Você está na página 1de 13

Profil Hutan Tanaman Rakyat di Kabupaten Wonosobo

Ditinjau Dari Struktur Tegakan dan Vegetasi Penyusunnya


(Community Forest Profile in Wonosobo Regency Based on Stand Structure and
Composition of Vegetation)

Oleh/by :
Heru Dwi Riyanto, Wardojo

Abstrac
The exisance of community forest or private forest as the one of timber supply alternative for
wood industries is importance, following by decreasingly of natural forest productivity year by
year. Unfortunatly it has low productivity and this is the most problem important to be solved. To
increase its productivity through management optimalization is by knowing the structure dimention
.
The research is an observation research by survey on established community forest area. The
locations were in Jonggolsari, Sedayu and Pacekelan village, Wonosobo sub-province. Measuring,
diameter and high of trees, number of other plant crop etc, is the main activity.Data analyzed by
desciptive statistic, shown as a graph for stand structure, volume structure and importance value
index for vegetation composition.
The result shows that small diameter (sapling) higher in number ( 74 %) than other bigger
diameter, pole ( 23 %) and tree ( 3 %). This condition with high in number of small diameter
could not give positive contribution for standing stock volume. The standing stock volume on Desa
Jonggolsari  90 m3 /ha, Desa Sedayu  70 m3/ha and Desa Pacekelan  70 m3/ha. So the periodic
annual increament average of the three village is  19 m3/ha/year, this increament mean low
productivity of tree growth. Plant density on Desa Jonggolsari is  24188 plant/ha, Desa Sedayu 
10885 plant/ha and Desa Pacekelan  4251 plant/ha.

Keyword : Standing stock, volume, Increament, Structure, Vegetation and Composition

Abstrak

Keberadaan hutan tanaman rakyat atau hutan milik sebagai salah satu alternatif
penyedia kayu, bagi industri perkayuan sangatlah penting, bersamaan dengan makin
menurunnya produktivitas hutan alam dari tahun ke tahun. Disayangkan hutan rtakyat
tersebut memiliki produktivitas yang rendah, dan hal ini merupakan permasalahan utama yang
harus dipecahkan. Untuk meningkatkan produktivitasnya melalui optimalisasi pengelolaan
adalah dengan mengetahui dimensi strukturnya.
Penelitian ini adalah penelitian observasi melalui survey pada areal pengembangan hutan
rakyat. Lokasi survey adalah di Desa Jonggolsari, Sedayu dan Pacekelan, Kabupaten Wonosobo.
Pengukuran diameter, tinggi pohon, jumlah batang dan jumlah serta jenis tanaman lainnya
adalah kegiatan utama dalam penelitian ini. Data dianalisa secara deskritif serta disajikan
secara gambar grafik untuk struktur tegakan, struktur volume, serta menggunakan indek nilai
penting untuk komposisi vegetasi.
Hasil menunjukkan bahwa diameter kecil (sapling/pancang) memiliki jumlah yang lebih
besar (74 %) dibanding diameter yang lebih besar (pole/tiang) (23 %) dan trees/pohon ( 3 %).
Kondisi ini tidak akan memberikan kontribusi yang baik bagi volume tegakan berdiri.

1
Volume tegakan berdiri di Desa Jonggolsari  90 m3 /ha, Desa Sedayu  70 m3/ha dan
Desa Pacekelan  70 m3/ha. Sehingga riap tahunan periodik rata-rata dari ketiga desa tersebut
adalah  19 m3/ha/tahun, riap ini berarti produktivitas pertumbuhan pohon/tegakannya.
Kerapatan tanaman di Desa Jonggolsari is  24188 tanm/ha, Desa Sedayu  10885 tanm/ha and
Desa Pacekelan  4251 tanm/ha.

Kata kunci : Tegakan berdiri,,volume, Riap, Strukture, Vegetasi dan Komposisi

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hutan Rakyat yang dalam Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999


disebut sebagai Hutan Hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak
atas tanah yang dalam hal ini dibebani Hak Milik yang tumbuh di kawasan hak milik
di luar kawasan hutan.
Keberadaan Hutan Rakyat sebagai salah satu alternatif pemasok bahan baku
bagi industri perkayuan adalah penting karena bahan kayu yang selama ini berasal
dari kawasan hutan alam semakin berkurang Oleh karena itu sewajarnya dalam
memenuhi kebutuhan bahan baku kayu pemerintah mengajak masyarakat yang
berkepentingan langsung untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan kehutanan.
Perkembangan pembangunan Hutan Rakyat sampai saat ini masih terkendala
oleh permasalahan produktivitas rendah, yang disebabkan oleh berbagai aspek, salah
satunya adalah sistem pengelolaan. Sistem pengelolaan dan pemanfaatannya secara
umum dan khususnya di Pulau Jawa sangat berbeda dengan sistem pengelolaan
hutan-hutan lainnya. Pengelolaan hutan Rakyat bersifat spesifik lokal tidak dapat
dilakukan generalisasi serta pengelolaannya disesuaikan dengan kondisi biofisik,
sosial ekonomi budaya masyarakat setempat (Donni, 1997). Sejalan dengan hal
tersebut suatu telaah terhadap Hutan Rakyat yang berdasarkan kepada dimensi sruktur
sangat mutlak untuk dilakukan agar pengelolaan dan pemanfaatan Hutan Rakyat
dapat optimal.

2
B. Tujuan
Tujuan penelitian adalah untuk menginventarisasi dan mengevaluasi pola-
pola/model-model Hutan Rakyat yang telah dikembangkan dengan mengedepankan
dimensi stukturnya.

II. METODOLOGI

A. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan pada hutan rakyat sengon (Periseanthes falcataria)
yang berumur kurang lebih 4 tahun, di Desa Jonggolsari, Kecamatan Leksono, ,
Desa Sedayu dan Desa Pacekelan, Kecamatan Sapuran, ,
Perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di lokasi kajian
hampir seimbang. Penduduk di Desa Sedayu dan Jonggolsari rata-rata mempunyai
jumlah anggota keluarga sebanyak 4 orang, sedangkan di Desa Pacekelan masing-
masing kepala keluarga mempunyai jumlah anggota sebanyak 9 orang. Kepadatan
geografis desa kajian relatif sangat tinggi, yaitu 865 orang/km2 di Desa Pacekelan,
615 orang/km2 di Desa Sedayu dan 370 orang/km2 di Desa Leksono. Sedang kondisi
biofisiknya secara umum disajikan dalam Tabel 1 di bawah.
Tabel 1. Kondisi biofisik lokasi kajian
(Table 1. Biophysic condisition in observation area)
Kecamatan Desa Kedalaman Kedalaman Jenis Struktur dan Warna Kelere KPL
Effektif Regolit (cm) Tanah Tekstur ngan
(cm) (%)
(District) (Village) (Effektive (Regolit (Soil (Structure and (Colour) (Slope) (Landu
Depth) Depth) Type) Texture) se
Class)
Leksono Jonggolsa 150  200 Inseptisol Granuler kasar Coklat 35 IVg
ri dan lempung liat gelap
berdebu
Sapuran Sedayu 150  200 Inseptisol Granuler halus sampai Coklat 15 IIIe
sedang dan lempung gelap
berdebu
Pacekelan 90  200 Inseptisol Granuler Halus Coklat 22 IVg
dan geluh pasiran gelap

B. Bahan dan Peralatan


1. Bahan yang digunakan dalam kegiatan ini meliputi, tegakan/vegetasi pada
hutan rakyat, peta -peta dan bahan survey lapangan

3
2. Peralatan yang digunakan adalah meliputi, alat ukur diameter, kompas,
meteran dan lain-lain.

C. Rancangan Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat survei guna mendapatkan model-
model kajian yang telah ada, yang secara tradisional telah dilakukan oleh
masyarakat.
2. Rancangan penelitian
Dikarenakan jenis penelitian bersifat survei, sehingga untuk mendapatkan aspek
kajian tertentu digunakan rancangan penelitian dengan metoda purposive
sampling dengan peletakkan unit-unit sampling secara disengaja yaitu di daerah
dan di areal model kajian yang diinginkan dengan tanpa memberikan perlakuan
tertentu.
3. Parameter
Parameter yang diamati dan diukur dalam kegiatan yaitu, jenis vegetasi penyusun
model, pertumbuhan tanaman (tinggi dan diameter dbh).
4. Pengambilan data
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan sekunder, data sekunder
dihimpun dari instansi terkait, yaitu data mengenai kondisi masyarakat setempat
dan lain-lain. Data primer yang dikumpulkan dengan cara: pengamatan vegetasi
atau tanaman penyusun hutan rakyat yang dilakukan secara langsung dengan
menggunakan petak tunggal, ukuran petak tunggal tergantung luasan masing-
masing model hutan rakyatnya dengan intensitas sampling + 20%
5. Pengolahan dan analisis data
Data dianalisis secara deskriptif statistik, untuk mengetahui struktur tegakan
dibuat grafik tegakannya serta untuk komposisi vegetasi, pada masing-masing
plot pengamatan dilakukan analisis indek nilai penting yang terdiri dari,
kerapatan, frekuensi dan dominasi untuk masing-masing jenis tumbuhan.
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

4
JumlahIndividu
Kerapatan =
LuasContoh
Kerapa tan SuatuJenis
Kerapatan Relatif (KR) = Kerapa tan SeluruhJenis x 100 %

JumlahPetakDitemukanSuatuJenis
Frekuensi (F) =
JumlahSeluruhPetak
FrekuensiS uatuJenis
Frekuensi Relatif (FR) = x 100 %
FrekuensiS eluruhJenis
JumlahLuas BidangDasar
Dominasi (D) =
LuasContoh

Do min asiSuatuJenis
Dominasi Relatif (DR) = x 100 %
Do min asiSeluruhJenis

Indeks Nilai Penting (INP) untuk pohon dan tiang adalah KR + FR + DR;

sedangkan indeks nilai (INP) untuk pancang dan semai adalah KR + FR.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengolahan dan analisis data diperoleh suatu dimensi struktur yang terbagi
dalam dua item utama yaitu: struktur tegakan dan struktur volume serta komposisi jenis
penyusun hutan rakyat yang diuraikan dalam subBab berikut.

A. Struktur Tegakan Dan Volume


Struktur tegakan menggambarkan bagaimana susunan dan sebaran dari suatu
diameter kecil sampai dengan diameter besar dalam suatu tegakan dalam satuan luas
tertentu. Struktur volume akan menggambarkan volume dari masing –masing tingkat
pertumbuhan tanaman (pohon) dan volume total (standing stock). Struktur tegakan
dan struktur volume hasil pengukuran disajikan dalam bentuk gambar.
1. Struktur Tegakan.

Gambar 1. menunjukkan bahwa jumlah pohon berbanding terbalik dengan


diameter. Hal ini menampakkan suatu bentuk kurva yang hampir menyerupai

5
huruf “ J “ terbalik. Bentuk kurva ini banyak dijumpai pada hutan tidak seumur
(unevenage forest) atau hutan alam. Jadi dapat dikatakan bahwa struktur tegakan
dari tanaman pokok hutan rakyat yang ada hampir menyerupai struktur hutan
alam atau hutan tak seumur. Kondisi sebaran tersebut, dimana banyaknya
diameter kecil (pancang) yang menempati rata-rata ( 74 %), diameter menengah
(tiang) menempati rata-rata ( 23 %), dan diameter besar (pohon) menempati
rata-rata ( 3 %) tidak akan memberikan konstribusi positif terhadap peningkatan
riap volume tegakan.

1600

1400
1200
Expon.
1000 (Sedayu)
N/Ha

800 Expon.
(Jonggolsa
600
ri)
400 Expon.
(Pacekelan
200 )
0
Pancang Tiang Pohon

Gambar 1. Struktur Tegakan pada Masing-masing Lokasi Kajian


(Figure 1. Stand Structure in Each Observation Area)
Keterangan /Remark :
N : Jumlah Pohon
Pancang : Tanaman kayu yang berdiameter lebih kecil dari 10 cm
Tiang : Tanaman kayu dengan diameter lebih besar atau sama dengan 10 cm dan lebih kecil
dari 20 cm
Pohon : Tanaman kayu dengan diameter lebih besar atau sama dengan 20 cm

2. Struktur Volume.

Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa banyaknya diameter kecil tidak
akan memberikan konstribusi positif terhadap peningkatan volume. Hal tersebut
terlihat sebagaimana Gambar 2. yang secara umum tanaman pokok dengan
diameter kecil (pancang) memiliki volume yang rendah, selain itu diameter pada
tingkat pancang belum dapat dipergunakan untuk penghara kayu industri. Hal ini
dapat diperbaiki apabila pengelola hutan rakyat dalam hal ini masyarakat
pedesaan dapat mengaplikasikan teknik silvikultur yaitu teknik pemeliharaan
(Tending Technique). Teknik pemeliharaan berupa penjarangan terutama pada
6
diameter tingkat pancang dan tiang dengan pertumbuhan batang yang tidak baik
akan dapat lebih memberikan ruang tumbuh yang lebih baik, dan akan
memberikan pertumbuhan tegakan tinggal tingkat pancang untuk naik menjadi
tingkat tiang dan tingkat tiang untuk naik menjadi tingkat pohon dan tingkat
pohon untuk memperbesar diameternya.

60
Poly.
(Jonggolsari)
50
Poly.
40 (Pacekelan)
Meterkubik/Ha

Poly.
30 (Sedayu)

20

10

0
Pancang Tiang Pohon

Gambar 2. Struktur Volume pada Masing-masing Lokasi Kajian


(Figure 2. Volume Structure in Each Observation Area)

Dari gambar di atas juga terlihat volume standing stock sengon untuk
lokasi kajian Desa Jonggolsari  90 m3 /ha, Desa Sedayu  70 m3/ha dan Desa
Pacekelan  70 m3 . Rata-rata riap tahunan / Periodic Annual Increment (PAI) nya
adalah  19 m3/ha/tahun. Riap sebesar itu masih sangat rendah dibanding hasil
pengukuran yang dilakukan oleh Balai Litbang Hutan Tanaman Palembang
dengan kerapatan sengon 1250 pohon/ha dngan jenis tanah podsolik merah
kuning sebesar  47 m3 /ha (Riyanto, 1994)

B. Komposisi Jenis Penyusun


Persamaan dan perbedaan hutan rakyat antar desa di Kabupaten Wonosobo
dipandang dari segi komposisi jenis-jenis penyusunnya/vegetasinya, yang dipilah

7
berdasarkan tingkatan pertumbuhan ditampilkan dalam bentuk tabel-tabel indek nilai
penting dan disajikan dalam Tabel 2, 3, 4, 5 di bawah :
Tabel 2. Indek Nilai Penting Tingkat Tumbuhan Semai / Tumbuhan Bawah antar Desa di
Kabupaten Wonosobo
(Table 2. Importance Value Index for Seedling Level/Other plant crops on Several
Village In Kabupaten Wonosobo)
Juml. K KR FR
Tingkatan
Individu
Lokasi Jenis (Plot) (N/Ha) F (%) (%) INP(%)
Pertumbuhan

(Sum of
(Growth
(Location) (Species) Individu) (Density) F KR FR INP
Level)

Semai /Tumb Kab.Wonosobo


Bawah Kecamatan
Leksono
Desa Jonggolsari
Salak 21 263 1 0.1 33.3 33.4
Ketela
pohon 240 3000 1 1.3 33.3 34.6
Rami 90 225000 1 98.6 33.3 131.9*
Total 351 228263 3 100 100 200

Kecamatan
Sapuran
Desa Sedayu
Ketela
pohon 560 7000 1 66.58 25.00 91.58*
Kopi 128 1600 1 15.22 25.00 40.22
Pisang 13 163 1 1.55 25.00 26.55
Talas 140 1750 1 16.65 25.00 41.65
Total 841 10513 4 100 100 200.00

Desa Pacekelan
Kopi 84 1050 1 30.66 33.33 63.99
Kapulogo 160 2000 1 58.39 33.33 91.73*
Keladi 30 375 1 10.95 33.33 44.28
Total 274 3425 3 100 100 200
Keterangan/Remark :
* = Dominasi

Pengamatan terhadap tumbuhan tingkat semai dan tumbuhan bawah hanya


dilakukan pada tumbuhan yang mempunyai nilai ekonomi, hal ini berkaitan dengan
upaya optimalisasi lahan yang dilakukan petani.
Dari tabel tersebut terlihat bahwa hutan rakyat yang ada di Kabupaten
Wonosobo memanfaatkan ruang / melaksanakan upaya optimalisasi lahan dengan

8
menanam tanaman semusim dan tanaman tahunan lainnya. Berdasarkan besarnya
nilai INP yang menunjukkan tingkat dominasi jenis dari tiap desa tersebut, terlihat
bahwa jenis yang ditanam ada kemiripannya antar desa tersebut.
Permasalahan yang sering muncul dalam pemanfaatan ruang / optimalisasi
lahan tersebut, petani tidak memperhitungkan seberapa besar daya dukung lahannya
dan dikaitkan dengan kerapatan tanamannya. Kecuali hal tersebut petani juga tidak
mempertimbangkan kesesuaian jenis suatu tanaman, baik itu terhadap lahan ataupun
interaksi antar tanamannya.
Untuk tingkat pancang Indek Nilai penting digunakan untuk melihat sejauh
mana perkembangan tanaman terjadi. Dengan masih banyaknya tanaman pada tingkat
pancang per satuan luas dan umur tanaman, hal tersebut menandakan pertumbuhan
tanaman berjalan tidak baik, dan ini berkonotasi produktivitas tanaman rendah.
Tingkat keberadaan pancang antar desa di Kabupaten Wonosobo disajikan dalam
Tabel 3. di bawah.
Tabel 3. Indek Nilai Penting Tingkat Pancang antar Desa di Kabupaten Wonosobo
(Table 3. Importance Value Index for Sapling Level on Several Village In Kabupaten
Wonosobo)
Tingkatan Juml.
Pertumbuhan Individu KR FR INP
Lokasi Jenis (Plot) K (N/Ha) F (%) (%) (%)
(Growth (Sum of
Level) (Location) (Species) Individu) (Density) F KR FR INP

Pancang Kab.Wonosobo
Kecamatan
Leksono
Desa Jonggolsari
Sengon 95 1188 1 94 50 144
Nangka 6 75 1 6 50 56
Total 101 1263 2 100 100 200

Kecamatan
Sapuran
Desa Sedayu
Sengon 109 1363 1 100 100 200
Total 109 1363 1 100 100 200

Desa Pacekelan
Sengon 41 513 1 100 100 200
Total 41 513 1 100 100 200

9
Dari tabel 3. tersebut terlihat bahwa secara umum tidak ada vegetasi berkayu
lain dalam tingkatan tersebut. Hal ini berarti bahwa tidak ada tanaman berkayu lain
yang ditanam bersamaan dengan tanaman Sengon, atau ada yang ditanam secara
bersamaan tetapi memiliki pertumbuhan yang lebih baik dari Sengon, sehingga tidak
ada lagi tanaman pada tingkatan tersebut. Untuk itu perlu dilihat tingkatan
pertumbuhan selanjutnya.
Tingkat pertumbuhan tiang adalah tingkat pertumbuhan rata-rata dan memiliki
sebaran diameter terbanyak dalam suatu tegakan seumur, tingkatan pertumbuhan
tiang akan mencirikan normal tidaknya pertumbuhan suatu tegakan seumur. Keadaan
tingkat pertumbuhan tiang tersebut yang ditampilkan dalam bentuk satuan tabel antar
desa, kecamatan di Kabupaten Wonosobo disajikan dalam Tabel dibawah ini:
Tabel 4. Indek Nilai Penting Tingkat Tiang antar Desa di Kabupaten Wonosobo
(Table 4. Importance Value Index for Pole Level on Several Village In Kabupaten
Wonosobo)

Tingkatan Juml.
Individu K D KR FR DR INP
Pertumbuhan Lokasi Jenis (Plot) (N/Ha) F (%) (%) (%) (%)

(Growth
Level) (Sum of (Densi KR FR
D DR INP
(Location) (Species) Individu) ty) F (%) (%) (%) (%)

Tiang Kab.Wonos
obo
Kecamatan
Leksono
Desa
Jonggolsari
Sengon 29 363 1 5.24 100 100 100 300
Total 29 363 1 5.24 100 100 100 300

Kecamatan
Sapuran
Desa
Sedayu
Sengon 19 238 1 3.09 100 100 100 300
Total 19 238 1 3.09 100 100 100 300
Desa
Pacekelan
Sengon 21 263 1 3.86 91.3 50 89.2 230.5

10
Suren 2 25 1 0.47 8.70 50 10.8 69.5
10
Total 23 288 2 4.33 100 0 100 300

Dari tabel 4. di atas terlihat bahwa hanya di Desa Pacekelan terdapat tanaman
selain Sengon di tingkat pertumbuhan tiang. Diversifikasi kayu-kayuan walaupun
dalam jumlah sedikit, ini merupakan gambaran bahwa pemanfaatan sengon adalah
untuk tingkat pemanfaatan jangka menengah sedang Suren yang memiliki daur lebih
panjang untuk pemanfaatan jangka panjang.
Tingkatan pertumbuhan “pohon” adalah suatu fase yang sangat penting dari
suatu pengembangan hutan rakyat, karena pada tingkatan ini umumnya pemanenan
dilakukan dan umumnya harga jual kayu pada tingkat ini akan lebih tinggi dibanding
tingkat di bawahnya. Tabel 5. menyajikan keadaan tanaman tingkat pohon antar desa.
Tabel 5. Indek Nilai Penting Tingkat Pohon antar Desa di Kabupaten Wonosobo
(Table 5. Importance Value Index for Tree Level on Several Village In Kabupaten
Wonosobo)
Tingkatan
Pertumbu
Juml.
han
Individu K D KR FR DR INP (%)
Lokasi Jenis (Plot) (N/Ha) F (%) (%) (%)
Pohon Kab.Wonosobo
Kecamatan
Leksono
Desa
Jonggolsari
Sengon 5 63 1 2.60 100 100 100 300
Total 5 63 1 2.60 100 100 100 300

Kecamatan
Sapuran
Desa Sedayu
Sengon 2 25 1 0.92 100 100 100 300
Total 2 25 1 0.92 100 100 100 300

Desa Pacekelan
Sengon 2 25 1 1.01 100 100 100 300
Total 2 25 1 1.01 100 100 100 300

Keterangan /Remark:
Semai/tumb bawah : Permudaan alam ataupun buatan dari tanaman pokok dengan tinggi samapai 1,5 meter
dan atau vegetasi lainnya.

11
Pancang : Tanaman kayu yang berdiameter lebih kecil dari 10 cm
Tiang : Tanaman kayu dengan diameter lebih besar atau sama dengan 10 cm dan lebih kecil
dari 20 cm
Pohon : Tanaman kayu dengan diameter lebih besar atau sama dengan 20 cm

Tabel 5. menunjukkan sedikit sekali jumlah tanaman pada tingkat


pertumbuhan pohon, ini menandakan suatu pengelolaan yang tidak baik, tidak adanya
kesinambungan hasil optimal per tahunnya. Hal ini dikarenakan sampai saat ini belum
diketemukannya cara-cara perhitungan untuk mendapatnya etat tebang yang dapat
memberikan hasil optimal dan berkelanjutan.
Berdasarkan Tabel 2, 3, 4 dan 5 terlihat bahwa hutan rakyat di Kabupaten
Wonosobo yang digambarkan dari tiga desa dalam dua kecamatan memiliki pola
campuran yang bersistem agroforesti sederhana, menurut (Foresta, dkk, 2000)
bentuk dari sistem tersebut merupakan perpaduan antara sejumlah unsur pepohonan,
perdu, tanaman musiman dan atau rumput, selain itu dari tabel-tabel tersebut juga
dapat dilihat bahwa kerapatan tanaman per hektar dari ketiga desa tersebut berturut-
turut adalah: Desa Jonggolsari is  24188 plant/ha, Desa Sedayu  10885 plant/ha and
Desa Pacekelan  4251 plant/ha.. Pada areal yang sangat rapat seperti di Desa
Jonggolsari peningkatan produktivitas tegakan akan sangat sulit untuk dicapai dengan
tanpa pengurangan kerapatan vegetasi penyusunnya.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Jumlah diameter kecil jauh lebih besar dari diameter besar
2. Struktur sebaran diameter menunjukkan suatu struktur hutan alam, struktur
tersebut dapat diperbaiki dengan perlakuan penjarangan

12
3. Riap tegakan persatuan luas pertahun masih rendah
4. Dipandang dari komposisi vegetasi penyusunnya hutan rakyat yang ada di lokasi
kajian memiliki pola campuran yang bersistem agroforestry sederhana sampai
komplek.

B. Saran
1. Perlu dilakukannya kegiatan silvikutur penjarangan untuk meningkatkan riap
persatuan luas pertahun
2. Perlu dilakukan pengukuran tegakan pertahun sehingga pendugaan riap tahunan
dapat lebih akurat yang pada akhirnya dapat diketahui etat tahunan yang dapat
lebih menjamin kelestarian produksi.

DAFTAR PUSTAKA

DepHut., 1990. Kamus Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta

DepHut., 1997. Naskah Keputusan Menteri Kehutanan No. 41/Kpts-II/201. tentang


Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Donie, S. 1996. Kajian Model Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan Rakyat Berwawasan
Kelestarian. BTPDAS Surakarta.

Foresta H de, et al, 2000. Ketika Kebun Berupa Hutan : Agrforest Khas Indonesia
Sebuah Sumbangan Masyarakat. ICRAF Bogor Indonesia

Riyanto, H.D dan E. Kusnandar, 1992. Kurva Pertumbuhan dan Laju Pertumbuhan
Tinggi dari Peninggi Tegakan Acacia mangium, Eucalyptus deglupta,
Periserianthes falcataria, dan Swietenia macrophylla. Balai Teknologi Reboisasi
Benakat

Riyanto, H.D, E.B.Sutedjo, H.R.Abdullah, W.Wibowo, 1992. Penyusunan Tabel Volume


Beberapa Jenis Tanaman Reboisasi Dengan Menggunakan Metode Perubah
Boneka (Dummy Variable)

Riyanto, H.D dan E. Kusnandar, 1994. Kurva Pertumbuhan dan Laju Pertumbuhan
Tinggi dari Peninggi Tegakan Periserianthes falcataria. Balai Teknologi
Reboisasi Palembang

13

Você também pode gostar