Você está na página 1de 12

Pemetaan Merokok Pada Anak Putus Sekolah di Kota Medan

Oleh :

Lucy Karyati Basar dan Tita Juwitaningsih

Abstrak

Penelitian ini bertujuan melakukan pemetaan marokok anak putus sekolah di kota Medan,
Sampel diambil sebanyak 122 orang yang berusia 10-18 tahun, yang belokasi di pusat-pusat
ekonomi,/terminal dan lembaga permasyarakatan. Data dikumpulkan melalui kuesioner dan
wawancara dan FGD.Dipeoleh hasil bahawa alasan anak laki-laki maupun anak perempuan
putus sekolah meroko yang paling dominan adalah untuk menghilangkan stress. ikut teman, dan
ingin terlihat gaul dan keren. 77,11% anak putus sekolah mengungkapkan bahwa ayah mereka
juga memiliki kebisaan merokok dan ibu yang merokok ditemukan 16,87%. Perokok anak
putus sekolah mulai merokok pada usia 9 sampai 12 tahun (43,37 %) dan 16,87% pada usia 6
sampai 9 tahun. 79,52 perokok anak putus sekolah mengenal, diperkenalkan, dan diberi rokok
oleh teman. Sejalan dengan yang pertama kali memperkenalkan rokok, maka tempat dimana
anak mulai merokok adalah di rumah teman. Adapun tempat yang paling banyak digunakan
untuk perokok anak putus sekolah yang dominan adalah rumah teman, dan tempat
umum/rekreasi. Perasaan yang mereka rasakan ketika merokok adalah perasaan senang
maskulin, keren, modern, dan gaul. Aktivitas yang dominan ketika merokok adalah mengobrol,
.dan mendengarkan musik.

Kata Kunci : Pemetaan, Rokok, Anak Putus Sekolah

A. Pendahuluan

Hasil penelitian Organisasi Buruh Internasional (ILO) menunjukkan 4,18 juta anak
usia sekolah di Indonesia putus sekolah dan menjadi pekerja anak. Sekitar 19 % dari anak-anak
tersebut berusia di bawah 15 tahun (Tempo, 13 Juni 2005). Survei dilakukan ILO terhadap 1.200
keluarga di lima provinsi, yaitu Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Timur,
dan Sulawesi Selatan.
Tingginya angka anak-anak yang putus sekolah ini, ditengarai menjadi pangkal dari
banyaknya kasus eksploitasi anak di bawah umur, perdagangan anak (trafficking), dan narkoba.
Terjerumusnya anak putus sekolah sebagai pengguna narkoba diawali dengan pengenalan dan
ketertarikan anak terhadap rokok kemudian berlanjut pada kebiasaan merokok.
Hasil survei menunjukkan lebih dari sepertiga penduduk Indonesia merokok. Hal ini
menempatkan Indonesia pada posisi ketiga negara perokok terbanyak di dunia setelah China dan
India. Merokok seolah telah menjadi bagian dari "gaya hidup" masyarakat (Koran Sindo, 2008).
Gaya hidup perokok ini telah merambah usia muda, yakni remaja tanggung usia belasan terutama
remaja atau anak putus sekolah.
Pada bagian ini akan dipaparkan data dan kajian mengenai pemetaan merokok pada
anak putus sekolah ditinjau dari faktor usia, tingkat pendidikan, status orang tua, tingkat
pendidikan dan pekerjaan orang tua serta lingkungan keluarga. Pada tinjauan setiap faktor
disertakan analisis gendernya.

B. Metodologi
Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus – November 2009.Sampel penelitian ini adalah
Anak putus sekolah yang bekerja di pusat-pusat ekonomi/terminal dan lembaga
permasyarakatan dengan jumlah 122 orang yang berusia 10-18 tahun. Data dikumpulkan
melalui kuesioner dan wawancara dan FGD. Semua data primer diolah dengan menggunakan
software SPSS sehingga diperoleh persentase, kemudian dianalisis secara kuantitatif dan
kualitatif.

C. Pembahasan
Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 122 sampel anak putus sekolah di kota Medan
menunjukkan 83 orang (68,03 %) anak putus sekolah merokok, terdiri dari 82 orang anak laki-
laki dan 2 orang anak perempuan. Hasil selengkapnya terangkum pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1 Pemetaan merokok pada anak putus sekolah ditinjau dari faktor usia

Umur
Apakah 12 15 18
9 tahun
ananda Jenis Kelamin 6 tahun < tahun < tahun < tahun < Total
tidak < umur
merokok? umur < 9 umur < umur < umur <
menjawab < 12
tahun 15 18 21
tahun
tahun tahun tahun
Ya Jenis laki-laki 3 2 4 12 35 25 81
kelamin Perempuan 0 0 0 0 2 0 2
Total 3 2 4 12 37 25 83
Jenis laki-laki 1 0 4 10 4 4 23
Tidak kelamin Perempuan 0 6 0 2 0 8 16
Total 1 6 4 12 4 12 39

Dari keseluruhan anak putus sekolah yang merokok sebagaimana disajikan pada grafik

Gambar 1 ditemukan sebanyak 42,17 % anak putus sekolah yang merokok berusia diantara 15

sampai 18 tahun, 14,46 % berusia diantara 12 sampai 15 tahun dan 7,23 % berusia dibawah 12

tahun.

Gambar 1 Pemetaan merokok pada anak putus sekolah berusia 6 – 21 tahun

Sementara itu pada saat kepada mereka ditanyakan mulai usia berapa merokok,

hasilnya menunjukkan 43,37 % anak laki-laki putus sekolah mulai merokok pada usia 9
sampai 12 tahun dan 16,87% pada usia 6 sampai 9 tahun. Ini menunjukkan anak laki-laki putus

sekolah mulai usia termuda 6 tahun sudah mengenal dan memiliki kebiasaan merokok.

Gambar 2 Pemetaan anak putus sekolah mulai merokok

Dari keseluruhan anak putus sekolah yang merokok ditemukan 2,41% anak perempuan

yang semuanya berusia 15 sampai 18 tahun adalah perokok. Namun bila ditinjau dari

keseluruhan anak perempuan putus sekolah yang disurvei maka ditemukan 2 (11,11 %) dari

18 orang anak perempuan adalah perokok. Seperti halnya pada anak laki-laki putus sekolah,

mereka mulai merokok pada usia 9 – 12 tahun.


Sebagian besar anak laki-laki putus sekolah yang merokok memiliki tingkat pendidikan

terakhir SMP sebanyak 38,55 % berikutnya SMA sebanyak 31,33 % dan SD sebanyak 22,89 %.

Ini menunjukkan jenjang pendidikan terakhir berpengaruh terhadap keputusan anak untuk

merokok atau tidak. Anak laki-laki putus sekolah dengan pendidikan terakhir SMA lebih matang

pemikirannya untuk membuat keputusan merokok itu perlu atau tidak. Oleh karena itu persentase

anak putus sekolah yang merokok dengan pendidikan terakhir SMA lebih sedikit dibanding

persentase anak putus sekolah dengan pendidikn terakhir SMP. Ini didukung oleh hasil

penelitian pada anak laki-laki putus sekolah yang tidak merokok, ditemukan bahwa sebagain

besar anak laki-laki putus sekolah yang tidak merokok memiliki pendidikan terakhir SMA yakni

25,64 % diikuti SMP sekitar 23,08 % dan SD 10,26 %.

Kebiasaan merokok pada anak anak laki-laki putus sekolah selain dipengaruhi oleh

jenjang pendidikan terakhir, juga dipengaruhi oleh jenis pendidikan terakhir. Hasil penelitian

menunjukkan anak laki-laki putus sekolah yang merokok dengan pendidikan terakhir setara

SMP dan SMA tetapi lebih menekankan pada pendidikan agama Islam yakni MTs dan MA

hanya 3,61 dan 1,2 %. Anak laki-laki putus sekolah yang pada masa sekolahnya mendapat porsi

pendidikan agama Islam lebih besar memilih untuk tidak merokok.

Sejalan dengan anak laki-laki putus sekolah, pada anak perempuan putus sekolahpun

ditemukan semua anak perempuan putus sekolah yang merokok memiliki pendidikan terakhir

SMP. Pemetaan anak putus sekolah yang merokok dan yang tidak merokok ditinjau dari aspek

tingkat pendidikan selengkapnya disajikan dalam bentuk grafik, berturut-turut pada Gambar 3

dan Gambar 4 berikut ini.


Gambar 3 Pemetaan merokok pada anak putus sekolah SD – SMA
Gambar 4 Pemetaan anak putus sekolah yang tidak merokok SD-SMA
Anak-anak putus sekolah sangat rentan terhadap tekanan hidup dan pengaruh teman.
Hasil penelitian menunjukkan akibat tekanan hidup yang cukup berat yang menimbulkan
perasaan stres, maka 33,73% anak laki-laki putus sekolah mengungkapkan bahwa mereka
merokok untuk menghilangkan stres. Lalu yang lainnya, sebanyak 25,3 % merokok karena ikut
teman atau keluarga dan 18,07% akibat pergaulan serta supaya terlihiat keren sebanyak 14,45%.
Sementara itu anak perempuan putus sekolah yang merokok, semuanya mengungkapkan karena
ikut teman. Pemetaan alasan merokok yang diungkapkan anak-anak putus sekolah, selengkapnya
disajikan pada grafik Gambar 5.
Gambar 5 Pemetaan alasan merokok pada anak putus sekolah

Besarnya pengaruh teman pergaulan terhadap kebiasaan anak putus sekolah merokok

didukung oleh temuan lebih lanjut yakni 79,52% dari mereka pertama kali mengenal rokok dari

temannya, 78,31% pertama kali memperoleh rokok dari temannya kemudian 37,35% pertama

kali merokok di rumah temannya. Adapun anak putus sekolah yang mengenal rokok dari

keluarganya baik dari ayah, ibu, kakek, nenek maupun saudara kandungnya hanya 15,65 % dan

sisanya mengenal rokok dari media dan yang lainnya. Grafik pada Gambar 6 menampilkan

pemetaan darimana anak putus sekolah pertama kali mengenal rokok.


Gambar 6 Pemetaan sumber darimana anak putus sekolah mengenal rokok

Gambar 7 Pemetaan darimana anak putus sekolah pertama kali mendapatkan rokok
Tempat hiburan/olahraga dan rekreasi merupakan tempat kedua setelah rumah teman

yang digunakan anak putus sekolah pertama kali merokok, yakni sebanyak 28,92 % anak putus

sekolah mengungkapkan hal tersebut. Hanya 9,64 % anak putus sekolah yang menyatakan

mereka pertama kali merokok di rumahnya orang tuannya sendiri. Data ini ditunjukkan pada

grafik Gambar 8 berikut ini.

Gambar 8 Pemetaan tempat anak putus sekolah pertama kali merokok

D. Kesimpulan

1. Alasan anak laki-laki maupun anak perempuan putus sekolah meroko yang paling
dominan adalah untuk menghilangkan stress. ikut teman, dan ingin terlihat gaul dan
keren.

2. 77,11% anak putus sekolah mengungkapkan bahwa ayah mereka juga memiliki kebisaan
merokok dan ibu yang merokok ditemukan 16,87%

3. Perokok anak putus sekolah mulai merokok pada usia 9 sampai 12 tahun (43,37 %) dan
16,87% pada usia 6 sampai 9 tahun.
4. 79,52 perokok anak putus sekolah mengenal, diperkenalkan, dan diberi rokok oleh
teman. Sejalan dengan yang pertama kali memperkenalkan rokok, maka tempat dimana
anak mulai merokok adalah di rumah teman.

5. Adapun tempat yang paling banyak digunakan untuk perokok anak putus sekolah yang
dominan adalah rumah teman, dan tempat umum/rekreasi. Perasaan yang mereka rasakan
ketika merokok adalah perasaan senang maskulin, keren, modern, dan gaul. Aktivitas
yang dominan ketika merokok adalah mengobrol, . dan mendengarkan musik.

Daftar Pustaka

Dewi, Eka Fajaryanti. (2008). Kenapa Merokok?. http://dee-themeaningoflife.blogspot.com.


Diakses: Selasa, 6 May 2008

Evy. (2008). Perokok Gaul, Stop Sebelum Kecanduan !. http://www.kompas.com. Diakses:


Kamis 5 Juni 2008

Frued, Sigmund. (2003). Positive personality Profiles. Georgia: Personality Insights

Gunarsa, Singgih. (1999). Psikologi Untuk Membimbing. Jakarta: PBK Gunung Mulia

Himpunan Peraturan dan Etika Periklanan Indonesia. (2007). Periklanan Kosmetik Indonesia.
www.bisnisindonesia.co.id

Kanzun, Ahmad H. (2002). Waktu Luang Bagi Remaja. Yogyakarta: Mitra Pustaka

Lin. (2008). Anak Merokok Karena Iklan Rokok. http://www.kompas.com. Diakses: Rabu 16
April 2008

Makay, J. & Eriksen T. (2002). Tobacco Atlas. http://www.dhiyoga.Wordpress.com

Martha. (2007). Youth VS Tobacco. http://mustikafm.com. Diakses: Selasa, 03 Juli 2007

May. (1994). Get Real. Georgia: Personality Insight

Roan. (1999). Ilmu Kedokteran Jiwa, Psikiatri. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Rona, Campbell. (2008) Anak-anak Populer Bantu Cegah Perokok Pemula.


http://www.republika.co.id

Sundari, Lisda. (2008). Jangan Larang Anak Merokok. http:www.koalisi.org. Diakses: Senin, 12
Mei 2002
Tineke, Agnes. (2002). Bahaya Rokok. http://kompas.com. Diakses: Minggu, , 05 Mei 2002

Yager, Jan. (2006). When Friendship Hurts. Jakarta: Transmedia

Yenny, Maghfiroh. (2008). Jangan Main-main Dengan Rokok. http://www.kompas.com.


Diakses: Jumat, 09 Mei 2008

Você também pode gostar