Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
BAB I
PENDAHULUAN
Bukan Cuma itu, terapi gen juga akan dipakai untuk mengobati kelainan fisik dan
perilaku. Hidung pesek, misalnya diubah menjadi mancung. Caranya mudah, cukup
dengan mengganti gen-gen yang membawa unsur pesek dengan yang mancung.
BAB II
PEMBAHASAN
1. A. Pengertian Kloning
Kloning menurut bahasa adalah berasal dari bahasa Yunani, yaitu clone atau klon yang
berarti kumpulan sel turunan dari sel induk tunggal dengan reproduksi aseksual.[2]
Sedangkan menurut istilah Kloning adalah teknik membuat keturunan dengan kode
genetic yang sama dengan sel induknya tanpa diawali proses pembuahan sel telur atau
sperma tapi diambil dari inti sebuah sel pada makhluk hidup tertentu baik berupa
tumbuhan, hewan maupun manusia.[3]
1. B. Macam-macam Kloning
Dalam hal ini Kloning terdiri dari beberapa macam, antara lain:
Kloning pada tumbuhan yaitu mencangkok atau menstek tanaman untuk mendapatkan
tanaman yang memiliki sifat persis sama dengan induknya.[4]
1. Kloning pada hewan
Kloning pada hewan pertama kali dicoba pada tahun 1950-an pada hewan katak, tikus,
kera dan bison juga pada domba, dan dalam kelanjutannya proses yang berhasil
hanyalah percobaan Kloning pada domba. Awal mula proses pengkloningan domba
adalah dengan mengambil inti sel dari tubuh domba, yaitu dari payudara atau
ambingnya lalu sifat khusus yang berhubungan dengan fungsi ambing ini dihilangkan,
kemudian inti sel tersebut dimasukkan kedalam lapisan sel telur domba, setelah inti
selnya dibuang kemudian ditanamkan kedalan rahim domba agar memperbanyak diri,
berkembang berubah menjadi janin dan akhirnya di hasilkan bayi domba. Pada akhirnya
domba ini mempunyai kode genetic yang sama dengan domba pertama yang menjadi
sumber pengambilan sel ambing.[5]
Kloning embrio tejadi pada sel embrio yang berasal dari rahim istri yang terbentuk dari
pertemuan antara sel sperma suaminya dengan sel telurnya lalu sel embrio itu dibagi
dengan satu teknik perbanyakan menjadi beberapa sel embrio yang berpotensi untuk
membelah dan berkembang. Kemudian sel-sel embrio itu dipisahkan agar masing-
masing menjadi embrio tersendiri yang persis sama dengan sel embrio pertama yang
menjadi sumber pengambilan sel. Selanjutnya sel-sel embrio itu dapat ditanamkan
dalam rahim perempuan asing (bukan isteri), atau dalam rahim isteri kedua dari suami
bagi isteri pertama pemilik sel telur yang telah dibuahi tadi. Yang selanjutnya akan
menghasilkan lebih dari satu sel embrio yang sama dengan embrio yang sudah ada. Lalu
akan terlahir anak kembar yang terjadi melalui proses Kloning embrio ini dengan kode
genetik yang sama dengan embrio pertama yang menjadi sumber Kloning.
Kloning pada manusia terdapat dua cara. Petama, Kloning manusia dapat berlangsung
dengan adanya laki-laki dan perempuan dalam prosesnya. Proses ini dilaksanakan
dengan mengambil sel dari tubuh laki-laki, lalu inti selnya diambil dan kemudian
digabungkan dengan sel telur perempuan yang telah dibuang inti selnya. Sel telur ini –
setelah bergabung dengan inti sel tubuh laki-laki– lalu ditransfer ke dalam rahim
seorang perempuan agar dapat memeperbanyak diri, berkembang, berubah menjadi
janin, dan akhirnya dilahirkan sebagai bayi. Bayi ini merupakan keturunan dengan kode
genetik yang sama dengan laki-laki yang menjadi sumber pengambilan sel tubuh.
Kedua, Kloning manusia dapat pula berlangsung di antara perempuan saja tanpa
memerlukan kehadiran laki-laki. Proses ini dilaksanakan dengan mengambil sel dari
tubuh seorang perempuan, kemudian inti selnya diambil dan digabungkan dengan sel
telur perempuan yang telah dibuang inti selnya. Sel telur ini –setelah bergabung dengan
inti sel tubuh perempuan– lalu ditransfer ke dalam rahim perempuan agar memper-
banyak diri, berkembang, berubah menjadi janin, dan akhirnya dilahirkan sebagai bayi.
Bayi yang dilahirkan merupakan keturunan dengan kode genetik yang sama dengan
perempuan yang menjadi sumber pengambilan sel tubuh. Hal tersebut mirip dengan apa
yang telah berhasil dilakukan pada hewan domba.
Adapun pewarisan sifat yang terjadi dalam proses Kloning, sifat-sifat yang diturunkan
hanya berasal dari orang yang menjadi sumber pengambilan sel tubuh, baik laki-laki
maupun perempuan. Dan anak yang dihasilkan akan memiliki ciri yang sama dengan
induknya dalam hal penampilan fisiknya –seperti tinggi dan lebar badan serta warna
kulit– dan juga dalam hal potensi-potensi akal dan kejiwaan yang bersifat asli. Dengan
kata lain, anak tersebut akan mewarisi seluruh ciri-ciri yang bersifat asli dari induknya.
Sedangkan ciri-ciri yang diperoleh melalui hasil usaha, tidaklah dapat diwariskan. Jika
misalnya sel diambil dari seorang ulama yang faqih, atau mujtahid besar, atau dokter
yang ahli, maka tidak berarti si anak akan mewarisi ciri-ciri tersebut, sebab ciri-ciri ini
merupakan hasil usaha, bukan sifat asli.
1. Kloning pada tanaman dan hewan adalah untuk memperbaiki kualitas tanaman
dan hewan, meningkatkan produktivitasnya.
2. Mencari obat alami bagi banyak penyakit manusia-terutama penyakit-penyakit
kronis-guna menggantikan obat-obatan kimiawi yang dapat menimbulkan efek
samping terhadap kesehatan manusia.[6]
3. Untuk memperoleh hormone pertumbuhan, insulin, interferon, vaksin, terapi gen
dan diagnosis penyakit genetic.[7]
Selain terdapai bnayak manfaat Kloning juga menimbulkan kerugian, antara lain:
1. D. Hukum Kloning
Menurut syara’ hokum Kloning pada tumbuhan dan hewan tidak apa-apa untuk
dilakukan dan termasuk aktivitas yang mubah hukumnya. Dari hal itu memanfaatkan
tanaman dan hewan dalam proses Kloning guna mencari obat yang dapat
menyembuhkan berbagai penyakit manusia –terutama yang kronis– adalah kegiatan
yang dibolehkan Islam, bahkan hukumnya sunnah (mandub), sebab berobat hukumnya
sunnah. Begitu pula memproduksi berbagai obat-obatan untuk kepentingan pengobatan
hukumnya juga sunnah. Imam Ahmad telah meriwayatkan hadits dari Anas RA yang
telah berkata, bahwa Rasulullah SAW berkata:
Imam Abu Dawud dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Usamah bin Syuraik RA, yang
berkata:
”Aku pernah bersama Nabi, lalu datanglah orang-orang Arab Badui. Mereka
berkata,’Wahai Rasulullah, bolehkah kami berobat ?”
Oleh karena itu, dibolehkan memanfaatkan proses Kloning untuk memperbaiki kualitas
tanaman dan mempertinggi produktivitasnya atau untuk memperbaiki kualitas hewan
seperti sapi, domba, onta, kuda, dan sebagainya. Juga dibolehkan memanfaatkan proses
Kloning untuk mempertinggi produktivitas hewan-hewan tersebut dan
mengembangbiakannya, ataupun untuk mencari obat bagi berbagai penyakit manusia,
terutama penyakit-penyakit yang kronis. Demikianlah hukum syara’ untuk Kloning
manusia, tanaman dan hewan.[9]
Kloning pada manusia haram menurut hukum Islam dan tidak boleh dilakukan. Dalil-
dalil keharamannya adalah sebagai berikut :
1. Anak-anak produk proses Kloning tersebut dihasilkan melalui cara yang tidak
alami. Padahal justru cara alami itulah yang telah ditetapkan oleh Allah untuk
manusia dan dijadikan-Nya sebagai sunnatullah untuk menghasilkan anak-anak
dan keturunan. Allah SWT berfirman :
ط ِإَذا ُتْمَنى
ٍ َطف
ْ ن ُن
ْ لْنَثى ِم
ُْ ن الّذَكَر َوا
ِ جْي
َ ق الّزْو
َ خَل
َ َوَأّنُه
“Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim), kemudian
mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya, dan
menyempurnakannya.” (QS. Al Qiyaamah : 37-38)
1. Anak-anak produk Kloning dari perempuan saja (tanpa adanya laki-laki), tidak
akan mempunyai ayah. Dan anak produk Kloning tersebut jika dihasilkan dari
proses pemindahan sel telur-yang telah digabungkan dengan inti sel tubuh-ke
dalam rahim perempuan yang bukan pemilik sel telur, tidak pula akan
mempunyai ibu. Sebab rahim perempuan yang menjadi tempat pemindahan sel
telur tersebut hanya menjadi penampung, tidak lebih. Ini merupakan tindakan
menyia-nyiakan manusia, sebab dalam kondisi ini tidak terdapat ibu dan ayah.
Hal ini bertentangan dengan firman Allah SWT :
ن َذَكٍر َوُاْنَثى
ْ خَلْقَناُكْم ِم
َ س ِإّنا
ُ َيا َأّيَها الّنا
“Hai manusia, sesunguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan.” (QS. Al Hujuraat : 13)
1. Kloning manusia akan menghilang nasab (garis keturunan). Padahal Islam telah
mewajibkan pemeliharaan nasab. Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas RA, yang
mengatakan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda :
“Siapa saja yang menghubungkan nasab kepada orang yang bukan ayahnya, atau
(seorang budak) bertuan (loyal/taat) kepada selain tuannya, maka dia akan mendapat
laknat dari Allah, para malaikat, dan seluruh manusia.” (HR. Ibnu Majah)
Menimbang,
1. bahwa salah satu hasil kemajuan yang dicapai oleh iptek adalah Kloning, yaitu
“suatu proses penggandaan makhluk hidup dengan cara nucleus transfer dari sel
janin yang sudah beerdiferensiasi dari sel dewasa”, atau “penggandaan makhluk
hidup menjadi lebih banyak, baik dengan memindahkan inti sel tubuh ke dalam
indung telur pada tahap sebelum terjadi pemisahan sel-sel bagian-bagian tubuh”
2. bahwa masyarakat senantiasa mengharapkan penjelasan hukum Islam tentang
Kloning, baik Kloning terhadap tumbuh-tumbuhan, hewan, dan terutama
Kloning terhadap manusia;
3. bahwa oleh karena itu, MUI dipandang perlu untuk menetapkan fatwa tentang
hukum Kloning untuk dijadikan pedoman.
Memperhatikan:
1. Kloning tidak sama dengan, dan sedikit pun tidak berarti, penciptaan, melainkan
hanya sekedar penggandaan.
2. Secara umum, Kloning terhadap tumbuh-tumbuhan dan hewan akan membawa
kemanfaatan dan kemaslahatan kepada umat manusia.
3. Kloning terhadap manusia dapat membawa manfaat, antara lain : rekayasa
genetik lebih efisien dan manusia tidak perlu khawatir akan kekurangan organ
tubuh pengganti (jika memerlukan) yang biasa diperoleh melalui donor, dengan
Kloning ia tidak akan lagi merasa kekurangan ginjal, hati, jantung, darah, dan
sebagainya, karena ia bisa mendapatkannya dari manusia hasil teknologi
Kloning.
4. Kloning terhadap manusia juga dapat menimbulkan mafsadat (dampak negatif
yang tidak sedikit; antara lain :
1. menghilangkan nasab anak hasil Kloning yang berakibat hilangnya
banyak hak anak dan terabaikan-nya sejumlah hukum yang timbul dari
nasab;
2. institusi perkawinan yang telah disyari’atkan sebagai media berketurunan
secara sah menjadi tidak diperlukan lagi, karena proses reproduksi dapat
dilakukan tanpa melakukan hubungan seksual;
3. lembaga keluarga (yang dibangun melalui perkawinan) akan menjadi
hancur, dan pada gilirannya akan terjadi pula kehancuran moral (akhlak),
budaya, hukum, dan syari’ah Islam lainnya;
4. tidak akan ada lagi rasa saling mencintai dan saling memerlukan antara
laki-laki dan perempuan;
5. hilangnya maqashid syari’ah dari perkawinan, balk maqashid awwaliyah
(utama) maupun maqashid tabi’ah (sekunder).
6. Pendapat dan saran peserta sidang.
Mengingat
1. Firman Allah S WT : “Dan Dia menundukkan untuk kamu apa yang ada di
langit dan apa yang ada di bumi semuanya (sebagai rahmat) dariNva.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir” (QS. al-Jatsiyah [45].- 13).
2. Firman Allah SWT : “Dan Kami telah memuliakan anak-anakAdam, Kami
angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari Yang baik-
baik, dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas
rraakhluk vang telah Kami ciptakan ” (QS. al-Isra’[I7]: 70).
8. Firman Allah SWT : “..f apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi
Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nva sehingga kedua ciptaan itu
serupa menurut pandangan mereka. Katakanlah, ‘Allah adalah Pencipta segala
sesuatu dan Dialah Tuhan Yang Mahaesa lagi Mahaperkasa (QS. al-Ra’d [13]:
16)
3. firman Allah SWT : “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakar manusia dari
saripati (berasal) dari tanah. Kemudiar Kami jadikan saripati itu air mani (yang
disimpan ; dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air man: itu Kami
jadikan segumpal darah, lalu segumpa. darah itu Kami jadikan segumpal daging,
dar. segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulan, lalu tulang belulang itu
Kami bungkus dengan dagiri 27 Kemudian Kami jadikan dia makhluk
(berbentuk) lain. Maha sucilah Allah, Pencipta Paling baik” (QS. al-Mu’minun
(23]: 12-14).
4. Kaidah Fiqhiyah : “Menghindarkan kerusakan (hal-hal yang negatif) diutamakan
dari pada mendatangkan kemaslahatan”
MEMUTUSKAN
Menetapkan
5. Fatwa musyawarah nasional n-i majelis ulama indonesia tentang Kloning.
6. Kloning terhadap manusia dengan cara bagaimanapuyang berakibat pada
pelipatgandaan manusia hukumnya adalah haram.
7. Kloning terhadap tumbuh-tumbuhan dan hewan hukumnya boleh (mubah)
sepanjang dilakukan demi kemaslahatan dan/atau untuk
menghindarkakemudaratan (hal-hal negatif).
8. Mewajibkan kepada semua pihak terkait untuk tidak melakukan atau
mengizinkan eksperimen ata-_ praktek Kloning terhadap manusia.
9. Mewajibkan kepada semua pihak, terutama para ulama, untuk senantiasa
mengikuti perkembangan teknologi Kloning, meneliti peristilahan dan
permasalahatannya, serta menyelenggarakan kajiarkaj ian ilmiah untuk menj
elaskan hukumnya.
10. Mewajibkan kepada semua pihak, terutama ulama dan umara, untuk mendorong
pembentukan (pendirian) dan mendukung institusi-institusi ilmiah yang
menyelenggarakan penelitian di bidang biologi dan teknik rekayasa genetika
pada selain bidang Kloning manusia yang sesuai dengan prinsip-prinsip
syari’ah.
11. Mewajibkan kepada semua pihak, terutama ulama dan umara, untuk segera
merumuskan kriteria dan kode etik penelitian dan eksperimen bidang biologi
untuk dijadikan pedoman bagi pihak-pihak yang memerlukannya.
12. Keputusan fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap muslim
yang memerlukan dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk
menyebarluaskan fatwa ini.[11]
KESIMPULAN
Kloning adalah teknik membuat keturunan dengan kode genetic yang sama dengan sel
induknya tanpa diawali proses pembuahan sel telur atau sperma tapi diambil dari inti
sebuah sel pada makhluk hidup tertentu baik berupa tumbuhan, hewan maupun
manusia.
Kloning terdiri dari beberapa macam, antara lain: Kloning pada tumbuhan, Kloning
pada hewan, Kloning pada embrio,dan Kloning pada manusia.
Adapun mengenai hukum Kloning dari kajian diatas dapat disimpulkan bahwa hukum
Kloning dibagi menjadi dua, yang pertama yaitu Kloning yang di perbolehkan, dan
Kloning yang tidak diperbolehkan.
Sedangkan Kloning yang tidak diperbolehkan adalah Kloning terhadap manusia yang
dapat menimbulkan mafsadat (dampak negatif yang tidak sedikit; antara lain :
menghilangkan nasab, menyulitkan pelaksanaan hokum-hukum syara’.
DAFTAR PUSTAKA
Alkaf, Halid Kloning dan Bayi Tabung Masalah dan Implikasinya, PB UIN: Jakarta.
2003
Asy-Syaukani, Lutfi, Poltik, HAM, dan Isu-isu Teknologi dalam Fiqih Kontemporer,
Pustaka Hidayah: Bandung.1998
Mahfudh, Dr. Sahal, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, LTN NU dan Diantama:
Surabaya. 2004
Zallum, Abdul Qadim terjemah Sigit Purnawan Jati, S.Si.,Hukmu Asy Syar’i fi Al
Istinsakh, Naqlul A’dlaa’, Al Ijhadl, Athfaalul Anabib, Ajhizatul In’asy Ath Thibbiyah,
Al Hayah wal Maut ( Darul Ummah: Beirut, Libanon, Cetakan. 1997)
Kloning dilakukan dengan mengambil embrio dasar dari suatu makhluk hidup,
kemudian memberikan instruksi pada embrio tersebut agar bisa menjadi makhluk
serupa. Embrio dasar tersebut bisa didapatkan dengan mengambil satu sel sehat dari
organ manusia, kemudian sel tersebut ditanamkan pada rahim atau pada tempat lain
untuk menumbuhkannya hingga kelahiran embrio tersebut.
Perdebatan tentang kloning dikalangan ilmuwan barat terus terjadi, bahkan dalam hal
kloning binatang sekalipun, apalagi dalam hal kloning manusia. Kelompok kontra
kloning diwakili oleh George Annos (seorang pengacara kesehatan di universitas
Boston) dan pdt. Russel E. Saltzman (pendeta gereja lutheran). menurut George Annos,
kloning akan memiliki dampak buruk bagi kehidupan, antara lain :
Adapun kelompok yang memperbolehkan kloning diwakili oleh Panos Zavos (seorang
peneliti pada pusat Reproduksi kentucky), mereka berpendapat bahwa kloning untuk
saat ini memang diperlukan oleh manusia. Contoh misalnya ketika christopher reeves
kehilangan tulang punggungnya, salah satu cara yang pas untuk menyembuhkan
sakitnya adalah dengan kloning. Atau Andrea Gordon, seorang pasien yang mengalami
gagal ginjal dan organ tubuhnya tidak bisa menerima transplantasi ginjal walau dari
orang terdekatnya sekalipun. Ia rela menunggu hasil kloning organ ginjal walau ginjal
babi sekalipun. Untuk mereka berdua kloning sangat diperlukan karena menimbang
manfaat yang mereka dapatkan dari hasil kloning tersebut. Selain itu, kloning juga
diharapkan bisa menjadi alternatif untuk melestarikan hewan langka, sehingga
keberadaan hewan-hewan langka terus bisa dilestarikan, hal ini seperti yang dilakukan
oleh Betsy Dresser (seorang pakar binatang di kebun binatang audubon, new orlands,
Australia). Kloning juga bisa menjadi solusi bagi wanita yang tidak bisa melahirkan
anak tetapi ingin mempunyai anak secara genetis karena adanya keterkaitan histori
antara keduanya, hal ini seperti yang diinginkan oleh Viviane Maxwell (warga
California). Menimbang faktor-faktor diatas, para ilmuwan terus berupaya untuk
melakukan penelitian tentang kloning ini dengan harapan penelitian mereka bisa
dimanfaatkan pada kehidupan manusia.
Kloning dan hukumnya secara tersurat tidak didapatkan dari kitab-kitab maraji’ islam,
baik dari Al-Qur’an, Hadits, maupun kitab-kitab ulama klasik. Penentuan hukum
kloning murni merupakan ijtihad kaum muslim sekarang dan ini merupakan tantangan
bagi kaum muslim dalam menanggapi realitas yang terjadi disekitarnya. Oleh karena
itu, salah satu cara yang mungkin dilakukan adalah dengan melihat metode yang
dilakukan ulama terdahulu dalam memutuskan hukum terhadap suatu realitas yang tidak
pernah dijumpai sebelumnya (pendekatan ushul fiqh).
Pada dasarnya, kloning merupakan suatu ide ilmiah hasil pemikiran kreativitas manusia.
Ide ini merupakan realisasi dari pembacaan manusia terhadap alam yang sebenarnya
juga dianjurkan oleh islam (iqra dalam artian ayat-ayat kauniyah). Menurut Syekh
Muhammad Taufiq Miqdad setiap ide ilmiah yang dikemukakan tidak keluar dari tiga
katagori. Pertama, ia berkaitan dengan sesuatu yang telah pasti diharamkan agama,
seperti eutanasia. Ini jelas ditolak oleh agama karena berkaitan langsung dengan
kehidupan manusia yang merupakan anugerah Ilahi tanpa sedikitpun campur tangan
manusia.
Kedua, ide tersebut berkaitan dengan sesuatu yang jelas didukung oleh agana dan juga
pertimbangan akal, seperti penciptaan aneka obat untuk penyembuhan manusia. ini
termasuk bagian dari kebutuhan pokok manusia. Islam mendukung setiap usaha ke arah
sana, dan menilainya sebagai sesuatu yang amat terpuji.
Ketiga, suatu ide ilmiah yang belum terbukti hasil dan dampaknya baik positif maupun
negatif. Ide semacam ini baru dalam proses pembentukan atau tahap awal. Kita belum
dapat memperoleh gambaran jelas dan utuh yang dapat menyingkirkan segala
ketidakjelasan yang berkaitan dengannya. Ide semacam ini, tidak dapat ditetapkan
atasnya hukum haram atau halal secara pasti, karena ia baru berbentuk ide atau baru
dalam bentuk kekuatiran adanya sisi mudharat dan negatif yang juga baru dalam benak
dan teori. Menetapkah hukum (halal maupun haram) menyangkut hal semacam ini
adalah ketergesa-gesaan yang bukan pada tempatnya dan tidak sejalan dengan tuntunan
akal dalam berpikir atau menarik kesimpulan.
Kloning, dalam ranah kloning manusia disini berada pada posisi ketiga dari ide ilmiah
tersebut. Kita tidak bisa menentukan secara pasti (halal/haramnya) karena ide tersebut
masih dalam tataran ide dan belum diaplikasikan. Dalam hal ini segala bentuk penelitian
ilmiah hukumnya mubah/boleh. Kita bisa mengambil kesimpulan keputusan hukumnya
setelah ide tersebut diaplikasikan dengan menimbang dampak-dampaknya terhadap
kehidupan, tentang maslahah atau tidaknya hasil penelitian tersebut.
Tetapi pendapat para ulama tentang kloning pada manusia seandainya nanti berhasil
dilakukan menarik untuk dikaji. Diantaranya pendapat Sheikh Muhammad Thanthawi
dan Sheikh Muhammad Jamil Hammud Al-’Amily yang mengatakan bahwa kloing
dalam upaya mereproduksi manusia terdapat pelecehan terhadap kehormatan manusia
yang mestinya dijunjung tinggi. Kloning mengarah kepada goncangnya sistem
kekeluargaan serta penghinaan dan pembatasan peranan perempuan. Ia bukan saja
memutuskan silaturahim tetapi juga mengikis habis cinta. Ia adalah mengubah ciptaan
Allah dan bertentangan dengan Sunatullah. Itu adalah pengaruh setan bahkan
merupakan upayanya untuk menguasai dunia dan manusia.
Sheikh Muhammad Ali al-Juzu (Mufti Lebanon yang beraliran Sunni) menyatakan
bahwa kloning manusia akan mengakibatkan sendi kehidupan keluarga menjadi
terancam hilang atau hancur, karena manusia yang lahir melalui proses kloning tidak
dikenal siapa ibu dan bapaknya, atau dia adalah percampuran antara dua wanita atau
lebih sehingga tidak diketahui siapa ibunya. Selanjutnya kalau cloning dilakukan secara
berulang-ulang, maka bagaimana kita dapat membedakan seseorang dari yang lain yang
juga mengambil bentuk dan rupa yang sama.
Sheikh Farid Washil (mantan Mufti Mesir) menolak kloning reproduksi manusia karena
dinilainya bertentangan dengan empat dari lima Maqashid asy-Syar’iah: pemeliharaan
jiwa, akal, keturunan, dan agama. Dalam hal ini cloning menyalahi pemeliharaan
keturunan.
Dari beberapa pendapat tersebut, kita bisa menyimpulkan bahwa cloning hukumnya
haram karena lebih berpotensi menghasilkan dampak buruk daripada dampak baiknya.
Keharaman cloning ini lebih didasarkan pada hilangnya salah satu hal yang harus
dilindungi manusia yaitu faktor keturunan. Hal ini kemudian disandarkan pada qaidah
“dar’ul mafasid muqaddamun ala jalbil mashalih” yang artinya Menampik keburukan
lebih diutamakan daripada mendatangkan manfaat’. Hilangnya garis keturunan manusia
yang dikloning akan menghilangkan hak-hak manusia tersebut, seperti misalnya hak
untuk mendapat penghidupan dari keluarganya, warisan, lebih parah lagi hak untuk
mendapatkan kasih saying dari orang tua geneticnya, dan hak-hak lain yang harus ia
dapatkan. Pengharamannya diambil dari kaedah yang ditegaskan oleh firman Allah
((QS. 2: 219) tentang minuman keras yang artinya, Dosa keduanya (minuman keras dan
perjudian) lebih besar daripada manfaatnya. Dari sana kita bisa menarik benang merah
bahwa cloning yang bertujuan untuk pengobatan misalnya penggantian organ tubuh
manusia dengan organ cloning menurut kami diperbolehkan sepanjang hal itu
mendatangkan maslahah dan karena kondisi dlarurat yang dialami oleh pasien (Sheikh
Farid Washil : 2003).
Adapun kloning dalam ranah binatang dan tumbuh-tumbuhan, maka Islam secara jelas
membolehkannya, apalagi kalau tujuannya untuk meningkatkan mutu pangan dan
kualitas daging yang dimakan manusia. Selain itu, karena binatang dan tumbuh-
tumbuhan tidak perlu mengetahui tentang asal-usul garis keturunannya.
Karena kloning Dolly domba pada tahun 1996, kloning telah menjadi sesuatu dari kata
kunci, terutama di kalangan ilmiah. Formerly a staple of science fiction stories, it
entered the public consciousness as it never had before. Dahulu bahan pokok cerita fiksi
ilmiah, itu memasuki kesadaran publik karena tidak pernah sebelumnya. Not
surprisingly it has generated controversy, with many of the objections coming religious
organizations. Tidak mengherankan telah menghasilkan kontroversi, dengan banyak
keberatan datang organisasi keagamaan. Ethical implications aside however, there are
however, advantages and disadvantages to the practice of cloning. implikasi etis
samping namun, ada Namun, keuntungan dan kerugian untuk praktek kloning. Those
listed below are just a few of the many pros and cons associated with cloning. Yang
terdaftar di bawah ini hanya beberapa dari banyak pro dan kontra terkait dengan
kloning.
Cloning also offers hope to persons needing organ transplants. Kloning juga
menawarkan harapan bagi orang-orang yang membutuhkan transplantasi organ. People
requiring organ transplants to survive an illness often wait years for a suitable donor.
Orang-orang yang membutuhkan transplantasi organ untuk bertahan hidup penyakit
sering menunggu tahun untuk donor yang cocok. In many cases these patients die
waiting, as there are long lists of people requiring organs. Dalam banyak kasus pasien
meninggal menunggu, karena ada daftar panjang orang-orang yang membutuhkan
organ. Theoretically, cloning could eliminate this by producing more animals that can
act as suitable donors. Secara teoritis, kloning bisa menghilangkan ini dengan
memproduksi lebih banyak hewan yang dapat bertindak sebagai donor yang cocok. Pig
livers have been successfully transplanted to human beings, as an interim measure until
a human liver is found. Babi hati telah berhasil transplantasi kepada manusia, sebagai
langkah sementara sampai hati manusia ditemukan. Additionally, cloning of these
animals not put a burden on the world's food supply. Selain itu, kloning binatang ini
tidak meletakkan beban pada pasokan pangan dunia.
Cloning is being touted as a future answer to reverse the effects of aging.The antiaging
market is a prime target becuase it is alreay a multibillion industry. Cloning sedang
disebut-sebut sebagai jawaban masa depan untuk membalikkan efek pasar antipenuaan
aging.The adalah target utama karena alreay industri jutaan.
Cloning could provide a means of cultivating plants that are stronger and more resistant
to diseases, while producing more. Kloning dapat menyediakan sarana budidaya
tanaman yang lebih kuat dan lebih tahan terhadap penyakit, sedangkan memproduksi
lebih banyak. The same could happen to livestock as well where diseases such as foot
and mouth disease could be eradicated.Cloning could therefore effectively solve the
world's food problem and minimize or possible eadicate starvation. Hal yang sama bisa
terjadi pada ternak dan juga di mana penyakit seperti penyakit kaki dan mulut bisa
eradicated.Cloning sehingga bisa secara efektif memecahkan masalah pangan dunia dan
meminimalkan atau kelaparan eadicate mungkin.
Kehalalan hewan pada umumnya dan hewan ternak pada khususnya adalah
berdasarkan firman Allah dalam Surat Al-Baqarah:29, yang menyatakan bahwa
semua yang ada di planet bumi ini untuk kesejahteraan manusia. Dan juga
surat Al-Maidah:2, yang menyatakan bahwa semua hewan ternak dihalalkan
kecuali yang tersebut dalam Al-An’am:145, An-Nahl:115, Al-Baqoroh:173 dan
Al-Maidah:3. Ketiga surat dan ayat yang pertama tersebut hanya
mengharamkan 4 jenis makanan saja, yaitu bangkai, darah, babi dan hewan
yang disembelih tanpa menyebut nama Allah. Sedangkan surat dan ayat yang
disebut terakhir mengharamkan 10 jenis makanan, yaitu 4 macam makanan
yang tersebut di atas ditambah 6, yakni: 1. Hewan yang mati tercekik, 2. Yang
mati dipukul, 3. Yang mati terjatuh, 4. Yang mati ditanduk, 5. Yang mati
diterkam binatang buas, kecuali yang sempat disembelih dan 6. Yang
disembelih untuk disajikan pada berhala.
Mengenai hewan yang halal dan yang haram, terdapat perbedaan pendapat di
kalangan ulama, yaitu:
d. Rasyid Ridha, pengaran Tafsir Al-Manar berpendapat bahwa yang tidak jelas
halal/haramnya berdasarkan nash Al-Qur’an itu ada dua macam: 1. semua
jenis hewan yang baik, bersih dan enak/lezat (thayyib) adalah halal. 2. Semua
hewan yang jelek, kotor dan menjijikan adalah haram. Namun kriteria baik,
bersih, enak, menarik atau kotor, jelek dan menjijikan tidak ada kesepakatan
ulama di dalamnya. Apakah tergantung selera dan watak masing-masing orang
atau menurut ukuran yang umum.
Kedua; kaidah hukum fiqih Islam “al-ashlu fil asya’ al-ibahah hatta yadulla
dalil ‘ala tahrimihi” (pada dasarnya segala sesuatu itu boleh, sampai ada dalil
yang jelas melarangnya). Karena tidak dijumpai ayat dan hadits yang secara
eksplisit melarang inseminasi buatan pada hewan, maka berarti hukumnya
mubah.
Namun mengingat risalah Islam tidak hanya mengajak umat manusia untuk
beriman, beribadah dan bermuamalah di masyarakat yang baik (berlaku ihsan)
sesuai dengan tuntunan Islam, tetapi Islam juga mengajak manusia untuk
berakhlak yang baik terhadap Tuhan, sesama manusia dan sesama makhluk
termasuk hewan dan lingkungan hidup, maka patut dipersoalkan dan
direnungkan, apakah melakukan inseminasi buatan pada hewan pejantan dan
betina secara terus menerus dan permanen sepanjang hidupnya secara moral
dapat dibenarkan? Sebab hewan juga makhluk hidup seperti manusia,
mempunyai nafsu dan naluri untuk kawin guna memenuhi insting seksualnya,
mencari kepuasan (sexual pleasure) dan melestarikan jenisnya di dunia.
KLONING MANUSIA
DALAM KAJIAN HUKUM ISLAM
Istilah kloning atau klonasi berasal dari kata clone (bahasa Greek) atau klona, yang
secara harfiah berarti potongan/pangkasan tanaman. Dalam hal ini tanam-tanaman baru
yang persis sama dengan tanaman induk dihasilkan lewat penanaman potongan tanaman
yang diambil dari suatu pertemuan tanaman jantan dan betina. Melihat asal bahasa yang
digunakan, dapat dimengerti bahwa praktek perbanyakan tanaman lewat penampangan
potongan/pangkasan tanaman telah lama dikenal manusia. Karena tidak adanya
keterlibatan jenis kelamin, maka yang dimaksud dengan klonasi adalah suatu metode
atau cara perbanyakan makhluk hidup (atau reproduksi) secara aseksual. Hasil
perbanyakan lewat cara semacam ini disebut klonus/klona, yang dapat diartikan sebagai
individu atau organisme yang dimiliki genotipus yang identik.
Dari pemahaman tentang sifat sel organisme tadi, jika ditinjau secara umum sesuai
dengan aras kehidupan organisme, maka klonasi dapat dikerjakan pada berbagai aras,
yaitu klonasi pada aras sel, aras jaringan dan aras individu. Pada organisme sel tunggal
atau unisel seperti bakteri, perbanyakan diri untuk menghasilkan individu yang baru,
berlangsung lewat klonasi sel. Dalam hal ini klonasi sel sekaligus juga merupakan
klonasi individu pada hewan dan manusia dapat juga terjadi, misalnya pada kelahiran
kembar satu telur. Masing-masing anak di sini merupakan klonus yang memiliki
susunan genetis identik.
Kloning terhadap manusia adalah merupakan bentuk intervensi hasil rekayasa manusia.
Kloning adalah teknik memproduksi duplikat yang identik secara genetis dari suatu
organisme. Klon adalah keturunan aseksual dari individu tunggal. Setelah keberhasilan
kloning domba bernama Dolly pada tahun 1996, para ilmuwan berpendapat bahwa tidak
lama lagi kloning manusia akan menjadi kenyataan. Kloning manusia hanya
membutuhkan pengambilan sel somatis (sel tubuh), bukan sel reproduktif (seperti sel
telur atau sperma) dari seseorang, kemudian DNA dari sel itu diambil dan ditransfer ke
dalam sel telur seseorang wanita yang belum dibuahi, yang sudah dihapus semua
karakteristik genetisnya dengan cara membuang inti sel (yakni DNA) yang ada dalam
sel telur itu. Kemudian, arus listrik dialirkan pada sel telur itu untuk mengelabuinya
agar merasa telah dibuahi, sehingga ia mulai membelah.
Sel yang sudah dibuahi ini kemudian ditanam ke dalam rahim seorang wanita yang
ditugaskan sebagai ibu pengandung. Bayi yang dilahirkan secara genetis akan sama
dengan genetika orang yang mendonorkan sel somatis tersebut.
Abul Fadl Mohsin Ebrahim berpendapat dengan mengutip ayat di atas, bahwa ayat
tersebut menampakkan paradigma al-Qur’an tentang penciptan manusia mencegah
tindakan-tindakan yang mengarah pada kloning. Dari awal kehidupan hingga saat
kematian, semuanya adalah tindakan Tuhan. Segala bentuk peniruan atas tindakan-Nya
dianggap sebagai perbuatan yang melampaui batas.
Kendati Allah menciptakan sistem sebab-akibat di alam semesta ini, kita tidak boleh
lupa bahwa Dia juga telah menetapkan pengecualian-pengecualian bagi sistem umum
tersebut, seperti pada kasus penciptaan Adam As. dan ‘Isa As. Jika kloning manusia
benar-benar menjadi kenyataan, maka itu adalah atas kehendak Allah SWT. Semua itu,
jika manipulasi bioteknologi ini berhasil dilakukan, maka hal itu sama sekali tidak
mengurangi keimanan kita kepada Allah SWT sebagai Pencipta, karena bahan-bahan
utama yang digunakan, yakni sel somatis dan sel telur yang belum dibuahi adalah benda
ciptaan Allah SWT.
Islam mengakui hubungan suami isteri melalui perkawinan sebagai landasan bagi
pembentukan masyarakat yang diatur berdasarkan tuntunan Tuhan. Anak-anak yang
lahir dalam ikatan perkawinan membawa komponen-komponen genetis dari kedua
orang tuanya, dan kombinasi genetis inilah yang memberi mereka identitas. Karena itu,
kegelisahan umat Islam dalam hal ini adalah bahwa replikasi genetis semacam ini akan
berakibat negatif pada hubungan suami-isteri dan hubungan anak-orang tua, dan akan
berujung pada kehancuran institusi keluarga Islam. Lebih jauh, kloning manusia akan
merenggut anak-anak dari akar (nenek moyang) mereka serta merusak aturan hukum
Islam tentang waris yang didasarkan pada pertalian darah.
Berikutnya, KH. Ali Yafie dan Dr. Armahaedi Mahzar (Indonesia), Abdul Aziz
Sachedina dan Imam Mohamad Mardani (AS) juga mengharamkan, dengan alasan
mengandung ancaman bagi kemanusiaan, meruntuhkan institusi perkawinan atau
mengakibatkan hancurnya lembaga keluarga, merosotnya nilai manusia, menantang
Tuhan, dengan bermain tuhan-tuhanan, kehancuran moral, budaya dan hukum.
Dari sudut agama dapat dikaitkan dengan masalah nasab yang menyangkut masalah hak
waris dan pernikahan (muhrim atau bukan), bila diingat anak hasil kloning hanya
mempunyai DNA dari donor nukleus saja, sehingga walaupun nukleus berasal dari
suami (ayah si anak), maka DNA yang ada dalam tubuh anak tidak membawa DNA
ibunya. Dia seperti bukan anak ibunya (tak ada hubungan darah, hanya sebagai anak
susuan) dan persis bapaknya (haram menikah dengan saudara sepupunya, terlebih
saudara sepupunya hasil kloning juga). Selain itu, menyangkut masalah kejiwaan, bila
melihat bahwa beberapa kelakuan abnormal seperti kriminalitas, alkoholik dan
homoseks disebabkan kelainan kromosan. Demikian pula masalah kejiwaan bagi anak-
anak yang diasuh oleh single parent, barangkali akan lebih kompleks masalahnya bagi
donor nukleus bukan dari suami dan yang mengandung bukan ibunya.
1. Dalam Islam, kita selalu diajarkan untuk menggunakan akal dalam memahami
agama.
2. Islam menganjurkan agar kita menuntut ilmu (dalam hadits dinyatakan bahkan
sampai ke negri Cina sekalipun).
3. Islam menyampaikan bahwa Allah selalu mengajari dengan ilmu yang belum ia
ketahui (lihat QS. 96/al-’Alaq).
4. Allah menyatakan, bahwa manusia tidak akan menguasai ilmu tanpa seizin
Allah (lihat ayat Kursi pada QS. 2/al-Baqarah: 255).
Dengan landasan yang demikian itu, seharusnya kita menyadari bahwa penemuan
teknologi bayi tabung, rekayasa genetika, dan kemudian kloning adalah juga bagian dari
takdir (kehendak) Ilahi, dan dikuasai manusia dengan seizin-Nya. Penolakan terhadap
kemajuan teknologi itu justru bertentangan dengan prinsip-prinsip yang diajarkan dalam
Islam.
Ada juga di kalangan umat Islam yang tidak terburu-buru mengharamkan ataupun
membolehkan, namun dilihat dahulu sisi-sisi kemanfaatan dan kemudharatan di
dalamnya. Argumentasi yang dikemukakan sebagai berikut:
Perbedaan pendapat di kalangan ulama dan para ilmuan sebenarnya masih bersifat
tentative, bahwa argumen para ulama/ilmuan yang menolak aplikasi kloning pada
manusia hanya melihatnya dari satu sisi, yakni sisi implikasi praktis atau sisi applied
science dari teknik kloning. Wilayah applied science yang mempunyai implikasi sosial
praktis sudah barang tentu mempunyai logika tersendiri. Mereka kurang menyentuh sisi
pure science (ilmu-ilmu dasar) dari teknik kloning, yang bisa berjalan terus di
laboratorium baik ada larangan maupun tidak. Wilayah pure science juga punya dasar
pemikiran dan logika tersendiri pula.
Dalam mencari batas “keseimbangan” antara kemajuan IPTEK dan Doktrin Agama,
pertanyaan yang dapat diajukan adalah sejuh mana para ilmuan, budayawan dan
agamawan dapat berlaku adil dalam melihat kedua fenomena yang berbeda misi dan
orientasi tersebut? Menekankan satu sisi dengan melupakan atau menganggap tidak
adanya sisi yang lain, cepat atau lambat, akan membuat orang “tertipu” dan “kecewa”.
Dari situ barangkali perlu dipikirkan format kajian dan telaah yang lebih seimbang, arif,
hati-hati untuk menyikapi dan memahami kedua sisi tersebut sekaligus. Sudah tidak
zamannya sekarang, jika seseorang ingin menelaah persoalan kloning secara utuh, tetapi
tidak memperhatikan kedua sisi tersebut secara sekaligus.
Selanjutnya, ada pula agamawan sekaligus ilmuan menyatakan bahwa tujuan agama
menurut penuturan Imam al-Syatibi yang bersifat dharuri ada lima, yaitu memelihara
agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Oleh karena itulah maka kloning itu kita uji
dari sesuai atau tidaknya dengan tujuan agama. Bila sesuai, maka tidak ada
keberatannya kloning itu kita restui, tetapi bila bertentangan dengan tujuan-tujuan
syara’ tentulah kita cegah agar tidak menimbulkan bencana. Kesimpulan yang diberikan
klonasi ovum manusia itu tidak sejalan dengan tujuan agama, memelihara jiwa, akal,
keturunan maupun harta, dan di beberapa aspek terlihat pertentangannya.
Orang-orang Baduy datang kepada Nabi SAW, dan berkata: “Hai Rasulallah, haruskah
kita mengobati diri kita sendiri? Nabi SAW menjawab: “Ya, wahai hamba-hamba
Allah, kalian harus mengobati (diri kalian sendiri) karena sesungguhnya Allah tidak
menciptakan suatu penyakit tanpa menyediakan obatnya, kecuali satu macam penyakit”.
Mereka bertanya: “Apa itu?” Nabi SAW menjawab: “Penuaan”.
• Jual beli embrio dan sel. Sebuah riset bisa saja mucul untuk memperjual-belikan
embrio dan sel-sel tubuh hasil kloning. Transaksi-transaksi semacam ini
dianggap bâthil (tidak sah) berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai
berikut: