam. Gas ini
lebih berat daripada udara. Dalam udara normal kandungan CO2 adalah
0,03 %.
Dalam tambang bawah tanah sering terkumpul pada bekas
penambangan dan daerah tambang yang tidak terkena aliaran ventilasi. Oleh
karena itu, harus dibiasakan agar sangat hati-hati bila melakukan kegiatan
penambangan pada daerah tersebut yang tidak memungkinkan inspeksi.
Teknik pengambilan contoh jarak jauh selalu digunakan untuk menguji
lingkungan sebelum penggalian.
Sumber dari CO2 berasal dari lapisan batuan, pembakaran, peledakan
dan hasil pernafasan. Pada kandungan CO2 = 0,5% laju pernafasan manusia
mulai meningkat pada kandungan CO2 = 3% laju pernafasan menjadi dua kali
lipat dari keadaan normal, pada kandungan CO2 = 10% manusia hanya dapat
bertahan beberapa menit. Campuran CO2 dan udara dalam penambangan
disebut dengan “blackdamp”.

2.2. Methane (CH4)


Metan adalah gas yang lebih ringan dari udara, tak berwarna, tak
berbau, dan tak beracun. Metan terdapat di semua lapisan batubara, terbentuk
bersamaan dengan pembentukan batubara itu sendiri. Di tambang batubara
bawah tanah, udara yang mengandung 5-15% metan dan sekurangnya 12.1%
oksigen akan meledak jika terkena percikan api. Jumlah metan dalam suatu
lapisan amat bervariasi. Konsentrasi metan akan meningkat seiring
peningkatan kualitas batubara dan kedalaman cadangan.

Metan terkandung dalam lapisan pori batubara dan terkompresi disana.


Saat lapisan tersebut ditambang, metan yang bersemayam di pori lantas
terlepas. Sebanyak 70-80% kadar metan justru bukan berasal dari lapisan
yang sedang ditambang. Sebagian besar metan berasal dari lapisan
sekelilingnya (atas/bawah, kiri/kanan) yang belum ditambang.

Ini bisa terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara metan di pori-
pori batubara (tekanan tinggi) dengan tekanan udara terowongan (lebih
rendah). Gas bertekanan tinggi akan selalu mencari udara dengan tekanan
lebih rendah. Di awal perkembangan tambang batubara, sirkulasi udara yang
tidak cukup, kegagalan deteksi atas keberadaan metan, penggunaan api,
merokok, atau penggunaan bahan peledak (black powder) yang tidak tepat,
menjadi penyebab utama ledakan di tambang batubara bawah tanah.

Cara yang paling umum digunakan untuk mengurangi kadar metan


adalah dengan merancang suatu sistem sirkulasi udara (ventilasi) yang baik.
Udara yang cukup dan sirkulasi yang lancar diharapkan mampu mengurangi
kadar gas berbahaya ini. Hanya saja, terkadang ventilasi saja tidak
mencukupi. Ada kalanya jumlah udara yang melimpah tetap tidak mampu
mengurangi kadar metan. Jika ini yang terjadi, pengurangan kandungan
metan mesti dilakukan sebelum penambangan itu sendiri dimulai.

2.3. Karbon Monoksida (CO)


Karbon monoksida (CO) adalah gas beracun mematikan yang perlu
diwaspadai di tambang bawah tanah. Indera manusia sulit mendeteksi
keberadaan gas ini karena sifatnya yang tak berbau dan tak berasa. Karbon
monoksida terbentuk dari pembakaran yang tidak sempurna karena
kurangnya kadar oksigen.
Di tambang bawah tanah, gas ini timbul akibat emisi pembuangan alat-
alat berbahan bakar BBM atau gas sisa hasil peledakan. Karbon monoksida
dalam jumlah besar akan dihasilkan ketika terjadi kebakaran bawah tanah.
Karbon monoksida bersifat racun karena hemoglobin dalam darah lebih
mudah mengikat gas ini dibanding oksigen. Dalam satu literatur disebutkan
bahwa hemoglobin mengikat karbon monoksida 230 kali lebih mudah
daripada oksigen. Akibat darah yang justru mengangkut CO, maka suplai
oksigen ke organ vital menjadi berkurang. Salah satu organ yang peka adalah
otak. Kekurangan oksigen pada otak dapat menyebabkan kerusakan otak
hingga mengantar pada kematian.
Berikut adalah gejala akibat keracunan karbon monoksida dalam
berbagai konsentrasi:
 35 ppm (0.0035%)     Pusing jika terdedah lebih dari 6 jam
 100 ppm (0.01%)        Pusing jika terdedah lebih dari 2 jam
 200 ppm (0.02%)       Pusing dalam rentang 2-3 jam
 400 ppm (0.04%)       Pusing hebat dalam rentang 1-2 jam
 1,600 ppm (0.16%)    Pusing dalam 45 menit. Tak sadar dalam 2 jam.
 3,200 ppm (0.32%)   Pusing dalam rentang 5-10 menit. Kematian dalam
30 menit.
 6,400 ppm (0.64%)   Pusing dalam waktu 1-2 menit. Kematian kurang dari
20 menit.
 12,800 ppm (1.28%)  Tak sadar dalam 2-3 tarikan napas. Kematian dalam
3 menit.
Untuk melindungi pekerja tambang bawah tanah dari resiko keracunan
gas ini, mereka dilengkapi dengan alat yang dinamakan Self-Contained Self-
Rescuer (SCSR). Saat diaktifkan, alat ini mampu menyediakan oksigen selagi
si pekerja mencari jalan keluar. Selama di dalam tambang, SCSR tidak boleh
terpisah dari pekerja. Biasanya alat ini dicantelkan di pinggang, bersebelahan
dengan batere lampu kepala.
Selain SCSR, perusahaan juga diwajibkan menyediakan refuge
chamber (ruang pengungsian). Refuge chamber berbentuk mirip kontainer
yang dapat menampung belasan hingga beberapa puluh orang. Alat ini
mempunyai sistem pensuplai oksigen plus cadangan makanan dan P3K, bahkan
toilet. Pekerja yang terjebak dapat berlindung disana hingga tim penolong
datang.
Pengukuran kadar karbon monoksida juga diperlukan setelah
peledakan. Pengukuran dilakukan untuk memastikan pekerjaan selanjutnya
dapat dilakukan dengan aman tanpa ancaman keracunan.
2.4. Hidrogen Sulfida (H2S)
Hidrogen sulfida, H2S, adalah gas yang tidak berwarna, beracun, mudah
terbakar dan berbau seperti telur busuk. Gas ini dapat timbul dari aktivitas
biologis ketika bakteri mengurai bahan organik dalam keadaan tanpa oksigen
(aktivitas anaerobik), seperti di rawa, dan saluran pembuangan kotoran. Gas ini
juga muncul pada gas yang timbul dari aktivitas gunung berapi dan gas alam.
Hidrogen sulfida juga dikenal dengan nama sulfana, sulfur hidrida, gas
asam (sour gas), sulfurated hydrogen, asam hidrosulfurik, dan gas limbah
(sewer gas). IUPAC menerima penamaan "hidrogen sulfida" dan "sulfana";
kata terakhir digunakan lebih eksklusif ketika menamakan campuran yang
lebih kompleks.
2.5. Sulfur Dioksida (SO2)
Gas sulfur dioksida (SO2) atau disebut juga gas belerang terbentuk dari
proses peledakanatau pembakaran bahan-bahan yang mengandung sulfur
(sulfida). Gas SO2 sangat beracun, tidak berwarna, berbau belerang. Jika
terhirup dalam jumlah yang cukup banyak, dapat menimbulkan sesak nafas
dan pusing-pusing atau mual.

Você também pode gostar