Você está na página 1de 16

Teknik Dasar Fotografi Digital (bag 1) : Shutter Speed

Fotografi digital memudahkan kita memahami dunia fotografi, hasil jepretan langsung bisa di review
melalui jendela LCD, sehingga kita bisa mengevaluasi hasil jepretan, karena data teknis yg berkaitan
dengan Jepretan tadi terlihat dan terekam, berbeda dengan Fotografi Konvensional, dimana kita harus
mencetaknya dulu baru dapat melihat, me-review dan mengevaluasi hasil jeperetan, data teknis-nya
pun kita harus mencatatnya terlebih dahulu, sehingga butuh banyak biaya dan waktu yg terbuang untuk
bisa memperbaiki kemampuan fotografi kita

Seni Fotografi digital bisa diibaratkan sebagai melukis dengan cahaya, dalam hal ini kamera dan Lensa
yang menggantikan peran kuas dan cat. Ada dua hal yg memegang peranan terpenting dalam kamera
dan lensa, yaitu Shutter Speed dan Aperture

Shutter Speed adalah lamanya waktu yg diperlukan untuk menyinari sensor CMOS ato CCD pada
kamera digital, dan Film pada kamera konvensional. Pada Kemera tertera angka-angka
250,125,60,30,15 dst. Ini berarti lamanya penyinaran adalah 1/250 detik, 1/125 detik, 1/60 detik, dst.

Semakin besar angkanya berarti semakin cepat waktu yg digunakan, hal ini akan menciptakan efek
diam (freeze), misalnya kita akan memotret objek yg sedang bergerak, misal mobil, dengan efek diam,
kita memerlukan setidaknya shutter speed diatas 1/125 detik

Sebaliknya bila kita akan memotret objek tersebut dengan efek bergerak, maka dibutuhkan shutter
speed kurang dari 1/125 detik, sebaiknya dilakukan dengan cara mengikuti arah gerak objek, hal ini
disebut teknik panning,

Dua hal diatas tergantung juga dari kecepatan objek tersebut bergerak, semakin cepat objek bergerak,
berarti semakin tinggi shutter speed yg dibutuhkan agar memperoleh efek diam atau bergerak yang kita
inginkan, Perlu diperhatikan, semakin rendah shutter speed, akan mengakibatkan semakin besar juga
kemungkinan terjadinya camera shaking, yg akan mengakibatkan hasil jepretan menjadi goyang dan
tidak tajam

Agar aman, gunakan shutter speed diatas 30 atau 1/30 detik, kalo memang menginginkan shutter speed
lebih rendah, misal 1/15 detik, 1/8 detik ato yg lebih rendah, gunakan gunakan penyangga ato tripod

Teknik Dasar Fotografi Digital (bag 2) : Aperture dan ISO


Setelah membahas Shutter Speed pada bagian pertama artikel ini, Elemen lain yg tidak kalah penting
dalam fotografi adalah Aperture, Aperture Adalah ukuran bukaan lensa yang berfungsi memasukkan
dan meneruskan cahaya ke film atau sensor. ukuran besar kecilnya diatur melalui diafragma. Pada
kamera umumnya tertera 2,8; 4; 5,6 dst. angka2 tersebut dikenal sebagai f-number, jadi disebut
aperture (bukaan) f/2,8; f/4; f/5,6 dst. Semakin besar aperture semakin kecil f-numbernya dan semakin
kecil pula diameter bukaannya, jadi f/16 lebih kecil diameternya daripada f/5,6

Cara kerja aperture mirip pupil pada mata manusia, semakin banyak cahaya yang masuk, semakin kecil
diameter pupil, begitu pula sebaliknya. Aperture sangat berhubungan dengan ruang tajam atau depth of
field, semakin besar f-number, misal f/22, rentang ketajaman akan semakin lebar. Artinya objek di
belakang dan di depan fokus utama memiliki ketajaman yang baik. sebaliknya kita akan mendapatkan
efek blur/buram untuk objekdi depan dan dibelakang fokus utama jika menggunakan f-number kecil,
misal f/2,8

Shutter speed dan aperture harus bersinergi untuk mendapatkan exposure yang tepat. Peranan ISO juga
penting, semakin tinggi ISO yang digunakan, maka kepekaan terhadap cahaya pun makin besar,
sehingga pada pencahayaan kurang pun, shutter speed maupun aperture masih dapat digunakan secara
maksimal. Tapi perlu diingat, semakin tinggi ISO yang digunakan, akan semakin tinggi tingkat noise
ataupun grain yang dihasilkan

Untuk mengetahui apakah exposure sudah tepat atau belum, pada kamera digital ato konvensional
tersedia fasilitas metering. Sehingga terjadinya over exposure (kelebihan pencahayaan) atau under
exposure (kekurangan pencahayaan) dapat diminimalkan.
Setelah teknik dasar dapat dikuasai, berikutnya yg dibutuhkan adalah jam terbang, karena seni fotografi
identik dengan momen, dan momen yg baik tidak mudah terulang, kepiawaian menentukan komposisi
dan sudut ambil gambar dapat berkembang seiring jam terbang, kemudian perbanyak referensi dari,
buku, internet, maupun sumber2 lain. Bagaimana bagus dan canggihnya sebuah kamera, hanya
merupakan sebuah alat, yg menentukan adalah orang yg berada di belakang kamera

Teknik Dasar Fotografi Digital (bag 3) : Terminologi Fotografi


Setelah bagian pertama dan bagian kedua, Bagian Ketiga dari serial Teknik Dasar Fotografi Digital ini
akan membahas tentang terminologi2 atau istilah2 yang banyak dipakai dalam dunia fotografi

A : Singkatan dari auto, yaitu sebuah sandi untuk pilihan fasilitas otomatis. Artinya, bila selector
diputar ke posisi ini, bukaan diafragma akan bekerja secara otomatis setelah pemotret memilih suatu
kecepatan (shutter speed) atau sebaliknya.

AF : singkatan dari auto focus, yaitu cara kerja kamera tanpa mengharuskan pemotret memutar-mutar
sendiri penemu fokus(jarak). Sistem ini bekerja setelah pemotret menekan tombol “on” pada perintah
fokus.

AL servo AF : saran pilihan autofocus yang digunakan untuk memotret objek2 bergerak. Pilihan yang
efektif untuk pemotretan olahraga.

Angle of view : Sudut pandang atawa sudut pemotretan. Cara melihat dan mengambil objek yang akan
difoto

Aperture diafragma : yaitu lubang tempat cahaya masuk kedalam kamera dari lensa keatas film.

Aperture priority auto exposure (A) : pencahayaan otomatis prioritas bukaan diafragma. Jika bukaan
diafragma disetel terlebih dahaulu, kecepatan rana akan bekerja otomatis.

Artificial light : cahaya buatan manusia yang digunakan untuk memotret misalnya lampu kilat, api, dll.

Asa : singkatan dari american standar assosiation. Yaitu standar kepekaan film. Pengertiannya sama
dengan ISO, hanya saja nama ASA dahulu umumnya dipakai diwilayah amerika. Kecepatannya diukur
secara aritmatis.

Auto Program (P) : fasilitas otomatis untuk memilih pencahayaan terprogram secara normal dan high
speed(kecepatan tinggi), tergantung pada pemakaian panjang-pendek fokus lensa.

Auto winder : motor yang berguna untuk memajukan film secara otomatis dan cepat tanpa harus
dikokang atawa diengkol terlebih dahulu. Sering digunakan oleh pemotret olahraga atawa yang
mengutamakan objek-objek bergerak cepat.

Back light : Cahaya dari belakang, yaitu cahaya yang berasal dari belakang objek. Arah cahaya ini
berlawanan dengan posisi kamera. Secara umum efek yang dihasilkan dapat menciptakan siluet; objek
foto dikelilingi “rim light” atau cahya yang ada disekitar objek. Efek cahaya ini bisa merugikan
pemotret sebab bila mengenai lensa akan menimbulkan flare.

Bayonet : Sistem dudukan lensa yang hanya memerlukan putaran kurang dari 90 derajat untuk
melakukan penggantian lensa.

Birds eye view : Sudut pandang dalam pemotretan yang mirip dengan apa yang diliat seekor burung
yang sedang terbang.

Blitz : Lampu kilat atau flashgun. Alat ini merupakan cahaya buatan yang berfungsi menggantikan
peran cahya matahari dalam pemotretan. Untuk menangkap kilatannya diperlukan suatu kecepatan
tertentu yang telah disesuaikan (disinkronkan) dengan kamera. Cahaya blitz umumnya bisa ditangkap
dengan kecepatan kamera 1/60 detik.
Blitzlichtpulver : Cikal bakal lampu kilat. Terbuat dari beberapa campuran bubuk diantaranya
magnesium dan potassium chlorade yang dapat memancarkan cahaya bila disulut.

Blur : Kekaburan seluruh atau sebagian gambar karena gerakan yang disengaja atau tidak sengaja pada
saat pemotretan dan efek besar kecilnya diafragma. Hal ini terjadi misalnya saat melakukan teknik
panning atau zooming yang menggunakan kecepatan rendah.

Bottom light : Cahaya dari bawah objek, biasa juga disebut ‘base light’. Biasa digunakan sebagai
cahaya pengisi dari arah depan. Fungsinya mengurangi kontras cahaya utama.

Bounce Flash : Sinar pantul. Pancaran cahaya tidak langsung yang berasal dari sumber cahaya (lampu
kilat). Cara paling efektif yang dapat dicoba adalah memantulkan pancaran sinarnya kesudut lain
sebelum cahaya itu mengenai objek pemotretan. Teknik pencahayan ini cocok untuk menghasilkan
penyinaran lunak.

Bracketing : Suatu teknik pengambilan gambar yang sama dengan memberikan kombinasi
pencahayaan yang berbeda-beda pada suatu objek (disamping pengukuran pencahayan normal).

Built-in diopter : Pengatur dioptri (lensa plus atau minus)yang sudah terpasang pada pembidik
kamera. Berguna bagi pemotret berkacamata.

Bulb, B(ulb) bolam : Sarana kecepatan rana yang sangat lambat dikamera yang digunakan untuk
memotret objek. Lama membuka rana ditentukan oleh pemotret, yaitu dengan menekan lalu melepas
tekanan pada tombol shutter.

C : Singkatan dari continuous,yaitu sandi yang terdapat pada kamera. Fungsinya menyatakan
penggunaan bidikan gambar secara beruntun dengan kecepatan tertentu (umumnya 3 bingkai per detik).

Candid camera : foto atau potret yang dibuat dengan cara sembunyi2 sehingga objek foto tidak
menyadarinya. Cara ini biasanya menghasilkan foto yang terkesan wajar atau alami.umumnya tidak ada
komunikasi antrara pemotret dan objek foto.keberhasilan foto sangat ditentukan oleh kemahiran
pemotret mengungkapkan pesannya.oleh Karen itu pemotret harus ekstra tekun, jeli,teliti dan sabar.

CCD : singkatan dari charge couple device,yaitu chip pengganti filmyang digunakan pada kamera
digital untuk merekam gambar (citra)

Center of focus : pusat perhatian. Sering juga disebut center of interest atau focus of interest. Pusat
perhatian membuat pesan dan teknis yang ingin disampaikan pemotret tergambar secara fisik pada foto.

Center weight : pengukuran pencahayaan yang tertuju hanya pada 60 persen daerah tengah gambar
(bidang) foto.

Coating : pemberian suatu lapisan tipis pada permukaan lensa.Funsinya menahan pantulan cahaya dan
melindungi lensa dari berbagai bahaya, mjsalnya jamur.

Cold tone : warna yang bernada dingin; berwarna biru kelabu dengan nada warna ringan.

Color balance : keseimbangan warna.

Composition : komposisi, yaitu penempatan atau penyusunan bagian2 sebuah gambar untuk
membentuk kesatuan dalam sebuah bidang tertentu sehingga enak dipandang.

Continuous light : lampu kilat yang digunakan untuk memotret; cahayanya dapat menyala terus
menerus(berulang-ulang).

Contrast : kontras. Secara umum kontras diartikan sebagai perbedaan gradasi,kecerahan, atau nada
(warna) antara bidang gelap (shadow) dengan bidang terang, atau warna putih yang mencolok sekali
pada objek.

Cropping : pemadatan/pemotongan gambar dalam foto atau sesuatu yang tercetak dengan membuang
bagian2 tertentu yang kurang dikehendaki.
Density : densitas atau kepekatan dalam fotografi.istilah ini menyatakn tebal-tipis lapisan perak yang
melekat pada film. Semakin pekat suatu warna, semakin gelap dan berat warnanya.

Depth : kedalaman, yaitu efek dimensional yang timbul karena ada perbedaan ketajaman.

Depth of field : bagian yang tampak tajam (tidak buram) dan jelas,yang berada dalam jangkauan
tertentu. Biasanya juga disebut sebagai ruang tajam.

Diaphragm : diafragma,yaitu lubang pada lensa kamera tempat cahaya masuk saat melakukan
pemotretan. Lubang lensa ini dibentuk dari kepingan2 logam tipis yang berada didalam atau dibelakang
lensa. Bisa diciutkan atau dilebarkan.

Distortion : distorsi,yaitu penyimpangan bentuk. Pada fotografi biasa terjadi pada pemotrtan dengan
lensa sudut lebar.

Fill in Flash : Lampu kilat pengisi. Dalam kondisi pemotretan yang tidak memerlukan lampu kilat,
lampu ini tetap dinyalakan untuk menerangi bagian-bagian gelap dari objek, misalnya bayangan pada
pemotretan diluar ruangan.

Film : Media untuk merekam gambar. Gambar dibuat diatas dasar yang fleksibel dan transparan.
Film terdiri dari lapisan tipis yang mengandung emulsi peka cahaya, diatas dasar yang fleksibel dan
transparan. Emulsi sendiri terdiri dari perak halida, yaitu senyawa yang peka cahaya.

Film Frame Counter : Penghitung jumlah bingkai film. Pendeteksi berangka yang menunjukkan
jumlah film yang sudah terpakai.

Film transparency : Slide warna atau color reversal film, yaitu film positif yang biasa digunakan
untuk keperluan iklan, pers, dll. Tujuannya adalah mendapatkan ketajaman dan warna gambar yang
baik.

Filter : Penyaring dalam bentuk kaca (atau bahan lain yang tembus cahaya) yang mempunyai ketebalan
rata; dipasang pada ujung tabung lensa.

Fix Lens : Lensa fix, yaitu lensa yang memiliki panjang fokus (titik api) tunggal, sudut pandangnya
tetap.

Flash : Lampu kilat, yaitu jenis lampu buatan yang mampu menyediakan cahaya yang bisa
dikendalikan.

Flash exposure compensation : Kompensasi pencahayaan lampu kilat, yaitu cara membuat alternatif
pencahayaan lebih atau kurang dengan menggunakan lampu kilat.

Focus ring : Titik api atau pertemuan berkas sinar/cahaya melalui lensa setelah berbias atau
dipantulkan.

FPS : singkatan dari frame persecond, yaitu satuan pengambilan gambar dalam gambar per detik.

GN : Singkatan dari guide number, yaitu kekuatan daya pancar cahaya lampu kilat yang merupakan
perkalian antara jarak (dalm meter taau feet) dan diafragma.

High angle : pandangan tinggi. artinya, pemotret berada pada posisi yang lebih tinggi dari objek foto.

High-Key photo : sebutan untuk suatu foto yang didominasi nuansa putih.

High light : bagian-bagian yang terang pada sebuah foto karena pantulan sinar.

Honeycomb : Perangkat atau alat tambahan berbentuk seperti sarang tawon.

Hot shoe : sepatu panas. terdapat pada bagian atas kamera, berfungsi untuk memasang lampu kilat
elektronik.
Image : gambar yang terbentuk pada film atau pada tirai pengamat.

Incident light metering : Pengukuran cahaya jatuh, yaitu mengukur kuat cahaya yang menerangi
objek.

Infinity : jarak tak terhingga dengan tanda pada skala jarak.

Infrared : inframerah, yaitu sinar merah diluar spektrum.

ISO : singkatan dari international standart organization, yaitu badan yang berwenang memberikan
standar untuk kategori film yang digunakan didunia fotografi.

JIS : singkatan dari japan industrial standart, yaitu ukuran kepekaan film, seperti asa digunakan di
Jepang.

Lens : Lensa, yaitu alat yang terdiri dari beberapa cermin yang mengubah benda menjadi bayangan
yang bersifat terbalik, diperkecil, dan nyata.

Lens Hood : Tudung lensa yang digunakan untuk menutupi elemen lensa terdepan dari cahaya yang
masuk secara frontal. Cahya seperti ini akan menimbulkan efek flare (bintik cahaya putih) pada foto.

Light contrast : Kontras cahaya, yaitu tingkat kepekaan cahaya yang dihasilkan oleh suatu sumber
cahaya. Hal yang paling mempengaruhi kontras cahaya adalah besar kecilnya sumber cahya.

Light meter : Pengukur kekuatan sinar. Biasa dipakai dalam pemotretan untuk menentukan besar
diafragma atau kecepatan pada suatu kondisi pencahayaan.

Long Shot : Sudut pandang yang lebar yang memberi perhatian lebih pada objek pemotretan dengan
cara memisahkannya dari latar belakang yang mungkin mengganggu.

Low angle : Pandangan rendah, yaitu sudut pandang dalam pemotretan dengan kedudukan pemotret
lebih rendah dari objek pemotretan. Menghasilkan gambar seolah-olah objek lebih tinggi dari aslinya.

LT : Long time Exposure, sama dengan pencahayaan panjang misalnya 2 detik atau lebih.

Macro : Makro. Pengertian makro dalam fotografi adalah saran untuk pemotretan jarak dekat.
Fotografi makro akan menghasilkan rekaman objek(pada film) yang sama besar dengan objek aslinya
(1:1), atau paling tidak setengah besar objek aslinya (1:2). Namun, lensa zoom yang mempunyai
fasilitas menghasilkan rekaman objek seperempat besar benda aslinya (1:4) juga sudah bisa dikatakan
makro.

Macro Lens : Lensa makro, yaitu lensa yang digunakan untuk memotret objek berukuran kecil atau
pemotretan jarak dekat (mendekatkan objek). Umumnya dipakai untuk keperluan reproduksi karena
dapat memberikan kualitas prima dan minim distorsi.

Magnification : Pembesaran. Diukur dari gambar film dengan perbandingan ukuran asli objek.

Main light : Sinar utama dalam pemotretan yang biasanya berasal dari depan objek. Biasanya
digunakan untuk memunculkan bentuk atau wajah objek.

Medium format camera : Kamera format medium, yaitu jenis kamera SLR yang menggunakan jenis
film 120 mm. Dibandingkan dengan kamera format kecil, kamera ini mempunyai keunggulan dalam
pembesaran cetakan.

Medium shoot : Pandangan yang lebih mengarah kepada suatu tema pokok dengan latar belakang yang
agak dihindari. Bisa digunakan untuk pemotretan berobjek orang, kira2 sebatas pinggul keatas.

Metering : Pola pengukuran cahaya yang biasanya terbagi dalam 3 kategori : center weight,
evaluative/matrix dan spot

Metering center weight : Pola pengukuran cahaya menggunakan 60 persen daerah tengah gambar
Metering matrix : Pola pengukuran cahaya berdasarkan segmen-segmen dan persentase tertentu

Metering spot : Pola pengukuran cahaya yang menggunakan satu titik tertentu yang terpusat.

MF : singkatan dari manual focus, yaitu cara penajaman atau pemfokusan yang dilakukan secara
manual.

Microphotography : Fotografi yang menggunakan film berukuran kecil, dengan bantuan mikroskop.

Monopod : sandaran atau penyangga kamera berkaki satu. Berfungsi membantu menahan kegoyangan.
Sering pula disebut “unipod”

ND Filter : Filter ND, yaitu filter yang berfungsi menurunkan kekuatan sinar sebanyak 2 sampai 8 kali.

Nebula Filter : Filter yang menghasilkan gambar dengan efek pancaran sinar radial yang berpelangi.

Non-reflex camera : kamera non refleks yang tidak menggunakan cermin putar. Contohnya adalah
kamera kompak atau kamera langsung jadi (Polaroid)

Normal lens : Lensa berukuran normal berfokus panjang, 50 mm atau 55 mm, untuk film berukuran 35
mm. Sudut pandangnya sama dengan sudut pandang mata manusia.

Obscura : Cikal bakal kamera zaman sekarang. Prinsipnya dalam sebuah kamar gelap yang tertutup
lubang (pin hole). Jika kamera obscura dihadapkan ke benda yang diterangi cahaya, sebuah gambar
proyeksi terbalik dari benda tersebut akan tampak pada dinding yang berhadapan dengan lubang.

Optical Sharpness : ketajaman optis, yaitu suatu ketajaman yang dapat dicapai karena lensa
berkualitas baik.

Optik : berkenaan dengan penglihatan (cahaya, lensa, dsb)

Overexposure : kelebihan pencahayaan. Bagian shadow tampak pekat (tanpa detail) sehingga negative
tampak hitam total. Bila kepekatan bagian ini melampaui batas, hasil cetak foto akan menjadi abu2;
bagian high akan menjadi putih.

Overhead lighting : sinar dari atas. Lampu atau penyinaran yang dibuat untuk menyinari objek dari
atas.

Override : Penyimpangan dari pengaturan otomatis. Tujuannya agar pemotret dapat mengatur kamera
secara manual.

POLARIZING COLOR FILTER:Filter yang terdiri dari selembar polarisator kelabu dan polarisator
warna, terdapat berbagai kombinasi warna sehingga dapat digunakan untuk efek-efek tertentu.

POLARIZING CONVERSION FILTER:Filter terdiri dari selembar polarisator dengan filter


konversi warna (85B). Biasanya juga digunakan untuk jenis kamera kine, sehingga memungkinkan film
tungsten digunakan untuk cerah hari dan mempunyai efek seperti filter polarisasi.

POLARIZING FIDER FILTER:Filter yang terdiri dari dua filter PL linier yang digabung menjadi
satu. Jumlah filter yang masuk dapat diatur dengan memutar gelang filter.

POLARIZING CIRCULAR FILTER:Filter yang dibuat dari lembaran polarisator linier dan keeping
quarter wave retardation, dilapi di antara dua gelang filter. Efeknya sama dengan filter polarisasi,
biasanya digunakan untuk kamera kine.

POLARIZING FILTER:Filter polarisasi, dipakai untuk menghilangkan refleksi dari segala


permukaan yang mengkilap. Filter ini terdiri dari dua bagian, bagian yang satu dengan lain dapat
diputar-putar untukmendapatkan sudut paling ideal menghilangkan refleksi, menambah saturasi warna
dan menembus kabut atmosfer. Juga berguna untuk membirukan langit.

POP UP FLASH:Lampu kilat kecil terbuat atau menyatu dengan kamera.


RAINBOW FANTASI FILTER:Filter dengan inti bulatan normal dan sisanya berisi prisma. Tiap-tiap
berkas sinar akan bertepi pelangi.

RANA:Adalah tirai yang menggantikan fungsi penutup manual di bagian depan lensa, besar kecilnya
dapat diatur sesuai kebutuhan.

RANA CELAH:Rana celah vertical dan horizontal dan terletak pada kamera. Yang vertial menutup
secara vertikal dan yang horizontal menutup secara horizontal.

RANA PUSAT:Rana yang terletak pada lensa, berdampingan dengan diafragma. Menutupnya dengan
cara memusat.

RELEASE CABLE:Kabel penghubung dengan shutter sehingga memungkin pemotret menekan


shutter dari jarak beberapa meter dari kamera.

RELOADABLE TO LAST FRAMER:Fasilitas untuk mengembalikan film yang telah digulung di


tengah posisi terakhir yang terpakai.

REMBRANDT LIGHTING:Cahaya yang berasal dari jendela atau sering juga disebut window
lighting. Cahaya yang datang dari sudut 45 derajat. Pencahayaan tersebut berasal dari nama pelukis
Belanda Rembrandt.

REMOTE:Alat yang memungkinkan fotografer melakukan penekanan shutter dari jarak jauh dengan
penghubung arus tanpa kabel.

RESOLUTION aya pisah. Suatu sifat lensa yang berdaya urai dengan kemampuan menyajikan
detail kehalusan gambar sesudah film dikembangkan (diproses).

RETINA:Selaput peka sinar dari mata atau salah satu merek kamera keluaran kamera.

RETOUCH:Mengubah, sifatnya memperbaiki atau menambah warna dengan menggunakan tangan


atau kuas, atau juga pada masa ini dengan komputer seperti melukis sehingga menghasilkan gambar
yang baik dan tanpa cacat seperti sebelumnya.

REVERSE ADAPTER:Suatu alat penyambung yang digunakan untuk memotret saat menggunakan
lensa kamera yang dibalik sehingga elemen belakang lensa menghadap ke objek. Dengan alat ini
menjadikan kita dapat menggunakan lensa biasa untuk membuat pemotretan makro dengan hasil yang
cukup baik.

SECOND CURTAIN SYNC:Fasilitas untuk menyalakan lampu-kilat sesaat sebelum rana menutup.

SELF ADJUSTING enyesuaian (diri).

SELF TIMER enangguh waktu. Sebuah tuas yang digunakan untuk keperluan memperlambat
membukanya rana kamera sekalipun tombol pelepas kamera telah ditekan. Biasanya digunakan untuk
memotret diri sendiri. Penangguhan waktunya umumnya berkisar 10 detik.

SENSE OF DESIGN erasaan atas komposisi. Estetika dalam nirmana datar warna.

SEPIA TONER ewarna coklat/sawo.

SEQUENCE:Sekuen. Satu seri dari beberapa jepretan (shot) yang meliputi suatu kejadian yang sama.
Setiap jepretan hanya berbeda dalam hitungan detik.

SHADE:Teduh, bayangan yang tak berbentuk.

SHADOW:Bidang gelap/hitam atau bayangan pada sebuah foto yang berbentuk objek yang
membayang.
SHAPE:Bidang, suatu bentuk dalam aspek dua dimensi yang terjadi tidak hanya oleh karena adanya
kesan garis, baik berupa segi tiga, lingkaran, elips, dll. Namun selain itu bisa juga dibentuk oleh suatu
bidang warna karena adanya suatu kesan bentuk tiga dimensi yang mempunyai volume.

SHARPNESS:Ketajaman film, yaitu suatu kemampuan film untuk merekam setiap garis dari
pandangan yang dipotret dengan ketajaman yang baik. Ketajaman ini ditentukan dengan jumlah garis
per milimeter.

SIDE LIGHT:Cahaya dari samping, yaitu cahaya yang berasal dari arah samping objek, baik kiri atau
kanan dan dapat ditempatkan pada sudut 45 atau 90 derajat. Pencahayaan seperti ini menghasilkan foto
dengan efek yang menonjol permukaan atau objek fotonya serta terciptanya kesan tiga dimensional.
Umumnya digunakan untuk menampilkan foto-foto yang berkarakter, misalnya foto potret (portrait).

SIDE LIGHTING:Sinar dalam pemotretan yang datangnya dari arah samping kanan atau kiri – 90
derajat dihitung dari sudut pandang kamera. Arah datangnya sinar seperti ini akan menghasilkan foto
dengan detail dan tekstur dari benda dengan baik. Bayangan yang dihasilkan akan menampakkan
bentuk benda dengan lebih menarik dengan separo dari muka terang dan separo lagi gelap.

SINGLE LENS REFLECT:Refleks lensa tunggal (RLT), adalah kamera yang memiliki satu lensa
untuk membidik yang menggunakan cermin dan prisma. Lensanya berfungsi untuk meneruskan
bayangan objek ke pembidik dan meneruskannya ke film. Apa yang terlihat pada jendela pengamat
sama seperti apa yang terjadi pada film atau fotonya.

SINGLE POINT READING:Suatu pembacaan pengukuran dalam pencahayaan yang dilakukan


hanya pada satu titik atau bagian tertentu yang terpenting dari sebuah objek foto.

SINGLE SERVO AUTOFOCUS (S):Sandi saat Anda membidikkan suatu objek dan tombol rana
telah tertekan separo, maka jarak antara kamera dengan objek terkunci hingga tombol dilanjutkan
ditekan hingga terekam satu bidikan.

SKALA erbandingan objek utama dengan objek-objek lain dalam gambar.

SLAVE UNIT:Mata listrik yang menyalakan lampu-kilat karena pulsa yang dihasilkan oleh
menyalanya lampu-kilat lain.

SMALL FORMAT CAMERA:Kamera format kecil yaitu kamera jenis SLR (Single Lens Reflect)
yang menggunakan film berukuran 35 mm namun fleksibel dan enak dipegang serta ringan. Karena itu
kamera seperti ini yang paling banyak digunakan oleh para fotografer. Jenis maupun ukuran filmnya
sangat mudah didapat juga proses filmnya terutama bagi yang menggunakan film jenis negatif. Namun
kekurangannya, untuk hasil pencetakan besar, maksimal hanya seukuran majalah.

SNAPSHOT:Bidikan spontan, tanpa modelnya diatur terlebih dahulu. Cara ini umumnya digunakan
untuk membuat foto human interest, sehingga menghasilkan foto yang apa adanya dan tampak alami
tak terkesan dibuat-buat.

SNOOT:Suatu alat berbentuk kerucut yang berlubang pada ujungnya dan digunakan untuk
memperkecil penyebaran cahaya dari lampu kilat studio. Umumnya menghasilkan cahaya yang tampak
membulat bila diproyeksikan pada bidang datar.

SNOW CROSS, STAR SIX FILTER:Sebuah kaca bening dengan goresan-goresan yang saling
bersilangan yang membentuk bintang-bintang berekor enam dari tiap-tiap titik sinar.

SOCKET:Lubang tempat memasukkan kabel sinkron yang menghubungkan lampu kilat dengan
penutup.

SOFT SCREEN (LENS):Lensa yang berguna untuk menghindari kontras sehingga hasil gambar
terkesan seolah-olah agak kabur dengan sisi-sisi yang tak tampak ketegasan batasnya.

SOFT FOCUS LENS:Lensa yang berdaya lukis lembut.

SOFT SPOT FILTER:Filter berciri seperti soft screen namun menghasilkan gambar yang berbeda.
SOFT TONE FILTER:Filter yang bertujuan untuk membuat gambar pemandangan lunak tanpa
menurunkan ketajaman dan mengubah warna, juga tidak mengubah bentuk. Kontras pun menjadi
lembut tanpa mengaburkan pandangan.

SOLARISASI roses pembuatan foto dengan cara memberi penyinaran dua kali pada kertas foto atau
film dan memasukkannya ke dalam larutan pengembang. Di tengah-tengah gambar terbentuk dilakukan
penyinaran dengan cahaya putih sekali lagi dan meneruskan pengembangannya.

SONAR AUTOFOCUS:Sistem otofokus yang bekerja berdasarkan perjalanan bolak-balik suara sonar
– dari kamera ke objek kembali ke kamera.

SPECIAL EFFECT:Efek khusus dengan menggunakan teknik tertentu.

SPECIAL EFFECT FILTER:Filter (penyaring) spesial efek yang pada dasarnya bukan filter karena
fungsinya tidak menyaring sesuatu melainkan mengubah pandangan guna mencapai hasil yang
menyimpang dari pemotretan biasa.

SPECIAL LENS:Lensa spesial yang digunakan secara khusus untuk keperluan khusus. Misalnya fish
eye lens (lensa mata ikan – 180 derajat). yang pada dasarnya bukan filter karena fungsinya tidak
menyaring sesuatu melainkan mengubah pandangan guna mencapai hasil yang menyimpang dari
pemotretan biasa.

SPECIAL PURPOSE LENS:Lensa tujuan khusus yang didesain dan diciptakan untuk tujuan
penghasilan gambar khusus yang biasanya susah dilakukan dengan lensa biasa.

SPECIAL FILTER:Sekeping plastik terang berisi ribuan prisma lembut yang mengubah tiap-tiap titik
sinar menjadi bintang pelangi dan berkas sinar bertepi pelangi. Sinar yang kuat membentuk bintang
dengan berkas-berkas pelangi tebal.

SPECTRUM:Berkas sinar yang terlihat oelh mata, terpecahkan oleh pembiasan prisma dalam warna-
warni.

SPEEDLIGHT:Lampu-kilat yang mempunyai kecepatan menyala tinggi atau cepat.

SPEEDO SOLARISASI:Suatu teknik kamar gelap versi lain dari tehnik solarisasi (efek sabattier)
pada film ortholith yang akan memberikan suatu efek gerakan yang cepat (speedo).

STEREO CAMERA:Kamera berlensa dua yang menghasilkan dua foto sekaligus. Dua foto itu harus
diamati dengan alat bantu atau stereo-viewer untuk mendapatkan efek kedalaman seperti saat difoto.

STILL LIFE:Berarti lukisan atau pemotretan benda mati. Fotografi yang khusus menempatkan benda-
benda kecil buatan manusia sebagai objeknya.

STOP:Satuan yang menunjukkan pergeseran nilai bukaan diafragma atau kecepatan rana dari suatu
nilai ke nilai yang lain, naik atau turun. Misalnya dari diafragma f:16 ke f:22 atau dari kecepatan 1/125
detik ke 1/250 detik.

STOP BATH:Cairan penyetop. Larutan penyetop untuk menghentikan atau menahan seketika
pengembang (developer) pada film atau kertas foto. Selain berguna untuk menghentikan proses yang
terjadi, stop bath juga berfungsi sebagai larutan fixer yang membuat film dan cetakan foto lebih tahan
lama.

STRIPPING FILM:Film yang dapat dipisahkan dari dasar seluloidnya.

STROBO:Lampu dengan kemampuan menyorot bertubi-tubi dengan selang waktu singkat.

SUBTRACTIVE:Sistem penyusunan balans warna dengan mengurangi unsure warna, suatu kebalikan
dari additive atau menambahkan.

SUPER WIDE LENS:Lensa bersudut super lebar yang biasa digunakan untuk pemotretan arsitektur,
interior, eksterior, pemandangan, dll. Misalnya lensa 15 mm, 17 mm.
SYNC CORD TERMINAL:Terminal sinkronisasi lampu-kilat; soket untuk memasang kabel
tambahan yang dihubungkan dengan lampu-kilat.

SYNC SHUTTER SPEED:Kecepatan rana yang sinkron dengan lampu kilat.

SYNCRO:Saklar otomatis. Dengan menggunakan saklar ini pada lampu kilat maka bila ada kilatan
cahaya lampu kilat lain akan mengakibatkan menyalanya lampu kilat yang terpasang syncro.

TABLE-STAND:Kaki tiga (tripod) kecil. Sandaran kamera yang membantu menahan goyang yang
dipakai di atas meja.

TEXTURE:Tekstur, sifat permukaan atau sifat bahan., merupakan elemen seni visual yang sangat
penting karena mampu memberi kesan “rasa” seperti halus, kasar, mengkilat, dll.

TELE CONVERTER:Lensa tambahan yang dipasang di antara lensa asli dan tubuh kamera, yang
dapat mengubah lensa normal menjadi tele dan lensa tele menjadi tele panjang. Umumnya kelipatannya
dua atau tiga kali jarak fokus lensa asal.

TELE LENS:Lensa tele yang digunakan untuk memperbesar objek yang akan difoto. Lensa ini dapat
digunakan untuk memperoleh ruang tajam yang pendek. Khusus untuk pemotretan potret (portrait)
penggunaan lensa seperti ini akan menghasilkan perspektif wajah yang mendekati aslinya. Misalnya:
lensa 85 mm, lensa 135 mm, lensa 200 mm, dll.

TELEPHOTO LENS:Lensa telefoto, lensa yang mempunyai fokus panjang. Pembuatan bayangan
(image) pada lensa telefoto lebih pendek bila dibandingkan dengan lensa lain.

TELEPHOTO MEDIUM:Telefoto menengah, jenis lensa telefoto yang mempunyai panjang antara 75
– 135 mm.

TEST STRIP:Suatu cara untuk mendapatkan hasil cetakan yang baik (normal) yang dilakukan dengan
cara membuat pencahayaan bertingkat pada saat mencetak sebelum mencetak sesungguhnya.
TILT HEAD:Kemampuan kepala lampu-kilat untuk dapat diputar. Fungsinya untuk mendapatkan efek
pencahayaan yang lembut dengan cara memantulkan terlebih dahulu cahaya yang keluar dari lampu-
kilat. Kuatnya cahaya yang jatuh ke objek sangat bergantung pada permukaan pemantul, warna dan
jaraknya.
TIMER SWITCH engukur waktu yang akan memutuskan aliran listrik pada akhir hitungan yang
telah ditentukan.

Top Light:Cahaya (dari) atas. Cahaya yang berasal dari atas objek. Biasanya digunakan untuk
menerangi bagian atas kepala model yang akan difoto. Arah cahaya juga dapat menampilkan detail
benda.

Transparan:Tembus pandang ialah permukaan suatu benda yang tidak menghambat pandangan untuk
melihat benda di belakangnya. Kaca dan plastik misalnya bersifat tembus pandang.

Translusen:Tembus sinar. Namun kita tidak biasa melihat benda yang berada di belakang benda yang
translusen tersebut. Misalnya kaca es, kaca buram, kaca susu, plastik suram, dsb.

Transparancy:Transparan, gambar tembus, slide atau film positif.

Tripod:Kaki-tiga. Suatu alat yang digunakan untuk menyangga kamera yang berbentuk kaki-tiga, yang
dapat dipanjangkan dan dipendekkan sesuai keinginan (terbatas). Biasa digunakan untuk membantu
mengatasi goyang saat melakukan pemotretan yang menggunakan lensa telefoto, atau yang
menggunakan kecepatan rendah sehingga kedudukan kameranya tetap stabil dan pemotretan terhindar
dari goyang.

Tripod Socket:Tempat (ulir) untuk tripod. Suatu bagian di kamera, biasanya berlubang dengan ulir di
dalamnya, yang berguna untuk tempat memasang tripod atau kaki-tiga kamera.

TTL:Singkatan dari Through the Lens Metering. Sistem pengukuran cahaya melalui lensa. Biasa juga
disebut OTF (Off the Film Metering). Kamera harus terisi film untuk mendapatkan pengukuran yang
akurat. Atau dengan cara lain yaitu menggantikannya dengan kertas buram yang diletakkan pada
jendela lintas film yang harus menutupi seluruh jendela tersebut. Jika tidak maka akan mendapatkan
kalkulasi pengukuran yang salah karena sensor di dalam kamera akan membaca pelat hitam penekan
film.

Tungsten Film:Film yang khusus diperuntukkan bagi pemotretan yang dilakukan dengan cahaya
buatan dengan lampu biasa atau photo-flood, namun juga tetap dapat dipakai untuk pemotretan di
bawah cahaya alami.

Twin Lens Reflex:Refleks Lensa Kembar. Kamera yang mempunyai dua lensa. Satu lensa berfungsi
untuk menangkap objek yang dipantulkan oleh cermin melalui jendela pembidik, satu lensa berfungsi
untuk menangkap objek untuk diteruskan ke film. Menggunakan jenis kamera seperti ini harus ekstra
hati-hati karena sering terjadi kesalahan yang disebut paralaks pada pemotretan jarak dekat.

VARIO FOCAL LENS:Lensa zoom. Lensa yang mempunyai panjang focus yang dapat diubah-ubah
atau dapat bergeser. Misalnya: lensa 20-35 mm, lensa 35-70 mm, lensa 80-200 mm, dsb.

VARIO LENS:Lensa vario atau sering disebut sebagai lensa zoom. Yaitu sebuah lensa yang memiliki
jangkauan panjang focus yang bervariasi atau dapat diubah-ubah. Dengan demikian memudahkan
pemotret memilih berbagai ruang pandang hanya dengan menarik-ulur lensa atau memutarnya.

VERTICAL GRIP:Alat pelepas rana untuk pengambilan gambar secara vertikal tanpa harus memutar
tangan.

VIEW CAMERA:Kamera yang menggunakan film format besar dan digunakan untuk keperluan
pemotretan yang memerlukan detail tajam pada pencetakan hasil foto yang besar-besar umumnya
digunakan di dalam studio untuk pemotretan still life karena dapat menyempurnakan perspektif serta
menambah ruang tajam. Detail gambar dapat ditampilkan secara sempurna.

VIEW FINDER:Jendela bidik. Bagian dari kamera yang berfungsi sebagai tempat mata melihat
bayangan benda yang akan diabadikan.

WAIST LEVEL FINDER embidik sebatas pinggang.

WARM TONE:Bernada warna hangat. Suatu warna yang terasakan tidak terlampau menyilaukan
mata, atau berwarna ke arah cokelat gelap ke arah hitam pekat.

WATT/SECOND (W/S):Satuan daya pada lampu kilat studio yang dibedakan dengan lampu kilat
portable yang menggunakan GN. Tidak ada rumusan relevansi antara W/S dan GN, tapi 100 W/S
hampir sebanding dengan GN = 30.

WIDE ANGLE LENS:Lensa sudut lebar, misalnya lensa 20 mm atau 24 mm. Jenis lensa dengan
tubuh pendek yang biasa digunakan untuk memotret sebuah panorama luas atau untuk pemotretan
sejumlah besar orang. Lensa ini menampakkan gambar yang lebih kecil.

WIDE SHOT emotretan dengan sudut pandang lebar. Biasanya merupakan satu jepretan panjang
diawal suatu sekuen. Tujuannya untuk mengarahkan penonton pada adegan berikutnya pada gambar
hidup (movie).
WIRELESS TTL:Sistem pengukuran lewat lensa tanpa melalui kabel.

WORM EYE andangan cacing. Berarti memotret dari sudut pandang permukaan tanah. Hasilnya
adalah rekaman foto dengan kesan tinggi yang ekstrim, hasil gambarnya pun unik karena sudut
pandang seperti itu.

ZONE SYSTE:Suatu cara untuk menghasilkan foto dengan tingkat kontras yang dimulai dari nada
hitam pekat hingga nada warna putih sekali.

ZOOM LENS:Lensa zoom. Jenis lensa yang memiliki elemen yang mampu bergerak hingga membuat
panjang fokal bervariasi. Panjang focus dapat diganti-ganti dengan memendekkan atau mengulur
tabung lensa.
ZOOM-BLUR:Kekaburan gambar yang disebabkan oleh gerakan zoom pada waktu melepas rana
kamera.

ZOOMING RING:Gelang batas rentang vario pada lensa zoom.

Teknik Dasar Fotografi Digital (bag 4) : Blitz/Flash Light


Setelah sekian lama serial artikel tentang teknik dasar fotografi digital nggak saya update di blog ini,
akhirnya gatel juga untuk posting : P. Sebelumnya kita sudah membahas tentang shutter speed, aperture
dan iso, serta terminologi dalam fotografi. dalam serial artikel teknik dasar fotografi digital kali ini saya
akan membahas tentang Blitz ato dalam bahasa madura-nya flash light.

Blitz atau flash diterjemahkan secara bebas menjadi lampu kilat. Ini merupakan satu asesori yang
sangat luas dipakai dalam dunia fotografi. Fungsi utamanya adalah untuk meng-illuminate
(mencahayai/menerangi) obyek yang kekurangan cahaya agar terekspos dengan baik. Tetapi
belakangan penggunaannya mulai meluas untuk menghasilkan foto-foto artistik. Artikel ini akan
membahas dasar-dasar pengetahuan yang diperlukan untuk menggunakan flash dengan benar.

Menggunakan lampu kilat bukan hanya sekedar menyalakan flash, mengarahkan kamera kemudian klik
dan jadilah satu foto yang terang, tetapi ada hal-hal yang perlu kita ketahui demi mendapat karya
fotografi yang baik.

Blitz dan GN (Guide Number)

Untuk membagi/mengklasifikasikan blitz, ada beberapa klasifikasi yang dapat digunakan. Yang
pertama, berdasarkan ketersediaan dalam kamera maka blitz dibagi menjadi built-in flash dan eksternal.
Flash built-in berasal dari kameranya sendiri sedangkan blitz eksternal adalah blitz tambahan yang
disambung menggunakan kabel atau hot shoe ke kamera. Selain itu, kita juga dapat membaginya
berdasarkan tipe/merk kamera.

Kita mengenal dedicated flash dan non-dedicated flash. Dedicated flash adalah flash yang dibuat
khusus untuk menggunakan fitur-fitur tertentu dalam suatu kamera spesifik. Biasanya produsen kamera
mengeluarkan blitz yang spesifik juga untuk jajaran kameranya dan dapat menggunakan fitur-fitur
seperti TTL, slow sync atau rear sync, dll. Sedangkan blitz non-dedicated memiliki fungsi-fungsi
umum saja dari kebanyakan kamera dan bisa digunakan terlepas dari tipe/merk kamera. Flash jenis
inilah yang biasanya membutuhkan banyak perhitungan karena flash yang sudah dedicated sudah
mendapat informasi pencahayaan dari kamera sehingga tidak membutuhkan setting tambahan lagi.

Ada juga flash yang kekuatan outputnya (GN) bisa diatur dan ada juga yang tidak bisa (fixed GN). Kita
akan cenderung lebih banyak membicarakan tentang flash yang non-dedicated, non-TTL, dan fixed
GN.

Dalam fotografi menggunakan blitz, kita tidak akan lepas dari kalkulasi-kalkulasi yang berkaitan
dengan intensitas cahaya yang terefleksi balik dari obyek yang kita cahayai. Karena itu, kita akan
berjumpa dengan apa yang sering disebut GN (Guide Number) atau kekuatan flash. Secara singkat kita
dapat katakan kalau flashnya berkekuatan besar, maka akan dapat mencahayai satu obyek dengan lebih
terang dan bisa menjangkau obyek yang lebih jauh.

GN pada dasarnya merupakan perhitungan sederhana kekuatan flash. Kita mengenal 2 macam
penulisan GN yaitu dengan menggunakan perhitungan satuan yang berbeda yaitu m (meter) dan feet
(kaki). Lazimnya di Indonesia kita menggunakan hitungan dengan m. Ini merupakan salah satu
pertimbangan juga karena untuk flash dengan kekuatan sama, angka GN m dan feet berbeda jauh.
Selain itu, umumnya GN ditulis untuk pemakaian film dengan ISO/ASA 100 dan sudut lebar
(35mm/24mm/20mm).

GN merupakan hasil kali antara jarak dengan bukaan (f/ stop atau aperture) pada kondisi tertentu
(ISO/ASA 100/35mm/m atau ISO/ASA 100/35mm/feet). Sebagai contoh, jika kita ingin menggunakan
flash untuk memotret seseorang yang berdiri pada jarak 5m dari kita menggunakan lensa 35mm dan
kita ingin menggunakan f/2.8 maka kita memerlukan flash ber-GN 14. Penghitungan yang biasa
digunakan biasanya justru mencari aperture tepat untuk blitz tertentu. Misalnya, dengan blitz GN 28
maka untuk memotret obyek berjarak 5m tersebut kita akan menggunakan f/5.6.

GN ini hanya merupakan suatu panduan bagi fotografer. Bukan harga mati. Yang mempengaruhinya
ada beberapa. Salah satunya adalah ISO/ASA yang digunakan. Setiap peningkatan 1 stop pada
ISO/ASA akan menyebabkan GN bertambah sebesar sqrt(2) atau sekitar 1,4 kali (atau jarak terjauh
dikali 1.4) dan peningkatan 2 stop pada ISO/ASA akan menyebabkan GN bertambah 2 kali (atau jarak
terjauh dikali 2).

Indoor Flash

Blitz sering bahkan hampir selalu digunakan di dalam ruangan. Alasannya karena di dalam ruangan
biasanya penerangan lampu agak kurang terang untuk menghasilkan foto yang bisa dilihat. Memang,
ada teknik menggunakan slow shutter speed untuk menangkap cahaya lebih banyak, tapi biasanya hal
ini menyebabkan gambar yang agak blur karena goyangan tangan kameraman maupun gerakan dari
orang yang ingin kita foto. Karena itu, biasanya kita menggunakan blitz.

Penggunaannya biasanya sederhana. Kita bisa setting kamera digital di auto dan membiarkannya
melakukan tugasnya atau bisa juga kita melakukan setting sendiri menggunakan perhitungan yang
sudah dilakukan di atas. Tidak sulit. Hanya saja, ada beberapa hal perlu kita perhatikan agar
mendapatkan hasil maksimal.

1. Jangan memotret obyek yang terlalu dekat dengan blitz yang dihadapkan tegak lurus. Ambil contoh
dengan blitz GN 20 yang menurut saya cukup memadai sebagai blitz eksternal bagi kamera digital
dalam pemotretan indoor dalam ruangan (bukan aula). Jika kita ingin memotret sebutlah orang pada
jarak 2 meter dengan ISO/ASA 200 maka kita membutuhkan f/16 yang tidak tersedia pada sebagian
besar PDC dan akan menghasilkan gambar yang over. Karena itu, untuk PDC/DSLR biasanya sudah
terdapat flash built-in yang TTL dan memiliki GN agak kecil (8-12 pada sebagian PDC, 12-14 pada
DSLR). Gunakan itu daripada flash eksternal untuk obyek yang agak dekat.

2. Kombinasikan flash dengan slow shutter speed untuk mendapatkan obyek utama tercahayai dengan
baik dan latar belakang yang memiliki sumber cahaya juga tertangkap dengan baik. Ini adalah suatu
teknik yang patut dicoba dan seringkali menghasilkan gambar yang indah. Jangan takut menggunakan
speed rendah karena obyek yang sudah dikenai flash akan terekam beku (freeze).

3. Bila ruangan agak gelap, waspadai terjadinya efek mata merah/red eye effect. Efek mata merah ini
terjadi karena pupil mata yang membesar untuk membiasakan diri dengan cahaya yang agak gelap
tetapi tiba-tiba dikejutkan cahaya yang sangat terang dari flash. Jika kamera dan/atau flash terdapat
fasilitas pre-flash/red eye reduction, gunakan hal ini. Jika tidak, akali dengan mengubah sudut
datangnya cahaya flash agar tidak langsung mengenai mata.

4. Dalam ruangan pun ada sumber cahaya yang kuat seperti spotlight. Hindari memotret dengan
menghadap langsung ke sumber cahaya kuat tersebut kecuali ingin mendapatkan siluet yang tidak
sempurna (kompensasi under 1 – 2 stop untuk siluet yang baik). Dalam kondisi demikian, gunakan
flash untuk fill in/menerangi obyek yang ingin dipotret tersebut.

Bounce/Diffuse

Flash adalah sumber cahaya yang sangat kuat. Selain itu, flash adalah cahaya yang bersumber dari
sumber cahaya yang kecil (sempit). Karenanya, bila cahaya ini dihadapkan langsung pada suatu obyek
akan menyebabkan penerangan yang kasar (harsh). Dalam sebagian besar foto dokumentasi konsumsi
pribadi dimana petugas dokumentasi menggunakan kamera point & shoot (film/digital) ini bisa
diterima. Tetapi dalam tingkat yang lebih tinggi dimana hasil foto ini akan menjadi konsumsi umum,
alur keras cahaya akan memberi efek yang kurang sedap dipandang. Ditambah lagi biasanya ini akan
menyebabkan cahaya flash memutihkan benda yang sudah agak putih dan menyebabkan detail-detail
tertentu lenyap.

Ada beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk menghindari hal ini dalam artian melunakkan cahaya
tersebut:

1. Memperluas bidang datang cahaya yaitu dengan memantulkannya ke bidang lain (bounce).
2. Menyebarkan cahaya yang datang dari sumber kecil tersebut sehingga meluas (diffuse).

Bounce flash dilakukan dengan cara memantulkan flash ke satu bidang yang luas sehingga cahaya
datang dalam sudut yang lebih luas. Kita bisa menggunakan langit-langit atau dinding yang ada dalam
ruangan. Jika flash eksternal yang terpasang pada kamera digital terhubung melalui hot shoe, maka
flash tersebut harus memiliki fasilitas tilt untuk memantulkan cahayanya. Jika terpasang melalui kabel
synchro, maka kita bisa memasang flash pada bracket dengan posisi sedikit menghadap ke
atas/samping atau memegangnya dengan posisi demikian.

Posisi memantulkan yang tepat agar cahaya jatuh tepat pada obyek adalah dengan menghadapkan flash
tersebut pada langit-langit di tengah fotografer/flash dan obyek.

Beberapa hal perlu kita perhatikan dalam memanfaatkan bounce flash ini adalah:

1. Jarak untuk menghitung f/stop berubah bukan menjadi jarak kamera dan obyek tetapi berubah
menjadi jarak yang dilalui oleh cahaya flash tersebut. Normalnya pada sudut tilt 45° kita akan
melebarkan aperture 1 stop dan pada sudut tilt 90° kita melebarkan aperture sebesar 2 stop. Tentunya
ini hanya panduan ringkas. Pada pelaksanaan tergantung teknis di lapangan.

2. Berkaitan dengan no. 1 di atas, maka jarak langit-langit/dinding tidak boleh terlalu jauh atau akan
jadi percuma.

3. Gunakan selalu bidang pantul berwarna putih dan tidak gelap. Warna selain putih akan menyebabkan
foto terkontaminasi warna tersebut sedangkan warna gelap akan menyerap cahaya flash tersebut.

4. Perhatikan bisa terjadi kemunculan bayangan pada sisi lain cahaya. Misalnya jika kita memantulkan
ke langit-langit maka kita akan mendapatkan bayangan di bawah hidung atau dagu dan jika kita
memantulkan ke dinding di kiri maka akan ada bayangan di sebelah kanan. Untuk mengatasinya kita
dapat menyelipkan sebuah bounce card di bagian depan flash tersebut sehingga ketika kita
memantulkan cahaya ke atas/samping kita tetap memiliki cahaya yang tidak terlalu kuat yang
mengarah ke depan dan menetralisir bayangan yang muncul.

Untuk mengambil foto secara vertical, akan mudah kalau kita menggunakan koneksi kabel karena kita
dapat dengan mudah menghadapkan flash ke atas jika menggunakan bracket atau dipegang. Tetapi jika
koneksi kita adalah hot shoe maka pastikan flash kita memiliki fasilitas swivel head sehingga dapat kita
putar menghadap ke atas. Lebih bagus lagi jika kita memiliki flash yang dapat di-tilt dan swivel. Ini
akan mengakomodasi sebagian besar kebutuhan kita.

Cara lain melunakkan cahaya adalah dengan memperluas dispersinya. Caranya gunakan flash diffuser.
Flash diffuser akan menyebarkan cahaya yang keluar dari flash ke segala arah sehingga cahaya yang
keluar tidak keras. Umumnya tersedia diffuser khusus untuk flash tertentu mengingat head flash
berbeda-beda. Dapat juga kita membuat sendiri diffuser untuk flash kita menggunakan bermacam-
macam alat.

Ketika kita menggunakan diffuser, sebenarnya kita menghalangi area tertentu dari arah cahaya flash
dan membelokkannya ke tempat lain. Ini mengurangi kekuatan flash yang kita gunakan tersebut. Jika
diffuser yang kita gunakan adalah hasil beli, maka kita dapat membaca berapa kompensasi aperture
yang kita perlukan ketika menghitung eksposur. Biasanya terdapat pada kotak atau kertas manual. Jika
kita memutuskan membuat sendiri, maka kita bisa melakukan eksperimen berkali-kali agar
mendapatkan angka yang pas untuk kompensasi yang diperlukan kali lainnya.

Outdoor Flash

Sekilas jika kita berpikir tentang penggunaan flash, maka kita akan tahu kalau itu berlaku untuk
suasana pemotretan yang kekurangan cahaya. Karenanya, kita umumnya tidak memikirkan tentang
perlunya penggunaan flash pada pemotretan luar ruangan (siang hari, of course) karena sinar matahari
sudah sangat terang. Di sinilah kesalahan kita dimulai. Flash sangat dibutuhkan pada pemotretan
outdoor, terutama pada:

1. Kondisi obyek membelakangi matahari. Pada kondisi seperti ini, meter kamera akan mengira
suasana sudah cukup terang sehingga akan menyebabkan obyek yang difoto tersebut
gelap/under karena cahaya kuat tersebut percuma karena tidak direfleksikan oleh obyek. Cara
mengakalinya adalah dengan melakukan fill in pada obyek sehingga walaupun latar sangat
terang tetapi obyek tetap mendapat cahaya.
2. Matahari berada di atas langit. Ini akan mengakibatkan muncul bayangan pada bawah hidung
dan dagu. Gunakan flash untuk menghilangkannya. Untuk melembutkan cahayanya gunakan
bounce card atau diffuser.
3. Obyek berada pada open shade (bayangan). Flash digunakan untuk mendapatkan pencahayaan
yang sama pada keseluruhan obyek karena bayangan akan membuat gradasi gelap yang
berbeda-beda pada bagian-bagian obyek apalagi wajah manusia.
4. Langit sangat biru dan menggoda. Jika kita tidak tergoda oleh birunya langit dan rela mendapat
foto langit putih ketika memotret outdoor maka silahkan lakukan metering pada obyek tanpa
menggunakan flash atau dengan flash. Jika kita rela obyek kekurangan cahaya asalkan langit
biru silahkan lakukan metering pada langit. Nah, jika kita ingin langit tetap biru sekaligus obyek
tercahayai dengan baik, gunakan metering pada langit dan fill flash pada obyek. Ini akan
menghasilkan perpaduan yang tepat dan pas.
5. Langit mendung. Ketika langit mendung, jangan segan-segan gunakan flash karena efek yang
ditimbulkan awan mendung akan sama seperti jika kita berada di bawah bayangan.

Teknik Dasar Fotografi Digital (bag5) : Depth Of Field


Beberapa waktu lalu di blog nggak jelas ini sempat disinggung tentang Depth Of Field pada artikel
yang mengulas tentang macam2 terminologi fotografi, nah pada edisi teknik dasar fotografi kali ini
saya akan mencoba memberikan pemahaman dasar yang lebih mendalam tentang Depth Of Field.
mulai ajah yuuk..

Secara harafiah Depth of Field (DOF) berarti kedalaman ruang. Di dunia fotografi, DOF secara teknis
berarti rentang atau variasi jarak antara kamera dengan subjek foto untuk menghasilkan variasi
ketajaman (fokus) gambar yang masih dapat diterima (tidak blur). Dengan kata lain, DOF digunakan
untuk menunjukkan ruangan tertentu di dalam foto yang mendapatkan perhatian khusus oleh mata
karena adanya perbedaan ketajaman (fokus)

Secara umum, Depth Of Field dipengaruhi oleh 3 hal yaitu :

Jarak fokus utama dari kamera

• Lebar ruang tajam berbanding lurus dengan kuadrat jarak objek. Jika kita mengubah jarak
antara kamera dengan objek sebesar 3x (lebih jauh – dengan menggeser kamera mundur dari
posisi semula) maka lebar ruang tajam akan menjadi 9x lebar semula.

Bukaan diafragma

• Lebar ruang tajam berbanding lurus dengan diafragma. Contoh: jika diafragma dinaikkan 2 stop
dari f/8 ke f/16, maka lebar ruang tajam akan menjadi 2x lebar semula.

Panjang fokus lensa yang digunakan

• Lebar ruang tajam berbanding terbalik dari kuadrat panjang fokus. Dengan kata lain, lebar
ruang tajam akan menjadi 4x lebar semula jika kita mengubah lensa dari 100mm ke 50mm
(panjang fokus lensa setengah dari semula).

Semakin lebar sudut lensa maka semakin luas daerah ruang tajamnya. Ini artinya, ketika kamera di-
zoom out, objek yang kita shoot akan semakin leluasa untuk bergerak maju ataupun mundur dalam
jarak tertentu dari kamera dan masih terlihat tajam/fokus. Ruang tajam yang sempit dalam pengambilan
gambar telephoto, disebut juga DoF sempit, sedangkan ruang tajam yang luas dalam pengambilan
gambar wide disebut juga DoF luas.

Semakin membuka diafragma, semakin sempit daerah ruang tajamnya. Ini berarti, mengatur fokus
dalam situasi pencahayaan yang kurang akan lebih problematis dikarenakan diafragma harus membuka
lebar dan objek tidak akan leluasa untuk bergerak mendekat atau menjauh dari kamera karena akan
keluar dari fokus (out of focus).
Kombinasi antara telephoto (zoom in all the way) dan diafragma yang membuka lebar, akan
mengakibatkan ruang tajam yang sempit. Satu contoh, saat pengambilan gambar telephoto (tight shot)
seorang penyanyi yang melakukan konser pada malam hari dengan pencahayaan yang minim, kita
harus berhati-hati dalam mengatur fokus, karena sedikit saja penyanyi tersebut bergerak mendekat atau
menjauh dari kamera, maka dia akan mudah untuk keluar dari fokus.

Você também pode gostar