Você está na página 1de 4

BELAJAR DI ALAM LEBIH

MENINGKATKAN GAIRAH BELAJAR IPA SISWA


Bagi siswa, belajar hal yang konkrit lebih mudah daripada
belajar hal abstrak, dan belajar di alam lebih menyenangkan
daripada belajar di dalam kelas.

Oleh :
Mohamad Juri, S.Pd, MMPd

Guru SDN Omben II Kecamatan Omben


Kabupaten Sampang

Dari hasil penetian yang dilakukan oleh beberapa lembaga yang


berkompetensi untuk meneliti dunia pendidikan, diperoleh suatu hasil seperti (1)
The third International Mathematics and science study Repeat (1999) bahwa
kemampuan siswa di bidang matematika dan IPA menempati urutan ke 34 dan 32
dari 38 negara. (2) menurut Human Developmen Index tahun 2002 dan 2003, mutu
pendidikan kita berada pada peringkat 110 dari 173 negara dan 112 dari 175 negara
yang diteliti. Kesimpulannya bahwa mutu pendidikan di negara kita tergolong
rendah, bahkan lebih rendah dari negara Vietnam. Dengan berbagai hasil tersebut
tentu kita bertanya –tanya ada apa dengan sistem pendidikan kita ? Apanya yang
salah dengan pendidikan kita ? Apa yang harus kita lakukan untuk dapat
meningkatkan mutu pendidikan negara kita. Berbagai pertanyaan akan muncul dari
benak kita selaku orang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan. Hal yang
demikian juga muncul dalam diri penulis. Hal tersebut tentunya menggugah kita
semua selaku insan yang bersentuhan langsung dengan pendidikan untuk lebih
berdaya upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan lebih khusus lagi mutu
pembelajaran.
Pemerintah yang dalam hal ini paling bertanggung jawab terhadap
penyelenggaraan Sistem Pendidikan Nasional telah melakukan berbagai upaya
sebagai langkah in servece training melakukan berbagai penataran dan Diklat,
untuk meningkatkan mutu dan kompetensi guru. Hal tersebut tentu karena
adanya suatu asumsi bahwa “ Terdapat korelasi yang cukup signifikan antara
kompetensi guru dengan kemampuan guru tersebut dalam merancang strategi
pembelajaran, sehingga pada akhirnya akan dapat pula meningkatkan prestasi
belajar siswa “. Guru yang bermutu dan guru yang memiliki kompetensi
paedagogis yang mantap akan dapat menciptakan suasana pembelajaran yang
lebih menarik, menantang, memberikan kesan yang bermakna bagi dan
menyenangkan. Lalu langkah kiat – kiat apa yang seharusnya dilakukan oleh
guru untuk menciptakan hal – hal yang diharapkan di atas.
Katakanlah dalam pembelajaran IPA, agar pembelajaran IPA yang
difasilitasi oleh guru dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menarik,
menantang, dan bermakna bagi siswa, guru harus pandai –pandai merancang
strategi pembelajaran, memanfaatkan multi media, dan multi metode, multi aspek
(logika, praktika, estetika ).
Pembelajaran IPA yang saat ini berlangsung di lapangan umumnya
verbalisme, artinya guru cenderung untuk menjelaskan materi – materi IPA dan
konsep –konsep IPA dengan menggunakan metode ceramah yang notabene
merupakan metede termudah dan termurah. Tetapi dengan cara konvensional
semacam ini, apakah makna dari belajar atau learning itu sendiri tersentuh ? Dan
apakah dengan cara – cara belajar semacam ini susuai dengan eksistensi
psikologis siswa Sekolah Dasar itu sendiri. Cara – cara belajar IPA yang
semacam ini tentu jauh dari kahikat IPA itu sendiri. Nada sinis yang sering
dijadikan kelakar bahwa cara mengajar seperti itu dikatakan “ Sastra IPA.”
Artinya tidak ada bedanya antara pembelajaran bahasa Indonesia dengan IPA.
Untuk menciptakan suasana yang berbeda dengan hal tersebut tentu
dibutuhkan kompetensi profesional yang tinggi, dan pemahaman terhadap siswa
itu sendiri. Piaget, mengemukan bahwa tahapan berpikir siswa sekolah dasar
berada pada tahapan konkrit operasional, artinya dalam pembelajaran siswa
hendaknya dihadapkan pada hal –hal yang konkrit, atau hal-hal nyata yang ada
disekitar siswa dan dikenal oleh siswa. Ada sesuatu yang salah dalam cara-cara
pembelajaran IPA yang umumnya dilakukan teman-teman guru kebanyakan. Hal
yang salah itu yaitu sebelum siswa masuk dunia sekolah siswa umumnya (1)
lincah, (2) Selalu belajar apa yang diinginkannya dengan gembira, (3) menggunakan
segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitar yang menarik perhatiannya, (4)
membangun sendiri pengetahuan dan pemahaman lewat pengalaman nyata sehari –
hari. Hal ini bertentangan dengan setelah anak masuk ke dunia persekolahan, yaitu
(1) anak dipaksa belajar dengan cara guru, (2) pembelajaran berlangsung tegang, (3)
suasana belajar kurang menarik dan kurang bermakna. Cara –cara seperti ini yang
secara konvensional terjadi di lapangan.
Untuk menjawab masalah –masalah di atas diperlukan langkah- langkah
inovatif, yang menjadikan kita keluar dari suatu kebiasaan yang selama ini kita
lakukan. Guru hendaknya terus mengikuti teori-teori baru dalam dunia
pendidikan,yang menjadikannya memanfaatkan strategi belajar aktual dan kontektual.
Sebagai misal kalau guru sedang membahas tentang konsep ekosistem,
komunitas, pupulasi, tumbuhan ( bagian –bagian tumbuhan ), akan menjadikan hal
lucu apabila hal tersebut diajarkan di dalam kelas dengan metode ceramah.
Pembelajaran IPA semacam ini akan menciptakan pembelajaran IPA yang kering
dari nilai –nilai IPA.
Tetapi akan tercipta hal yang sebaliknya jika siswa belajar tentang
komunitas sawah dan siswa benar-benar berada di sawah. Siswa belajar tentang
komunitas kolam, siswa melihat, mengamati, sendiri berbagai makluk hidup yang
ada kolam tersebut. Ketika siswa belajar tentang jenis-jenis tulang daun, bagian –
bagian bunga, siswa pergi memetik daun sendiri, memetik dan mengamati sendiri
dan menggambarkan sendiri bagian –bagian bunga. Selanjutnya sambil mencari
tempat yang teduh dibawah pohon- pohon yang rindang, siswa membahas hal-hal
yang ditugaskan oleh guru, bertanya tentang gagasannya yang berhubungan
dengan alam sekitar, dan mempertanyakan gagasan orang lain tentang alam
sekitar. Cara-cara belajar semacam ini dan cara kerja semacam ini telah
menciptakan saintis – saintis muda. Tentu hal ini akan sangat berbeda dengan
suasana pembelajaran tentang konsep – konsep tersebut hanya bermodalkan kapur
dan papan tulis, dan menerapkan cara belajar CBSH ( cata buku sampai habis ).
Dan akan tercipta hal yang sangat mengharukan apabila guru mengajarkan konsep
IPA yang sebenarnya materinya sangat kaya di lingkungan sekitar tetapi guru
mengajarkannya dengan cara berikut:
“ Anak- anak coba kalian catat materi tentang ekosistem , dari halaman ...
sampai halaman ...., ingat kalian hafalkan materi itu, karena minggu depan kita
ulangan !”
Membawa siswa langsung ke alam sebenarnya merupakan model
pembelajaran kontekstual. Sebab dengan belajar secara langsung di alam siswa
dapat (1) membangun keterkaitan antara informasi ( pengetahuan baru ) dengan
pengalaman ( pengetahuan lain ) yang telah mereka miliki atau mereka kuasai. (2)
mereka diajarkan bagaimana mereka mempelajari konsep, dan bagaimana konsep
tersebut dipergunakan di dunia nyata di luar kelas.
Membawa siswa untuk belajar langsung di alam, lebih mendekatkan
makna dan hakikat dari belajar ( learning ) itu sendiri.
Belajar pada prinsipnya adalah proses membangun makna, dan tercipta
antara interaksi siswa dengan lingkungan. Sedangkan perananan guru dalam rangka
kegiatan pembelajaran berperan sebagai fasilitator dan motifator.
Akhir datulisan ini hendaknya merupakan suatu yang perlu kita pikirkan dan
kita pertimbangkan barsama, yaitu: (1) Kalau disekitar kita tersedia lingkungan alam
yang sangat kaya dengan data dan sumber belajar mengapa tidak kita manfaatkan ?
(2) Kalau siswa lebih mudah belajar hal- hal yang konkrit mengapa kita
mengajarkannya secara abstrak ? (3) Kalau di lingkungan kita tersedia sumber
belajar yang murah, mengapa kita memilih yang mahal ? (4) Kalau siswa belajar
langsung di alam lebih menggairahkan cara belajarnya mengapa tidak kita turuti ?
Marilah kita renungkan bersama hal-hal tersebut, semoga bermanfaat.
BIODATA PENULIS

Nama : MOHAMAD JURI,S.Pd,MMPd


NIP : 132 036 445
Pangkat/ Gol.Ruang : Penata Tk.I / III/d
Jabatan : Guru Sekolah Dasar
Unit Organisasi : SDN Omben 2 Kec. Omben Kab. Sampang
HP. : 08175110108
Alamat E-mail : madjury@yahoo.co.id

No. Rekening Bank : 33 – 21 – 1016


Kantor Cabang : BRI Sampang
BRI Unit : Omben.

Você também pode gostar