Você está na página 1de 10

ASAM NUKLEAT

Nur Aeny Prihatin1, Fahry Irwan2, dan Waras Nurcholis3


Mahasiswa Praktikum1, Asisten Praktikum2, dan Dosen Praktikum3
Struktur dan Fungsi Biomolekul
Departemen Biokimia, FMIPA, IPB
2010

Abstrak
Asam nukleat yang terbagi menjadi RNA dan DNA dapat ditentukan kadar atau
konsentrasinya dari suatu organ, dalam hal ini hati. Penentuan ini dilakukan melalui
lisis sel, sentrifugasi berulang dan penambahan reagen orsinol untuk RNA dan
difenilamina untuk DNA sehingga analisis kuantitatif dapat dilakukan dengan
spektrofotometer visible.Tabel 1 menunjukkan hasil penentuan kadar RNA dalam
homogenat hati tikus. Absorban tabung 2 menghasilkan bilangan yang positif.
Artinya, nilai transmitan atau jumlah sinar yang diteruskan sampel sedikit. Hal ini
disebabkan cukup banyaknya materi sampel (RNA) yang terdapat dalam tabung 2.
Absorban tabung 3 menghasilkan bilangan yang negatif. Hal ini disebabkan oleh nilai
transmitan (jumlah sinar yang diteruskkan terlalu besar). Dengan kata lain, dalam
tabung 3 hanya terdapat sedikit sampel hingga tidak ada.Tabel 2 menunjukkan hasil
penentuan kadar DNA dalam homogenat hati tikus.Absorban tabung 2 dan tabung 3
menghasilkan bilangan yang negatif. Hal ini disebabkan oleh nilai transmitan (jumlah
sinar yang diteruskkan terlalu besar). Dengan kata lain, dalam tabung 2 dan 3 hanya
terdapat sedikit sampel hingga tidak ada. Kadar RNA yang terdapat di dalam tabung
2 dan 3 masing-masing sebesar 1647.7273 μg mL-1, dan -431.8181 μg mL-1. Kadar
DNA dalam tabung 2 dan 3 masing-masing sebesar -224.1993 μg mL-1 dan -229.5347
μg mL-1.

Pendahuluan
Asam nukleat merupakan makromolekul yang memegang peranan sangat
penting dalam kehidupan organisme karena di dalamnya tersimpan informasi genetik.
Asam nukleat sering dinamakan juga polinukleotida karena tersusun dari sejumlah
molekul nukleotida sebagai monomernya. Tiap nukleotida terdiri dari gugus fosfat,
gula pentosa, dan basa nitrogen atau basa nukleotida (basa N) yang terbagi menjadi
basa purin dan basa pirimidin. Terdapat dua macam asam nukleat, yaitu asam
deoksiribonukleat atau deoxyribonucleic acid (DNA) dan asam ribonukleat atau
ribonucleic acid (RNA). Berdasarkan strukturnya,kedua asam nukleat memiliki
perbedaan, terutama terletak pada komponen gula pentosanya. Gula pentosa
penyusun RNA adalah ribosa, sedangkan pada DNA gula pentosanya mengalami
kehilangan satu atom O pada posisi C nomor 2 sehingga dinamakan gula 2-
deoksiribosa (Berg et al 2005).
Molekul nukleotida tersusun atas nukleosida yang mengikat asam fosfat.
Nukleosida terdiri atas pentosa (deoksiribosa pada DNA atau ribosa pada RNA) yang
mengikat suatu basa turunan purin atau pirimidin. Basa purin atau pirimidin terikat
pada gula pentosa melalui ikatan glikosidik, yaitu pada atom karbon nomor 1. Sebuah
molekul air akan dihasilkan saat pembentukan ikatan glikosidik, yaitu dari atom
hidrogen pada atom N9 (dari basa purin) atau pada atom N1 (dari basa pirimidin)
dengan gugus OH pada atom C1 dari pentosa (Poedjiadi & Supriyanti 2006).
Informasi genetik dikodekan di sepanjang molekul polimer yang tersusun atas
empat tipe unit monomer. Molekul polimer yang dikenal sebagai DNA ini merupakan
dasar hereditas dan diorganisasikan dalam gen. Gen menjadi unit dasar informasi
genetik. Selain itu, gen tidak berfungsi secara otonom, replikasi dan fungsinya
dikendalikan oleh berbagai produk gen yang sering bekerja sama dengan komponen
berbagai lintasan transduksi sinyal. Pengetahuan mengenai struktur dan fungsi asam
nukleat sangat esensial dalam memahami genetika serta banyak aspek patofisiologi
penyakit, di samping dasar genetika penyakit (Murray et al. 2003).
Penelitian yang bertujuan untuk menentukan kadar DNA dan RNA dari suatu
jaringan telah cukup banyak dilakukan. Menurut Kamali & Manhouri (1969),
penggunaan pereaksi orsinol merupakan teknik yang paling sensitif dan paling
banyak digunakan untuk menentukan kadar ribosa yang terikat pada basa purin RNA.
Namun, banyak pula peneliti lain menggunakan pereaksi yang berbeda untuk
menentukan kadar DNA dan RNA dalam jaringan makhluk hidup. Berdalet & Doutch
(1991) menggunakan pewarna Hoechst 33258 yang merupakan pewarna spesifik
untuk DNA dan thiazole orange yang merupakan pewarna untuk asam nukleat. Kadar
RNA dapat diukur dengan mengurangi hasil yang didapat dari analisis menggunakan
kedua senyawa pewarna itu. Burton (1955) mengemukakan beberapa hal yang dapat
mempengaruhi penentuan kadar DNA dan RNA yang diperoleh dari sampel makhluk
hidup. Beberapa hal tersebut adalah konsentrasi difenilamin, asamperklorat, dan asam
trikloroasetat.
Gambar 1 Struktur orsinol dan difenilamina
(Sumber : http://www.google.co.id/)

Organ Hati (liver) merupakan organ tubuh manusia terbesar. Beratnya rata-
rata 1,5 kg atau sekitar 2,5% dari berat badan normal orang dewasa. Hati (liver)
terletak pada rongga perut kanan bagian atas. Hati (liver) memiliki banyak fungsi
yang kompleks dan beragam. Hati (liver) sangat berperan penting pada hampir setiap
fungsi metabolisme tubuh sehingga menjadikan hati (liver) sebagai organ yang sangat
penting dalam mempertahankan kehidupan. Metabolisme merupakan proses
pengubahan struktur suatu zat menjadi zat lain yang mempunyai sifat yang sama,
menyerupai, atau berbeda dengan zat itu sebelumnya. Perubahan struktur zat tersebut
dapat berupa pembentukan atau penguraian. Organ hati memiliki andil besar dalam
proses metabolisme berbagai zat yang diperlukan tubuh seperti karbohidrat, lemak,
protein, vitamin dan mineral.

Gambar 2 Organ hati


Sumber : (data:image/jpg)

Metode Praktikum
Praktikum ini dilakukan selama dua minggu, yakni tanggal 3 dan 10
Desember 2010. Praktikum berlangsung selama tiga jam tiap minggunya, yakni mulai
pukul 08.00 hingga 11.00 WIB. Lokasi praktikum adalah laboratorium pendidikan
Biokimia, Gedung Fapet lantai 5, IPB. Percobaan ini bertujuan mengisolasi dan
menghitung kadar RNA dan DNA dari homogenat hati tikus serta menetukan rasio
RNA terhadap DNA dari homogenat hati tersebut, serta praktikan diharapkan mampu
melakukan fraksi subseluler dengan sentrifuse.
Alat-alat yang digunakan adalah tabung sentrifus, sentrifus model Beckman
J2-21, tabung reaksi, penangas air, pipet volumetrik 5, 10, dan 25 mL dan pipet tetes.
Alat-alat lain yang digunakan adalah spektrofotometer Spectronic 20D, kuvet, gelas
piala 150 mL, mikrofus, dan botol mikrofus. Bahan-bahan yang digunakan adalah
homogenat hati tikus, larutan HCl 0.6 M, KOH 0.3 M, HClO4 0.2; 0.6; dan 1.2 M,
larutan standar RNA 500 μg/ml dan DNA 250 μg/ml, pereaksi orsinol, difenilamin,
larutan TCA 10 %, dan akuades. Bahan lainnya yang digunakan adalah es batu yang
disiapkan di dalam sebuah bak.
Sebanyak 2.5 mL homogenat hati tikus dicampur dengan 2.5 mL larutan
HClO4 0.6 M dingin, dikocok, lalu didiamkan di dalam bak es selama 10 menit.
Campuran homogenat-HClO4 0.6 M ini kemudian disentrifus pada kecepatan 5000
rpm selama 10 menit kemudian dibuang supernatannya. Pelet yang didapat kemudian
diresuspensi dengan 4 mL KOH 0.3 M dan dipindahkan ke dalam tabung reaksi.
Setelah itu disimpan dalam penangas air bersuhu 40 °C selama 40 menit, lalu
didinginkan di dalam es selama 5 menit dan ditambahkan 2.5 mL HClO4 1.2 M dan
dikocok lalu didiamkan di dalam es selama 10 menit. Setelah 10 menit, larutan di
dalam tabung reaksi dipindahkan ke dalam tabung sentrifus dan disentrifus kembali
pada kecepatan 5000 rpm selama 10 menit. Supernatan yang didapat kemudian
ditampung ke dalam tabung reaksi lainnya dan diberi label ”ekstrak RNA” sedangkan
peletnya diresuspensi dengan 10 mL HClO4 0.2 M dingin. Pelet ini dipindahkan ke
dalam tabung reaksi yang lain untuk kemudian dipakai untuk penentuan kadar
DNAnya.
Sebanyak empat buah tabung reaksi disiapkan dengan isi sebagai berikut,
tabung kedua dan ketiga diisi masing-masing dengan 0.2 dan 0.5 mL supernatan
(ekstrak RNA) sedangkan tabung keempat diisi dengan 0.5 mL larutan standar RNA.
Tabung pertama hingga tabung keempat lalu diisi dengan 3.0 mL pereaksi orsinol
kemudian dipanaskan pada suhu 100 °C selama 20 menit. Keempat tabung itu
kemudian dicampur dengan akuades masing-masing sebanyak 4.0; 3.8; 3.5; dan 3.5
mL lalu didinginkan di dalam es. Keempat tabung reaksi itu lalu dibaca absorbannya
pada panjang gelombang 660 nm dengan spektrofotometer. Tabung pertama adalah
blangko.
Pelet yang sudah diresuspensi pada langkah percobaan sebelumnya disentrifus
pada kecepatan 5000 rpm selama 10 menit. Pelet yang diperoleh kemudian
diresuspensi dengan 2.0 mL HClO4 0.2 M dingin. Pelet ini kemudian dipindahkan ke
dalam 2 botol mikrofus kecil lalu disentrifus dalam mikrofus selama 10 menit.
Supernatan yang didapat dari sentrifus ini kemudian dibuang. Botol-botol yang berisi
pelet kemudian disimpan dalam penangas air 100 °C selama 10 menit. Larutan HClO 4
0.2 M sebanyak 1.0 mL dingin kemudian dicampurkan ke dalam botol mikrofus dan
diresuspensi kembali. Campuran pelet- HClO4 0.2 M ini lalu disentrifus kembali
dengan mikrofus selama 10 menit dan supernatannya digabungkan.
Sebanyak empat buah tabung reaksi masing-masing diisi dengan 2.0 mL
pereaksi difenilamin. Tabung kedua dan ketiga diisi masing-masing dengan 0.5 dan
1.0 mL supernatan sedangkan tabung keempat diisi dengan 1.0 mL larutan standar
DNA. Setelah itu, keempat tabung diisi dengan larutan asam trikloroasetat (TCA) 10
% masing-masing sebanyak 4.0; 3.5; 3.0; dan 3.0 mL. Keempat tabung itu kemudian
dikocok lalu ditempatkan dalam penangas air bersuhu 80 °C selama 30 menit. Setelah
dipanaskan, keempat tabung itu didinginkan dalam es dan dibaca absorbannya pada
panjang gelombang 600 nm dengan tabung pertama sebagai blangkonya.

Hasil dan Pembahasan


Asam nukleat berada di dalam sel, untuk mendapatkannya perlu upaya untuk
melisis membran sel tersebut sehingga DNA dan RNA dapat terekstrak. Hal ini dapat
dilakukan berdasarkan prinsip fraksinasi subseluler dan spektrofotometri. Alat yang
digunakan untuk memfraksinasi sel ialah sentrifuge, sejenis komidi-putar untuk
tabung reaksi yang mampu berputar pada berbagai kecepatan (Campbell et al 2002).
Lisis sel dilakukan dengan mencampurkan homogenat hati dan larutan HClO4 0.6 M
dalam keadaan dingin lalu disentrifus pada kecepatan 5000 rpm. Pelet yang diperoleh
merupakan asam nukleat yang sudah mengendap. Selanjutnya, RNA yang diperoleh
dihidrolisis dengan basa kuat, KOH 0.3 M, juga dalam keadaan dingin. Preparasi ini
dilakukan dalam keadaan dingin untuk mencegah kerusakan asam nukleat dari enzim
RNAse dan DNAse yang ikut terlepas pada saat lisis sel dilakukan (Habets et al
1999). Sentrifus berulang juga dilakukan untuk mendapatkan asam nukleat yang
berada di dalam organel seperti nukleus dan mitokondria karena konsentrasi asam
perklorat yang digunakan lebih tinggi daripada konsentrasi asam perklorat awal (1.2
M). Organ hati dipilih sebagai sumber sampel karena fungsinya yang begitu enting
bagi metabolisme sehingga kemungkinan terjadinya sintesis protein yang tersusun
atas DNA dari RNA.
Tabel 1 Pengukuran Absorban RNA
Tabung Absorban [RNA] (µg/mL)
1 (blanko) 0.000 0
2 (sampel 0.2 mL) 0.058 1647.7273
3 (sampel 0.5 mL) -0.038 -431.8181
4 (standar) 0.154 125
Perhitungan :
Tabung 2
7 mL
=35
FP = 0. 2 mL

A sampel tabung 2
x [ S tan dar ] xFP
[RNA] = A s tan dar

0.058
= 0.154 x 125 µg/mL x 35

= 1647.7273 µg/mL

Tabung 3

7 mL
=14
FP = 0. 5 mL

A sampel tabung 3
x [ S tan dar] xFP
[RNA] = A s tan dar
−0.038
= 0.154 x 125 µg/mL x 14

= -431.8181 µg/mL

Tabel 1 menunjukkan hasil penentuan kadar RNA dalam homogenat hati


tikus. Kadar RNA pada tabung 2 dan 3 masing-masing sebesar 1647.7273 μg mL-1,
dan -431.8181 μg mL-1. Absorban berbanding terbalik dengan transmitan. Absorban
sampel 1(tabung 2) menghasilkan bilangan yang positif. Artinya, nilai transmitan atau
jumlah sinar yang diteruskan sampel sedikit. Hal ini disebabkan cukup banyaknya
materi sampel (RNA) yang terdapat dalam sampel (tabung 2). Absorban sampel 2
(tabung 3) menghasilkan bilangan yang negatif. Hal ini disebabkan oleh nilai
transmitan (jumlah sinar yang diteruskkan terlalu besar). Dengan kata lain, dalam
tabung 3 hanya terdapat sedikit sampel hingga tidak ada. Pengukuran absorban dapat
dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer visible karena penambahan reagen
orsinol pada sampel yang berperan sebagai pemberi warna kompleks. Reagen orsinol
tidak berwarna. Namun, bila dipanaskan bersama sampel yang berisi RNA akan
membentuk warna hijau-biru sehingga sampel dapat diukur nilai absorbannya pada
panjang gelombang 660 nm.
Tabel 2 Pengukuran Absorban DNA
Tabung Absorban [DNA] (µg/mL)
1 (blanko) 0 0
2 (sampel 0.5 mL) -0.021 -224.1993
3 (sampel 1 mL) -0.043 -229.5374
4 (standar) 0.281 250
Perhitungan :
Tabung 2
6 mL
=12
FP = 0. 5 mL

A sampel tabung 2
x [ S tan dar ] xFP
[DNA] = A s tan dar
−0.021
= 0.281 x 250 µg/mL x 12

= -224.1993 µg/mL

Tabung 3

6 mL
=6
FP = 1 mL

A sampel tabung 3
x [ S tan dar] xFP
[RNA] = A s tan dar

−0.043
= 0.281 x 250 µg/mL x 6

= -229.5374 µg/mL

Tabel 2 menunjukkan hasil penentuan kadar DNA dalam homogenat hati


tikus. Kadar DNA pada tabung 2 dan 3 bernilai negatif, masing-masing sebesar
-224.1993 μg mL-1, dan -229.5374 μg mL-1. Absorban tabung 2 dan tabung 3
menghasilkan bilangan yang negatif. Hal ini disebabkan oleh nilai transmitan (jumlah
sinar yang diteruskkan terlalu besar). Dengan kata lain, dalam tabung 2 dan 3 hanya
terdapat sedikit sampel hingga tidak ada. Pengukuran absorban dapat dilakukan
dengan menggunakan spektrofotometer visible karena penambahan reagen
difenilamin pada sampel yang berperan sebagai pemberi warna kompleks khusus bagi
DNA. Difenilamin tidak berwarna. Namun, bila dipanaskan bersama sampel yang
berisi DNA akan membentuk warna biru sehingga sampel dapat diukur nilai
absorbannya pada panjang gelombang 660 nm.
Tabel 1 dan 2 di atas menunjukkan perbedaan kadar RNA dan DNA di dalam
homogenat hati tikus. Jumlah RNA menurut percobaan ini jumlahnya lebih banyak
dibandingkan jumlah DNA di dalam homogenat hati. Menurut Hirsch (1967),
jaringan hewan yang banyak melakukan sintesis protein akan memiliki jumlah RNA
yang lebih banyak dibandingkan DNAnya. Perbandingan kadar RNA terhadap kadar
DNA dapat dijadikan sebagai indikator metabolisme jaringan tempat sampel diambil
(dalam percobaan ini, jaringan yang digunakan adalah dari hati tikus). Apabila kadar
RNA lebih banyak daripada kadar DNAnya, berarti sintesis protein di jaringan
tersebut sering terjadi. Menurut Rickwood (1948), perbedaan tersebut bisa
disebabkan karena adanya kontaminan dalam ekstrak RNA maupun DNA dalam
proses fraksinasi subseluler. Yuwono ( 2005), menyebutkan bahwa kandungan serta
ukuran molekul DNA bervariasi antara jasad yang satu dengan yang lainnya. Pada
prokaryot variasinya tidak sebesar pada virus dan bakteriofage. Bahan genetik pada
prokaryot dan virus pada umumnya berupa satu molekul tunggal DNA (kecuali virus
tertentu yang bahan genetiknya RNA). Sebaliknya bahan genetik pada eukaryot
berupa beberapa molekul kromosom yang masing-masing berupa molekul DNA
berukuran besar. Ukuran DNA pada eukaryote tingkat tinggi belum diketahui secara
pasti karena kompleksitasnya.

Simpulan
Kadar RNA yang terdapat di dalam tabung 2 dan 3 masing-masing sebesar
1647.7273 μg mL-1, dan -431.8181 μg mL-1. Kadar DNA dalam tabung 2 dan 3
masing-masing sebesar -224.1993 μg mL-1 dan -229.5347 μg mL-1.

Daftar Pustaka
[Anonim]. 2010. Struktur Orsinol dan Difenilamina. Terhubung berkala :
[http://www.google.co.id]. Kamis, 16 Desember 2010.
Berdalet E, Dortch Q. 1991. New double staining technique for RNA and DNA
measurement in marine phytoplankton. Mar Ecol Prog Ser 73:295-305.
Berg JM, JL Tymoczko, L Stryer. 2005. Biochemistry. Fifth Edition. San Fransisco:
WH Freeman & Co.
Burton K. 1956. A study of the condition and mechanism of the diphenylamine
reaction for the colorimetric estimation of deoxyribonucleic acid. J Biol Chem
242(13): 2822-2831.
Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2002. Biologi, Edisi Ke-5, Jilid 1. R Lestari
dkk, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari Biology, 5 Edition.
Habets PEMH, et al. 1999. RNA content differs in slow and fast muscle fibers:
implication for interpretation of changes in muscle gene expression. J His Cyt
47(8): 995-1004.
Hirsch CA. 1968. Content of liver and Novikoff hepatoma from fed and from fasted
rats. J Biol Chem 242(12): 2822-2827.
Kamali M, Manhouri H. 1969. A modified orcinol reaction for RNA determination.
Clin Chem 15(5):390-392.
Murray RK, Granner KD, Mayes PA, Rodwell VW. 2003. Harper’s Biochemistry.
Edisi ke-25. Andry H, penerjemah. Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Harper’s
Biochemistry.
Poedjiadi A, Supriyanti FMT. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Pr.
Rickwood D. 1984. Centrifugation. Inggris: IRL-pr Enysham Oxford.
Yuwono T. 2005. Biologi Molekular. Jakarta: Erlangga.

Você também pode gostar