Você está na página 1de 11

PENGARUH METODE AMALGAMASI DALAM

PENGOLAHAN BIJIH EMAS

Gina Lovasari*

*Program Studi S1 Teknik Lingkungan Fakultas Teknik


Universitas Lambung Mangkurat
Banjarbaru

ABSTRACT

The gold ore minning of small scale minning still use amalgamation method
as the primary method in gold ore processing. The used amalgamation on a direct
result happened pollution of mercury and low gold obtainment
The learn data did in this direction for know result pollution of mercury and
how to execute the next treatment on Ciliunggunung river, Waluran, Kabupaten
Sukabumi that data of 2005 years have pregnant reasonable high mercury degree on
the water.
For minimalizing the pollution, the suggestion for change method became
indirect amalgamation. This method can preasure the mercury looseness and can
advance gold obtainment. For tailing must did some manner process before flowed to
end exile (river, sea).

Keywords : amalgamation, gold ore processing, pollution of mercury, tailing

ABSTRAK

Penambangan bijih emas pada penambangan rakyat masih menggunakan


metode amalgamasi sebagai metode utamanya dalam pengolahan bijih emas.
Penggunaan amalgamasi secara langsung mengakibatkan terjadinya pencemaran
merkuri dan perolehan emas yang rendah.
Pengakajian data yang dilakukan disini bertujuan untuk mengetahui dampak
pencemaran merkuri dan bagaimana sistem pengelolaan selanjutnya pada Sungai
Ciliunggunung, Waluran, Kabupaten Sukabumi yang datanya pada tahun 2005
memiliki kandungan kadar merkuri yang lumayan tinggi pada airnya.
Untuk meminimalisasi pencemaran tersebut maka disarankan untuk
mengubah metodenya menjadi amalgamasi tidak langsung. Metode ini dapat
menekan hilangnya merkuri dan dapat meningkatkan perolehan emas. Untuk tailing
seharusnya dilakukan beberapa proses pengolahan dulu sebelum dialirkan ke
pembuangan akhir (sungai, laut).
Kata kunci : amalgamasi, pengolahan bijih emas, pencemaran merkuri, tailing

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penambangan emas merupakan suatu kegiatan yang dapat meningkatkan


pendapatan masyarakat, namun demikian penambangan emas juga dapat merugikan
apabila dalam pelaksanaannya tanpa diikuti dengan proses pengolahan limbah hasil
pengolahan biji emas secara baik. Akibat yang ditiimbulkan dari terbuangnya merkuri
pada air tanah maupun aliran sungai, akan masuk kedalam rantai makanan baik
melalui tumbuhan maupun hewan, yang pada gilirannya akan sampai pada tubuh
manusia.
Keberadaan merkuri di lingkungan berdampak secara langsung kepada
manusia khususnya bagi pekerja pada proses pemisahan biji emas dengan melalui
proses inhalasi, maupun berdampak tidak langsung yaitu baik pada tumbuhan
maupun hewan akibat dari pembuangan limbah baik limbah cair maupun limbah
padat.

Batasan Masalah

Efektifkah penggunaan metode amalgamasi secara tidak langung untuk


meminimalisasi dampak pencemaran merkuri hasil pengolahan bijih emas ?

Tujuan penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dampak


pengolahan bijih emas dan bagaimana pengelolaan merkuri (tailing) hasil pengolahan
bijih emas.

Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan adalah kajian pustaka, dimana penulis


mengambil materi-materi yang dibahas dari referensi yang didapatkan dari internet
dengan sumber yang relevan.

TINJAUAN PUSTAKA
Merkuri atau Air Raksa (Hg) dan Proses Pencemarannya
Merkuri ditulis dengan simbol kimia Hg atau hydragyrum yang berarti
“perak cair” (liquid silver) adalah jenis logam sangat berat yang berbentuk cair pada
temperatur kamar, berwarna putih keperakan, memiliki sifat konduktor listrik yang
cukup baik, tetapi sebaliknya memiliki sifat konduktor panas yang kurang baik.
Merkuri membeku pada temperatur –38.9 °C dan mendidih pada temperatur 357 °C
(Stwertka, 1998 dalam Bambang, 2005).
Dengan karakteristik tersebut merkuri sering dimanfaatkan untuk berbagai
peralatan ilmiah seperti termometer, barometer, termostat, lampu fluorescent, obat-
obatan, insektisida, dsb. Sifat penting merkuri lainnya adalah kemampuannya untuk
melarutkan logam lain dan membentuk logam paduan (alloy) yang dikenal sebagai
amalgam. Emas dan perak adalah logam yang dapat terlarut dengan merkuri,
sehingga merkuri dipakai untuk mengikat emas dalam proses pengolahan bijih sulfida
mengandung emas (proses amalgamasi). Merkuri telah digunakan pada penambangan
emas sebagai pemisah dari batu-batuan selama berabad-abad karena merkuri
harganya murah, mudah digunakan, dan relatif efisien.
Proses pengolahan emas dengan metode amalgamasi ini merupakan salah satu
penyebab pencemaran merkuri. Amalgamasi adalah proses pengikatan logam emas
dari bijih tersebut dengan menggunakan merkuri (Hg) dalam tabung yang disebut
gelundung (amalgamator). Amalgamator selain berfungsi sebagai tempat proses
amalgamasi juga berperan dalam mereduksi ukuran butir bijih dari yang kasar
menjadi lebih halus. Hasil amalgamasi selanjutnya dilakukan pencucian dan
pendulangan untuk memisahkan amalgam dari ampas (tailing). Amalgam yang
diperoleh diproses melalui pembakaran (penggebosan) untuk memperoleh perpaduan
logam emas-perak (bullion), selanjutnya dilakukan pemisahan antara logam emas dan
logam perak menggunakan larutan logam nitrat (Widodo, 2008).
Metode ini ada dua, yaitu :
1. Secara langsung
Dalam metode ini semua material (bijih emas, media giling, kapur tohor, air, dan
air raksa) dimasukkan secara bersama-sama pada awal proses, sehingga proses
penghalusan bijih emas dan pengikatan emas oleh air raksa atau merkuri terjadi
secara bersamaan. Metode ini kurang efektif, karena memerlukan air raksa atau
merkuri yang banyak. Merkuri yang digunakan cepat rusak menjadi butir-butir
kecil (flouring) (Peele, 1956 dalam Widodo,2008), sehingga daya ikat merkuri
terhadap emas berkurang dan butir-butir merkuri yang kecil mudah terbuang
bersama ampas sewaktu dilakukan pendulangan memisahkan ampas dengan
amalgam. Hal inilah yang mengakibatkan pencemaran air oleh merkuri.
2. Secara tidak langsung
Dalam metode ini pengolahannya terdiri dari tiga proses, yaitu:
a. Desliming, yaitu tahap menghilangkan partikel halus (slime) yang menempel
pada permukaan bijih emas yang akan digunakan sebagai umpan dalam
pengolahan dengan cara pencucian.
b. Grinding, yaitu tahap penghalusan ukuran/penggerusan bijih.
c. Amalgamasi
Pada proses amalgamasi emas, merkuri dapat terlepas ke lingkungan dalam
tahap pencucian dan penggarangan/pendulangan. Pada proses pencucian, limbah yang
umumnya masih mengandung merkuri dibuang langsung ke badan air. Hal ini
disebabkan merkuri tersebut tercampur tercampur/terpecah menjadi butiran-butiran
halus yang sifatnya sukar dipisahkan pada proses penggilingan yang dilakukan
bersamaan dengan proses amalgamasi, sehingga pada proses pencucian merkuri
dalam ampas terbawa masuk ke sungai. Didalam air, merkuri dapat berubah menjadi
senyawa organik metil merkuri atau fenil merkuri akibat proses dekomposisi oleh
bakteri. Selanjutnya senyawa organik tersebut akan terserap oleh jasad renik yang
selanjutnya akan masuk dalam rantai makanan dan akhirnya akan terjadi akumulasi
dan biomagnifikasi dalam tubuh hewan air seperti ikan dan kerang, yang akhirnya
dapat masuk kedalam tubuh manusia yang mengkonsumsinya.
Merkuri juga dapat masuk kedalam tubuh pada proses penggarangan. Pada
proses penggarangan amalgam yang berbentuk bullion emas akan terbentuk uap
merkuri dengan konsentrasi tinggi karena pada umumnya amalgam dibakar pada
ruang terbuka. Uap merkuri dapat terhisap dan di dalam tubuh uap tersebut akan
terdifusi melalui paru-paru, yang selanjutnya menyebar melalui darah dan
diakumulasikan di ginjal, hati, dan otak yang akhirnya dapat merusak sistem pusat
saraf otak.

Jenis Merkuri dan Pengaruhnya Terhadap Kesehatan


Merkuri apapun jenisnya sangatlah berbahaya pada manusia karena merkuri
akan terakumulasi pada tubuh dan bersifat neurotoxin. Merkuri yang digunakan pada
produk-produk kosmetik dapat menyebabkan perubahan warna kulit yang akhirnya
dapat menyebabkan bintik-bintik hitam pada kulit, iritasi kulit, hingga alergi, serta
pemakaian dalam dosis tinggi bisa menyebabkan kerusakan otak secara permanen,
ginjal, dan gangguan perkembangan janin, bahkan pemakaian dalam jangka pendek
dalam kadar tinggi bisa menimbulkan muntah-muntah,diare, kerusakan paru-paru,
dan merupakan zat karsinogenik yang menyebabkan kanker.
Secara kimia merkuri terbagi menjadi tiga jenis yaitu :
1. Merkuri elemental
Merkuri elemental berbentuk cair dan menghasilkan uap merkuri pada suhu
kamar. Uap merkuri ini dapat masuk ke dalam paru-paru jika terhirup dan masuk
ke dalam sistem peredaran darah. Merkuri elemental ini juga dapat menembus
kulit dan akan masuk ke aliran darah. Namun jika tertelan merkuri ini tidak akan
terserap oleh lambung dan akan keluar tubuh tanpa mengakibatkan bahaya.
2. Merkuri inorganik
Merkuri inorganik dapat masuk dan terserap oleh paru-paru serta dapat
menembus kulit dan juga dapat terserap oleh lambung apabila tertelan. Banyak
penyakit yang disebabkan oleh merkuri inorganik ini bagi manusia diantaranya
mengiritasi kulit, mata dan membran mucus.
3. Merkuri organik
Merkuri organik dapat masuk ketubuh melalui paru-paru, kulit dan juga lambung.
Penggunaan merkuri dalam waktu lama menimbulkan dampak gangguan
kesehatan hingga kematian pada manusia dalam jumlah yang cukup besar. Persoalan
merkuri perlu penanganan tersendiri, tentu saja hal ini sebagai akibat dari pengelolaan
dan pemanfaatan yang tidak mengikuti prosedur. Pengaruh merkuri terhadap
kesehatan manusia dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Pengaruh terhadap fisiologis.
Pengaruh toksisitas merkuri terutama pada sistem saluran pencernaan (SSP) dan
ginjal terutama akibat merkuri terakumulasi. Jangka waktu, intensitas dan jalur
paparan serta bentuk merkuri sangat berpengaruh terhadap sistem yang
dipengaruhi. Organ utama yang terkena pada paparan kronik oleh elemen merkuri
dan organomerkuri adalah SSP. Sedangkan garam merkuri akan berpengaruh
terhadap kerusakan ginjal. Keracunan akut oleh elemen merkuri yang terhisap
mempunyai efek terhadap sistem pernafasan sedang garam merkuri yang tertelan
akan berpengaruh terhadap SSP, efek terhadap sistem cardiovaskuler merupakan
efek sekunder.

2. Pengaruh terhadap sistem syaraf.


Merkuri yang berpengaruh terhadap sistem syaraf merupakan akibat pemajanan
uap elemen merkuri dan metil merkuri karena senyawa ini mampu menembus
blood brain barrier dan dapat mengakibatkan kerusakan otak yang irreversible
sehingga mengakibatkan kelumpuhan permanen. Metilmerkuri yang masuk ke
dalam pencernaan akan memperlambat SSP yang mungkin tidak dirasakan pada
pemajanan setelah beberapa bulan sebagai gejala pertama sering tidak spesifik
seperti malas, pandangan kabur atau pendengaran hilang (ketulian).
3. Pengaruh terhadap ginjal.
Apabila terjadi akumulasi pada ginjal yang diakibatkan oleh masuknya garam
inorganik atau phenylmercury melalui SSP akan menyebabkan naiknya
permeabilitas epitel tubulus sehingga akan menurunkan kemampuan fungsi ginjal
(disfungsi ginjal). Pajanan melalui uap merkuri atau garam merkuri melalui
saluran pernafasan juga mengakibatkan kegagalan ginjal karena terjadi proteinuria
atau nephrotik sindrom dan tubular nekrosis akut.
4. Pengaruh terhadap pertumbuhan.
Terutama terhadap bayi dan ibu yang terpajan oleh metilmerkuri dari hasil studi
membuktikan ada kaitan yang signifikan bayi yang dilahirkan dari ibu yang makan
gandum yang diberi fungisida, maka bayi yang dilahirkan mengalami gangguan
kerusakan otak yaitu retardasi mental, tuli, penciutan lapangan pandang,
microcephaly, cerebral palsy, ataxia, buta, dan gangguan menelan.

Pengolahan dan Pengelolaan Tailing


Usaha pertambangan ini sering dianggap sebagai penyebab kerusakan dan
pencemaran lingkungan. Sebagai contoh, pengolahan emas dengan metode
amalgamasi dimana merkuri digunakan sebagai media untuk mengikat merkuri.
Mengingat sifat merkuri yang berbahaya, maka penyebarannya perlu diawasi agar
penanggulangannya dapat dilakukan sedini mungkin secara terarah.
Untuk menekan jumlah limbah yang dihasilkan oleh kegiatan penambangan
emas perlu dilakukan perbaikan sistem pengolahan. Untuk mencapai hal tersebut,
maka diperlukan upaya pendekatan melalui penanganan tailing yang berwawasan
lingkungan sekaligus peningkatan efisiensi penggunaan merkuri untuk meningkatkan
perolehan emas.
Untuk penanganan limbah (tailing) penambangan rakyat dapat diusahakan
dengan :
1. Air limbah dari proses pemisahan emas diperlukan proses pengolahan
sebelum dibuang ke lingkungan. Salah satu rangkaian proses sederhana yang
diperlukan untuk penurunan kadar merkuri adalah berupa proses koagulasi,
sedimentasi, dan filtrasi. Menurut Droste (1994) dalam Taviv (2010), dari
rangkaian proses tersebut dapat menurunkan kadar merkuri sebesar 20 – 90
%.
2. Pada proses pemanasan/pemijaran campuran biji emas dengan air raksa akan
menguapkan air raksa yang ada, sehingga kegiatan ini harus dilakukan jauh
dari pemukiman penduduk, dan dalam pelaksanaannya harus memperhatikan
arah angin (Taviv, 2010).
3. Menggunakan bioabsorber. Secara teknisdapat dilakukan dengan membuat
embung/waduk kecil sebelum pembuangan akhir (badan air). Embung
tersebut harus dijadikan sebagai muara buangan air limbah pertambangan
rakyat sehingga terkonsentrasi pada satu tempat. Pada embung tersebut
ditumbuhkan eceng gondok yang akan mengadsorpsi logam berat yang
terlarut didalamnya. Sebagai pengolahan akhir sebelum dibuang ke
pembuangan air dapat digunakan saringan karbon aktif untuk mengadsorbsi
kandungan sisa yang belum dapat diikat/di absorbsi oleh eceng gondok (Bilad,
2009).

METODE PENELITIAN

Kajian ini ditulis terutama dengan menggunakan data sekunder hasil


pemantauan Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Sukabumi, serta satu buah
data primer yang diambil dari lokasi CLG.07 pada tahun 2006. Kajian difokuskan
pada penggunaan dan pencemaran air raksa. Kegiatan pemantauan oleh Dinas
Pertambangan dan Energi Kabupaten Sukabumi dilaksanakan tahun 2004 dan tahun
2005 masing-masing selama delapan bulan (bulan Maret sampai dengan bulan
Desember) meliputi pengamatan dan pengambilan percontoh air untuk mengetahui
pencemaran merkuri (Hg). Pada Agustus 2006 dilakukan analisis percontoh air
Sungai Ciliunggunung pada titik CLG.07 untuk merkuri (Hg); besi (Fe), tembaga
(Cu), seng (Zn), timbal (Pb), kromium (Cr), dan arsenik (As). Titik CLG.07 pada
Agustus tahun 2005 diketahui memiliki konsentrasi Hg yang terbesar, yaitu 0,2180
mg/l (Widodo, 2008)
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengolahan bijih emas dengan metode amalgamasi merupakan cara


pengolahan yang sederhana dan murah namun bisa mendapatkan emas (bentuk
amalgam) yang dapat dijual dengan harga yang cukup tinggi. Amalgamasi digunakan
untuk produksi yang kecil dan banyak dilakukan oleh penambang skala kecil
(tambang rakyat). Bijih emas yang sesuai untuk diolah dengan metode amalgamasi
adalah bijih yang mempunyai kadar tinggi dan ukuran butiran kasar. Umumnya
pengolahan bijih emas metode amalgamasi ini perolehan emasnya rendah tetapi
mempunyai tingkat kehilangan air raksa yang tinggi. Perolehan emas melalui cara
amalgamasi tidak optimal (Sevruykov drr., 1960 dalam Widodo, 2008)., dan untuk
tambang rakyat perolehan emas umumnya kurang dari 85%.
Pada kasus pencemaran merkuri di Sungai Ciliunggunung, Waluran,
Kabupaten Sukabumi pengolahan bijih emas yang dipakai adalah metode amalgamasi
secara langsung. Dimana semua material yang digunakan (bijih emas, media giling,
kapur tohor, air, dan merkuri) dimasukkan bersama-sama ke dalam amalgamator pada
awal pengolahan, sehingga merkuri yang digunakan cepat rusak menjadi butir-butir
kecil yang pada gilirannya akan mengurangi daya ikat terhadap emas, sehingga
menghilangkan merkuri yang banyak pada saat pemisahan amalgam dengan
ampasnya (tailing) hasil pengolahan melalui pendulangan.
Metode ini berpotensi untuk mencemari lingkungan karena penggunaan air
dan merkuri yang boros dan banyak terbuang ke badan air. Selain itu, perolehan emas
juga rendah. Oleh karenanya, untuk mengurangi kerusakan lingkungan oleh merkuri
ini sistem pengolahannya perlu diperbaiki. Salah satu cara dengan mengubah sedikit
metodenya, yaitu mengunakan metode amalgamasi secara tidak langsung.
Pengolahan dalam metode ini ada 3 tahap, yaitu desliming, grinding, dan amalgamasi.
Desliming adalah proses dimana partikel-partikel halus yang menempel pada
permukaan bijih emas akan dihilangkan dengan cara pencucian, sedangkan grinding
adalah proses penggerusan bijih emas. Kedua tahap ini dikenal dengan istilah tahap
praolahan. Tahap ketiga adalah amalgamasi yang merupakan tahap paling penting
(pengolahan), yaitu proses pengikatan logam emas dari bijih tersebut dengan
menggunakan merkuri (Hg) dalam tabung yang disebut gelundung (amalgamator).
Pada tahap proses penghalusan/penggerusan bijih, dimasukkan bahan-bahan
(bijih emas, media giling, kapur, dan air) yaitu tahap untuk membuat ukuran umpan
(bijih emas) berukuran menjadi halus (80-200 mesh). Pada tahap ini digunakan
persen padatan (percent solid) sebanyak 50-70 % dengan pH 9-10 dan putaran tabung
amalgamasi sekitar 55 rpm. Bila pH pulp terlalu kecil maka cenderung akan
terbentuk perunggu (perunggu lebih stabil dibandingkan amalgam emas pada pH <9),
jika pH >10 maka laju pembentukan amalgam emas menjadi lebih lambat. Setelah
proses tahap penghalusan umpan ini selesai, dilanjutkan dengan tahap amalgamasi.
Pada tahap amalgamasi ini dilakukan pengurangan berat media giling 40-50 %,
dimasukkan air raksa, penambahan air untuk mendapatkan persen padatan menjadi
30-40 %, serta kecepatan tabung amalgamasi dari 55 rpm dikurangi menjadi sekitar
40 rpm. Pengurangan media giling sebesar 40-50 % dari berat media giling semula
dan kecepatan putar dari 55 rpm menjadi sekitar 40 rpm dimaksudkan supaya terjadi
proses pengadukan (agitasi) luluhan (adonan), bukan proses penggerusan batuan lagi.
Proses pengadukan akan meningkatkan pengikatan emas oleh air raksa membentuk
amalgam. Di samping itu pengurangan berat media giling dan kecepatan putar
tabung amalgamasi juga akan memberi keuntungan karena air raksa tidak cepat rusak.
Penambahan air hingga persen padatan mencapai 30 - 40 % menyebabkan adonan
menjadi lebih encer, sehingga mempermudah pengikatan emas oleh air raksa. Efek
total metode amalgamasi secara tidak langsung ini akan memperbesar pengikatan
emas oleh merkuri, sehingga kehilangan merkuri dapat diperkecil dan perolehan emas
dapat meningkat.
Perolehan emas metode amalgamasi secara langsung yang rendah (< 60%) ini
juga menimbulkan masalah pencemaran air sungai oleh merkuri dan logam-logam
berat, selain itu juga terjadi pemborosan sumber daya mineral karena bijih emas kadar
rendah tidak diolah dan ampas (tailing) sebagai sisa pengolahan umumnya masih
mengandung emas. Agar dampak pengolahan yang terjadi dapat diminimumkan
maka perlu dilakukan usaha untuk memperkecil kandungan merkuri yang tidak dapat
diambil kembali dengan cara menaikkan tingkat efisiensi amalgamasi, membuat
kolam/bak pengendap yang kedap air secara berjenjang untuk tailing, dan untuk
mencegah infiltrasi ke dalam tanah.
Besar kecilnya kandungan merkuri disebabkan oleh adanya fuktualisasi
kegiatan penambangan, pengolahan, dan iklim/cuaca. Fluktuasi tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Aktivitas penambangan, jumlah penambang semakin banyak apabila ditemukan
bijih dengan kandungan emas yang cukup tinggi. Kadar emas yang baik dengan
jumlah bijih hasil penambangan besar, maka jumlah pengolah bijih emas juga
akan meningkat.
2. Iklim/cuaca, pada musim kemarau konsentrasi air raksa akan lebih besar
dibandingkan dengan musim hujan. Tingkat mobilitas air raksa pada musim
kemarau tidak akan jauh dari tempat pengolahan (sumbernya) karena arus air
sungai menurun, sedangkan mobilitas air raksa akan terbawa arus air sungai
lebih jauh dari tempat pengolahan karena debit air lebih besar dibandingkan
musim kemarau. Besar kecilnya arus air sungai ini sangat bergantung pada
iklim maupun cuaca.
3. Pengolahan bijih emas, semakin jauh dari pengolahan bijih emas umumnya
penyebaran air raksa juga semakin kecil (menurun).Pengolahan bijih emas
dengan gelundung dilakukan di sepanjang sungai, mulai dari hulu Sungai
Ciliunggunung sampai sebelum hilir Sungai Ciliunggunung. Untuk sedimen
sungai, air raksa terkonsentrasi pada bagian pinggir sungai karena air raksa
mempunyai berat jenis yang besar, sehingga banyak terendapkan pada kelokan
sungai. Hasil pengukuran kualitas/mutu air terhadap pencemaran air raksa,
dievaluasi sesuai dengan pemanfaatannya berdasarkan kelas. Perairan yang
mengandung air raksa untuk bahan baku air minum (Kelas I) maksimum 0,001
mg/l, untuk budi daya ikan air tawar, peternakan, sarana rekreasi air (Kelas II dan
III) air raksa maksimum 0,002 mg/l, dan untuk pengairan (kelas IV) air raksa
maksimum 0,005 mg/l (Tabel 10).
Pada Agustus 2006 dilakukan analisis percontoh air Sungai Ciliunggunung
pada titik CLG.07 untuk merkuri dan logam berat lainnya. Agustus tahun 2005 titik
CLG.07 diketahui memiliki konsentrasi Hg yang terbesar, yaitu 0,2180 mg/l.

Tabel 1.Kriteria Mutu Air Berdasarka Kelas (PP No. 82 Tahun 2001)

Berdasarkan kriteria air raksa (Tabel 1), percontoh air sungai tidak layak
digunakan sebagai bahan baku air minum, tetapi masih sesuai untuk pengairan
(Kelas IV). Apabila penambangan dan pengolahan bijih emas masih tetap
dilakukan secara berkelanjutan, maka pencemaran air raksa dan logam-logam
lainnya juga akan meningkat dan dapat berpengaruh terhadap kesehatan manusia. Air
raksa (Hg) dalam perairan yang berikatan dengan klor akan membentuk HgCl
(senyawa merkuri anorganik), dan selanjutnya merkuri anorganik ini akan
tertransformasi menjadi merkuri organik (metil merkuri) oleh peran organisme yang
terjadi di sedimen dasar perairan. Metil merkuri sangat beracun dan bersifat sangat
bioakumulatif (terserap secara biologis).
Air raksa biasanya masuk ke dalam tubuh manusia lewat pencernaan, baik
melalui ikan maupun air itu sendiri. Air raksa (Hg) dalam bentuk logam sebagian
besar dapat disekresikan, sisanya akan menumpuk pada ginjal dan sistem saraf yang
suatu saat akan mengganggu bila akumulasinya makin banyak. Apabila Hg ini
terhisap dari udara akan berdampak akut atau dapat terakumulasi dan terbawa ke
organ-organ tubuh lainnya, menyebabkan bronkhitis sampai rusaknya paru-paru.
Pada keracunan Hg tingkat awal penderita akan merasa mulutnya kebal, sehingga
tidak peka terhadap rasa dan suhu, hidung tidak peka bau, mudah lelah, dan sering
sakit kepala. Apabila terjadi akumulasi yang lebih, dapat berakibat pada degenerasi
sel-sel saraf diotak kecil yang menguasai kondisi saraf, gangguan pada luas pandang,
degenerasi pada sarung selaput saraf dan bagian otak kecil. Keracunan oleh merkuri
anorganik terutama mengakibatkan terganggunya fungsi ginjal dan hati, terganggunya
sistem enzim dan mekanisme sintetik apabila berupa ikatan dengan kelompok
sulfur di dalam protein dan enzim. Merkuri (Hg) organik jenis metil merkuri
dapat memasuki plasenta dan merusak janin pada wanita hamil, mengganggu saluran
darah ke otak, serta menyebabkan kerusakan otak (Herman, 2006).

KESIMPULAN

Pertambangan emas rakyat di Waluran merupakan salah satu penyebab


terjadinya pencemaran merkuri di Sungai Ciliunggunung. Pertambangan emas ini
menggunakan metode amalgamasi secara langsung yang mana pada proses
amalgamasi emas, merkuri dapat terlepas ke lingkungan dalam tahap pencucian dan
penggarangan. Pada proses pencucian, limbah yang umumnya masih mengandung
merkuri dibuang langsung ke badan air. Hal ini disebabkan merkuri tersebut
tercampur tercampur/terpecah menjadi butiran-butiran halus yang sifatnya sukar
dipisahkan pada proses penggilingan yang dilakukan bersamaan dengan proses
amalgamasi, sehingga pada proses pencucian merkuri dalam ampas terbawa masuk ke
sungai dan terjadilah pencemaran.
Pencemaran merkuri ini dapat diminimalisasi dengan penggunaan metode
amalgamasi tidak langsung. Metode ini melewati 3 tahap, yaitu desliming
(menghilangkan slime), grindling (penggerusan bijih emas), dan amalgamasi. Metode
ini memberikan kecenderungan dapat meningkatkan perolehan logam emas dan pola
kecenderungan dapat menekan tingkat kehilangan merkuri.
Dari hasil pengamatan, sungai tersebut memang sudah tercemar merkuri
akibat adanya usaha pertambangan emas rakyat tersebut. Tetapi kadar merkuri yang
terdapat dalam air tersebut masih dapat dimanfaatkan karena masih berada dalam
ambang batas kelas 4 pada klasifikasi air bersih.
Walaupun begitu, penambangan emas seharusnya dilakukan dengan
perencanaan yang baik dan disertai dengan pengolahan tailing yang baik pula agar
pencemaran dapat diminimalisasi secara maksimal. Karena apabila penambangan
rakyat tersebut dibiarkan terus berjalan seperti itu tanpa adanya perbaikan pada
sistemnya, sungai tersebut akan sangat tercemara oleh merkuri dan akan berakibat
fatal bagi makhluk hidup. Keracunan merkuri dapat menyebabkan kerusakan saraf di
otak, terganggunya fungsi ginl dan hati, serta merusak janin pada wanita hamil.
Oleh karenanya, penanganan tailing ini seharusnya lebih diperhatikan.
Penanganan tailing dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
1. Sebelum dibuang ke sungai air limbah diolah terlebih dahulu melalui proses
koagulasi, sedimentasi, filtrasi.
2. Saat pemanasan yang akan menguapkan merkuri, harus dilakukan di daerah yang
jauh dari pemukiman.
3. Menggunakan bioabsorber, dengan cara membuat embung yang menjadi tempat
berkumpulnya tailing sebelum dialirkan ke pembuangan akhir (badan air).
Kemudian disana disana ditumbuhkan eceng gondok yang akan mengabsorbsi
logam berat yang terlarut didalamnya. Kemudian tailing disaring dengan karbon
aktif untuk mengabsorbsi kandungan sisa yang belum dapat diabsorbsi oleh eceng
gondok.

DAFTAR PUSTAKA

Bambang Tjahjono Setiabudi, 2005. Penyebaran Merkuri Akibat Usaha


Pertambangan Emas di Daerah Sangon, Kabupaten Kulon Progo, D.I.
Yogyakarta.
http://www.dim.esdm.go.id/.../61.%20konservasi%20%20Sangon,%20
Yogyakarta.pdf
diakses tanggal 17 Maret 2010

Denni Widhiatna, 2005. Pendataan Penyebaran Merkuri Akibat Usaha


Pertambangan Emas di Daerah Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat.
http://www.dim.esdm.go.id/.../51.%20konservasi%20%20cineam,%20
tasikmllaya.pdf
diakses tanggal 17 Maret 2010

M Roil Bilad, 2009. Antisipasi Mendesak Penanganan Limbah Penambangan Emas


Sekotong.
http://www.sasak.org/.../622-antisipasi-mendesak-penanganan-limbah-
penambangan-emas-sekotong.pdf
diakses tanggal 20 Maret 2010

Taviv Supriadi, 2010. Penguranagn Resiko Bahaya Merkuri Pada Penambangan


Emas Tradisional.
http://tavivsupriadi.wordpress.com/2010/01/21/pengurangan-resiko-bahaya-
merkuri-pada-penambangan-emas-tradisional/
diakses tanggal 20 Maret 2010

Widodo, 2008. Pencemaran air raksa (Hg) sebagai dampak pengolahan bijih emas
di Sungai Ciliunggunung, Waluran, Kabupaten Sukabumi.
http://www.bgl.esdm.go.id/dmdocuments/jurnal20080303.pdf
diakses tanggal 17 Maret 2010

Widodo, 208. Pengaruh Perlakuan Amalgamasi Terhadap Tingkat Perolehan Emas


dan Kehilangan Merkuri.
http:// dspace.ipk.lipi.go.id/dspace/bitstream/.../241/1/05_widodo_1.pdf
diakses tanggal 17 Maret 2010

Você também pode gostar