Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Rabu pagi yang damai, ketika embun masih mengecup bumi, ketika burung bersautan.
Semua orang bergegas mencari hidup, melawan dinginnya pagi. Begitu pula aku yang tampak
tergesa-gesa hendak berangkat ke kampus. aku terlambat lagi pagi ini. Maklum semalaman
aku bergadang mengerjakan tugas yang dead line-nya tinggal dua hari lagi.
Tas cangklok warna hitam sudah kenyang dijejali buku-buku teks book yang hanya
aku bawa ke sana kemari tanpa sekali pun aku membacanya, kecuali ketika ada tugas, itu pun
hanya halaman depannya saja yang aku baca. Lebih kreatif lagi, mencatat dapus-nya saja.
“Wah sudah jam tujuh lewat lima menit. Gawat nih, sudah dua kali aku tidak ikut
kuliahnya pak Aris. Bisa-bisa aku tidak diperbolehkan ikut ujian akhir. Kacau…”
Buru-buru aku memakai kemeja dan jeans Lea yang sudah satu minggu tidak dicuci.
Tunggangan besinya tak sempat aku panaskan. Padahal biasanya aku panaskan dahulu sekitar
5 sampai 10 menit. Agar mesinnya awet katanya. Maklum motor jalu kesayanganku itu satu-
satunya identitas dan simbol harga diri yang aku miliki. Lumayan, hasil merengek pada orang
tua. Dalihnya aku tak mau kuliah kalau tak dibelikan motor. Itu baru mahasiswa.
Di antara adrenalin yang membuncuh, mata pedih, wajah penuh debu, asap hitam
beracun yang keluar dari kentut sapi-sapi besi dan kuda-kuda rongsokan yang terus
menerus menghalangi lajunya. Sekecil apapun celah aku terobos, waktu manjadi sangat
berharga saat itu. Karena pada saat itu juga waktu sangat menghimpitku untuk bertemu
seorang Dosen yang dimana tetesan tinta dari tangannya sangat berharga bagiku sebagai
bukti IPK ku semester 5 lalu berada di atas 3,00. Wilayah banyumas ku terusuri demi
bertemu sang Dosen tersebut karena waktu untuk pengiriman semua berkas pengajuan
Beasiswa Djarum sangatlah mendesak. Libur semester yang membutakan mata membuat diri
ini terkekang dalam ruang kosong yang tidak mengetahui Update News di kampus sana
sebagai pusat pendidikan di mana langkah kakiku setiap hari selalu tertuju padanya dan
kehidupan sosialku teruji disana. Di mana para mahasiswa se-Indonesia saling bersaing
untuk mendapatkan Djarum Beasiswa Plus ini.
Para generasi muda yang membutuhkan motivasi, baik dari keluarga, masyarakat, dan
lingkungannya sangat berarti demi mencerdaskan bangsa Indonesia ini. Adanya partisipasi
dan kontribusi dari PT. Djarum yang memberikan beasiswa ini memberikan semangat picu
yang tinggi seperti kuda yang berlari kencang. Tanggung jawabku sebagai mahasiswa berkat
jerih payah orang tuaku membuat aku ingin meringankan beban orang tuaku yang selama 3
tahun ini mereka ikul di usianya yang sudah senja. Beasiswa Djarum adalah kunci dari teka-
teki selama ini yang aku butuhkan untuk meringankan beban orang tuaku dan dapat menjadi
bekal serta motivasi belajar yang lebih giat lagi kedepannya, karena pada saat itu akupun
tau bahwa suatu hari ketika aku mendapatkan Beasiswa Djarum ini akan banyak sekali
pelajaran, pengalaman, dan softskill yang akan ku pegang. Tak terasa diujung usahaku yang
penuh terjalan gelombang untuk mengajukan beasiswa Djarum ini akhirnya selesai pada
Jarum jam yang selalu berputar selalu ku pandangi hingga pengumuman yang lolos dan
berhak menerima beasiswa Djarum pun aku tunggu tiap nadi nafas ini. Akupun tertidur
Djarum ini.
Suara itu memekakan telingaku hingga aku terpaksa terbang dari kerajaan mimpi
tidur malamku. Ku buka kelopak mata yang berat ini perlahan. Lalu kupicingkan pandangan
pada jam beker warna kuning berbentuk burung di atas meja belajar. Hanya suaranya yang
keras dan khas yang mempan untuk telingaku. Sudah tiga tahun ia setia membangunkanku,
mengingatkan jadwal kuliah, janji-janji yang (sepertinya) penting, dan praktikum hari ini. Ya,
sekarang aku ingat jam 7 ada praktikum Mesin listrik. Jarum pendeknya menunjuk hampir
”Hah, 06.30!”
Aku terperanjat. Cepat kumatikan bekerku. Ia seakan tertawa dan mengejek ku.
Aku coba bangkit dari pembaringanku yang sudah 9 jam ku arungi. Tapi tubuh ini
serasa lengket dengan kasur. Berat sekali. Kalau bukan karena para asisten yang killer dan
peraturan yang ketat, aku lebih memilih meneruskan tidur malamku hingga siang nanti atau
taking relax membaca novel sambil ngemil. Daripada harus keluar kost-an dipagi yang cukup
”Wah, kalau makan sup buahnya bu Rini enak banget nih. Hmmm...segerrr!”
Tapi apa boleh buat, lebih baik aku segera mandi biar segar, terus berangkat. Oh
iya, aku punya rencana khusus siang ini melihat pengumuman yang lolos beasiswa Djarum di
gedung registrasi UNSOED pusat sana. Aku pun langsung bergegas dengan motor jalu Z
kesayanganku.
Tanpa aku sadari ada yang melebihi kecepatannya di jalanan ramai itu.
”Gila, nekat benar orang itu. Mau cari mati” gerutunya dalam hati.
Seketika suara keras menggema disusul jeritan perempuan, memecah dinginnya pagi
buta. Gerutunya terkabul. Motor yang dikendarai sepasang anak SMA itu menabrak mobil
praktikum selesai. “Hmmm.. apa ini pertanda buruk bagiku hari ini?” perasaan galau itu selalu
menghantuiku hingga aku pesimis untuk melihat pengumuman beasiswa Djarum itu. Pesimis
bukan karena aku tidak yakin tetapi karena pengumuman beasiswa Djarum itu untuk prodi
Teknik Elektro hanya tersedia untuk 2 orang saja, sedangkan teman-temanku yang ikut
daftar juga dengan IPK lebih besar dariku membuatku bertambah yakin bahwa aku tidak
akan lolos. Namun mengingat perjuanganku untuk mengajukan beasiswa Djarum ini tidaklah
semudah membalikan tangan, karena niat dan semangat mendorongku untuk tetap pergi ke
gedung pusat registrasi sana walau masih ada perasaan pesimis. Aku berjalan di lorong-
lorong gedung yang menemaniku untuk menuju papan pengumuman yang ada di tengah gedung
sana, ku bukakan kelopak mata ini melihat satu persatu nama yang ada di secarik kertas
sana, dan ternyata nama ku YUSRAN ADHITYA KURNIAWAN lolos dalam seleksi
Senyum yang terbias dari wajah dan mata yang memendam air mata mencurahkan