Você está na página 1de 16

1.

PENGERTIAN DEMOKRASI
a. Menurut bahasa dan istilah
Dari sudut bahasa (etimologis), demokrasi berasal dari bahasa Yunani
yaitu demos yang berarti rakyat dan cratosatau cratein yang berarti pemerintahan atau
kekuasaan. Jadi secara bahasa demis-cratein atau demos-cratos berarti pemerintahan
rakyat atau kekuasaan rakyat.

Sedangkan menurut istilah, ada satu pengertian mengenai demokrasi yang di


anggap paling populer diantara pengertian yang lain. Pengertian tersebut dikemukakan
pada tahun 1863 oleh Abraham Lincoln yang mengatakan demokrasi adalah pemerintahan
dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (government of the people, by the people, and for
the peolple). Pemerintahan dari rakyat berarti pemerintahan negara itu mendapat mandat
dari rakyat untuk menyelenggarakan perintahan. Pemerintahan oleh rakyat berarti
pemerintahan negara itu dijalankan oleh rakyat. Pemerintahan untuk rakyat berarti
pemerintahan itu menghasilkan dan menjalankan kebijakan-kebijakan yang di arahkan
untuk kepentingan dan kejahteraan rakyat.

Jadi, dalam demokrasi, yang dipresentasikan dalam bentuk Pemilihan Umum, suara
seorang pelacur, suara seorang perampok, suara seorang penzina, suara seorang
pembunuh, suara seorang munafik, dan suara seorang musuh Allah itu dianggap senilai dan
sederajat dengan suara seorang ustadz yang benar-benar ustadz, atau dianggap sama dan
sederajat dengan suara orang yang sungguh-sungguh memperjuangkan Islam.

b. Menurut pendapat beberapa ahli


1. Menurut Harris Soche
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan rakyat, karena itu kekuasaan
pemerintahan itu melekat pada diri rakyat diri orang banyak dan merupakan hak bagi
rakyat atau orang banyak untuk menagtur, mempertahankan dan melindungi dirinya dari
paksaan dan pemerkosaan orang lain atau badan yang diserahi untuk memerintah.

1
2. Menurut Hennry B. Mayo
Sistem politik demokratis adalah sistem yang menunjukan bahwa
kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang secara
diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemiliha-pemilihan yang didasarkan atas prinsip
kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjainnya kebebasan politik.

3. Menurut International Commission for Jurist


Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan dimana hak untuk
membuat keputusan-keputusan politik diselenggarankan oleh warga negara melalui wakil-
wakil yang dipilih oleh mereka dan yang bertanggung jawab kepada mereka melalui suatu
proses pemilihan yang bebas.

4. Menurut C.F Strong


Suatu sistem pemerintahan dalam mana mayoritas anggota dewasa
dari masyarakat politik ikut serta dalam atas dasar sistem perwakilan yang menjamin
bahwa pemerintah akhirna mempertanggung jawabkan tindakan- tindakan kepada
mayoritas itu.

5. Menurut Samuel Huntington


Sistem politik sebagai demokratis sejauh para pembuat keputusan
kolektif yang paling kuat dalam sistem itu di pilih melaui pemilihan umum yang adil, jujur,
dan berkala dan didalam sistem itu para calon bebas bersaing untuk memperoleh suara
dan hampir semua penduduk dewasa berhak memberikan suara.

2
2. MENGETAHUI HUKUM DEMOKRASI

a. Melalui ijtima
Beberapa tokoh Islam di Indonesia membahas masalah mengenai
hukum demokrasi dan GOLPUT. Acara dihadiri oleh Ust. Abu Bakar Ba'asyir, Ust. Abu
Jibriel, Ust. Mush’ab Abdul Ghaffar (editor Kafayeh Media, pengganti Ust. Aman
Abdurrahman dalam acara tersebut), dan Ust. Labib (pengganti Ust. Ismail Yusanto). Hadir
beberapa tokoh Islam yaitu Dr. Jose Rizal Yurnalis Sp Oth, Ust. Fauzan Al Anshary, Achmad
Michdan SH MH, Ust. M. Al Khaththath, dan Ust. Zulkifli M. Ali Lc.
Ijtima tersebut akhirnya menghasilkan keputusan sebagai berikut:

1. Sistem DEMOKRASI adalah SYIRIK AKBAR dan KUFUR AKBAR,


hukumnya HARAM.
2. Sistem DEMOKRASI akan menjerumuskan rakyat kepada KEMUSYRIKAN.

b. Dilihat dari perkembangannya


Dalam Revolusi Prancis tercetus dengan semboyannya yang terkenal
“kebebasan, persaudaraan, dan persamaan .” Prancis memasukkan demokrasi ke dalam
undang- undang dasarnya di bawah judul Hak-Hak Asasi Manusia pada pasal ketiga:
“Rakyat adalah sumber dan gudang kekuasaan. Setiap lembaga atau individu yang
memegang kekuasaan tidak lain mengambil kekuasaan dari rakyat.”
Kemudian paham demokrasi inipun dicantumkan di dalam undang-
undang dasar sebagian negara Arab dan Islam. Sebagai contoh di Mesir ditetapkan di dalam
undang-undang kesatu tahun 1923 serta 1956. Dan pada tahun 1971 di dalam undang-
undang tersebut terdapat teks yang menyebutkan antara lain bahwa:

“Kepemimpinan adalah milik rakyat dan rakyat adalah sumber kekuasaan


menurut cara yang dijelaskan di dalam undang-undang.”

3
Pasal ini terdapat pada undang-undang nyaris semua negara Arab dan
Islam. Pasal semacam ini juga termaktub di dalam undang-undang Yaman, negara kami.
Pada pasal empat misalnya disebutkan :

“Rakyat adalah pemilik dan sumber kekuasaan. Kekuasaan itu bias diperoleh
secara langsung dengan cara referendum atau lewat pemilihan umum demikian pula
mencabut kekuasaan itu dapat dilakukan secara tidak langsung melalui lembaga
legislatif, yudikatif, dan eksekutif serta melalui majelis-majelis perwakilan yang
dipilih.”
Dari sini dapat diketahui bahwa demokrasi adalah “Rabb” yang berhak
menetapkan syariat. Maka tidak samar bagi seorang Muslim bahwa ini adalah perbuatan
kufur akbar, syirik akbar, dan kezaliman yang besar. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman
mengisahkan perkataan Luqman Al Hakim :

“Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya


mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (QS. Luqman :
13)

c. Menurut Fatwa Ulama

1. Al-Maududi
Dalam hal ini al-Maududi secara tegas menolak demokrasi. Menurutnya, Islam tidak
mengenal paham demokrasi yang memberikan kekuasaan besar kepada rakyat untuk
menetapkan segala hal. Demokrasi adalah buatan manusia sekaligus produk dari
pertentangan Barat terhadap agama sehingga cenderung sekuler. Karenanya, al-Maududi
menganggap demokrasi modern (Barat) merupakan sesuatu yang bersifat syirik.

2. Mohammad Iqbal
Menurut Iqbal, sejalan dengan kemenangan sekularisme atas agama, demokrasi
modern menjadi kehilangan sisi spiritualnya sehingga jauh dari etika. Demokrasi yang
merupakan kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat telah mengabaikan
keberadaan agama. Parlemen sebagai salah satu pilar demokrasi dapat saja menetapkan
4
hukum yang bertentangan dengan nilai agama kalau anggotanya menghendaki. Karenanya,
menurut Iqbal Islam tidak dapat menerima model demokrasi Barat yang telah kehilangan
basis moral dan spiritual. Atas dasar itu, Iqbal menawarkan sebuah konsep demokrasi
spiritual yang dilandasi oleh etik dan moral Ketuhanan. Jadi yang ditolak oleh Iqbal bukan
demokrasi. Melainkan, prakteknya yang berkembang di Barat. Lalu, Iqbal menawarkan
sebuah model demokrasi sebagai berikut:
- Tauhid sebagai landasan asasi.
- Kepatuhan pada hukum.
- Toleransi sesama warga.
- Tidak dibatasi wilayah, ras, dan warna kulit.
- Penafsiran hukum Tuhan melalui ijtihad.

3. Muhammad Imarah
Menurut beliau Islam tidak menerima demokrasi secara mutlak dan juga tidak
menolaknya secara mutlak. Dalam demokrasi, kekuasaan legislatif (membuat dan
menetapkan hukum) secara mutlak berada di tangan rakyat. Sementara, dalam sistem
syura' (Islam) kekuasaan tersebut merupakan wewenang Allah. Dialah pemegang
kekuasaan hukum tertinggi. Wewenang manusia hanyalah menjabarkan dan merumuskan
hukum sesuai dengan prinsip yang digariskan Tuhan serta berijtihad untuk sesuatu yang
tidak diatur oleh ketentuan Allah. Jadi, Allah berposisi sebagai al-Syâ ri’ (legislator)
sementara manusia berposisi sebagai faqîh (yang memahami dan menjabarkan) hukum-
Nya.

4. Yusuf al-Qardhawi
Menurut beliau, substansi demokrasi sejalan dengan Islam. Hal ini bisa dilihat dari
beberapa hal. Misalnya:
- Dalam demokrasi proses pemilihan melibatkkan banyak orang untuk
mengangkat seorang kandidat yang berhak memimpin dan mengurus
keadaan mereka. Tentu saja, mereka tidak boleh akan memilih sesuatu
yang tidak mereka sukai. Demikian juga dengan Islam. Islam menolak
5
seseorang menjadi imam shalat yang tidak disukai oleh makmum di
belakangnya.
- Penetapan hukum yang berdasarkan suara mayoritas juga tidak
bertentangan dengan prinsip Islam.
- Juga kebebasan pers dan kebebasan mengeluarkan pendapat, serta
otoritas pengadilan merupakan sejumlah hal dalam demokrasi yang sejalan
dengan Islam.

5. Salim Ali al-Bahnasawi


Menurutnya, demokrasi mengandung sisi yang baik yang tidak bertentangan dengan
islam dan memuat sisi negatif yang bertentangan dengan Islam. Ia pun menawarkan
adanya islamisasi demokrasi sebagai berikut:
-Menetapkan tanggung jawab setiap individu di hadapan Allah.
-Wakil rakyat harus berakhlak Islam dalam musyawarah dan tugas-tugas lainnya.
-Mayoritas bukan ukuran mutlak dalam kasus yang hukumnya tidak ditemukan
dalam Alquran dan Sunnah (al-Nisa 59) dan (al-Ahzab: 36).
-Komitmen terhadap islam terkait dengan persyaratan jabatan sehingga hanya yang
bermoral yang duduk di parlemen.

Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep demokrasi tidak sepenuhnya
bertentangan dan tidak sepenuhnya sejalan dengan Islam.
Prinsip dan konsep demokrasi yang sejalan dengan islam adalah keikutsertaan
rakyat dalam mengontrol, mengangkat, dan menurunkan pemerintah, serta dalam
menentukan sejumlah kebijakan lewat wakilnya. Adapun yang tidak sejalan adalah ketika
suara rakyat diberikan kebebasan secara mutlak sehingga bisa mengarah kepada sikap,
tindakan, dan kebijakan yang keluar dari rambu - rambu ilahi. Karena itu, maka perlu
dirumuskan sebuah sistem demokrasi yang sesuai dengan ajaran Islam. Yaitu di antaranya:

6
1.Demokrasi tersebut harus berada di bawah payung agama.
2.Rakyat diberi kebebasan untuk menyuarakan aspirasinya.
3.Pengambilan keputusan senantiasa dilakukan dengan musyawarah.
4.Suara mayoritas tidaklah bersifat mutlak meskipun tetap menjadi pertimbangan utama
dalam musyawarah.
5.Musyawarah atau voting hanya berlaku pada persoalan ijtihadi; bukan pada persoalan
yang sudah ditetapkan secara jelas oleh Alquran dan Sunah.
6.Produk hukum dan kebijakan yang diambil tidak boleh keluar dari nilai-nilai agama.
7.Hukum dan kebijakan tersebut harus dipatuhi oleh semua warga

7
3. DEMOKRASI DALAM AGAMA NON ISLAM
Samuel Huntington membuat empat kategori hubungan demokrasi dengan agama
yang diantaranya yaitu tindakan beragama yang moderat terhadap demokrasi seperti
masyarakat Hindu. Demokrasi dalam pandangan setiap agama sama, namun mungkin ada
sedikit perbedaannya. Yang dimana setiap agama pasti mengajarkan tentang kemanusiaan,
tentang perdamaian, dan tentang cinta kasih. Inilah bahasa universal yang mampu
mempertemukan perbedaan keyakinan. Dalam tataran isu strategis, bahasa yang sering
dipergunakan sebagai istilah bersama adalah toleransi, pluralisme, dan multikulturalisme. 

Ketiga idiom ini dalam esensinya memiliki irisan besar dengan gagasan demokrasi.
Dalam demokrasi, sebuah bangunan bersama didirikan atas dasar pluralitas dan disangga
melalui kontrak sosial yang disepakati bersama. Keragaman etnis, suku, agama, dan
kepercayaan akan bisa hidup dalam payung demokrasi ketika nilai-nilai kemanusiaan dan
keadilan dijunjung tinggi oleh semua orang.

Ada nilai-nilai atau ajaran-ajaran Hindu yang paralel dengan prinsip-prinsip demokrasi.
1. Pengakuan terhadap kemajemukan dan perbedaan
Hindu menghargai keberagaman (pluralisme) dan perbedaan pendapat menyangkut
hal-hal sangat prinsip sekalipun. Misalnya dalam konsep ketuhanan. Dalam agama
Hindu kita akan melihat pemahaman dan pemujaan Tuhan dalam bentuk pantheisme
(wihdat ul wujud) dalam Upanishad, Monotheisme dalam Bagawad Gita dan pencitraan
secara nyata pantheisme dalam Weda yang untuk mudahnya, walaupun tidak tepat,
disebut politheisme. Semua paham dan bentuk pemujaan ini dapat hidup
berdampingan dalam agama Hindu. Terhadap agama lainpun Hindu tidak menunjukkan
pandangan eksklusive. Orang-orang Hindu, seperti Gandhi menganggap semua agama
sederajat.

8
2. Paham ketuhanan pantheisme

Paham ketuhanan Hindu yang pantheistik, dimana Tuhan Yang Mahakuasa


menyelusupi berbagai hal yang ada, menandakan adanya penyebaran kekuasaan. Tidak
ada satu Tuhan yang menentukan segala sesuatu dengan tangannya sendiri, seperti
seorang diktator. Tidak ada pemusatan kekuasaan.

3. Hukum Karma
Keyakinan akan hukum karma, masing-masing manusia memiliki kehendak bebas
dan bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. Tuhan tidak memberi hadiah atau
menghukum orang secara sepihak dan sewenang-wenang. Tuhan menjalankan
kekuasaannya atas alam dan manusia melalui hukum. Hakikat demokrasi menghargai
supremasi hukum. Demokrasi menjamin kebebasan berkehendak dan berpendapat.

4. Doktrin Tat Twam Asi


Secara vertikal, esensi manusia sama dengan hakikat Tuhan. Atman adalah
Brahman. Ed Viswanathan menganalogikan listrik dalam bola lampu sama dengan
listrik dalam seluruh jaringan PLN. Secara horisontal, setiap manusia memiliki esensi
yang sama. Listrik dalam bola lampu yang satu sama dengan listrik dalam bola lampu
yang lain, sama dengan listrik dalam komputer. Konsep Atman adalah bagian dari
Brahman, menurut Dr. Sarvepalli Radhakrishnan, adalah merupakan penghargaan
terhadap martabat manusia. Each individual is a spark of the Divine. "deho devalayo
nama." Manusia yang bermartabat adalah salah satu tujuan utama yang diperjuangkan
oleh demokrasi.

5. Doktrin Ahimsa
Gandhi merumuskan relasi Ahimsa dengan politik dan demokrasi dengan tepat,
sebagai berikut :

9
"Revolusi pantang kekerasan bukanlah program pengambilan kekuasaan. Ia
adalah program perubahan hubungan-hubungan yang berakhir pada peralihan
kekuasaan secara damai”

"Suatu negara yang menganut pantang-kekerasan harus secara luas


berlandaskan pada kehendak rakyat yang cerdas, yang mampu mengetahui
pikirannya dan bertindak sesuai dengan pikiran tersebut."

"Demokrasi hanya dapat diselamatkan melalui pantang-kekerasan, karena


demokrasi, selama ditopang oleh kekerasan tidak menjamin kebutuhan atau
melindungi kaum lemah. Pengertianku mengenai demokrasi ialah bahwa di
bawah demokrasi, golongan yang paling lemah harus mempunyai kesempatan
yang sama seperti golongan yang paling kuat. Ini tidak akan mungkin terjadi
kecuali melalui pantang-kekerasan ...demokrasi Barat, seperti yang berfungsi
sekarang, adalah nazisme atau fasisme yang diperlunak."

Apakah agama Hindu merupakan faktor positif bagi proses demokratisasi? Ide
tentang demokrasi memang tidak lahir dari agama Hindu, dan tidak dari agama apapun. Ide
tentang demokrasi lahir dari tradisi pemikiran Yunani. Tapi agama Hindu memiliki nilai-
nilai atau prinsip-prinsip yang menyokong tumbuhnya demokrasi.
Apakah agama Hindu berperan mencegah atau menjauhkan kekerasan dari proses
demokrasi? Ya, agama Hindu berupaya untuk itu tapi tidak selalu berhasil. Dalam berbagai
kasus, kekerasan terhadap demokrasi juga muncul dalam masyarakat yang mayoritas
memeluk Hindu. Namun demikian agama Hindu mampu menjaga kekerasan itu tidak
sampai mematikan demokrasi.

10
4.DAMPAK DARI DEMOKRASI
Hal positif adanya demokrasi :
1) Menjunjung tinggi persamaan, 
2) Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban, 
3) Membudayakan sikap bijak dan adil, 
4) Membiasakan musyawarah mufakat dalam mengambil keputusan, dan 
5) Mengutamakan persatuan dan kesatuan antar sesama.

Dampak paling buruk dari penerapan sitem demokrasi tentu saja adalah
tersingkirnya aturan-aturan Allah (syariah Islam) dari kehidupan masyarakat. Selama lebih
dari setengah abad, negeri yang notabene berpenduduk mayoritas Muslim ini menerapkan
sistem demokrasi. Selama itu pula syariah Islam selalu dicampakkan. Dampak buruk
lainnya antara lain sebagai berikut:
1) Akibat kebebasan beragama, muncul banyak aliran sesat di Indonesia.
2) Akibat kebebasan berpendapat, muncul ide-ide liberal seperti pendapat yang
mengatakan bahwa syariah Islam, misalnya, jika diterapkan, akan mengganggu
stabilitas, mengancam kemajemukan, menimbulkan disintegrasi, dll. Mereka yang
berpendapat demikian, yang jelas-jelas melecehkan Islam, juga dibiarkan tanpa
pernah bisa diajukan ke pengadilan.
3) Akibat kebebasan kepemilikan akhirnya banyak sumberdaya alam yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh individu, swasta atau pihak asing.
4) Akibat kebebasan berperilaku. Tersebarluasnya pornografi dan pornoaksi.

11
5. DEMOKRASI DAN ISLAM

Sering kali ada pihak yang mengatakan sistem Islam tidak mencerminkan sikap
demokrasi. Siapa bilang?? Dalam Islam ada yang dikenal dengan istilah Syura atau
musyawarah. Yang merupakan derivasi (kata turunan) dari kata kerja ‘syawara’. Dan kata
‘syawara’ mempunyai beberapa makna, antara lain memeras madu dari sarang lebah;
memelihara tubuh binatang ternak saat membelinya; menampilkan diri dalam perang. Dan
makna yang dominan adalah meminta pendapat dan mencari kebenaran. Dan secara
terminologis, syura bermakna “memunculkan pendapat-pendapat dari orang-orang yang
berkompeten untuk sampai pada kesimpulan yang paling tepat.” (Nizhamul-Hukmi Fil-
Islam, Dr. ‘Arif Khalil, hal. 236)
Meminta pendapat dan mencari kebenaran adalah salah satu prinsip dalam demokrasi
yang dianut sebagian besar bangsa di dunia. Didalam Islam bermusyawarah untuk
mencapai mufakat adalah hal yang disyariatkan.
“Dan orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan
shalat, sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarah antara mereka; dan
mereka menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS. Asy-
syura: 36)
Dengan ayat itu, kita memahami bahwa Islam telah memposisikan musyawarah
pada tempat yang agung. Syari’at Islam yang lapang ini telah memberinya tempat yang
besar dalam dasar-dasar tasyri’ (yurisprudensi). Ayat itu memandang sikap komitmen
kepada hukum-hukum syura dan menghiasi diri dengan adab syura sebagai salah satu
faktor pembentuk kepribadian Islam, dan termasuk sifat-sifat mukmin sejati. Dan lebih
menegaskan urgensi syura, ayat di atas menyebutkannya secara berdampingan dengan
satu ibadah fardhu ‘ain yang tidaklah Islam sempurna dan tidak pula iman lengkap kecuali
dengan ibadah itu, yakni shalat, infak, dan menjauhi perbuatan keji.
Hal tersebut menunjukan bahwa, Islam secara langsung menerapkan prinsip
pengambilan keputusan;musyawarah yang menjadi sendi utama dalam demokrasi modern
(dari, oleh dan untuk kepentingan rakyat).

12
Saat ini, memang demokrasi telah mendapat pasaran yang paling tinggi sebagai
jalan keluar atas segala permasalahan yang dihadapi oleh manusia.
Demokrasi, yang secara teorinya dimaksudkan sebagai suatu sistem yang dibentuk,
dijalankan, dan ditujukan bagi kepentingan rakyat ini dalam tataran praktiknya akan
sentiasa mengalami berbagai penyesuaian dan perubahan, sehingga seringkali
penerapannya bersifat trial and error, atau sebagai mana yang dikatakan para
pengusungnya, demokrasi itu bersifat projek. Hanya saja, perkembangan demokrasi di
negara-negara muslim cenderung kelihatan kaku ataupun perlahan, sehingga dianggap
oleh banyak pihak sebagai faktor utama yang telah menghalang kemajuan kaum muslim.
Dan tentu saja, pemahaman Islam ortodoks berpengaruh dalam membentuk eksklusivisme
hingga menyebabkan kebanyakan kaum muslim bersikap tertutup dari hal-hal yang berbau
modernisme, di samping mereka juga terbuai oleh romantisme masa lalu. Oleh kerana itu,
kaum muslim wajib menimbus semula kemunduran mereka menerusi binaan semula
kefahaman Islam mereka.
Meskipun demikian, banyak pula para apologis muslim yang menolak adanya
penerapan demokrasi ke dalam Islam, sebab menurut mereka, demokrasi dan Islam itu
adalah dua hal yang berbeza dan tidak mungkin dapat disetarakan. Ini kerana, bagi mereka,
demokrasi adalah pemikiran kufur yang tentunya haram untuk diamalkan oleh kaum
muslim. Lalu, bagaimanakah hubungan yang sebenarnya antara Islam dan demokrasi ini?
Secara sejarahnya, gagasan demokrasi berasal dari budaya kuno Yunani yang mahu
membentuk pemerintahannya yang dipimpin oleh ramai orang. Dan, pada tahun 508 SM,
Cleisthemes mula-mula memperkenalkan dan melaksanakan sistem “pemerintahan rakyat”
di Athens. Akan tetapi idea demokrasi itu muncul dan berkembang di Eropah sebagai jalan
tengah dia atas pertikaian antara kaum gerejawan yang mahu pemerintahan diserahkan
kepada raja yang dikatakannya sebagai wakil tuhan di dunia. Sbealiknya, kaum pemikir
pula mahukan agar gereja jangan mencampuri kehidupan kerana sejarah abad kegelapan
telah membuktikan betapa peranan gereja dalam kehidupan hanyalah melahirkan
kediktatoran dan kesengsaraan bagi rakyat.
Jadi, ide inilah yang kemudian dikenal sebagai sekularisme (pemisahan agama

13
dalam kehidupan) yang juga menjadi dasar bagi lahirnya idea kapitalis itu sendiri. Sehingga
boleh dikatakan bahwa demokrasi itu lahir dari idea sekularisme yang notabene kepada
ideologi yang telah lahir dari peradaban barat.

14
6. ANTARA DEMOKRASI ISLAM DAN ALA BARAT

Dapat disimpulkan di sini bahwa demokrasi yang berprinsipkan Barat yang mendorong
kuasa mutlak rakyat adalah berbeda dengan negara yang berdemokrasikan prinsip Islam.
Perbedaan tersebut adalah berdasarkan pegangan agama yang menggariskan batasan tertentu
dan undang-undang yang wajib diikuti mengikut syariat yang telah ditetapkan-Nya. Manakala
demokrasi dari pandangan Barat mempercayai bahawa pelembagaan dan agama adalah dua
sistem yang berbeda satu sama lain.
Demokrasi sebagai sebuah system Negara sekarang ini banyak dipakai oleh berbagai
Negara yang ada di dunia termasuk juga Negara-negara Muslim. Dengan diterapkannya system
demokrasi di Negara-negara Muslim menjadi obrolan atau pembahasan yang tak pernah habis
dibahas oleh para tokoh politik maupun pemikir-pemikir lainnya. Permasalahan demokrasi
Barat dan Islam ini menjadi semakin meruncing karena kompleksitas permasalahan Islam dan
demokrasi ini sehingga mendorong para pengkaji atau peneliti kepada pembahasan dengan
menggunakan satu atau beberapa macam pendekatan yang sangat spesifik. Dan dengan
banyaknya pandangan ideologis berbagai kelompok masyarakat Muslim. Akibatnya,
pembahasan tentang Islam dan demokrasi akan terus berkepanjangan, dan tak akan pernah
kering.
Faktor lain yang mempengaruhi hubungan antara Islam dan demokrasi sekuler adalah
pandangan yang berlaku dalam hubungan internasional, yang menggambarkan Islam dan Barat
sebagai kekuatan yang bertentangan. Hal ini menciptakan suatu mentalitas terkepung di
kalangan umat Muslim, dan mengubah Islam menjadi sebuah alat perlawanan politik. Karena
itu, wacana keagamaan menjadi sebuah elemen kunci dalam retorika masa perang, sebuah
kenyataan yang terlukis dalam tuntutan-tuntutan keagamaan yang dibuat oleh Saddam Hussein
yang sebenarnya sekuler selama Perang Teluk 1990. Sehingga permasalahan demokrasi dan
Islam ini membuat sebagian orang-orang yang berpegang teguh pada prinsip Islam semakin
takut kepada demokrasi.

15
Hal tersebut kelihatannya seperti sebuah paradoks, tetapi umat Muslim kenyataannya
memuji demokrasi sebagai sistem politik terbaik. Dalam beberapa tahun terakhir, terbukti
begitu banyak jajak pendapat yang telah menunjukkan bahwa umat Muslim ingin hidup di
sebuah masyarakat demokratis: mereka memuji pemilihan umum yang bebas, kebebasan
berpendapat, dan hak-hak asasi manusia. Dan banyak juga Negara-negara mayoritas Muslim
menerapkan system demokrasi seperti Negara kita Indonesia. Di saat bersamaan, umat Muslim
mengakui pentingnya peran yang dimainkan syariah, atau hukum Islam, dalam kehidupan
mereka. Di sinilah letak perbedaan pengertian yang sering terjadi antara umat Muslim dan non-
Muslim dalam pembahasan tentang demokrasi. Sehingga timbul demokrasi versi Islam.

Você também pode gostar