Você está na página 1de 7

PERLINDUNGAN TERHADAP WARGA NEGARA ASING DI DALAM

PERANGKAT HUKUM INTERNASIONAL

Oleh: Oleh R. Adi Yulianto, Lc

Prolog

Hukum Internasional sebagai sebuah perangkat hukum yang memuat kaedah-kaedah


dasar kemanusiaan menjadi landasan utama yang dijadikan panutan hukum nasional
dalam ruang lingkup aturannya. Tetapi masih banyak permasalahan dalam pelaksaan isi
dari kaedah hukum tersebut yang menimbulkan pro dan kontra dalam proses
penerapannya dalam pengadilan nasional, termasuk hal perlindungan warga asing yang
terkandung dalam kaedah hukum internasional, di mana negara diharuskan mengikuti
aturan yang telah ditetapkan dalam hukum Internasional tersebut. Walau begitu, dalam
beberapa konteks, masih menjadi polemik, seperti instrument yang mampu memberikan
sangsi terhadap subjek hukum, keseimbangan hak dan kewajiban antara negara-negara
dunia yang dirasa belum maksimal dan lain sebagainya.

Dari itu semua, maka tulisan ini berusaha menyajikan aturan-aturan dalam hukum
internasional yang mengatur, khususnya tentang kedudukan warga asing. Hak-hak yang
patut didapat oleh mereka ketika berdomisili di luar negeri serta kewajiban-
kewajibannya. Berikut juga apa yang menjadi sebuah keharusan dari negara-negara
tempat domisili, dalam menangani warga asing serta memberikan solusi ketika terjadi
masalah terhadap warga asing tersebut. Untuk itu, dalam tulisan ini, penulis membagi ke
dalam tiga bagian utama, pertama tentang penegertian Hukum Internasional yang termuat
dalam Hukum Internasional.
Kedua, tentang ketentuan-ketentuan yang termuat dalam Hukum Internasional mengenai
kedudukan warga asing berikut hak dan kewajibannya. Dan ketiga, tentang perangkat
Hukum Internasional yang melindungi hak-hak individu termasuk warga asing.

1. Pengertian Hukum Internasional dan Hubungannya dengan Hukum Nasional.

Dalam Introduction to International Law, J.G. Starke mendefenisikan Hukum


Internasional sebagai; keseluruhan hukum yang untuk sebagian besar terdiri dari prinsip-
prinsip dan kaidah-kadidah perilaku yang terhadapnya negara-negara menjadi terikat
untuk mentaati, termasuk hubungan antara negara satu dan lainnya. Sesuai dengan
definisi ini, maka Hukum Internasional mencakup kaidah yang mengatur fungsi lembaga-
lembaga dan organisasi-organisasi Internsional, hubungan mereka satu sama lain,
hubungan mereka dengan Negara-negara dan dengan individu-individu biasa.

Timbulnya Hukum internasional disebabkan satu kebutuhan yang harus dipenuhi oleh
subjek-subjeknya dalam berinteraksi. Hukum Internasional pada awal terbentuknya
hanya merupakan traktat-traktat atau perjanjian-perjainjiian yang memuat kesepakatan
antara kedua pihak atau beberapa pihak yang termasuk dalam perjanjian tersebut. Maka
dari itu, pro dan kontra tentang kekuatan memaksa dan kaidah-kaidah Hukum
Internsional itu terus berkembang.
Sebagian ahli hukum berpendapat bahwa Hukum Internasional hanya berupa hukum
moral semata, tidak ada kekuatan mengikat dan memaksa pihak yang berada dalam ruang
lingkup hukum atau subjek hukum. Jadi subjek Hukum Internasional dapat menjauhkan
dirinya dari kaidah tersebut ketika tidak sesuai dengan kepentingannya, karena Hukum
Internasional tidak lebih hanya sekedar norma sopan santun. Pendapat lain, mengatakan
bahwa Hukum Internasional adalah benar-benar suatu hukum yang telah memenuhi
syarat-syarat berdirinya sebuah hukum yang bersifat umum dan mempunyai kekuatan
memaksa terhadap subjek Hukum Internasional untuk menaati aturan-aturan yang
terkandung di dalam Hukum Internsional itu sendiri. Pendapat kedualah yang saat ini
berlaku dalam kancah Intersional. Bahwa Hukum Internasional memang sebuah bentuk
dari cabang hukum yang mempunyai sifat memaksa melalui instrumen instrumen yang
tersedia , seperti PBB dan organisasi internsional lainnya.

Hubungan Hukum Internasional sendiri dengan Hukum Nasional juga masih menjadi
polemik. Dalam penerapan kaedah hukum internasional ke dalam sebuah negara masih
belum terdapat kata sepakat di antara subjek Hukum Internasional. Negara-negara telah
berbeda pendapat dari sisi penerapan kaidah Hukum Internasional ke dalam Hukum
Nasional. Negara-negara berbeda pendapat dari sisi penerapan kaidah Hukum Intersional
ke dalam Hukum Nasional. Ada tiga kelompok hukum yang secara historis, mempunyai
tradisi berbeda-beda dalam masalah ini.

Pertama, konsep hukum Anglo-Saxon yang diberlakukan di Inggris dan Negara-negara


jajahannya. Dalam hukum Inggris, kaidah-kaidah Hukum Internasional tidak dapat
diberlakukan dalam konteks nasional kecuali mendapat penyesuaian dengan Common
Law (aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah Inggris). Maka kedah Hukum
Internasional dapat diberlakukan dalam pengadilan Inggris selama tidak bertentangan
dengan kaidah hukum (Common Law) negara tersebut atau mendapat persetujuan dari
pengadilan tertinggi Inggris, bahwa kaedah tersebut dapat diterapkan ke dalam ruang
lingkup peradilan.

Kedua, praktek Amerika Serikat, instrument hukum Amerika Seerikat sengaja membuat
Hukum Nasional agar sesuai dengan Hukum Internasional. Maka sebagian besar dari
kaedah Hukum Internasional dapat langsung diterapkan dalam pengadilan Amerika tanpa
harus melalui persetujuan dari Pengadilan Federal. Maka pengadilan Amerika Serikat
dalam keputusan hukumnya dapat merujuk pada naskah Undang-undang Internasional
langsung, baik yang berupa traktat, perjanjian, konvensi dan sebagainya. Namun hal yang
menyangkut pengakuan negara, batas teritorial tetap harus ada persetujuanm dari pihak
eksekutif.

Ketiga, praktek negara selain Inggris dan Amerika. Yang secara historis biasa juga
disebut sebagai kedah Hukum Kontinental. Dalam prakteknya terdapat bermacam-macam
bentuk. Sebagian besar negara-negara menerapkan Hukum Kebiasaan Internasional oleh
pengadilan-pengadilan nasional, asalkan tidak ada konflik substansi atau pertentangan
kandungan kaedah dari kedua hukum (internasional dan nasional). Hanya sebagian kecil
negara yang mengutamakan kaedah Hukum Internasional daripada Hukum Nasional, jika
terdapat pertentangan isi.

Pada umumnya, Negara lebih mengkedepankan kaedah Hukum Nasional jika terdaoat
kaedah yang mengaturnya, kecuali jika tidak ada perangkat yang mengaturnya maka
dapat merujuk pada aturan Hukum Internasional.

2. Ketentuan Hukum Internasional Tentang Kedudukan dan Perlindungan Warga Negara


Asing.

Menjadi sebuah hak, ketika seorang mengadakan perjalanan dari satu tempat menuju
tempat lain dan bertempat tinggal di dalam negeri tersebut dengan alasan apapun untuk
mendapat perlindungan hukum. Namun dalam prosedur dan proses penerimaan warga
asing, setiap negara mempunyai aturan yang berbeda-beda. Pada tatanan teorinya, ada
empat pendapat mengenai hak izin masuk (admission) warga asing. Pertama, berpendapat
bahwa izin masuk merupakan hak yang harus diberikan oleh Negara kepada semua orang
asing tanpa terkecuali. Kedua, negara berkewajiban memberikan hak izin masuk, tetapi
juga mempunyai hak untuk melarang masuk beberapa kategori orang tertentu seperti
pecandu obat bius, orang yang mempunyai penyakit tertentu dan orang-orang yang 'tidak
dikehendaki' lainnya. Ketiga, Negara terikat untuk memberikan izin masuk kepada setiap
warga asing, namun juga dapat menetapkan syarat-syarat tertentu mengenai prosedur
masuk teritorial negara tersebut. Bisa saja negara memberikan kebebasan admisi kepada
kelompok orang tertentu untuk alasan tertentu, seperti pelajar dan pelancong. Keempat,
negara mempunyai hak penuh untuk melarang seluruh warga asing untuk masuk ke
dalam wilayahnya.

Dalam realitas di lapangan, sebagian besar Negara mempunyai hak penuh untuk menolak
masuknya warga asing ke dalam kawasan teritorialnya, kecuali beberapa orang yang telah
memenuhi syarat-syarat prosedural yang ditentukan. Negara tidak harus tunduk kepada
Hukum Internasional untuk mengizinkan masuknya orang-orang asing, dan bukan suatu
kewajiban bagi negara untuk tidak mengusir mereka. Masalah izin masuk warga asing
biasanya terdapat pada traktat atau perjanjian yang mengatur di antara dua atau lebih dari
dua negara negara, terutama negara yang mempunyai batas teritorial darat. Seperti nota
kesepahaman Indonesia-Malaisia yang mengatur migrasi tenaga kerja Indonesia ke
Malaisia melaui perjanjian bersama.

Dalam hal diizinkannya orang asing untuk masuk batas teritori dan menetap di dalam
kawasan tersebut, maka terdapat ketentuan-ketentuan umum yang diatur dalam Hukum
Internasional. Perserikatan Bangsa-Bangsa menyadur dari komite Liga Bangsa-Bangsa
yang menetapkan bahwa warga asing tidak diistimewakan dari perlakuan fiskal dan
perpajakan. Tidak boleh ada diskriminasi dalam hal pelayanan umum, tetapi negara boleh
melarang warga asing untuk mendapatkan beberapa hak seperti hak politik dan militer.

Selain memberikan izin masuk kepada warga asing, Negara juga mempunyai hak untuk
menjauhkan dan mengusir warga asing dari kawasan teritorial (rekonduksi). Prinsip ini
memuat hak-hak, dan hak negara untuk memberikan atau tidak memberikan izin masuk.
Namun rekonduksi dimaksudkan untuk menjauhkan individu tertentu yang sebagian
besar disebabkan pertimbangan stabilitas keamanan dan ketertiban. Hak merekonduksi
ini adalah hak Negara, seperti halnya hak mengasingkan individu tertentu dari warga
negaranya karena alasan tertentu.

Salah satu masalah perlindungan warga asing menyangkut kedudukannya di dalam


teritorial negara adalah tentang yuridiksi. Yuridiksi adalah berlakunya sebuah undang-
undang yang berdasarkan hukum di dalam kawasan tertentu. Perbedaan konteks yuridiksi
sering menjadi bahan perdebatan. Terdapat yuridiksi teritorial, di mana hukum berlaku
kepada setiap individu yang tinggal di dalam kawasan tersebut, terlepas dari apakah
individu tersebut warga negara asli ataupun warga negara asing. Selain itu juga terdapat
yuridiksi terhadap individu, di mana individu ini bertempat tinggal di kawasan teritorial
negara lain. Yuridiksi teritorial mencakup jalur pantai maritim Negara, kapal-kapal dan
pesawat udara milik negara tersebut, pelabuhan-pelabuhan.

Kita tidak akan jauh membahas konteks dan luas yuridiksi di sini, namun Negara-negara
di dunia saat ini sebagian besar menganut sistem yuridiksi teritorial, di mana negara
berkuasa penuh dalam memberlakukan prinsip hukumnya di dalam kawasan teritorialnya
baik kepada warganya maupun warga asing.

Ada beberapa pengecualian untuk tidak menerapkan aturan hukum negara terhadap
warga asing, seperti kapal asing yang meminta bantuan navigasi dari sebuah negara,
maka kapal tersebut dan pada awaknya tidak tunduk dalam hukum-hukum Negara
pemberi bantuan navigasi selama berada dalam pelabuhannya. Ada beberapa negara juga
yang memberikan batas waktu tertentu kepada warga asing untuk tidak tunduk pada
prinsip yuridiksi teritorial. Seperti Lebanon yang memberikan batas tiga hari dari tanggal
admisi warga asing untuk tidak tunduk pada prinsip yuridiksi teritorial.

Sistem Indonesia juga menganut yuridiksi teritorial. Tertulis dalam KUHP pasal 2:

“Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang


yang melakukan delik di Indonesia.”

Namun Hukum Indonesia juga dapat mengatur perilaku individu yang berdomisili di luar
Indonesia dalam beberapa hal. Seperti kejahatan yang menyangkut keamanan negara
Republik Indonesia, tindak pidana yang dilakukan di dalam perahu atau pesawat udara
milik Indonesia dan hal-hal lainnya yang diatur dalam pasal 3-5 KUHP.

Dalam memberikan perlakuan kepada warga asing, Negara bisa berbeda-beda


metodenya. Namun ada standar minimum dalam perlakuan tersebut. Maksudnya, negara
tidak dapat memberikan perlakuan kepada warga asing di bawah standar minimum yang
telah diatur oleh perangkat Hukum Internasional. Namun dalam beberapa hal, Negara
tentu diperbolehkan untuk memberikan perlakuan melebihi batas minimum.

Misalkan pada pasal 23, 2 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang menyebutkan;
“… setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak atas pengupahan yang sama untuk pekeraan
yang sama…”

Jika sebuah negara memberikan upah yang lebih kepda warga asing terhadap pekerjan
yang sama karena pertimbnga tertentu, artinya Negara telah memberikan perlakuan lebih
dari batas maksimum yang ditentukan oleh Hukum Internasional. Di sini negara tidak
dikategorikan melanggar Hukum Internasional.

3. Perangkat Hukum Internasional Yang Melindungi Hak Individu

Terdapat beberapa peragkat Hukum Internasional dalam rangka melindungi hak-hak


manusia secara umum dan termasuk di dalamnya hak warga asing ketika berdomisili di
negara tertentu, perangkat-perangkat tersebut adalah;

- Universal Decralation of Human Rights


- Covenant On Civil and Political Rights
- Optional Protocol to the Covenant on civil and Political Rights
- Covenant on Economic, Social and Cultural Rights
- Covenant Against Torture
- Convention Against Genocide
- The Geneva Conventions
- Convention on the Rights of the Child
- Convention on Elimination of Discrimination Againts Women
- Charter of the United Nations

Di antara perangkat-perangkat tersebut yang paling kompeten dalam mengatur


kedudukan orang asing dan berkaitan dengan hak manusia secara alami adalah Deklarasi
Universal Tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights). Di sini
penulis cantumkan beberapa pasal yang memuat perlinduangan hak-hak manusia yang
harus dilindungi tersebut.

Dalam Universal Declaration of Human Rights yang diumumkan pada 10 Desember


1948, mencakup segala hak yang harus dipenuhi oleh setiap individu di manapun dia
berada dan kapanpun tanpa membedakan apakah dia warga asing atau bukan, di dalam
tanah airnya atau di luar negeri:

“Pasal 2: Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum
dalam pernyataan ini (aturan ala deklarasi Hak Asasi Manusia) tanpa perkecualian
apapun… asal muasal kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik kelahiran ataupun
kedudukan lain…”

Kemudian menyebutkan juga bahwa manusia mempunyai kedudukan yang sama di


hadapan hukum. Dan tentumya mempunyai perlindungan hukum yang sama tana
membeda-bedakan antara warga asing atau bukan:
“Pasal 7: Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang
sama tanpa diskriminasi…”

“Pasal 10: Setiap orang, dalam persamaan yang penuh, berhak atas pengadilan yang adil
dan terbuka oleh pengadilan yang bebas dan tidak memihak…”

“Pasal 11: Setiap orang yang dituntut kerena disangka melakukan suatu pelanggaran
hukum dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya menurut hukum dalam
suatu peradilan yang terbuka…”

Dalam hak; Hak manusia untuk dapat bepergian ke mana saja ke luar negaranya, Hukum
Internasioanal juga mengaturnya perangkat hukum yangs sama. Kemudian hak juga
diberikan kepada individu untuk dapat selalu kembali ke negaranya tanpa ada larangan
baik dari pemerintah tempat ia berdomisili maupun dari pemerintah negaranya, hal itu
dicantumkan dalam pasal 13:

“…setiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan berdiam di dalam batas-batas setiap
negara. Setiap orang berhak meninggalkan sesuatu negeri, termasuk negerinya sendiri,
dan berhak kembali ke negerinya…"

Hal-hal yang termaktub dalam Hukum Internasional bersifat umum sehingga dalam
implementasinya, pihak Negara tempat berdomisilinya warga asing diperbolehkan
mengatur penggunaan hak-hak tersebut sesuai dengan prinsip yuridiksi teritorial dengan
tanpa mengesampingkan substansi dari psaal-pasal tersebut.

Epilog

Hukum Internasional pada dasarnya merupakan kedah-kaedah yang dibawa oleh


perangkat-perangkat Internasional dan merupakan sebuah keharusan bagi subjeknya,
termasuk Negara dan Organisasi-organisasi Internasional untuk mematuhi. Namun dalam
penerapannya setiap prinsip hukum akan menemui polemik-polemik yang memperlambat
atau bahkan menjadikan kaedah itu sendiri mandek di tengah jalan. Begitu juga dengan
Hukum Internasional.

Terkait dengan isu perlindungan warga asing, banyak sudah materi yang membahas hal
ini. Mulai dari Politik Apartheid di Afrika Selatan, kedudukan imigran Afrika di Eropa
dan juga permasalahan tenaga kerja Indonesia yangs sering mendapat perlakuan tidak
sesuai dengan Hukum Internasional. Tetapi Hukum Internasional, sekali lagi, hanya
merupakan perangkat untuk mengupayakan terwujudnya hak-hak warga asing ketika
berkedudukan di luar negeri.

Negara justru mempunyai peran penting dalam menjunjung hak-hak tersebut melalui
perangkat diplomasi luar negerinya baik dengan perjanjian atrau penanda tanganan nota
kesepahaman dengan Negara maupun Organisasi Internasional. Bahkan bentuk
penekanan juga menjadi nilai tawar handal untuk mengubah kebijakan Negara tertentu
menyangkut kedudukan warga asing di dalam kawasan teritorialnya.
Tulisan ini tentu haya wacana yang mengangkat tentang hak-hak manusia, termasuk
warga asing, dilihat dari kaedah Hukum Internasional yang mengaturnya. Masih sangat
banyak perangkat Hukum Internasional selain Deklarasi Hak Asasi Manusia yang belum
dicantumkan dalam makalah ini. Termasuk perjanjian dan traktat-traktat yang membahas
kedudukan warga dan imigran pihak-pihak penenda tanganan yang kemudian menjadi
pedoman untuk membuat kebijakan dalam dan luar negerinya.

Akhirnya, pembahasan hak warga asing ini tidak akan pernah habis untuk dikaji, sesuai
dengan kemajuan tingkat budaya dan tekhnologi suatu bangsa. Karena mudahnya
manusia berpindah dari satu tempat ke tempat lainya. Sehingga masih terbuka bagi semua
pihak untuk mebuat pembahasan tentangnya dan lebih khusus mengeai hak-hak warga
Indonesia di luar negeri yang harus menjadi prioritas utama pembahasan tersebut.
Terlepas dari macam profesinya di luar negeri yang harus menjadi prioritas utama
pembahasan tersebut. Terlepas dari macam profesinya di luar negeri baik pelajar, tenaga
kerja, pengusaha, bahkan diplomat sekalipun. Harapan dari semua itu tentunya agar hak-
hak yang termaktub dalam Hukum Internasional betul-betul dapat dirasakan oleh warga
kita di negeri rantau.

http://fsqcairo.blogspot.com/2010/07/perlindungan-terhadap-warga-negara.html

Você também pode gostar