Você está na página 1de 38

ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SKIZOFRENIA

A. Pengkajian
1. Riwayat. Tinjau kembali riwayat klien untuk adanya stresor pencetus dan data
yang signifikan.
 Kerentanan genetic-biologik (riwayat keluarga)
 Peristiwa hidup yang menimbulkan stress
 Hasil pemeriksaan status mental
 Riwayat psikiatrtik dan keptuhan terhdap pengobatan di masa lalu
 Riwayat pengobatan\
 Penggunaan obat dan alcohol
 Riwayat pendidkkan dan pekerjaan
2. Kaji klien untuk adanya gejala-gejala karakteristik
3. Kaji sistem pendukung keluarga dan komunitas
 Pengaturan hidup saat ini dan tingkat pengawasan
 Keterlibatan dan dukungan keluarga
 Manajer kasus atau ahli terapi
 Pertisipasi dalam program pengobatan komunitas
4. Kaji pengetahuan dasar klien dan keluarga
Kaji apakah klien dan keluarganya mempunyai pengetahuan yang cukup
tentang:
 Gangguan skizofrenia
 Rekomendasi medikasi dan pengobatan
 Tanda-tanda kekambuhan
 Tindakan untuk mengurangi stress\
5. Kaji klein untuk adanya efek samping medikasi antipsikotik
Efek sistem pyramidal ( extrapyramidal system ;ESE,). Gunakan alat-alat
tertentu, seperti skala AIMS atau skala neurological simpson, untuk
melakukan pengkajian. Afek antikolinergik Efek kardiovaskuler

B. Diagnosis keperawatan
1. Analisis gejala positif dan negative
2. Analisis kekutan dan kelemahan klien, termasuk:
 Kemampuan mengurus diri
 Sosialisasi
 Komunikasi
 Menguji realitas
 Keterampilan pekerjaan
 Sistem pendukung
3. Analisis faktor-faktor yang meningkatkan resiko ekspresi perilaku yang tidak
disadari, termasuk:
 Agitasi
 Marah
 Curiga
 Adanya halusinasi yang mengancam
4. Membentuk dan memprioritaskan diagnosis keperawatan bagi klien dan
kelurganya.
 Harga diri rendah, kronis
 Koping keluarga tidak efektif : memburuk
 Gangguan penetalaksaan pemeliaharan rumah
 Koping individu tidak efektif
 Kurang pengetahuan ( sebutkan)
 Penatalaksanaan tidak efektif progarm terapeutik : keluarga
 Penatalaksanaan tidak efektif progarm terapeutik : individu
 Ketidakpatuhan
 Perubahan kinerja peran
 Kurang perawatan diri ( sebutkan)
 Perubahan sensorik/persepsi: penglihatan, penedengaran , kinestetik,
 Pengecapan, peraba, penciuman (sebutkan)
 Perubahan proses berfikir
 Resiko kekerasan terhadap diri sendiri/orang lain

C. Perencanaan dan identifikasi hasil


1. Tetapkan tujuan yang realistis bersama klien
2. Tetapkan kriteria hasil yang diinginkan bagi klien dengan gangguna
skizofrenia
3. Tetapkan criteria hasil yang diinginkan bagi keluarga yang memilki anggota
keluarga skizofrenia.

D. Implementasi
1. Klien yang menarik diri dan isolasi
 Gunakan diri secara terapeutik
 Lakukan interaksi yang terencana, singkat, sering dan tidak menuntut.
 Rencanakan kativitas sederhana satu-lawan-satu.
 Pertahankan konsistensi dan kejujuran dalam interaksi.
 Secara bertahap anjurkan klien untuk berinteraksi dengan teman-temannya
dalam situasi yang tidak mengancam
 Berikan pelatihan keterampilan sosial.
 Lakukan berbagai tindakan untuk meningkatkan harga diri.
2. Klien menunjukkan perilaku regresif atau tidak wajar
 Lakukan pendekatan apa adanya terhadap perilaku aneh (jangan
memperkuat perilaku ini).
 Perlakukan klien sebagai orangdewasa, waluapun ia mengalami regresi.
Pantau pola makan klien; dan beri dukungan serta bantuan bila perlu.
 Bantu klien dalam hal higiene dan berdandan, hanya bila ia tidak dapat
melakukannya sendiri.
 Berhati-hati dengan sentuhan karena dapat dianggap sebagai ancaman
 Buat jadwal rutin aktivitas hidup sehari-hari.
 Berikan pilhan sederhana dari dua hal bagi klien yang mengalami
mabivalensi
3. Klien dengan pola komunikasi tidak jelas
 Perthankan komunikasi anda sendiri agar tetap jelas dan tidak ambigu.
 Pertahankan konsistensi komunikasi verbal dan nonverbal anda.
 Klarifikasi setiapmakna yang ambigu atau tidak jelas berkaitan dengan
komunikasi klien
4. Klien curiga dan kasar
 Bentuk hubungan profesional; terlalu ramah dapat diangap ancaman.
 Berhati-hati dengan sentuhan karena dapat dianggap sebagai ancaman.
 Berikan kontrol dan otonomi sebanyak mungkin kepada klien dalam
batas-batas terapeutik.
 Ciptakan rasa percaya melalui interaksi singkat yang mengomunikasikan
perhatian dan rasa hormat.
 Jelaskan setiap pengobatan, medikasi dan pemeriksaan laboratorium
sebelum memulainya.
 Jangan berfokus atau memperkuat ide curiga atau waham.
 Identifikasi dan berikan respons terhadap kebutuhan emosi yang
mendasari kecurigaan atau waham
 Lskuksn intervensi bila klien menunujjkan tanda-tanda peningkatan
ansietas dan berpotensi mengkejspresikan perilaku yang tidak disadarinya.
 Berhati-hatilah untuk tidak berperilaku dengan cara yang dapat
disalahartikan kilen
5. Klien dengan halusinasi atau waham
 Jangan memfokuskan perhatian pada halusinasi atau waham. Lakukan
interupsi terhadap halusinasi klien dengan memulai interaksi satu-lawan-
satu yang didasarkan pada realitas.
 Katakan bahwa Anda tidak sependapat dengan persepsi klien, tetapi
validasi bahwa anda percaya bahwa halusinasi tersebut nyata bagi klien.
 Jangan berargumentasi dengan klien tentang halusinasi atau waham.
 Berikan respons terhadap perasaan yang dikomunikasikan klien pada saat
ia mengalami halusinasi atau waham.
 Alihkan dan fokuskan klien pada aktivitas yang terstruktur atau tugas
berbasis realitas.
 Pindahkan klien ke tempat yang lebih tenang, yang kurang menstimulasi.
 Tunggu sampai klien tidak mengalami halusinasi atau waham sebelum
memulai sesi penyuluhan tentang hal itu.
 Jelaskan bahwa halusinasi atau waham adalah gejala-gejala gangguan
psikiatrik.
 Katakan bahwa ansietas atau peningkatan stimulus dari lingkungan, dapat
menstimulasi timbulnya halusinasi.
 Bantu klien mengendalikan halusinasinya dengan berfokus pada realitas
dan minum obat sesuai resep.
 Bila halusinasi tetap ada, Bantu klien untk mengabaikannya dan tetap
bertindak dengan benar walaupun terjadi halusinasi.
 Ajarkan berbagai strategi kognitif dan katakan kepada klien untuk
menggunakan percakapan diri (“suara-suara itu tidak masuk akal”) dan
penghentian pikiran (“saya tidak akan memikirkan tentang hal ini”).
6. Klien dengan perilaku agitasi dan berpotensi melakukan kekerasan
 Observasi tanda-tanda awal agitasi; lakukan intervensi sebelum ia mulai
mengekpresikan perilaku yang tidak disadarinya.
 Berikan lingkungan yang aman dan tenang; kurangi stimulus ketika klien
mengalami agitasi.
 Jangan membalas klien bila klien berkata kasar; gunakan nada suara yang
tenang.
 Berikan ruang pribadi dan hindari kontak fisik.
 Dorong klien untuk membicarakan, dan bukan melampiaskan
perasaannya.
 Tawarkan obat seperlunya kepada klien yang mengalami agitasi.
 Isolasi klien dari lingkungan sosial klien bila agitasi meningkat.
 Tetapkan batasan-batasan perilaku yang tidak dapat diterima dan secara
konsisten ikuti protokol institusi untk mengambil tindakan.
 Ikuti protokol institusi untuk menghadapi klien yang mengekspresikan
perilaku yang tidak disadari.
 Pastikan bahwa semua anggota staf ada di tempat pada saat berupaya
meredakan kekerasan yang dilakukan klien. Bila diperlukan restrein,
laukan secara aman dan dengan sikap yang tidak menghukum, ikuti
protokol dan berikan lingkungan yang aman.
7. Keluarga dari klien dengan gangguan skizofrenia
 Anjurkan setiap anggota keluarga untuk mendiskusikan perasaan dan
kebutuhannya.
 Bantu keluarga mendefinisikan aturan-aturan dasar tentang menghormati
privasi orang lain dan hidup bersama.
 Anjurkan setiap anggota keluarga untuk berinteraksi dengan lingkungan
sosial yang lebih luas.
 Anjurkan setiap anggota keluarga untuk terlibat dalam kegiatan kelompok
pendukung.
 Bantu setiap anggota keluarga untuk mengidentifikasi situasi yang
menimbulkan ansietas dan menyusun rencana strategi koping yang
spesifik.
 Ajarkan pada keluarga tentang penyakit skizofrenia dan
penatalaksanaannya
 Penyuluhan keluarga yang anggota keluarganya menderita skizofrenia
1) Ajarkan pada keluarga tentang skizofrenia :
o Skizofrenia adalah gangguan otak yang memengaruhi semua aspek
fungsional.Tidak ada penyebab tunggal yang telah ditetapkan,
tetapi penelitian menunjukkan bahwa penyebabnya, antara lain
genetika, perubahan struktur dan kimia otak, serta berbagai faktor
yang berkaitan dengan stress.
o Gejala-gejalanya dapat mencakup mendengar suara-suara
(halusinasi), keyakinan yang keliru (waham), berkomunikasi
dengan cara yang sulit dipahami, serta fungsi okupasi dan sosial
yang buruk.
o Gejala-gejala dapat membaik, tetapi dapat juga kambuh terus
seumur hidup.
2) Ajarkan pada keluarga tentang :
o Obat-obatan antipsikotik yang digunakan; penting bagi klien untuk
meminumnya sesuai resep.
o Efek samping yang banyak terjadi dan dapat diatasi bila segera
dilaporkan ke penyedia layanan kesehatan. (Berikan informasi
spesifik mengenai obat klien).
o Menindaklanjuti perawatan dengan ahli terapi atau manajer
perawatan merupakan hal yang sangat penting.
3) Ajarkan pada keluarga tentang cara-cara mengatasi gejala klien :
o Identifikasi berbagai kejadian yang secara tipikal mengecewakan
klien dan memberikan bantuan ekstra sesuai kebutuhan.
o Catat kapan klien menjadi marah dan lakukan tindakan-tindakan
untuk mengurangi ansietas.
o Tindakan untuk mengurangi ansietas meliputi istirahat, teknik-
teknik relaksasi, keseimbangan antara istirahat dan aktivitas, dan
diet yang tepat.
o Catat gejala-gejala yang ditunjukkan klien ketika ia sakit, dan bila
ini terjadi anjurkan klien untuk menghubungi penyedia layanan
kesehatan (bila ia menolak, Anda harus menghubungi sendiri
penyedia layanan kesehatan tersebut).
o Tidak menyetujui pernyataan klien tentang halusinasi atau waham;
beri tahu tentang realitas, tetapi jangan berargumentasi dengan
klien.Informasi tambahan :
 Ajarkan kepada keluarga tentang perawatan diri
 Anjurkan keluarga untuk membicarakan tentang perasaan dan
kekhawatiran mereka dengan penyedia layanan kesehatan.
 Anjurkan keluarga untuk mau mempertimbangkan bergabung
dengan kelompok pendukung atau bantuan masyarakat.
E. Evaluasi hasil
1. Klien mengidentifikasikan perasaan internalnya terhadap ansietas dan
menggunakan tindakan koping yang sudah dipelajarinya untuk mengurangi
ansietas.
2. Klien dapat menjaga hygiene dirinya.
3. Klien mengikuti jadwal rutin untuk aktivitas hidup sehari-hari.
4. Klien menunjukkan perilaku yang tepat dalam situasi sosial.
5. Klien berkomunikasi tanpa menunjukkan pemikiran disosiasi.
6. Klien membedakan antara pikiran da perasaan yang distimulasi dari dalam
dirinya dan yang distimulasi dari luar.
7. Klien menunjukkan berkurangnya atau terkendalinya cara berpikir magis,
waham, halusinasi dan ilusi.
8. Klien menunjukkan perbaikan interaksi sosial dengan orang lain.
9. Klien menunjukkan afek yang sesuai dengan perasaan, pikiran, dan situasi.
10. Klien menunjukkan berkurangnya perasaan curiga, negatif dan marah.
11. Klien mengidentifikasi aspek-aspek positif pada dirinya.
12. Anggota keluarga menggunakan strategi koping yang efektif untuk mengatasi
situasi yang menimbulkan ansietas.
13. Klien berpartisipasi dalam rencana pengobatan dan mau menindaklanjuti
program pengobatan di komunitas.
14. Klien dan keluarga menggunakan pengetahuan tentang gangguan, program
pengobatan, medikasi, gejala-gejala dan penatalaksanaan krisis secara
berkelanjutan.

Ada banyak sekali perilaku yang bisa disebut sebagai perilaku abnormal. Antara satu
sindrom (penyakit) dengan sindrom yang lain bahkan bisa dikatakan hampir serupa dan sulit
untuk membedakannya. Kemudian disusunlah suatu metode untuk mengklasifikasikan
sindrom-sindrom tersebut agar tidak terjadi kerancuan dan tumpang tindih. Saat ini
klasifikasi yang dipakai oleh hampir seluruh ahli adalah klasifikasi yang dikeluarkan oleh
Asosiasi Psikiatrik Amerika yang biasa disebut Diagnostic and Statistical Manual (DSM). Saat
ini DSM yang digunakan adalah DSM-IV TR.

Berikut adalah klsifikasi perilaku abnormal yang berdasarkan DSM-IV TR:


1. Gangguan yang Biasanya Didiagnosis Pertama Kali di Masa bayi, Kanak-kanak ata Remaja:
* Separation Anxiety Disorder. Anak yang mengalami angguan anxietas (kecemasan)
terhadap perpisahan, memiliki kecemasan berlebihan untuk berada jauh dari rumah atau
dari orang tua.
* Conduct Disorder. Anak-anak yang mengalami gangguan tingkah laku berulang kali
melanggar norma dan aturan sosial.
* Attention, Deficity/Hyperactivity Disorder. Individu yang mengalami gangguan kurangnya
perhatian/hiperaktivitas memiliki kesulitan mempertahankan perhatian dan tidak mampu
mengontrol aktivitasnya saat situasi menghendaki demikian.
* Individu yang mengalami retardasi mental. Menunjukkan fungsi intelektual di bawah
normal dan kurangnya fungsi adaptif.
* Gangguan perkembangan persuasif termasuk gangguan autistik, sutu kondisi parah di
mana individu memiliki masalah dalam menguasai keterampilan komunikasi dan
menunjukkan kekurangan dalam berhubungan dengan orang lain.
* Gangguan Belajar mengacu pada keterlambatan penguasaan keterampilan berbicara,
membaca, berhitung dan menulis.

2. Gangguan yang Berhubungan Dengan Zat


* Gangguan ini terjadi mengonsumsi zat (alkohol, oprat, kokain, opium, amfetamin dan
sebagainya) berubah perilakunya hingga menurunkan fungsi sosial atau pekerjaan. Individu
tersebut tidak mampu lagi mengendalikan konsumsi zat tersebut dan dapat berkembang ke
sintom putus zat (sakau).
 
3. Skizofrenia
* Bagi para individu yang mengalami skizofrenia kontak dengan realita mengalami
kegagalan. Mereka tidak dapat membedakan antara realita dan bukan realita. Karena
mereka sering mengalami delusi dan halusinasi. Mereka juga memiliki emosi yang tumpul,
datar atau tidak sesuai dan hubungan sosial serta kemampuan bekerjanya menurun.
 
4. Gangguan Mood
* Gangguan Depresif Mayor, seseorang mengalami kesedihan yang mendalam dan tidak
bersemangat dan kemungkinan juga kehilangan berat badan dan energi serta mempunyai
pikiran untuk bunuh diri.
* Mania, dapat digambarkan sebagai orang yang terlalu bersemangat, sangat mudah
tersinggung, lebih aktif dari biasanya, mudah teralihkan perjatiannya dan memiliki harga diri
yang tinggi yang tidak realistis.
* Gangguan Bipolar, terjadi bila seseorang mengalami episode mania dan depresi sekaligus.
 
5. Gangguan Anxietas, mencakup beberapa ketakutan irasional atau berlebihan sebagai
gangguan utama
* Fobia. Individu yang fobia memiliki ketakutan yang sangat besar terhadap suatu objeak
atau situasi sehingga mereka harus menghindarinya walaupun mereka sadar bahwa
ketakutan mereka tersebu tidak berdasar dan tidak beralasan serta menggangu kehidupan
mereka.
* Gangguan Panik, penderitanya mengalami serangan yang sangat intens secara mendadak,
menimbulkan penderitaan yang sangat sehingga dapat membuat mereka gemetar, merasa
hendak pingsan dan sulit bernapas. Gangguan panik dapat disertai dengan agrofobia, bila
orang tersebut juga memiliki ketakutan untuk meninggalkan lingkungan yang dikenalnya.
* Generalized Anxiety Disorder, orang yang mengalami gangguan ini memiliki ketakutan dan
kecemasan yeng bersifat menyeluruh, menetap dan tidak dapat dikontrol. Mereka selalu
merasa cemas, tegang dan sangat mudah lelah.
* Gangguan Obsesif Kompulsif, orang yang mengalami gangguan ini memiliki obesesi atau
kompulsi yang menetap. Obsesi adalah pikiran, ide atau citra yang terus menerus berulang
secara tidak terkendali dan mendominasi kesadaran seseorang. Kompulis adalah dorongan
untuk melakukan tindakan stereotip dengan tujuan yang umumnya tidak realistik yaitu
menghilangkan sistuasi yang menimbulkan ketakutan. Upaya untuk menolak kompulsi
menimbulkanaketegangan yang sangat besar sehingga individu biasanya menyerah dan
melakukannya.
* Gangguan Stress Pacatrauma, yaitu seseorang yang mengalami kecemasan dan
ketumpulan emosi setelah mengalami suatu peristiwa yang snagta traumatik. Individu
mengalami ingata yang menyakitkan dan mengganggu pada siang hari dan mimpi buruk
pada malam hari.
* Gangguan Stress Akut sama dengan gangguan stress pascatrauma tapi simtom-simtomnya
berlangsung tidak lama.
 
6. Gangguan Somatoform, individu dengan gangguan ini mengalami simtom-simtom fisik
(seperti sakit kepala terus menerus) namun tidak diketahui penyebabnya secara
medis/fisiologis. Umumnya penyebabnya lebih bersifat psikologis.
* Orang yang mengalami gangguan somatisasi mempunyai riwayat panjang tentang
berbagai keluhan fisik.
* Gangguan Konversi, penderitanya kehilangan fngsi motorik atau indera seperti
kelumpuhan.
* Gangguan Nyeri, orang yang mengalami gangguan ini menderita sakit yang parah dan
berlangsung lama.
* Hipokondriasis adalah kesalahan interpretasi terhadap sensasi fisik minor yang dianggap
sebagai penyakit serius.
* Body Dysmorphyc Disorder dikuasai dengan imajinasi mengenai kekurangan penampilan
fisik mereka.
 
7. Ganggun Disosiatif, gangguan ini memengaruhi perubahan kesadaran yang mendadak
dan berpengaruh memori dan identitas.
* Amnesia Dissosiatif, penderitanya lupa dengan seluruh masa lalu mereka atau kehilangan
memori selama perode waktu tertentu.
* Fugue Dissosiatif, individu secara mendadak dan tanpa diduga melakukan perjalanan ke
suatu wilayah baru, memulai hidup baru dan lupa dengan identitas diri sebelumnya.
* Gangguan Identitas Dissosiatif (Kepribadian Ganda) memiliki dua atau lebih kepribadian
yang berbeda yang masing-masing kompleks dan dominan pada suatu waktu.
* Gangguan Depersonalisasi adalah perasaan terasing atau tidak nyata terhadap diri sendiri
yang parah dan menggangu.
 
8. Gangguan Seksual dan Identitas Gender
* Parafilia, orang yang memperoleh kepuasan seksual dari sumber yang tidak wajar seperti
pedofilia, eksibisionisme, voyeurisme, sadisme dan masokisme.
* Disfungsi Seksual, penderitanya mengalami ketidakmampuan menyelesaikan siklus respon
seksual yang wajar sepert tidak mampu mempertahankan ereksi, ejakulasi dini dan
hambatan orgasme.
* Gangguan Identitas Gender, yaitu orang yang merasa sangat tidak nyaman dengan jenis
kelamin anatomis mereka dan mengidentifikasikan diri dalam kelompok yang berjenis
kelamin sebaliknya.
 
9. Gangguan Tidur
* Dissomnia, orang yang mengalami gangguan dalam hal jumlah jam tidur (terlalu sedikit,
terlalu banyak), kualitas tidur (seperti tidak merasa segar di pagi haris ehabis bangun tidur)
dan waktu tidur (orang tersebut tidak bisa tidur di waktu-waktu yang merupakan waktu
tidur yang wajar).
* Parasomnia yaitu kejadian yang tidak biasa terjadi dalam tidur seperti berjalan ketika tidur
 
10. Gangguan Makan
* Anorexia Nervosa, penderita menghindari makanan dan menjadi sangat kurus, biasanya
disebabkan rasa takut yang besar untuk menjadi gemuk.
* Bulimia Nervosa terdapat episode makan yang berlebihan disertai dengan aktivitas
kompensatif seperti dengan sengaja muntah atau dengan sengaja minum obat pencahar
secara berlebihan.
 
11. Gangguan Buatan, orang yang mengalami gangguan ini dengan sengaja menciptakan
atau mengeluhkan simtom-simtom fisik atau psikologis untuk dianggap sebagai orang sakit.
 
12. Gangguan Penyesuaian, mencakup simtom-simtom emosional atau perilaku yang terjadi
setelah munculnya stresor hidup yang besar.
 
13. Gangguan Kontrol Impuls
* Gangguan Eksplosif Tidak Tetap, penderitanya mengalami beberapa episode perilaku
kekerasan yang mengakibatkan kerusakan atau mencederai orang lain.
* Kleptomania, seseorang gemar melakukan pencurian namun bukan dikarenakan nilai uang
atau kegunaan benda yang dicuri tersebut.
* Pyromania, seseorang secara sengaja menimbulkan kebakaran dan mendapatkan
kesenangan dengan melakukannya.
* Judi Patologis, seseorang dikuasai dengan keinginan berjudi tanpa mampu
menghentikannya dan menggunakan judi sebagai pelarian diri dari masalah.
* Trikotillomania, pederitanya tidak dapat menahan dorongan untuk menarik-narik
rambutnya yang sering kali menyebabkan kerontokan rambut dalam jumlah banyak.
 
14. Gangguan Kepribadian
* Gangguan Kepribadian Skizoid. Penderitanya selalu menyendiri, hanya mempunyai sedikit
teman dan tidak peduli dengan pujian atau kritikan.
* Gangguan Kepribadian Narsisitik, penderitanya memiliki perasaan yang berlebihan bahwa
dirinya penting, mengkhayalkan kesuksesan besar, membutuhkan perhatian terus menerus
dan sangat mungkin mengeksploitasi orang lain.
* Gangguan Kepribadian Antisosial, terlihat sebagai gangguan dalamtingkah laku sebelum
orang tersebut mencapai usia 15 tahun dan terwujud dalam tingkah laku membolos, lari
dari rumah dan kenakalan yang menjurus ke arah kriminalitas dan kekasaran. Di masa
dewasa orang tersebut tidak peduli dan tidak merasa bersalah atau malu untuk melanggar
norma sosial.
 
15. Delirium, Demensia, Amnestik dan Gangguan Kognitif lainnya
* Delirium adalah kondisi tertutupnya kesadaran, perhatian yang tidak terfokus dan arus
berpikir yang tidak runtut. Mungkin disebabkan oleh konsusmi zat kimia yang berlebihan
atau malnutrisi.
* Demensia yaitu suatu kondisi penurunan kapasitas mental terutama memori dikaitkan
dengan penyakit Stroke, Alzheimer dan beberapa kondisi medis lainnya.
* Amnestik merupakan kerusakan memori tanpa mengalami delirium atau demensia.

FAKTOR PENYEBAB GANGGUAN JIWA:

Sampai saat ini belum diketahui penyebab (etiologi) yang pasti yang menyebabkan
seseorang Menderita skizofrenia, Beberapa factor yang diduga menjadi penyebab
sikozofrenia antara lain :
1. Faktor genetik;
2. Virus;
3. Auto antibody;
4. Malnutrisi.

Genetik
Dari sebuah penelitian diperoleh gambaran sebagai berikut :
(1) Studi terhadap keluarga menyebutkan pada orang tua 5,6%, saudara kandung
10,1%; anak-anak 12,8%; dan penduduk secara keseluruhan 0,9%.
(2) Studi terhadap orang kembar (twin) menyebutkan pada kembar identik 59,20%;
sedangkan kembar fraternal 15,2%.

Penelitian lain menyebutkan bahwa gangguan pada perkembangan otak janin juga
mempunyai peran bagi timbulnya skizofrenia kelak dikemudian hari. Gangguan ini
muncul, karena kekurangan gizi, infeksi, trauma, toksin dan kelainan hormonal.
Penelitian mutakhir menyebutkan bahwa meskipun ada gen yang abnormal,
skizofrenia tidak akan muncul kecuali disertai faktor-faktor lainnya yang disebut
epigenetik faktor.
Skizofrenia muncul bila terjadi interaksi antara abnormal gen dengan :
(a) Virus atau infeksi lain selama kehamilan yang dapat menganggu perkembangan
otak janin;
(b) Menurunnya autoimun yang mungkin disebabkan infeksi selama kehamilan;
(c) Komplikasi kandungan; dan
(d) Kekurangan gizi yang cukup berat, terutama pada trimester kehamilan.

Selanjutnya dikemukakan bahwa orang yang sudah mempunyai faktor epigenetik


tersebut, bila mengalami stresor psikososial dalam kehidupannya, maka risikonya
lebih besar untuk menderita skizofrenia dari pada orang yang tidak ada faktor
epigenetik sebelumnya.

Penyebab Umum Gangguan jiwa


Manusia bereaksi secara keseluruhan, secara holistik, atau dapat dikatakan juga,
secara somato-psiko-sosial. Gangguan jiwa artinya bahwa yang menonjol ialah
gejala-gejala yang patologik dari unsur psikis. Hal ini tidak berarti bahwa unsur yang
lain tidak terganggu. Hal-hal yang dapat mempengaruhi perilaku manusia ialah
keturunan, usia dan Jenis Kelamin, keadaan fisik, keadaan psikologik, keluarga, adat-
istiadat, kebudayaan dan kepercayaan, pekerjaan, pernikahan dan kehamilan,
kehilangan dan kematian orang yang dicintai, agresi, rasa permusuhan, hubungan
antar manusia, dan sebagainya.

Perkiraan jumlah penderita beberapa jenis gangguan jiwa yang ada dalam satu tahun
di Indonesia.
Psikosa fungsional 520.000
Sindroma otak organik akut 65.000
Sindroma otak organik menahun 130.000
Retradasi mental 2.600.000
Nerosa 6.500.000
Psikosomatik 6.500.000
Gangguan kepribadian 1.300.000
Ketergantungan obat 1.000

Biarpun gejala umum atau gejala yang menonjol itu terdapat pada unsur kejiwaan,
tetapi penyebab utamanya mungkin di fisik (somatogenik), dilingkungan sosial
(sosiogenik) ataupun di psikis (psikogenik). Biasanya tidak terdapat penyebab
tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang saling
mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbullah gangguan fisik
ataupun jiwa. Umpamanya seorang dengan depresi, karena kurang makan dan tidur
daya tahan fisiknya mengalami penurunan sehingga mengalami penyakit fisik.

Sebaliknya seorang dengan penyakit fisik misalkan kanker yang melemahkan, maka
secara psikologisnya juga akan menurun sehingga kemungkinan mengalami depresi.
Penyakit pada otak sering mengakibatkan gangguan jiwa. Contoh lain adalah seorang
anak yang mengalami gangguan otak (karena kelahiran, peradangan dan sebagainya)
kemudian menjadi hiperkinetik dan sukar diasuh. Ia mempengaruhi lingkungannya,
terutama orang tua dan anggota lain serumah. Mereka ini bereaksi terhadapnya dan
mereka saling mempengaruhi. Sumber penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh
faktor-faktor pada ketiga unsur itu yang terus menerus saling mempengaruhi, yaitu :

1. Faktor-faktor somatik (somatogenik)

Neuroanatomi
Neurofisiologi
neurokimia
tingkat kematangan dan perkembangan organik
faktor-faktor pre dan peri - natal
2. Faktor-faktor psikologik ( psikogenik) :

Interaksi ibu –anak : normal (rasa percaya dan rasa aman) atau abnormal berdasarkan
kekurangan, distorsi dan keadaan yang terputus (perasaan tak percaya dan
kebimbangan)
Peranan ayah
Persaingan antara saudara kandung
inteligensi
hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat
kehilangan yang mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu atau rasa salah
Konsep diri : pengertian identitas diri sendiri versus peran yang tidak menentu
Keterampilan, bakat dan kreativitas
Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya
Tingkat perkembangan emosi
3. Faktor-faktor sosio-budaya (sosiogenik)

Kestabilan keluarga
Pola mengasuh anak
Tingkat ekonomi
Perumahan : perkotaan lawan pedesaan
Masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka dan fasilitas kesehatan,
pendidikan dan kesejahteraan yang tidak memadai
Pengaruh rasial dan keagamaan
Nilai-nilai
FAKTOR PENYEBAB GANGGUAN JIWA » askep askeb | asuhan-keperawatan-
kebidanan.co.cc

Tiga Kriteria Perilaku Abnormal
Posted on 15 November 2008 by AKHMAD SUDRAJAT

Dalam pandangan psikologi, untuk menjelaskan apakah seorang individu


menunjukkan perilaku abnormal dapat dilihat dari tiga kriteria berikut:

1. Kriteria Statistik
Seorang individu dikatakan berperilaku abnormal apabila menunjukkan karakteristik
perilaku yang yang tidak lazim alias menyimpang secara signifikan dari rata-rata,
Dilihat dalam kurve distribusi normal (kurve Bell), jika seorang individu yang
menunjukkan karakteristik perilaku berada pada wilayah ekstrem kiri (-) maupun
kanan (+), melampaui nilai dua simpangan baku, bisa digolongkan ke dalam perilaku
abnormal.

2. Kriteria Norma

Perilaku individu banyak ditentukan oleh norma-norma yang berlaku di masyarakat, –


ekspektasi kultural tentang benar-salah suatu tindakan, yang bersumber dari ajaran
agama maupun kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat , misalkan dalam berpakaian,
berbicara, bergaul, dan berbagai kehidupan lainnya. Apabila seorang individu
kerapkali menunjukkan perilaku yang melanggar terhadap aturan tak tertulis ini bisa
dianggap sebagai bentuk perilaku abnormal.
3. Kriteria Patologis

Seorang individu dikatakan berperilaku abnormal apabila berdasarkan pertimbangan


dan pemeriksaan psikologis dari ahli menunjukkan adanya kelainan atau gangguan
mental (mental disorder), seperti: psikophat, psikotik, skizoprenia, psikoneurotik dan
berbagai bentuk kelainan psikologis lainnya.

Kriteria yang pertama (statististik) dan kedua (norma) pada dasarnya bisa dideteksi
oleh orang awam, tetapi kriteria yang ketiga (patologis) hanya bisa dilakukan oleh
orang yang benar-benar memiliki keahlian di bidangnya, misalnya oleh psikolog atau
psikiater.

Ketiga kriteria tersebut tidak selamanya berjalan paralel sehingga untuk menentukan
apakah seseorang individu berperilaku abnormal atau tidak seringkali menjadi
kontroversi. Misalkan, seorang yang melakukan kehidupan sex bebas. Di Indonesia,
perilaku sex bebas bisa dianggap sebagai bentuk perilaku abnormal, karena tidak
sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai yang disepakati dan juga tidak dilakukan
oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, tetapi di Swedia dan beberapa negara
Barat lainnya bisa dianggap sebagai bentuk perilaku normal, karena masyarakat di
sana mengijinkannya (permisif) dan sebagian besar masyarakat di sana melakukan
tindakan sex bebas. Sementara, menurut kriteria patologis pun mungkin saja tidak
akan dianggap sebagai bentuk perilaku abnormal selama yang bersangkutan masih
mampu menunjukkan orientasi dan objek sexual yang normal alias tidak mengalami
psikosexual neurosis.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
A. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Faktor perkembangan terlambat
• Usia bayi, tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman.
• Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi
• Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan
2. Faktor komunikasi dalam keluarga
• Komunikasi peran ganda
• Tidak ada komunikasi
• Tidak ada kehangatan
• Komunikasi dengan emosi berlebihan
• Komunikasi tertutup
• Orang tua yang membandingkan anak – anaknya, orang tua yang otoritas
dan komplik orang tua
3. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan
yang terlalu tinggi.
4. Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri
tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri
negatif dan koping destruktif.
5. Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel,
perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbic.
6. Faktor genetik
Adanya pengaruh herediter (keturunan) berupa anggota keluarga terdahulu
yang mengalami schizoprenia dan kembar monozigot.

©2004 Digitized by USU digital library 6B. PERILAKU


Bibir komat kamit, tertawa sendiri, bicara sendiri, kepala mengangguk –
angguk, seperti mendengar sesuatu, tiba – tiba menutup telinga, gelisah, bergerak
seperti mengambil atau membuang sesuatu, tiba – tiba marah dan menyerang,
duduk terpaku, memandang satu arah, menarik diri.

C. FISIK
1. ADL
Nutrisi tidak adekuat bila halusinasi memerintahkan untuk tidak makan, tidur
terganggu karena ketakutan, kurang kebersihan diri atau tidak mandi, tidak
mampu berpartisipasi dalam kegiatan aktivitas fisik yang berlebihan, agitasi
gerakan atau kegiatan ganjil.
2. Kebiasaan
Berhenti dari minuman keras, penggunaan obat – obatan dan zat halusinogen
dan tingkah laku merusak diri.
3. Riwayat kesehatan
Schizofrenia, delirium berhubungan dengan riwayat demam dan penyalahgunaan
obat.
4. Riwayat schizofrenia dalam keluarga
5. Fungsi sistim tubuh
• Perubahan berat badan, hipertermia (demam)
• Neurologikal perubahan mood, disorientasi
• Ketidak efektifan endokrin oleh peningkatan temperatur

D. STATUS EMOSI
Afek tidak sesuai, perasaan bersalah atau malu, sikap negatif dan
bermusuhan, kecemasan berat atau panik, suka berkelahi.

E. STATUS INTELEKTUAL
Gangguan persepsi, penglihatan, pendengaran, penciuman dan kecap, isi pikir
tidak realistis, tidak logis dan sukar diikuti atau kaku, kurang motivasi, koping
regresi dan denial serta sedikit bicara.

F. STATUS SOSIAL
Putus asa, menurunnya kualitas kehidupan, ketidakmampuan mengatasi
stress dan kecemasan.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Resiko tinggi perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi
pendengaran.
2. Gangguan persepsi sensori : halusinasi berhubungan dengan isolasi social :
menarik diri.
3. Kerusakan interaksi social : menarik diri berhubungan dengan harga diri
rendah.
4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan proses fikir.
5. Perubahan proses fikir berhubungan dengan harga diri rendah.
6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kurangnya minat.

III. RENCANA INTERVENSI PERAWATAN


Diagnosa keperawatan I : Resiko tinggi perilaku kekerasan berhubungan dengan
halusinasi pendengaran
Tujuan umum : Klien dapat mengendalikan halusinasinya.
TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
©2004 Digitized by USU digital library 7Intervensi
1. Bina hubungan saling percaya
• Salam terapeutik
• Perkenalkan diri
• Jelaskan tujuan interaksi
• Buat kontrak yang jelas
• Menerima klien apa adanya
• Kontak mata positif
• Ciptakan lingkungan yang terapeutik
2. Dorong klien dan beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya
3. Dengarkan ungkapan klien dengan rasa empati.
Rasional
1. Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi yang terapeutik antara
perawat dan klien
2. Ungkapan perasaan oleh klien sebagai bukti bahwa klien mempercayai
perawat
3. Empati perawat akan meningkatkan hubungan terapeutik perawat-klien
Evaluasi
Klien dapat mengungkapkan perasaannya dan kondisinya secara verbal
TUK 2 : Klien dapat mengenali halusinasinya
Intervensi :
1. Adakan kontak secara sering dan singkat
2. Observasi tingkah laku verbal dan non verbal klien yang terkait dengan
halusinasi (sikap seperti mendengarkan sesuatu, bicara atau tertawa sendiri,
terdiam di tengah – tengah pembicaraan).
3. Terima halusinasi sebagai hal yang nyata bagi klien dan tidak nyata bagi
perawat.
4. Identifikasi bersama klien tentang waktu munculnya halusinasi, isi halusinasi
dan frekuensi timbulnya halusinasi.
5. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya ketika halusinasi muncul.
6. Diskusikan dengan klien mengenai perasaannya saat terjadi halusinasi.
Rasional :
1. Mengurangi waktu kosong bagi klien untuk menyendiri.
2. Mengumpulkan data intervensi terkait dengan halusinasi.
3. Memperkenalkan hal yang merupakan realita pada klien.
4. Melibatkan klien dalam memperkenalkan halusinasinya.
5. Mengetahui koping klien sebagai data intervensi keperawatan selanjutnya.
6. Membantu klien mengenali tingkah lakunya saat halusinasi.
Evaluasi :
1. Klien dapat membedakan hal yang nyata dan yang tidak setelah 3-4 kali
pertemuan dengan menceritakan hal – hal yang nyata.
2. Klien dapat menyebutkan situasi, isi dan waktu timbulnya halusinasi setelah 3
kali pertemuan.
3. Klien dapat mengungkapkan respon perilakunya saat halusinasi terjadi
setelah 2 kali pertemuan.
TUK 3 : Klien dapat mengendalikan halusinasinya
Intervensi :
1. Identifikasi tindakan klien yang positif.
2. Beri pujian atas tindakan klien yang positif.
3. Bersama klien rencanakan kegiatan untuk mencegah terjadinya halusinasi.
4. Diskusikan ajarkan cara mengatasi halusinasi.
5. Dorong klien untuk memilih cara yang disukai untuk mengontrol halusinasi.
6. Beri pujian atas pilihan klien yang tepat.
©2004 Digitized by USU digital library 87. Dorong klien untuk melakukan tindakan yang
telah dipilih.
8. Diskusikan dengan klien hasil atau upaya yang telah dilakukan.
9. Beri penguatan atas upaya yang telah berhasil dilakukan dan beri solusi jika
ada keluhan klien tentang cara yang dipilih.
Rasional :
1. Mengetahui cara – cara klien mengatasi halusinasi baik yang positif maupun
yang negatif.
2. Menghargai respon atau upaya klien.
3. Melibatkan klien dalam menentukan rencana intervensi.
4. Memberikan informasi dan alternatif cara mengatasi halusinasi pada klien.
5. Memberi kesempatan pada klien untuk memilihkan cara sesuai kehendak dan
kemampuannya.
6. Meningkatkan rasa percaya diri klien.
7. Motivasi respon klien atas upaya yang telah dilakukan.
8. Melibatkan klien dalam menghadapi masalah halusinasi lanjutan
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan tindakan yang dapat dilakukan dan saat halusinasi
terjadi setelah dua kali pertemuan.
2. Klien dapat menyebutkan 2 dari 3 cara mengatasi halusinasi.
TUK 4 : Klien dapat menggunakan obat untuk mengontrol halusinasinya.
Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien tentang obat untuk mengontrol halusinasinya.
2. Bantu klien untuk memutuskan bahwa klien minum obat sesuai program
dokter.
3. Observasi tanda dan gejala terkait efek dan efek samping.
4. Diskusikan dengan dokter tentang efek dan efek samping obat
.
Rasional :
1. Memberikan informasi dan meningkatkan pengetahuan klien tentang efek
obat terhadap halusinasinya.
2. Memastikan klien meminum obat secara teratur.
3. Mengobservasi efektivitas program pengobatan.
4. Memastikan efek obat – obatan yang tidak diharapkan terhadap klien.
Evaluasi :
Klien meminum obat secara teratur sesuai instruksi dokter.
TUK 5 : Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengendalikan halusinasi.
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya dengan klien.
2. Kaji pengetahuan keluarga tentang halusinasi dan tindakan yang dilakukan
keluarga dalam merawat klien.
3. Beri penguatan positif atas upaya yang baik dalam merawat klien.
4. Diskusikan dan ajarkan dengan keluarga tentang : halusinasi, tanda – tanda
dan cara merawat halusinasi.
5. Beri pujian atas upaya keluarga yang positif.
Rasional :
1. Sebagai upaya membina hubungan terapeutik dengan keluarga.
2. Mencari data awal untuk menentukan intervensi selanjutnya.
3. Penguatan untuk menghargai upaya keluarga.
4. Memberikan informasi dan mengajarkan keluarga tentang halusinasi dan cara
merawat klien.
5. Pujian untuk menghargai keluarga.
Evaluasi :
1. Keluarga dapat menyebutkan cara – cara merawat klien halusinasi.
©2004 Digitized by USU digital library 9Diagnosa keperawatan 2 : Perubahan sensori
persepsi halusinasi pendengaran
berhubungan dengan isolasi social : menarik diri.
Tujuan umum : Klien dapat berhubungan dengan orang lain dan lingkungan sehingga
halusinasi dapat dicegah.
TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya
• Menyapa klien dengan ramah
• Mengingatkan kontrak
• Terima klien apa adanya
• Jelaskan tujuan pertemuan
• Sikap terbuka dan empati
Rasional :
Kejujuran, kesediaan dan penerimaan meningkatkan kepercayaan hubungan antara
klien dengan perawat.
Evaluasi :
Setelah 2 kali pertemuan klien dapat menerima kehadiran perawat.
TUK 2 : Klien dapat mengenal perasaan yang menyebabkan perilaku menarik diri.
Intervensi :
1. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri.
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab
menarik diri.
3. Diskusikan bersama klien tentang menarik dirinya.
4. Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional :
1. Mengetahui sejauh mana pengetahuan klien tentang menarik diri sehingga
perawat dapat merencanakan tindakan yang selanjutnya.
2. Untuk mengetahui alasan klien menarik diri.
3. Meningkatkan harga diri klien sehingga berani bergaul dengan lingkungan
sosialnya.

Evaluasi :
Setelah 1 kali pertemuan klien dapat menyebutkan penyebab atau alasan menarik
diri.
TUK 3 : Klien dapat mengetahui keuntungan berhubungan dengan orang lain.
Intervensi :
1. Diskusikan tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
2. Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan
orang lain.
3. Beri pujian terhadap kemampuan klien dalam menyebutkan manfaat
berhubungan dengan orang lain.
Rasional :
1. Meningkatkan pengetahuan klien tentang perlunya berhubungan dengan
orang lain.
2. Untuk mengetahui tingkat pemahaman klien terhadap informasi yang telah
diberikan.
3. Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien.
Evaluasi :
Klien dapat menyebutkan 2 dari 3 manfaat berhubungan dengan orang lain
• Mendapat teman
• Dapat mengungkapkan perasaan
• Membantu memecahkan masalah
©2004 Digitized by USU digital library 10TUK 4 : Klien dapat berhubungan dengan orang
lain secara bertahap.
Intervensi :
1. Dorong klien untuk menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain.
2. Dorong dan bantu klien berhubungan dengan orang lain secara bertahap
antara lain :
• Klien-perawat
• Klien-perawat-perawat lain
• Klien-perawat-perawat lain-klien lain
• Klien-kelompok kecil (TAK)
• Klien-keluarga
3. Libatkan klien dalam kegiatan TAK dan ADL ruangan
4. Reinforcement positif atas keberhasilan yang telah dicapai klien.
Rasional :
1. Untuk mengetahui pemahaman klien terhadap informasi yang telah diberikan.
2. Klien mungkin mengalami perasaan tidak nyaman, malu dalam berhubungan
sehingga perlu dilatih secara bertahap dalam berhubungan dengan orang
lain.
3. Membantu klien dalam mempertahankan hubungan inter personal.
4. Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien.
Evaluasi :
Klien dapat menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain, misalnya :
• Membalas sapaan perawat
• Kontak mata positif
• Mau berinteraksi
TUK 5 : Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam berhubungan dengan orang
lain.
Intervensi :
1. Diskusikan tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
2. Dorong klien untuk mengemukakan perasaan keluarga
3. Dorong klien untuk mengikuti kegiatan bersama keluarga seperti : makan,
ibadah dan rekreasi.
4. Jelaskan kepada keluarga tentang kebutuhan klien.
5. Bantu keluarga untuk tetap mempertahankan hubungan dengan klien yaitu
memperlihatkan perhatian dengan kunjungan rumah sakit.
6. Beri klien penguatan misalnya : membawa makanan kesukaan klien.
Rasional :
1. Mengidentifikasi hambatan yang dirasakan klien.
2. Untuk mengetahui sejauh mana hubungan klien dengan keluarga.
3. Membantu klien dalam meningkatkan hubungan interpersonal dengan
keluarga.
4. Klien menarik diri membutuhkan perhatian yang khusus.
5. Keterlibatan keluarga sangat membantu dalam mengembangkan interaksi
dengan lingkungannya.
6. Meningkatkan rasa percaya diri klien kepada keluarga dan merasa
diperhatikan.
Evaluasi :
1. Setelah 2 kali pertemuan klien dapat membina hubungan dengan keluarga.
2. Keluarga mengunjungi klien ke rumah sakit setiap minggu secara bergantian.

Diagnosa keperawatan 3 Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan gangguan


konsep diri : harga diri rendah.
Tujuan umum : Klien mampu berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah
diri.
©2004 Digitized by USU digital library 11TUK 1 : Klien dapat memperluas kesadaran diri.
Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien kelebihan yang dimilikinya.
2. Diskusikan kelemahan yang dimiliki klien.
3. Beritahu klien bahwa manusia tidak ada yang sempurna, semua memiliki
kelebihan dan kekurangan.
4. Beritahu klien bahwa kekurangan bisa ditutupi dengan kelebihan yang dimiliki
klien.
5. Anjurkan klien untuk lebih meningkatkan kelebihan yang dimiliki klien.
6. Beritahukan bahwa ada hikmah di balik kekurangan yang dimiliki.
Rasional :
1. Mengidentifikasikan hal – hal positif yang masih dimiliki klien.
2. Mengingatkan klien bahwa ia manusia biasa yang mempunyai kekurangan.
3. Menghadirkan realita pada klien.
4. Memberikan harapan pada klien.
5. Memberikan kesempatan berhasil lebih tinggi.
6. Agar klien tidak merasa putus asa.
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan kemampuan yang ada pada dirinya setelah 1 kali
pertemuan.
2. Klien dapat menyebutkan kelemahan yang dimiliki dan tidak menjadi
halangan untuk mencapai keberhasilan.

TUK 2 : Klien dapat menyelidiki dirinya.


Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien ideal dirinya, apa harapan selama di RS, rencana
klien setelah pulang dan apa cita – cita yang ingin dicapai.
2. Bantu klien mengembangkan antara keinginan dan kemampuan yang
dimilikinya.
3. Beri kesempatan klien untuk berhasil.
4. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
Rasional :
1. Untuk mengetahui sampai dimana realistis dari harapan klien.
2. Membantu klien membentuk harapan yang realistis.
3. Meningkatkan percaya diri klien.
4. Meningkatkan penghargaan terhadap perilaku yang positif.
Evaluasi :
Klien dapat menyebutkan cita-cita dan harapan yang sesuai dengan kemampuannya
setelah 1 kali pertemuan.
TUK 3 : Klien dapat mengevaluasi dirinya.
Intervensi :
1. Bantu klien mengidentifikasi kegiatan atau yang berhasil dicapainya.
2. Kaji bagaimana perasaan klien dengan keberhasilan tersebut.
3. Bicarakan kegagalan yang pernah dialami klien dan sebab – sebab kegagalan.
4. Kaji bagaimana respon klien terhadap kegagalan tersebut dan cara
mengatasinya.
5. Jelaskan pada klien bahwa kegagalan yang dialami dapat menjadi pelajaran
untuk mengatasi kesulitan yang mungkin terjadi di masa yang akan datang.
Rasional :
1. Mengingatkan klien bahwa ia tidak selalu gagal.
2. Memberi kesempatan klien untuk menilai dirinya sendiri.
©2004 Digitized by USU digital library 123. Mengetahui apakah kegagalan tersebut
mempengaruhi klien.
4. Mengetahui koping yang selama ini digunakan oleh klien.
5. Memberikan kekuatan pada klien bahwa kegagalan itu bukan merupakan
akhir dari suatu usaha.
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan keberhasilan yang pernah dialami setelah 1 kali
pertemuan.
2. Klien dapat menyebutkan kegagalan yang pernah dialami setelah 4 kali
pertemuan.
TUK 4 : Klien dapat membuat rencana yang realistis.
Intervensi :
1. Bantu klien merumuskan tujuan yang ingin dicapainya.
2. Diskusikan dengan klien tujuan yang ingin dicapai dengan kemampuan klien.
3. Bantu klien memilih priotitas tujuan yang mungkin dapat dicapainya.
4. Beri kesempatan klien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilih.
5. Tunjukkan keterampilan dan keberhasilan yang telah dicapai klien.
6. Ikut sertakan klien dalam kegiatan aktivitas kelompok.
7. Beri reinforcement positif bila klien mau mengikuti kegiatan kelompok.
Rasional :
1. Agar klien tetap realistis dengan kemampuan yang dimiliki.
2. Mempertahankan klien untuk tetap realistis.
3. Agar prioritas yang dipilih sesuai dengan kemampuan.
4. Menghargai keputusan yang telah dipilih klien.
5. Memberikan penghargaan atas keberhasilan yang telah dicapai.
6. Memberikan kesempatan klien di dalam kelompok mengembangkan
kemampuannya.
7. Meningkatkan harga diri klien.
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan tujuan yang ingin dicapai setelah 1 kali pertemuan.
2. Klien dapat membuat keputusan dan mencapai tujuan setelah 1 kali
pertemuan.
TUK 5 : Klien dapat dukungan keluarga yang meningkatkan harga dirinya.
Intervensi :
1. Diskusikan dengan keluarga tanda – tanda harga diri rendah.
2. Anjurkan setiap anggota keluarga untuk mengenal dan menghargai klien
tidak mengejek, tidak menjauhi.
3. Anjurkan pada keluarga untuk memberikan kesempatan berhasil pada klien.
4. Anjurkan pada keluarga untuk menerima klien apa adanya.
5. Anjurkan keluarga untuk melibatkan klien dalam setiap pertemuan keluarga.
Rasional :
1. Mengantisipasi masalah yang timbul.
2. Menyiapkan support sistem yang akurat.
3. Memberikan kesempatan pada klien untuk sukses.
4. Membantu meningkatkan harga diri klien.
5. Meningkatkan interaksi klien dengan anggota keluarga.
Evaluasi :
1. Keluarga dapat menyebutkan tanda – tanda harga diri rendah.
• Mengatakan diri tidak berharga
• Tidak berguna dan tidak mampu
• Pesimis dan menarik diri dari realita
2. Keluarga dapat berespon dan memperlakukan klien secara tepat setelah 2 kali
pertemuan.
©2004 Digitized by USU digital library 13
Diagnosa keperawatan 4 : Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan
perubahan proses pikir.
Tujuan umum : Klien dapat mengontrol halusinasinya.
TUK 1 : Klien dapat mengenal akan wahamnya.
Intervensi :
1. Adakan kontrak sering dan singkat.
• Gunakan teknik komunikasi terapeutik.
• Pertahankan konsistensi perawat yang bertugas.
2. Jangan membantah atau menyangkal keyakinan pasien.

Rasional :
Hal ini mendorong untuk menyampaikan rasa empati, mengembangkan rasa percaya
dan akhirnya mendorong klien untuk mendiskusikannya. Untuk memudahkan rasa
percaya dan kemampuan untuk mengerti akan tindakan dan komunikasi pasien
membantah atau menyangkal tidak akan bermanfaat apa – apa.
Evaluasi :
Klien dapat mengenal akan wahamnya setelah mendapat penjelasan dari perawat
dalam 4 x pertemuan.
TUK 2 : Klien dapat mengendalikan wahamnya.
Intervensi :
1. Bantu klien untuk mengungkapkan anansietas, takut atau tidak aman.
2. Focus dan kuatkan pada orang – orang yang nyata, ingatan tentang pikiran
irasional. Bicarakan kejadian – kejadian dan orang – orang yang nyata.
3. Diskusikan cara untuk mencegah waham, contoh percaya pada orang lain,
belajar akan kenyataan, bicara dengan orang lain, yakin akan dirinya bahwa
tidak ada yang akan mengerti perasaannya bila tidak cerita dengan orang
lain.

Rasional :
1. Ungkapkan perasaan secara verbal dalam lingkungan yang tidak terancam
akan mendorong klien untuk mengungkapkan perasaannya yang mungkin
sudah terpendam.
2. Diskusikan yang berfokus pada ide – ide yang salah tidak akan mencapai
tujuan dan mungkin buat psikosisnya lebih buruk jika pasien dapat belajar
untuk menghentikan ansietas yang meningkat, pikiran waham dapat dicegah.
Evaluasi :
1. Klien dapat mengendalikan wahamnya dengan bantuan perawat dengan
menggunakan cara yang efektif dalam 4 x pertemuan.
TUK 3 : Klien dapat mengevaluasi dirinya.
Intervensi :
1. Bantu klien mengidentifikasi kegiatan atau keinginan yang berhasil
dicapainya.
2. Kaji bagaimana perasaan klien dengan keberhasilan.
3. Bicarakan kegagalan yang pernah dialami klien dan sebab – sebab kegagalan
4. Kaji bagaimana respon klien terhadap kegagalan tersebut dan cara mengatasi
5. Jelaskan pada klien bahwa kegagalan yang dialami dapat menjadi pelajaran
untuk mengatasi kesulitan yang mungkin terjadi di masa yang akan datang.
Rasional :
1. Mengingatkan klien bahwa ia tidak selalu gagal.
2. Memberi kesempatan klien untuk menilai dirinya sendiri
3. Mengetahui koping yang selama ini digunakan oleh klien
©2004 Digitized by USU digital library 144. Memberikan kekuatan pada klien bahwa
kegagalan itu bukan merupakan
akhir dari suatu usaha.
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan keberhasilan yang pernah dialami setelah 1 x
pertemuan.
2. Klien dapat menyebutkan kegagalan yang pernah dialami setelah 4 x
pertemuan.
TUK 4 : Klien dapat membuat rencana yang realistis.
Intervensi :
1. Bantu klien memuaskan tujuan yang ingin dicapainya.
2. Diskusikan dengan klien tujuan yang ingin dicapai dengan kemampuan klien.
3. Bantu klien untuk memilih prioritas tujuan yang mungkin dapat dicapainya.
4. Beri kesempatan klien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilih.
5. Tunjukkan keterampilan yang telah dicapai klien.
6. Ikutsertakan klien dalam kegiatan aktivitas kelompok.
Rasional :
1. Agar klien dapat tetap realistis dengan kemampuan yang dimiliki.
2. Mempertahankan klien agar tetap realistis.
3. Agar prioritas yang dipilih sesuai dengan kemampuan.
4. Menghargai keputusan yang telah dipilih klien.
5. Memberi penghargaan atas keberhasilan yang telah dicapai.
6. Memberikan kesempatan klien di dalam kelompok mengembangkan
kemampuannya.

Diagnosa keperawatan 5 : Perubahan proses pikir berhubungan dengan harga diri


rendah kronis.
Tujuan umum : Klien mampu berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah
diri.
TUK 1 : Klien dapat memperluas kesadaran diri

Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien kelebihan yang dimilikinya
2. Diskusikan kelemahan yang dimiliki klien
3. Beritahu klien bahwa manusia tidak ada yang sempurna, semua memiliki
kelebihan dan kekurangan.
4. Beritahu klien bahwa kekurangan bisa ditutup dengan kelebihan yang dimiliki.
5. Beritahukan klien bahwa ada hikmah di balik kekurangan yang dimiliki
Rasional :
1. Mengidentifikasi hal – hal positif yang masih dimiliki klien
2. Mengingatkan klien bahwa klien manusia biasa yang mempunyai kekurangan
3. Menghadirkan harapan pada klien
4. Agar klien tidak merasa putus asa
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan kemampuan yang ada pada dirinya setelah 1 x
pertemuan
2. Klien dapat menyebutkan kelemahan yang dimiliki dan tidak menjadi
halangan untuk mencapai keberhasilan
TUK 2 : Klien dapat menyelidiki dirinya
Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien ideal dirinya, apa rencana selama di RS, rencana
klien setelah pulang dan apa cita – cita yang ingin dicapai
2. Bantu klien mengembangkan antara keinginan dan kemampuan yang
dimilikinya
©2004 Digitized by USU digital library 153. Beri kesempatan pada klien untuk berhasil
4. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
Rasional :
1. Untuk mengetahui sampai dimana realistis dan harapan pasien.
2. Membantu klien untuk membentuk harapan yang realistis
3. Meningkatkan rasa percaya diri klien
4. Memberi penghargaan terhadap perilaku yang positif
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan cita – cita dan harapan yang sesuai dengan
kemampuannya setelah 1 x pertemuan.

Diagnosa keperawatan 6 : Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi


aktivitas.
Tujuan umum : Klien dapat melakukan perawatan diri
TUK 1 : Klien mengetahui keuntungan melakukan perawatan diri
Intervensi :
1. Diskusikan tentang keuntungan melakukan perawatan diri
2. Dorong klien untuk menyebutkan kembali keuntungan dalam melakukan
perawatan diri
3. Beri pujian terhadap kemampuan klien dalam menyebutkan keuntungan
melakukan perawatan diri
Rasional :
1. Untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang perlunya perawatan diri
2. Untuk mengetahui tingkat pemahaman klien tentang informasi yang telah
diberikan
3. Reinforcement posisitf dapat menyenangkan hati pasien
Evaluasi :
Klien dapat menyebutkan keuntungan dari melakukan perawatan diri seperti
memelihara kesehatan dan memberi rasa nyaman dan segar.
TUK 2 : Klien mengetahui kerugian jika tidak melakukan perawatan diri
Intervensi :
1. Diskusikan tentang kerugian tidak melakukan perawatan diri
2. Beri pujian terhadap kemampuan klien dalam menyebutkan kerugian tidak
melakukan perawatan diri.

Rasional :
1. Untuk meningkatkan kemampuan pengetahuan klien tentang perlunya
perawatan diri.
2. Reinforcement positif untuk menyenangkan hati klien.
Evaluasi :
Klien dapat menyebutkan kerugian dari tidak melakukan perawatan diri seperti
terkena penyakit, sulit mendapat teman.
TUK 3 : Klien berminat melakukan perawatan diri
Intervensi :
1. Dorong dan bantu klien dalam melakukan perawatan diri
2. Beri pujian atas keberhasilan klien melakukan perawatan diri
Rasional :
1. Untuk meningkatkan minat klien dalam melakukan perawatan diri
2. Reinforcement positif dapat menyenangkan hati klien dan meningkatkan
minat klien untuk melakukan perawatan diri.
Evaluasi :
Klien melakukan perawatan diri seperti : mandi memakai sabun 2 x sehari,
menggosok gigi dan mencuci rambut, memotong kuku.
©2004 Digitized by USU digital library 16
DAFTAR PUSTAKA

Budiana keliat (1999). Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta, EGC

Cook & Fountaine (1987). Essentials mental health nursing. Addison-wesley


publishing Company.

Rasmun (2001). Keperawatan kesehatan mental psikiatri terintegrasi dengan


keluarga. Jakarta : Fajar Interpratama

Stuart & Sudden (1988). Buku saku keperawatan jiwa

Towsend, Mary C (1998). Diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri

Kaplan & Sadock (1998). Ilmu kedokteran jiwa darurat. Jakarta : Widya Medika

Você também pode gostar