Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Oleh :
2010
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA KEDOKTERAN
BLOK HEMATO IMMUNOLOGI
PEMERIKSAAN FRAGILITAS ERITROSIT
Metode Daya Tahan Osmotik Cara Visual
Oleh:
Yuni Hanifah
G1A009097
Kelompok VII
Asisten
Yuli Lestari
(GIA007010)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Judul Praktikum
B. Tanggal Praktikum
21 September 2010
C. Tujuan Praktikum
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dasar Teori
A. Struktur Eritrosit
hidupnya yang 120 hari diperkirakan sepanjang 480 km (300 mil). Untuk
memenuhi fungsi ini, eritrosit adalah cakram bikonkaf yang fleksibel dengan
pereduksi sebagai NADH melalui jalur ini serta sebagai nikotamida adenine
Sel darah merah atau SDM adalah sel yang terbanyak di dalam darah.
Karena sel ini mengandung senyawa yang berwarna merah, yaitu hemoglobin,
maka dengan sendirinya darah berwarna merah. Sel ini dengan mudah dapat
dilihat dengan bantuan mikroskop pada sediaan apusan darah. Pada sediaan
hapus dengan pewarnaan MGG, SDM tampak sebagai sel-sel bulat dengan
bila dilihat dari satu arah, SDM tampak sebagai lingkaran. Bila dilihat dalam
arah yang tegak lurus dari arah yang pertama, akan tampak bentuk penampang
dwicekung atau bikonkaf dari SDM. Dengan demikian, dalam keadaan yang
biasa, morfologi SDM bukanlah berupa suatu bola, akan tetapi berupa suatu
cakram dwicekung atau bikonkaf. Namun, tidaklah berarti sel ini selalu
mempunyai morfologi serupa itu. Bila sel-sel tersebut terpaksa harus melewati
pembuluh kapiler dengan garis tengah rata-rata yang lebih kecil daripada garis
tengah SDM, sel ini dapat pula mengambil bentuk lain sedemikian rupa,
untuk itu hanyalah bentuk silinder atau bahkan kerucut. Selain itu, dalam
penyakit bawaan tertentu, SDM dapat pula berbentuk bola yang sempurna,
seperti yang tampak dalam keadaan sferositosis. Dalam penyakit bawaan yang
lain, yaitu ovalositosis, morfologi SDM seperti telur. Pada umumnya, SDM
dengan pola geometri yang bukan berupa cakram dwicekung tersebut tidak
perkataan lain, SDM seperti ini tidak selentur SDM biasa yang berupa cakram
dwicekung. Oleh karena itu, ketika masuk melalui kapiler, banyak di antara
SDM yang tidak biasa ini rusak sehingga terjadilah pemecahan sel darah
dengan SDM seperti itu akan mengalami keadaan kekurangan darah atau
cakramnya adalah 0.81 + 0.35 mm di tempat yang paling tipis dan 2.58 + 0.27
berubah menjadi lebih besar atau lebih kecil, yang selalu berhubungan dengan
kelainan sel darah merah dan menyebabkan atau menyertai anemia. Bila
ukuran volume SDM menjadi lebih besar, keadaan tersebut biasanya dinamai
sebagai makrositis. Sebaliknya, bila ukuran volume itu menjadi lebih kecil
Membran eritrosit terdiri atas lipid dua lapis (lipid bilayer), protein
membran integral, dan suatu rangka membran. Sekitar 50% membran adalah
protein, 40% lemak, dan 10% karbohidrat. Karbohidrat hanya terdapat pada
lipid dua lapis. Beberapa protein eritrosit telah diberi nomor menurut
membentuk jaringan horisontal pada sisi dalam membran eritrosit dan penting
terbanyak, terdiri atas dua rantai (α dan β) yang saling mengelilingi untuk
kepala membentuk tetramer. Tetramer ini terkait pada aktin di sisi ekornya
dan melekat pada protein band 4.1. pada sisi kepala, rantai spektrin β melekat
dibandingkan kebanyakan sel pada manusia. Pada hakikatnya, sel darah merah
merupakan suatu membran yang membungkus larutan hemoglobin (protein ini
membentuk sekitar 95% protein intrasel sel darah merah), dan tidak memiliki
organel sel, misalnya mitokondria, lisosom atau aparatus Golgi. Sel darah
manusia, seperti sebagian sel darah merah pada hewan, tidak berinti. Namun,
sel darah merah tidak inert secara metabolis. Melalui proses glikolisis, sel
darah merah membentuk ATP yang berperan penting dalam proses untuk
ion (mis. oleh Na+-K+ ATPase dan protein penukar anion serta pengaturan air
Sel darah merah harus mampu melewati bagian-bagian yang sempit dari
ini juga harus tetap mempertahankan bentuk bikonkaf karena bentuk ini
yang melekat pada bagian dalam membran sel darah merah dan berperan
adalah:
terdiri dari dua polipeptida: spektrin 1 (rantai α) dan spektrin 2 (rantai β).
Kedua rantai yang berukuran panjang sekitar 100 nm dan tersusun secara
antiparalel serta berjalina secara longgar ini membentuk suaatu dimer.
yang menjadi penyebab munculnya pita 2.2, 2.3, dan 2.6, yang
3. Aktin. Aktin terdapat di sel darah merah sebagai filament pendek heliks-
ganda –aktin. Ekor dimer spektrin berikatan dengan aktin. Aktin juga
4. Protein 4.1. protein 4.1. adalah suatu protein globular yang berikatan erat
dengan ekor spektrin di tempat yang dekat dengan lokasi terikatnya aktin;
karena itu, protein ini adalah bagian dari kompleks tripel protein 4.1-
(Murray, 2009).
B. Metabolisme Eritrosit
dihasilkan dua molekul ATP, dan dengan demikian dihasilkan ikatan fosfat
pergerakan Na+ dan K+ yang terjadi secara terus menerus. Diperlukan pompa
natrium ATPase membran, dan pompa ini menggunakan satu molekul ATP
untuk mengeluarkan 3 ion natrium dari sel dan memasukan dua ion kalium ke
pada jalur ini membentuk suatu kompleks 1:1 dengan hemoglobin, dan seperti
tetap utuh dalam sel, termasuk SH dalam hemoglobin dan membran eritrosit.
masuknya glukosa ke dalam sel darah merah jauh lebih besar daripada yang
belas macam pengangkut glukosa yang berbeda, tetapi berkaitan telah diisolasi
berbagai jaringan manusia; tidak seperti pengangkut pada sel darah merah,
Retikulosit aktif menyintesis protein. Sel darah merah matang tidak dapat
disebabkan karena pecahnya membran sel darah merah. Membran sel darah
merah mudah dilalui atau ditembus oleh ion-ion H+, OH-NH4+, HCO3-, Cl-, dan
juga oleh substansi-substansi yang lain seperti glukosa, asam amino, urea, dan
asam urat. Sebaliknya membran sel darah merah tidak dapat ditembus oleh
Na+, K+, Ca2+, Mg2+, fosfat organik, dan juga substansi lain seperti hemoglobin
tertentu, tetapi tidak dapat ditembus oleh substansi yang lain (Asscalbiass,
2010).
Hemolisa osmotik terjadi karena adanya perubahan yang besar antara tekanan
osmosa cairan di dalam sel darah merah dengan cairan di sekeliling sel darah
merah. Dalam hal ini tekanan osmosa sel darh merah jauh lebih besar daripada
tekanan osmosa di luar sel. Tekanan osmosa di dalam sel darah merah sama
dengan tekanan osmosa larutan NaCl 0.9%. Bila sel darah merah dimasukkan
ke dalam larutan 0.8% belum terlihat adanya hemolisa, tetapi sel darah merah
yang dimasukkan ke dalam larutan NaCl 0.4% hanya sebagian saja yang
megalami hemolisa, sedangkan sebagian sel darah merah yang lainnya masih
utuh. Perbedaan ini disebabkan karena umur sel darah merah, SDM yang
sudah tua, membran selnya mudah pecah sedangkan SDM muda membran
selnya masih kuat. Bila SDM dimasukkan ke dalam larutan NaCl 0.3% semua
SDM akan mengalami hemolisa. Hal ini disebut hemolisa sempurna. Larutan
yang mempunyai tekanan osmosa lebih kecil daripada tekanan osmosa ini
osmosa lebih besar dari tekanan osmosa isi SDM disebut larutan hipertonis.
Suatu larutan yang mempunyai tekanan osmosa yang sama besar dengan
tekanan osmosa isi SDM disebut larutan isotonis. Sedangkan pada jenis
SDM terutama terdiri dari lipid dan protein, membentuk suatu lapisan
lipoprotein. Jadi, setiap substansi kimia yang dapat melarutkan lemak (pelarut
eter. Substansi lain yang dapat merusak membran SDM diantaranya adalah
bisa ular, bisa kalajengking, garam empedu, saponin, nitrobenzen, pirogalol,
SDM yang ditempatkan pada larutan garam yang isotonis tidak akan
mengalami kerusakan dan tetap utuh. Tetapi bila SDM ditempatkan dalam air
destilata SDM akan mengalami hemolisa karena tekanan osmosa isi SDM jauh
lebih besar daripada di luar sel sehingga mengakibatkan banyak air masuk ke
dalam SDM (osmosis). Selanjutnya air yang banyak masuk ke dalam SDM itu
Komposisi membran plasma sel darah merah yang relatif terdiri dari asam
bahwa morfologi, ukuran, dan populasi dari sel darah merah yang berinti
primaquine dan ekstak kacang Fava telah dilaporkan sebagai agent yang dapat
mengganggu status redoks sel darah merah khususnya pada mereka yang
1983; Champe et al., 2005; Ojo et al., 2006). Sel darah merah orang-orang
antara kelompok dataran rendah dan dataran tinggi (p<0,05). Rerata kadar
MDA, vitamin E dan fragilitas eritrosit pada KDR, sebelum diberi vitamin E
berturut-turut adalah 2,77 ± 0,54nmol/ml, 18,90 ± 6,52 μg/ml, dan 0,76 ±
0,33%. Sedangkan rerata kadar MDA, vitamin E dan fragilitas eritrosit pada
29,13 ± 9,00 μg/ml, dan 0,57 ± 0,16%. Rerata kadar MDA, vitamin E dan
3,54 ± 0,73nmol/ml, 15,78 ± 6,52 μg/ml, dan 0,75 ± 0,13%. Sedangkan rerata
kadar MDA, vitamin E dan fragilitas eritrosit pada KDR, setelah diberi
vitamin E berturut-turut adalah 2,53 ± 0,40 nmol/ml, 24,04 ± 8,49 μg/ml, dan
0,59 ± 0,12%. Hasil uji-t amatan ulangan sebelum dan setelah pemberian
KDR dan KDT. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemberian vitamin E
pada manula di daerah dataran tinggi dan dataran rendah dapat menurunkan
lisis membran eritrosit dengan cara membentuk radikal bebas. Paparan sinar
dan radikal hidroksil (OH°). Radikal hidroksil (OH°) ini merupakan oksidan
elemen dalam sel seperti protein, asam nukleat, lipid dan lain-lain, sehingga
dapat dengan mudah dan cepat merusak struktur sel atau jaringan. Reaksi
proteolisis. Membran eritrosit merupakan salah satu membran sel yang rentan
menyerang membran sel, maka dapat terjadi lisis bahkan kematian eritrosit.
0,341 dan kelompok II adalah 0,301. Hal ini menunjukkan hemolisis lengkap
NaCl 0,36%, sedangkan pada kelompok yang sering terpapar asap kendaraan
(Adoe, 2006).
Eritrosit pada subyek yang sering terpapar sinar matahari kurang fragil
METODE
A.1. Alat
1. Spuit 3 cc
2. Tourniquet
3. 12 Tabung reaksi
5. Pipet
6. Beaker Glass
7. Cavum Med
8. Kapas + Alkohol
A.2. Bahan
1. Darah
2. EDTA
3. NaCl 0.5%
4. Akuades
B. Tata Urutan
sebanyak 2 tetes.
3. Mendapatkan Whole blood untuk sampel.
4. Menyusun 12 tabung reaksi pada rak tabung reaksi dan dibagi menjadi 2
belakang dengan urutan 25, 24, 23, 22, 21, 20, 19, 18, 17, 16, 15, 14.
reaksi.
11. Memperhatikan hasilnya yang mana saja tabung yang terjadi permulaan
penurunan fragilitas.
C. Nilai Normal
A. Hasil
1. Probandus
Usia : 18 tahun
darah untuk dijadikan sampel whole blood. Setelah darah diambil dari probandus,
darah segera disimpan di dalam vacuum med yang sudah ditetesi EDTA (Etilen
Diamine Tetra Acid) agar darah tidak menggumpal. Darah yang dimasukkan ke
dalam plakon dari spuit tidak disemprotkan begitu saja, tatapi dengan
menempelkan spuit ke dinding plakon agar sel-sel darah tidak rusak. Setelah itu,
menyiapkan 12 tabung reaksi pada rak tebung reaksi dan diberi nomor tabung 25,
24, 23, dan seterusnya sampai nomor tabung 14. Selanjutnya, meneteskan setiap
tabung dengan NaCl 0.5% yang banyak tetesnya disesuaikan dengan nomor
sehingga volume pada tabung reaksi adalah 25 tetes. Karena ditambahkan akuades
tetes. Tabung dibiarkan tegak lurus dalam tabung reaksi dan dibiarkan selama 60
Setelah 60 menit, 12 tabung reaksi pada dua baris rak diamati dilihat yang
mana yang paling berwarna merah. Setelah diamati didapatkan bahwa permulaan
fragilitas eritrosit. Hal ini bisa terjadi karena memang benar-benar eritrosit
probandus yang tidak normal atau karena beberapa kesalahan yang mungkin
dalam praktikum.
Beberapa kesalahan sangat mungkin terjadi dan menyebabkan hasil
adalah:
beberapa orang yang meneteskan NaCl, akuades, dan sampel darah (bukan
satu orang yang meneteskan) sehingga sangat mungkin hasilnya tidak sama
2. Rak tabung reaksi yang tidak sengaja tergeser sehingga tabung reaksi yang
C. Aplikasi Klinis
darah tepi. Direct Antiglobulin test positif akibat IgG, IgG dan
komplemen atau IgA pada sel dan pada beberapa kasus, autoantibodi
2005).
dan 424 tes antiglobulin langsung. Itu adalah temuan baru pada sekitar
80% dari pasien dan menyebabkan perawatan yang lebih tepat waktu
dan tepat pada setengah dari seluruh pasien (Froom et al, 2005).
untuk memproduksi jumlah rantai alfa dan beta pada hemoglobin yang
2006).
KESIMPULAN
tekanan osmosa, pajanan zat kimia, suhu, pH darah, morfologi dan ukuran sel