Você está na página 1de 3

Apakah Badai Ekonomi Sudah 

Berlalu?
Pertanyaan di atas mungkin adalah salah satu pertanyaan yang paling populer ditanyakan akhir-
akhir ini.

Sebagian orang menjawab pertanyaan tersebut dengan optimisme. Optimisme mereka umumnya
didasarkan pada logika bahwa jika melihat situasi saat ini, di mana berita buruk bermunculan di
berbagai belahan dunia, sulit rasanya untuk membayangkan bahwa kondisi bisa menjadi lebih
jelek lagi. Bagi sebagian orang lainnya, pertanyaan di atas mengundang jawaban pesimis. Mereka
belum melihat hal berarti yang bisa menimbulkan perbaikan di kondisi ekonomi dalam jangka
waktu dekat ini.

Kira-kira kubu mana yang lebih ‘tepat’?


Artikel ini sendiri saya tulis selepas membaca sebuah artikel dari seseorang yang selalu saya ikuti
buah pikirannya, Doktor Nouriel Roubini. Saya pertama kali ‘mengenal‘ nama Roubini sekitar 2
tahun lalu ketika membaca sebuah artikelnya yang memperingatkan tentang kemungkinan
rontoknya sektor properti dan dampaknya ke perekonomian Amerika. Seperti yang kita tahu,
analisanya terbukti tepat.
Dalam artikelnya yang baru kali ini, Roubini memberikan peringatan bahwa ‘badai belum
berlalu’. Beberapa hal yang dikemukakan oleh Roubini antara lain:

 Amerika akan memasuki resesi paling parah sejak pasca Perang Dunia II, lebih parah
daripada resesi di tahun 74-75 dan juga tahun 80-82. Konsumen di Amerika kini sudah
‘habis’, tidak mempunyai tabungan dan terjerat hutang. Konsumsi mereka akan menurun,
yang pada akhirnya akan membuat berbagai perusahaan mengurangi pekerjanya untuk
mengantisipasi hal ini. Akibatnya Roubini memperkirakan bahwa angka pengangguran
akan mencapai 9%.
 Resesi kali ini akan berbentuk huruf U, dimana ekonomi akan turun, lalu bertahan di
bawah untuk beberapa lama (1,5 thn -2 thn), sebelum naik kembali. Kemungkinan timbul
resesi berbentuk huruf L (ekonomi turun dan bertahan di bawah utk jangka panjang,
seperti yang terjadi di Jepang dahulu) semakin meningkat walaupun kemungkinannya
masih kecil.
 Dengan kondisi suku bunga saat ini, ada resiko terjadi Liquidity Trap. Liquidity Trap bisa
terjadi ketika suku bunga bank Sentral sudah mendekati 0 (ataupun mencapai 0). Dalam
keadaan ini, bank sentral tidak bisa lagi menurunkan suku bunga untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi.
 Defisit fiskal pemerintah Amerika akan bisa mencapai rekor 1 Triliun Dollar pada tahun
2009 dan 2010. Defisit ini akan ‘mengikat’ tangan pemerintah Amerika sehingga tidak
bebas untuk menstimulasi ekonomi dengan menggunakan kebijakan fiskal.
 Resesi akan terjadi di berbagai negara maju selain Amerika. Negara berkembang akan
mengalami pelambatan ekonomi.
Apakah Doktor Roubini benar?
Ada baiknya pertama-tama kita harus sadar bahwa tentunya dalam hal ini tidak ada yang
namanya kepastian 100%. Meskipun dahulu Doktor Roubini tepat dalam memperkirakan krisis
ekonomi ini, bukanlah berarti kali ini dia akan tepat juga. Meskipun demikian, dengan melihat
logika dibelakang analisanya, saya pribadi melihat bahwa ‘Skenario’ yang dikemukan oleh Doktor
Roubini sendiri tampaknya cukup masuk akal dan bukan mustahil terjadi.

Pertanyaannya kini adalah, seandainya ramalan Doktor Roubini itu benar, bagaimana dengan
‘nasib’ Indonesia?

Perlambatan ekonomi yang terjadi di luar negeri saat ini telah menimbulkan dampak yang tidak
sedikit. Permintaan akan barang ekspor dari Indonesia mengalami penurunan. Teman-teman
yang gemar mengikuti ekonomi mungkin telah memperhatikan bahwa akhir-akhir ini makin
kerap terdengar berita demo akibat PHK. Ini merupakan salah satu konsekuensi dari
ketergantungan negara kita terhadap ekspor. Ketika ekspor menurun, tentunya banyak
perusahaan yang ‘mengecilkan‘ usahanya atau bahkan terpaksa tutup.
Apakah kondisi ini hanya akan mempengaruhi perusahaan yang melakukan ekspor? Tentunya
tidak. Ekspor memungkinkan berbagai perusahaan untuk mempekerjakan dan membayar upah
karyawan dan buruh. Karyawan dan buruh lalu membelanjakan uangnya untuk berbagai barang
dan jasa. Belanja para karyawan dan buruh ini merupakan sumber pemasukan bagi berbagai
perusahaan lainnya yang tidak melakukan ekspor. Dengan berkurangnya pendapatan mereka,
tentunya belanja konsumsi juga akan berkurang yang pada akhirnya akan dirasakan oleh usaha
yang hanya bergerak di ‘lokal’.

Salah satu manfaat yang saya rasakan dari membuat blog JanganSerakah.com ini adalah
semakin luasnya jaringan orang-orang yang saya kenal. Dari jaringan tersebut, saya
mendapatkan banyak cerita real tentang kondisi usaha mereka ataupun perusahaan tempat
mereka bekerja. Dari berbagai cerita yang saya terima, tampaknya kondisi di atas makin meluas
akhir-akhir ini.

Seandainya ‘ramalan’ Doktor Roubini benar, kemungkinan kondisi di atas akan semakin
memburuk.

Di akhir artikel ini, saya ingin memberikan suatu masukan kepada teman-teman kepada investor
aktif dan juga investor pasif.
Bagi teman-teman investor aktif yang melakukan pembelian saham, perlu lebih cermat dalam
melakukan valuasi, terutama jika valuasinya mengandalkan perkiraan pendapatan di masa
depan. Telitilah kapan estimasi pendapatan itu dibuat dan apakah perkiraan tersebut masih
feasible serta tidak terlalu optimistik. Di kondisi harga saham yang sedang anjlok seperti ini,
akan kerap ditemui kasus dimana seakan-akan suatu saham menawarkan P/E yang
sangatmenarik hanya karena unsur E (Earnings)-nya merupakan estimasi pendapatan yang
terlalu optimistis
Bagaimana dengan teman-teman investor pasif?
Jawabannya sederhana saja: Tetap disiplin dalam menjalankan investasi rutin dengan metode
DCA. Seorang Investor pasif tidak perlu merisaukan apakah akan resesi atau boom. Kunci dari
kesuksesan seorang investor pasif justru adalah kemampuannya untuk tetap disiplin
menjalankan investasinya di masa seperti ini.

Komentar : Dalam artikel ini membahas tentang suatu wilayah yang sedang dilanda krisis,
dan kemudian muncul solusi bagi krisis tersebut agar tidak terjadi inflsi ekonomi,
dan ini termasuk kedalah ekonomi makro.

Você também pode gostar