Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
A. Pengkajian
1. Riwayat. Tinjau kembali riwayat klien untuk adanya stresor pencetus dan data
yang signifikan.
Kerentanan genetic-biologik (riwayat keluarga)
Peristiwa hidup yang menimbulkan stress
Hasil pemeriksaan status mental
Riwayat psikiatrtik dan keptuhan terhdap pengobatan di masa lalu
Riwayat pengobatan\
Penggunaan obat dan alcohol
Riwayat pendidkkan dan pekerjaan
2. Kaji klien untuk adanya gejala-gejala karakteristik
3. Kaji sistem pendukung keluarga dan komunitas
Pengaturan hidup saat ini dan tingkat pengawasan
Keterlibatan dan dukungan keluarga
Manajer kasus atau ahli terapi
Pertisipasi dalam program pengobatan komunitas
4. Kaji pengetahuan dasar klien dan keluarga
Kaji apakah klien dan keluarganya mempunyai pengetahuan yang cukup
tentang:
Gangguan skizofrenia
Rekomendasi medikasi dan pengobatan
Tanda-tanda kekambuhan
Tindakan untuk mengurangi stress\
5. Kaji klein untuk adanya efek samping medikasi antipsikotik
Efek sistem pyramidal ( extrapyramidal system ;ESE,). Gunakan alat-alat
tertentu, seperti skala AIMS atau skala neurological simpson, untuk
melakukan pengkajian. Afek antikolinergik Efek kardiovaskuler
B. Diagnosis keperawatan
1. Analisis gejala positif dan negative
2. Analisis kekutan dan kelemahan klien, termasuk:
Kemampuan mengurus diri
Sosialisasi
Komunikasi
Menguji realitas
Keterampilan pekerjaan
Sistem pendukung
3. Analisis faktor-faktor yang meningkatkan resiko ekspresi perilaku yang tidak
disadari, termasuk:
Agitasi
Marah
Curiga
Adanya halusinasi yang mengancam
4. Membentuk dan memprioritaskan diagnosis keperawatan bagi klien dan
kelurganya.
Harga diri rendah, kronis
Koping keluarga tidak efektif : memburuk
Gangguan penetalaksaan pemeliaharan rumah
Koping individu tidak efektif
Kurang pengetahuan ( sebutkan)
Penatalaksanaan tidak efektif progarm terapeutik : keluarga
Penatalaksanaan tidak efektif progarm terapeutik : individu
Ketidakpatuhan
Perubahan kinerja peran
Kurang perawatan diri ( sebutkan)
Perubahan sensorik/persepsi: penglihatan, penedengaran , kinestetik,
Pengecapan, peraba, penciuman (sebutkan)
Perubahan proses berfikir
Resiko kekerasan terhadap diri sendiri/orang lain
D. Implementasi
1. Klien yang menarik diri dan isolasi
Gunakan diri secara terapeutik
Lakukan interaksi yang terencana, singkat, sering dan tidak menuntut.
Rencanakan kativitas sederhana satu-lawan-satu.
Pertahankan konsistensi dan kejujuran dalam interaksi.
Secara bertahap anjurkan klien untuk berinteraksi dengan teman-temannya
dalam situasi yang tidak mengancam
Berikan pelatihan keterampilan sosial.
Lakukan berbagai tindakan untuk meningkatkan harga diri.
2. Klien menunjukkan perilaku regresif atau tidak wajar
Lakukan pendekatan apa adanya terhadap perilaku aneh (jangan
memperkuat perilaku ini).
Perlakukan klien sebagai orangdewasa, waluapun ia mengalami regresi.
Pantau pola makan klien; dan beri dukungan serta bantuan bila perlu.
Bantu klien dalam hal higiene dan berdandan, hanya bila ia tidak dapat
melakukannya sendiri.
Berhati-hati dengan sentuhan karena dapat dianggap sebagai ancaman
Buat jadwal rutin aktivitas hidup sehari-hari.
Berikan pilhan sederhana dari dua hal bagi klien yang mengalami
mabivalensi
3. Klien dengan pola komunikasi tidak jelas
Perthankan komunikasi anda sendiri agar tetap jelas dan tidak ambigu.
Pertahankan konsistensi komunikasi verbal dan nonverbal anda.
Klarifikasi setiapmakna yang ambigu atau tidak jelas berkaitan dengan
komunikasi klien
4. Klien curiga dan kasar
Bentuk hubungan profesional; terlalu ramah dapat diangap ancaman.
Berhati-hati dengan sentuhan karena dapat dianggap sebagai ancaman.
Berikan kontrol dan otonomi sebanyak mungkin kepada klien dalam
batas-batas terapeutik.
Ciptakan rasa percaya melalui interaksi singkat yang mengomunikasikan
perhatian dan rasa hormat.
Jelaskan setiap pengobatan, medikasi dan pemeriksaan laboratorium
sebelum memulainya.
Jangan berfokus atau memperkuat ide curiga atau waham.
Identifikasi dan berikan respons terhadap kebutuhan emosi yang
mendasari kecurigaan atau waham
Lskuksn intervensi bila klien menunujjkan tanda-tanda peningkatan
ansietas dan berpotensi mengkejspresikan perilaku yang tidak disadarinya.
Berhati-hatilah untuk tidak berperilaku dengan cara yang dapat
disalahartikan kilen
5. Klien dengan halusinasi atau waham
Jangan memfokuskan perhatian pada halusinasi atau waham. Lakukan
interupsi terhadap halusinasi klien dengan memulai interaksi satu-lawan-
satu yang didasarkan pada realitas.
Katakan bahwa Anda tidak sependapat dengan persepsi klien, tetapi
validasi bahwa anda percaya bahwa halusinasi tersebut nyata bagi klien.
Jangan berargumentasi dengan klien tentang halusinasi atau waham.
Berikan respons terhadap perasaan yang dikomunikasikan klien pada saat
ia mengalami halusinasi atau waham.
Alihkan dan fokuskan klien pada aktivitas yang terstruktur atau tugas
berbasis realitas.
Pindahkan klien ke tempat yang lebih tenang, yang kurang menstimulasi.
Tunggu sampai klien tidak mengalami halusinasi atau waham sebelum
memulai sesi penyuluhan tentang hal itu.
Jelaskan bahwa halusinasi atau waham adalah gejala-gejala gangguan
psikiatrik.
Katakan bahwa ansietas atau peningkatan stimulus dari lingkungan, dapat
menstimulasi timbulnya halusinasi.
Bantu klien mengendalikan halusinasinya dengan berfokus pada realitas
dan minum obat sesuai resep.
Bila halusinasi tetap ada, Bantu klien untk mengabaikannya dan tetap
bertindak dengan benar walaupun terjadi halusinasi.
Ajarkan berbagai strategi kognitif dan katakan kepada klien untuk
menggunakan percakapan diri (“suara-suara itu tidak masuk akal”) dan
penghentian pikiran (“saya tidak akan memikirkan tentang hal ini”).
6. Klien dengan perilaku agitasi dan berpotensi melakukan kekerasan
Observasi tanda-tanda awal agitasi; lakukan intervensi sebelum ia mulai
mengekpresikan perilaku yang tidak disadarinya.
Berikan lingkungan yang aman dan tenang; kurangi stimulus ketika klien
mengalami agitasi.
Jangan membalas klien bila klien berkata kasar; gunakan nada suara yang
tenang.
Berikan ruang pribadi dan hindari kontak fisik.
Dorong klien untuk membicarakan, dan bukan melampiaskan
perasaannya.
Tawarkan obat seperlunya kepada klien yang mengalami agitasi.
Isolasi klien dari lingkungan sosial klien bila agitasi meningkat.
Tetapkan batasan-batasan perilaku yang tidak dapat diterima dan secara
konsisten ikuti protokol institusi untk mengambil tindakan.
Ikuti protokol institusi untuk menghadapi klien yang mengekspresikan
perilaku yang tidak disadari.
Pastikan bahwa semua anggota staf ada di tempat pada saat berupaya
meredakan kekerasan yang dilakukan klien. Bila diperlukan restrein,
laukan secara aman dan dengan sikap yang tidak menghukum, ikuti
protokol dan berikan lingkungan yang aman.
7. Keluarga dari klien dengan gangguan skizofrenia
Anjurkan setiap anggota keluarga untuk mendiskusikan perasaan dan
kebutuhannya.
Bantu keluarga mendefinisikan aturan-aturan dasar tentang menghormati
privasi orang lain dan hidup bersama.
Anjurkan setiap anggota keluarga untuk berinteraksi dengan lingkungan
sosial yang lebih luas.
Anjurkan setiap anggota keluarga untuk terlibat dalam kegiatan kelompok
pendukung.
Bantu setiap anggota keluarga untuk mengidentifikasi situasi yang
menimbulkan ansietas dan menyusun rencana strategi koping yang
spesifik.
Ajarkan pada keluarga tentang penyakit skizofrenia dan
penatalaksanaannya
Penyuluhan keluarga yang anggota keluarganya menderita skizofrenia
1) Ajarkan pada keluarga tentang skizofrenia :
o Skizofrenia adalah gangguan otak yang memengaruhi semua aspek
fungsional.Tidak ada penyebab tunggal yang telah ditetapkan,
tetapi penelitian menunjukkan bahwa penyebabnya, antara lain
genetika, perubahan struktur dan kimia otak, serta berbagai faktor
yang berkaitan dengan stress.
o Gejala-gejalanya dapat mencakup mendengar suara-suara
(halusinasi), keyakinan yang keliru (waham), berkomunikasi
dengan cara yang sulit dipahami, serta fungsi okupasi dan sosial
yang buruk.
o Gejala-gejala dapat membaik, tetapi dapat juga kambuh terus
seumur hidup.
2) Ajarkan pada keluarga tentang :
o Obat-obatan antipsikotik yang digunakan; penting bagi klien untuk
meminumnya sesuai resep.
o Efek samping yang banyak terjadi dan dapat diatasi bila segera
dilaporkan ke penyedia layanan kesehatan. (Berikan informasi
spesifik mengenai obat klien).
o Menindaklanjuti perawatan dengan ahli terapi atau manajer
perawatan merupakan hal yang sangat penting.
3) Ajarkan pada keluarga tentang cara-cara mengatasi gejala klien :
o Identifikasi berbagai kejadian yang secara tipikal mengecewakan
klien dan memberikan bantuan ekstra sesuai kebutuhan.
o Catat kapan klien menjadi marah dan lakukan tindakan-tindakan
untuk mengurangi ansietas.
o Tindakan untuk mengurangi ansietas meliputi istirahat, teknik-
teknik relaksasi, keseimbangan antara istirahat dan aktivitas, dan
diet yang tepat.
o Catat gejala-gejala yang ditunjukkan klien ketika ia sakit, dan bila
ini terjadi anjurkan klien untuk menghubungi penyedia layanan
kesehatan (bila ia menolak, Anda harus menghubungi sendiri
penyedia layanan kesehatan tersebut).
o Tidak menyetujui pernyataan klien tentang halusinasi atau waham;
beri tahu tentang realitas, tetapi jangan berargumentasi dengan
klien.Informasi tambahan :
Ajarkan kepada keluarga tentang perawatan diri
Anjurkan keluarga untuk membicarakan tentang perasaan dan
kekhawatiran mereka dengan penyedia layanan kesehatan.
Anjurkan keluarga untuk mau mempertimbangkan bergabung
dengan kelompok pendukung atau bantuan masyarakat.
E. Evaluasi hasil
1. Klien mengidentifikasikan perasaan internalnya terhadap ansietas dan
menggunakan tindakan koping yang sudah dipelajarinya untuk mengurangi
ansietas.
2. Klien dapat menjaga hygiene dirinya.
3. Klien mengikuti jadwal rutin untuk aktivitas hidup sehari-hari.
4. Klien menunjukkan perilaku yang tepat dalam situasi sosial.
5. Klien berkomunikasi tanpa menunjukkan pemikiran disosiasi.
6. Klien membedakan antara pikiran da perasaan yang distimulasi dari dalam
dirinya dan yang distimulasi dari luar.
7. Klien menunjukkan berkurangnya atau terkendalinya cara berpikir magis,
waham, halusinasi dan ilusi.
8. Klien menunjukkan perbaikan interaksi sosial dengan orang lain.
9. Klien menunjukkan afek yang sesuai dengan perasaan, pikiran, dan situasi.
10. Klien menunjukkan berkurangnya perasaan curiga, negatif dan marah.
11. Klien mengidentifikasi aspek-aspek positif pada dirinya.
12. Anggota keluarga menggunakan strategi koping yang efektif untuk mengatasi
situasi yang menimbulkan ansietas.
13. Klien berpartisipasi dalam rencana pengobatan dan mau menindaklanjuti
program pengobatan di komunitas.
14. Klien dan keluarga menggunakan pengetahuan tentang gangguan, program
pengobatan, medikasi, gejala-gejala dan penatalaksanaan krisis secara
berkelanjutan.
Ada banyak sekali perilaku yang bisa disebut sebagai perilaku abnormal. Antara satu
sindrom (penyakit) dengan sindrom yang lain bahkan bisa dikatakan hampir serupa dan sulit
untuk membedakannya. Kemudian disusunlah suatu metode untuk mengklasifikasikan
sindrom-sindrom tersebut agar tidak terjadi kerancuan dan tumpang tindih. Saat ini
klasifikasi yang dipakai oleh hampir seluruh ahli adalah klasifikasi yang dikeluarkan oleh
Asosiasi Psikiatrik Amerika yang biasa disebut Diagnostic and Statistical Manual (DSM). Saat
ini DSM yang digunakan adalah DSM-IV TR.
Sampai saat ini belum diketahui penyebab (etiologi) yang pasti yang menyebabkan
seseorang Menderita skizofrenia, Beberapa factor yang diduga menjadi penyebab
sikozofrenia antara lain :
1. Faktor genetik;
2. Virus;
3. Auto antibody;
4. Malnutrisi.
Genetik
Dari sebuah penelitian diperoleh gambaran sebagai berikut :
(1) Studi terhadap keluarga menyebutkan pada orang tua 5,6%, saudara kandung
10,1%; anak-anak 12,8%; dan penduduk secara keseluruhan 0,9%.
(2) Studi terhadap orang kembar (twin) menyebutkan pada kembar identik 59,20%;
sedangkan kembar fraternal 15,2%.
Penelitian lain menyebutkan bahwa gangguan pada perkembangan otak janin juga
mempunyai peran bagi timbulnya skizofrenia kelak dikemudian hari. Gangguan ini
muncul, karena kekurangan gizi, infeksi, trauma, toksin dan kelainan hormonal.
Penelitian mutakhir menyebutkan bahwa meskipun ada gen yang abnormal,
skizofrenia tidak akan muncul kecuali disertai faktor-faktor lainnya yang disebut
epigenetik faktor.
Skizofrenia muncul bila terjadi interaksi antara abnormal gen dengan :
(a) Virus atau infeksi lain selama kehamilan yang dapat menganggu perkembangan
otak janin;
(b) Menurunnya autoimun yang mungkin disebabkan infeksi selama kehamilan;
(c) Komplikasi kandungan; dan
(d) Kekurangan gizi yang cukup berat, terutama pada trimester kehamilan.
Perkiraan jumlah penderita beberapa jenis gangguan jiwa yang ada dalam satu tahun
di Indonesia.
Psikosa fungsional 520.000
Sindroma otak organik akut 65.000
Sindroma otak organik menahun 130.000
Retradasi mental 2.600.000
Nerosa 6.500.000
Psikosomatik 6.500.000
Gangguan kepribadian 1.300.000
Ketergantungan obat 1.000
Biarpun gejala umum atau gejala yang menonjol itu terdapat pada unsur kejiwaan,
tetapi penyebab utamanya mungkin di fisik (somatogenik), dilingkungan sosial
(sosiogenik) ataupun di psikis (psikogenik). Biasanya tidak terdapat penyebab
tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang saling
mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbullah gangguan fisik
ataupun jiwa. Umpamanya seorang dengan depresi, karena kurang makan dan tidur
daya tahan fisiknya mengalami penurunan sehingga mengalami penyakit fisik.
Sebaliknya seorang dengan penyakit fisik misalkan kanker yang melemahkan, maka
secara psikologisnya juga akan menurun sehingga kemungkinan mengalami depresi.
Penyakit pada otak sering mengakibatkan gangguan jiwa. Contoh lain adalah seorang
anak yang mengalami gangguan otak (karena kelahiran, peradangan dan sebagainya)
kemudian menjadi hiperkinetik dan sukar diasuh. Ia mempengaruhi lingkungannya,
terutama orang tua dan anggota lain serumah. Mereka ini bereaksi terhadapnya dan
mereka saling mempengaruhi. Sumber penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh
faktor-faktor pada ketiga unsur itu yang terus menerus saling mempengaruhi, yaitu :
Neuroanatomi
Neurofisiologi
neurokimia
tingkat kematangan dan perkembangan organik
faktor-faktor pre dan peri - natal
2. Faktor-faktor psikologik ( psikogenik) :
Interaksi ibu –anak : normal (rasa percaya dan rasa aman) atau abnormal berdasarkan
kekurangan, distorsi dan keadaan yang terputus (perasaan tak percaya dan
kebimbangan)
Peranan ayah
Persaingan antara saudara kandung
inteligensi
hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat
kehilangan yang mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu atau rasa salah
Konsep diri : pengertian identitas diri sendiri versus peran yang tidak menentu
Keterampilan, bakat dan kreativitas
Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya
Tingkat perkembangan emosi
3. Faktor-faktor sosio-budaya (sosiogenik)
Kestabilan keluarga
Pola mengasuh anak
Tingkat ekonomi
Perumahan : perkotaan lawan pedesaan
Masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka dan fasilitas kesehatan,
pendidikan dan kesejahteraan yang tidak memadai
Pengaruh rasial dan keagamaan
Nilai-nilai
FAKTOR PENYEBAB GANGGUAN JIWA » askep askeb | asuhan-keperawatan-
kebidanan.co.cc
Tiga Kriteria Perilaku Abnormal
Posted on 15 November 2008 by AKHMAD SUDRAJAT
1. Kriteria Statistik
Seorang individu dikatakan berperilaku abnormal apabila menunjukkan karakteristik
perilaku yang yang tidak lazim alias menyimpang secara signifikan dari rata-rata,
Dilihat dalam kurve distribusi normal (kurve Bell), jika seorang individu yang
menunjukkan karakteristik perilaku berada pada wilayah ekstrem kiri (-) maupun
kanan (+), melampaui nilai dua simpangan baku, bisa digolongkan ke dalam perilaku
abnormal.
2. Kriteria Norma
Kriteria yang pertama (statististik) dan kedua (norma) pada dasarnya bisa dideteksi
oleh orang awam, tetapi kriteria yang ketiga (patologis) hanya bisa dilakukan oleh
orang yang benar-benar memiliki keahlian di bidangnya, misalnya oleh psikolog atau
psikiater.
Ketiga kriteria tersebut tidak selamanya berjalan paralel sehingga untuk menentukan
apakah seseorang individu berperilaku abnormal atau tidak seringkali menjadi
kontroversi. Misalkan, seorang yang melakukan kehidupan sex bebas. Di Indonesia,
perilaku sex bebas bisa dianggap sebagai bentuk perilaku abnormal, karena tidak
sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai yang disepakati dan juga tidak dilakukan
oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, tetapi di Swedia dan beberapa negara
Barat lainnya bisa dianggap sebagai bentuk perilaku normal, karena masyarakat di
sana mengijinkannya (permisif) dan sebagian besar masyarakat di sana melakukan
tindakan sex bebas. Sementara, menurut kriteria patologis pun mungkin saja tidak
akan dianggap sebagai bentuk perilaku abnormal selama yang bersangkutan masih
mampu menunjukkan orientasi dan objek sexual yang normal alias tidak mengalami
psikosexual neurosis.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
A. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Faktor perkembangan terlambat
• Usia bayi, tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman.
• Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi
• Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan
2. Faktor komunikasi dalam keluarga
• Komunikasi peran ganda
• Tidak ada komunikasi
• Tidak ada kehangatan
• Komunikasi dengan emosi berlebihan
• Komunikasi tertutup
• Orang tua yang membandingkan anak – anaknya, orang tua yang otoritas
dan komplik orang tua
3. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan
yang terlalu tinggi.
4. Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri
tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri
negatif dan koping destruktif.
5. Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel,
perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbic.
6. Faktor genetik
Adanya pengaruh herediter (keturunan) berupa anggota keluarga terdahulu
yang mengalami schizoprenia dan kembar monozigot.
C. FISIK
1. ADL
Nutrisi tidak adekuat bila halusinasi memerintahkan untuk tidak makan, tidur
terganggu karena ketakutan, kurang kebersihan diri atau tidak mandi, tidak
mampu berpartisipasi dalam kegiatan aktivitas fisik yang berlebihan, agitasi
gerakan atau kegiatan ganjil.
2. Kebiasaan
Berhenti dari minuman keras, penggunaan obat – obatan dan zat halusinogen
dan tingkah laku merusak diri.
3. Riwayat kesehatan
Schizofrenia, delirium berhubungan dengan riwayat demam dan penyalahgunaan
obat.
4. Riwayat schizofrenia dalam keluarga
5. Fungsi sistim tubuh
• Perubahan berat badan, hipertermia (demam)
• Neurologikal perubahan mood, disorientasi
• Ketidak efektifan endokrin oleh peningkatan temperatur
D. STATUS EMOSI
Afek tidak sesuai, perasaan bersalah atau malu, sikap negatif dan
bermusuhan, kecemasan berat atau panik, suka berkelahi.
E. STATUS INTELEKTUAL
Gangguan persepsi, penglihatan, pendengaran, penciuman dan kecap, isi pikir
tidak realistis, tidak logis dan sukar diikuti atau kaku, kurang motivasi, koping
regresi dan denial serta sedikit bicara.
F. STATUS SOSIAL
Putus asa, menurunnya kualitas kehidupan, ketidakmampuan mengatasi
stress dan kecemasan.
Evaluasi :
Setelah 1 kali pertemuan klien dapat menyebutkan penyebab atau alasan menarik
diri.
TUK 3 : Klien dapat mengetahui keuntungan berhubungan dengan orang lain.
Intervensi :
1. Diskusikan tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
2. Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan
orang lain.
3. Beri pujian terhadap kemampuan klien dalam menyebutkan manfaat
berhubungan dengan orang lain.
Rasional :
1. Meningkatkan pengetahuan klien tentang perlunya berhubungan dengan
orang lain.
2. Untuk mengetahui tingkat pemahaman klien terhadap informasi yang telah
diberikan.
3. Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien.
Evaluasi :
Klien dapat menyebutkan 2 dari 3 manfaat berhubungan dengan orang lain
• Mendapat teman
• Dapat mengungkapkan perasaan
• Membantu memecahkan masalah
©2004 Digitized by USU digital library 10TUK 4 : Klien dapat berhubungan dengan orang
lain secara bertahap.
Intervensi :
1. Dorong klien untuk menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain.
2. Dorong dan bantu klien berhubungan dengan orang lain secara bertahap
antara lain :
• Klien-perawat
• Klien-perawat-perawat lain
• Klien-perawat-perawat lain-klien lain
• Klien-kelompok kecil (TAK)
• Klien-keluarga
3. Libatkan klien dalam kegiatan TAK dan ADL ruangan
4. Reinforcement positif atas keberhasilan yang telah dicapai klien.
Rasional :
1. Untuk mengetahui pemahaman klien terhadap informasi yang telah diberikan.
2. Klien mungkin mengalami perasaan tidak nyaman, malu dalam berhubungan
sehingga perlu dilatih secara bertahap dalam berhubungan dengan orang
lain.
3. Membantu klien dalam mempertahankan hubungan inter personal.
4. Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien.
Evaluasi :
Klien dapat menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain, misalnya :
• Membalas sapaan perawat
• Kontak mata positif
• Mau berinteraksi
TUK 5 : Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam berhubungan dengan orang
lain.
Intervensi :
1. Diskusikan tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
2. Dorong klien untuk mengemukakan perasaan keluarga
3. Dorong klien untuk mengikuti kegiatan bersama keluarga seperti : makan,
ibadah dan rekreasi.
4. Jelaskan kepada keluarga tentang kebutuhan klien.
5. Bantu keluarga untuk tetap mempertahankan hubungan dengan klien yaitu
memperlihatkan perhatian dengan kunjungan rumah sakit.
6. Beri klien penguatan misalnya : membawa makanan kesukaan klien.
Rasional :
1. Mengidentifikasi hambatan yang dirasakan klien.
2. Untuk mengetahui sejauh mana hubungan klien dengan keluarga.
3. Membantu klien dalam meningkatkan hubungan interpersonal dengan
keluarga.
4. Klien menarik diri membutuhkan perhatian yang khusus.
5. Keterlibatan keluarga sangat membantu dalam mengembangkan interaksi
dengan lingkungannya.
6. Meningkatkan rasa percaya diri klien kepada keluarga dan merasa
diperhatikan.
Evaluasi :
1. Setelah 2 kali pertemuan klien dapat membina hubungan dengan keluarga.
2. Keluarga mengunjungi klien ke rumah sakit setiap minggu secara bergantian.
Rasional :
Hal ini mendorong untuk menyampaikan rasa empati, mengembangkan rasa percaya
dan akhirnya mendorong klien untuk mendiskusikannya. Untuk memudahkan rasa
percaya dan kemampuan untuk mengerti akan tindakan dan komunikasi pasien
membantah atau menyangkal tidak akan bermanfaat apa – apa.
Evaluasi :
Klien dapat mengenal akan wahamnya setelah mendapat penjelasan dari perawat
dalam 4 x pertemuan.
TUK 2 : Klien dapat mengendalikan wahamnya.
Intervensi :
1. Bantu klien untuk mengungkapkan anansietas, takut atau tidak aman.
2. Focus dan kuatkan pada orang – orang yang nyata, ingatan tentang pikiran
irasional. Bicarakan kejadian – kejadian dan orang – orang yang nyata.
3. Diskusikan cara untuk mencegah waham, contoh percaya pada orang lain,
belajar akan kenyataan, bicara dengan orang lain, yakin akan dirinya bahwa
tidak ada yang akan mengerti perasaannya bila tidak cerita dengan orang
lain.
Rasional :
1. Ungkapkan perasaan secara verbal dalam lingkungan yang tidak terancam
akan mendorong klien untuk mengungkapkan perasaannya yang mungkin
sudah terpendam.
2. Diskusikan yang berfokus pada ide – ide yang salah tidak akan mencapai
tujuan dan mungkin buat psikosisnya lebih buruk jika pasien dapat belajar
untuk menghentikan ansietas yang meningkat, pikiran waham dapat dicegah.
Evaluasi :
1. Klien dapat mengendalikan wahamnya dengan bantuan perawat dengan
menggunakan cara yang efektif dalam 4 x pertemuan.
TUK 3 : Klien dapat mengevaluasi dirinya.
Intervensi :
1. Bantu klien mengidentifikasi kegiatan atau keinginan yang berhasil
dicapainya.
2. Kaji bagaimana perasaan klien dengan keberhasilan.
3. Bicarakan kegagalan yang pernah dialami klien dan sebab – sebab kegagalan
4. Kaji bagaimana respon klien terhadap kegagalan tersebut dan cara mengatasi
5. Jelaskan pada klien bahwa kegagalan yang dialami dapat menjadi pelajaran
untuk mengatasi kesulitan yang mungkin terjadi di masa yang akan datang.
Rasional :
1. Mengingatkan klien bahwa ia tidak selalu gagal.
2. Memberi kesempatan klien untuk menilai dirinya sendiri
3. Mengetahui koping yang selama ini digunakan oleh klien
©2004 Digitized by USU digital library 144. Memberikan kekuatan pada klien bahwa
kegagalan itu bukan merupakan
akhir dari suatu usaha.
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan keberhasilan yang pernah dialami setelah 1 x
pertemuan.
2. Klien dapat menyebutkan kegagalan yang pernah dialami setelah 4 x
pertemuan.
TUK 4 : Klien dapat membuat rencana yang realistis.
Intervensi :
1. Bantu klien memuaskan tujuan yang ingin dicapainya.
2. Diskusikan dengan klien tujuan yang ingin dicapai dengan kemampuan klien.
3. Bantu klien untuk memilih prioritas tujuan yang mungkin dapat dicapainya.
4. Beri kesempatan klien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilih.
5. Tunjukkan keterampilan yang telah dicapai klien.
6. Ikutsertakan klien dalam kegiatan aktivitas kelompok.
Rasional :
1. Agar klien dapat tetap realistis dengan kemampuan yang dimiliki.
2. Mempertahankan klien agar tetap realistis.
3. Agar prioritas yang dipilih sesuai dengan kemampuan.
4. Menghargai keputusan yang telah dipilih klien.
5. Memberi penghargaan atas keberhasilan yang telah dicapai.
6. Memberikan kesempatan klien di dalam kelompok mengembangkan
kemampuannya.
Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien kelebihan yang dimilikinya
2. Diskusikan kelemahan yang dimiliki klien
3. Beritahu klien bahwa manusia tidak ada yang sempurna, semua memiliki
kelebihan dan kekurangan.
4. Beritahu klien bahwa kekurangan bisa ditutup dengan kelebihan yang dimiliki.
5. Beritahukan klien bahwa ada hikmah di balik kekurangan yang dimiliki
Rasional :
1. Mengidentifikasi hal – hal positif yang masih dimiliki klien
2. Mengingatkan klien bahwa klien manusia biasa yang mempunyai kekurangan
3. Menghadirkan harapan pada klien
4. Agar klien tidak merasa putus asa
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan kemampuan yang ada pada dirinya setelah 1 x
pertemuan
2. Klien dapat menyebutkan kelemahan yang dimiliki dan tidak menjadi
halangan untuk mencapai keberhasilan
TUK 2 : Klien dapat menyelidiki dirinya
Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien ideal dirinya, apa rencana selama di RS, rencana
klien setelah pulang dan apa cita – cita yang ingin dicapai
2. Bantu klien mengembangkan antara keinginan dan kemampuan yang
dimilikinya
©2004 Digitized by USU digital library 153. Beri kesempatan pada klien untuk berhasil
4. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
Rasional :
1. Untuk mengetahui sampai dimana realistis dan harapan pasien.
2. Membantu klien untuk membentuk harapan yang realistis
3. Meningkatkan rasa percaya diri klien
4. Memberi penghargaan terhadap perilaku yang positif
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan cita – cita dan harapan yang sesuai dengan
kemampuannya setelah 1 x pertemuan.
Rasional :
1. Untuk meningkatkan kemampuan pengetahuan klien tentang perlunya
perawatan diri.
2. Reinforcement positif untuk menyenangkan hati klien.
Evaluasi :
Klien dapat menyebutkan kerugian dari tidak melakukan perawatan diri seperti
terkena penyakit, sulit mendapat teman.
TUK 3 : Klien berminat melakukan perawatan diri
Intervensi :
1. Dorong dan bantu klien dalam melakukan perawatan diri
2. Beri pujian atas keberhasilan klien melakukan perawatan diri
Rasional :
1. Untuk meningkatkan minat klien dalam melakukan perawatan diri
2. Reinforcement positif dapat menyenangkan hati klien dan meningkatkan
minat klien untuk melakukan perawatan diri.
Evaluasi :
Klien melakukan perawatan diri seperti : mandi memakai sabun 2 x sehari,
menggosok gigi dan mencuci rambut, memotong kuku.
©2004 Digitized by USU digital library 16
DAFTAR PUSTAKA
Kaplan & Sadock (1998). Ilmu kedokteran jiwa darurat. Jakarta : Widya Medika