Você está na página 1de 10

PENUTUP

Kesimpulan

Sebagai warga negara Indonesia, kami bangga memiliki DPR-RI yang mampu berperan aktif

memperjuangkan masalah-masalah yang berkaitan dengan ekonomi, sosial, budaya, dan penegakan hak

asasi manusia di kawasan Asia Tenggara ini. Harapan kami sebagai anak bangsa kepada organisasi antar

parlemen-parlemen negara Asia tenggara, agar tidak disebut sekedar forum seremonial, maka,

‘berbunyilah nyaring’ kepada dunia internasional turut memecahkan permasalahan dan isu-isu aktual

yang sedang dihadapi dunia. Misalnya, bagaimana sikap AIPA menyelesaikan kasus Irak yang adil dan

bermartabat.

Sikap tegas AIPA juga ditunggu untuk memecahkan kasus nuklir Iran yang ditujukan untuk

kepentingan damai. Saatnya AIPA tampil kedepan, karena negara-negara yang ‘mengaku besar’, saat ini

sudah tidak dapat diharapkan keadilannya. Dengan sikap tegas politik yang digaungkan oleh parlemen-

parlemen Asia Tenggara itu, setidaknya dunia mendengar, bahwa AIPA itu bukan hanya berjuang untuk

kepentingan ketertiban kawasan ASEAN, tetapi lebih daripada itu, AIPA mampu berperan untuk

kepentingan masyarakat dunia pada umumnya. Meskipun ‘gertakan’ AIPA itu nanti pada akhirnya hanya

spirit perjuangan moral untuk menegakkan kebenaran dan keadilan.

Saran

Dengan sikap tegas itu, dipastikan AIPA akan mendapatkan tempat dihati masyarakatnya, paling

tidak dunia akan mengakui eksistensi AIPA tersebut, yang telah berbuat sesuatu untuk menyelamatkan

kepentingan masyarakat dunia dari kehancuran. Apabila ‘pesan perdamaian’ itu telah disampaikan oleh

AIPA kepada dunia, yang termasuk didalamnya adalah DPR-RI, maka barulah kami, benar-benar

bertambah bangga menjadi bangsa Indonesia. Selamat untuk Bapak Mr. AIPO Indonesia, Hon. M. Kharis

Suhud, yang telah memperkenalkan AIPO membumi di kawasan ASEAN khususnya, dan dunia pada
umumnya. Semoga Tuhan Yang Maha Esa, senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada

perkumpulan parlemen-parlemen Asia Tenggara ini, untuk memperjuangkan kawasan Asia Tenggara

yang lebih baik lagi. Harapan kami transformasi AIPO menjadi AIPA ini, lebih mempererat tali

persaudaraan dan memberikan sentuhan yang mendalam (keep and touch) antar parlemen negara-negara

anggota ASEAN.
PENDAHULUAN

Latar Belakang

AIPO (ASEAN Inter-Parliamentary Organization) secara resmi didirikan pada tanggal 2

September 1977, merupakan wadah pemersatu bagi parlemen-parlemen Asia Tenggara. Embrio

terbentuknya AIPO diawali beberapa pertemuan kegiatan kunjungan bilateral antar anggota parlemen

lima negara-negara anggota ASEAN untuk menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesepahaman untuk

saling membantu dan mendorong terwujudnya kerjasama yang lebih erat untuk memecahkan

permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapi negara-negara ASEAN.

Pertemuan pertama diberi nama First ASEAN Parliamentary Meeting (APM). Pertemuan APM

ke-2 diselenggarakan di Kuala Lumpur-Malaysia, mengadopsi statutes of the ASEAN Parliamentary

Cooperation yang draftnya dirumuskan oleh Indonesia, menghasilkan draft statuta bernama: “Statutes of

the ASEAN Parliamentary Cooperation” dan Deklarasi bersama (joint declaration), antara lain:

meningkatkan kerja sama yang lebih erat antara parlemen negara-negara anggota ASEAN, yang bertugas

mencari jalan untuk menyelesaikan permasalahan guna mencapai tujuan bersama. Tindaklanjut

pertemuan APM pertama diselenggarakan di Tugu-Bogor pada tanggal 12-15 Mei 1975, kemudian

terbentuk Working Committee, salah satu tujuannya adalah meletakkan dasar untuk membentuk sebuah

forum/wadah bagi parlemen negara-negara anggota ASEAN, guna memberi kontribusi nyata bagi

kesejahteraan dan perdamaian kawasan Asia Tenggara khususnya, dan dunia pada umumnya.

ASEAN Charter yang dikembangkan ASEAN telah berubah dari bentuk asosiasi, menjadi suatu

organisasi yang berkepribadian hukum (legal personality), sebagai landasan yuridis untuk mencapai

tujuan dan sasaran bersama yang diinginkan. APM yang ke-3 dilaksanakan di Manila-Philipina,

menyetujui the Statutes of AIPO secara resmi menandai berdirinya AIPO, sekaligus perubahan APM

menjadi AIPO. Sidang Umum AIPO diadakan secara periodik setiap tahun sekali, ketua parlemen negara

penyelenggara merangkap sebagai presiden AIPA.


PEMBAHASAN

PERANAN PARLEMEN LEGISLATIF DI DALAM NASIONAL DAN INTERNASIONAL

SIUM ke-27 diselenggarakan di Cebu City-Philipina menyepakati rekomendasi Ad Hoc

Committee untuk melakukan transformasi AIPO menjadi institusi yang efektif dan terintegrasi dengan

ASEAN. Amandemen statuta AIPO, termasuk di dalamnya adalah perubahan nama AIPO menjadi AIPA

oleh sidang luar biasa executive committee yang diadakan di Kuala Lumpur. Deklarasi ASEAN

dilaksanakan di Bangkok-Thailand Agustus 1967 salah satu tujuan deklarasi itu adalah mewujudkan visi

ASEAN 2020, Bali Concord II tahun 2003.

Visi mulia yang perlu mendapat dukungan dan difasilitasi untuk menuju terwujudnya komunitas

ASEAN berdasarkan pada pilar: ASEAN Security Community (ASC), ASEAN Economic Community

(AEC) dan ASEAN Socio-Cultural Community ((ASCC). Terwujudnya komunitas ASEAN (ASEAN

Community) yang terintegratif perlu terus didorong dan difasilitasi melalui peran aktif para anggota

parlemen dan organisasi kemasyarakatan lainnya, guna lebih mempererat hubungan parlemen-parlemen

negara Asia Tenggara.

AIPA perlu memiliki perundang-undangan bersama (common legislative initiative), untuk

dikembangkan menjadi perundang-undangan nasional. Legislasi bersama itu, dapat memberi jalan keluar

untuk memfasilitasi proses ratifikasi berbagai kesepakatan-kesepakatan yang telah dicapai bersama oleh

ASEAN, sehingga ASEAN Community tersebut dapat diwujudkan. Peranan AIPA sangat besar untuk

mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran di kawasan Asia Tenggara, sebagai buktinya adalah aktifnya

para anggota parlemen membahas dan mencari solusi bagi masalah-masalah yang menyangkut

kepentingan bersama.

Tujuan dibentuknya AIPO adalah untuk meningkatkan kesadaran, solidaritas, kerjasama, dan

hubungan yang lebih erat serta meningkatkan aspirasi regional bagi terwujudnya perdamaian, stabilitas
pertahanan, dan kemajuan negara-negara anggota ASEAN. Pada saat berdirinya, AIPO beranggotakan

lima parlemen negara-negara ASEAN, yakni: Indonesia, Malaysia, Philipines, Singapore dan Thailand.

Kemudian pada tahun 1995 dan 1997 AIPO bertambah jumlahnya menjadi tujuh anggota, menyusul

Vietnam dan Laos. Kemudian September 1999, Kamboja menyusul bergabung dengan AIPO. Sesuai

prinsip anggaran dasarnya, keanggotaan AIPO itu terbuka bagi parlemen-parlemen negara anggota

ASEAN. Khusus untuk Brunei Darussalam dan Myanmar, karena sistem pemerintahan kedua negara itu,

belum memiliki parlemen, maka belum dapat bergabung dengan AIPO.

Namun setiap ada kegiatan yang diselenggarakan oleh AIPO, kedua negara itu, tetap berperan

aktif sebagai Peninjau Khusus (Special Observer). Selain anggota tetap, AIPO juga membina hubungan

kerjasama dengan parlemen-parlemen negara lain diluar anggota ASEAN, yang berkedudukan sebagai

parlemen mitra dialog (dialogue partner) terdiri dari: parlemen Australia, Amerika Serikat, Kanada, Cina,

Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru, Papua New Guinea, Federasi Rusia, dan Federasi Eropa, serta

parlemen yang berstatus sebagai peninjau (observer). Sidang Umum ke-28 AIPA akan diselenggarakan

pada tanggal 19-24 Agustus 2007 di Kuala Lumpur-Malaysia, bertepatan dengan perayaan hari ulang

tahun AIPO ke-30.

Peringatan ini memiliki sentuhan yang mendalam bagi parlemen-parlemen negara Asia Tenggara,

karena bertepatan dengan peresmian transformasi ASEAN Inter-Parliamentary Organization (AIPO)

menjadi ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA). Sampai dengan ulang tahunnya ke-30, AIPO

beranggotakan 8 parlemen bernama: ASEAN member countries (Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia,

Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam). Secara filosofis, dan historis berdirinya AIPO, terkait erat

dengan pembentukan Association of Southeast Asian Nation (ASEAN), melalui deklarasi ASEAN yang

ditandatangani pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok-Thailand. Indonesia, Filipina, Singapura dan

Thailand adalah lima negara yang tercatat dalam sejarah sebagai the founding fathers terbentuknya

ASEAN.
Pembentukan AIPO ini tidak terlepas dari peran aktif yang dijalankan oleh DPR-RI, sebagai salah

satu negara penandatangan statuta berdirinya AIPO pada tahun 1977. Sampai saat ini, DPR-RI terus-

menerus aktif memperjuangkan masalah-masalah yang sedang dihadapi Asia Tenggara. Sebagai bangsa

Indonesia kami bangga, memiliki DPR-RI dapat memberikan kontribusi nyata dalam percaturan regional.

DPR-RI adalah mewakili bangsa Indonesia dalam kedudukannya bertindak untuk dan atas nama seluruh

rakyat Indonesia, melaksanakan amanat Pembukaan UUD 1945 yaitu: ‘ikut melaksanakan ketertiban

dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial’. Peranan AIPA diharapkan

menjadi alat kontrol terhadap perkembangan situasi di kawasan Asia Tenggara.

Memasuki abad ke- 21 ini, situasi global telah berubah cepat menjadi masyarakat yang

demokratis dan transparan, dituntut peranan AIPA untuk lebih meningkatkan kepekaannya terhadap

perubahan-perubahan sosial dewasa ini. AIPA agar terus mendorong terwujudnya isi deklarasi ASEAN,

sehingga masyarakat negara-negara anggota ASEAN mampu menjadi masyarakat yang percaya pada diri

sendiri, memiliki wawasan kedepan, serta aktif melakukan kerjasama baik secara bilateral, multilateral,

maupun internasional. Hubungan antara AIPO dengan ASEAN telah dibangun dan diefektifkan melalui

interaksi langsung, dialog, pertemuan dan konsultasi.

Wujudnya, setiap kali penyelenggaraan sidang, AIPO selalu mengundang pimpinan ASEAN

selaku ketua ASEAN Standing Committee, untuk menyampaikan langkah-langkah maju yang telah

dicapai oleh ASEAN. Begitu juga, presiden AIPO senantiasa menghadiri setiap pertemuan KTT ASEAN,

untuk melaporkan kemajuan-kemajuan yang telah dicapai AIPO. Concept paper yang diajukan oleh

parlemen Indonesia, diterima sebagai usul untuk mewujudkan satu peta jalan (roadmap) transformasi

AIPO menjadi institusi yang efektif dan terintegratif sebagai cerminan kehendak rakyat. Sidang

merekomendasikan untuk melaksanakan survei comparatif tentang legislasi yang berkaitan dengan isu-isu

khusus dan mengindentifikasikan permasalahannya, kemudian membuat legislasi yang merupakan

concern bersama isu trans- nasional.


AIPO berpandangan bahwa setiap manusia, tanpa membedakan suku bangsa, warna kulit, jenis

kelamin, agama, kebangsaan, etnik golongan, status sosial dan keluarga, memiliki hak untuk hidup,

martabat dan menikmati hasil pembangunan. Perhimpunan parlemen negara-negara anggota ASEAN

dibentuk mempunyai maksud dan tujuan yang jelas sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar

amandemen the statutes of AIPO antara lain: memajukan solidaritas, kesepahaman, kerjasama dan

hubungan yang lebih erat diantara Parlemen negara-negara ASEAN, negara peninjau khusus AIPA,

negara peninjau dan organisasi keparlemenan lainnya. Transformasi AIPO menjadi AIPA berawal dari

usulan parlemen Philipina mengajukan konsep tentang kemungkinan mendirikan parlemen ASEAN pada

SIUM ke-3 AIPO di Jakarta.

Keberhasilan perubahan AIPO menjadi AIPA tidak terlepas dari peran aktif yang dijalankan oleh

delegasi Indonesia, untuk memperjuangkan perubahan eksistensi sebuah organisasi. Berawal dari

keinginan Indonesia untuk menjadi tuan rumah penyelenggaraan AIPO Adhoc Committee tentang

transformasi AIPO menjadi sebuah institusi yang lebih efektif dan terintegratif. Delegasi Indonesia

membentuk tim kecil dan mengadakan kunjungan ke beberapa negara anggota AIPO, dalam rangka

merumuskan konsep roadmap transformasi AIPO. Gagasan Indonesia itu, pada akhirnya diterima sebagai

konsep dasar bagi transformasi AIPO menjadi AIPA.

Peranan Sekretaris Jenderal AIPA sangat strategis untuk mensosialisasikan AIPA kepada

masyarakat di kawasan ASEAN khususnya, dunia pada umumnya. Sekretariat tetap AIPO berkedudukan

di Jakarta ditetapkan pada tanggal 17 Februari 1990 berdasarkan amandemen statuta AIPO. Dengan

sendirinya Sekretariat AIPO itu juga berubah menjadi Sekretariat AIPA. Sekretariat AIPA dipimpin oleh

seorang Sekretaris Jenderal berdomisili di tempat Sekretariat tetap AIPA berada. Sekretariat tetap AIPA

di Jakarta, dapat dimaknai sebagai bentuk apresiasi dan kepercayaan parlemen-parlemen Asia Tenggara

kepada kinerja Setjen DPR-RI pada umumnya, dan Bagian AIPO pada khususnya. Setjen DPR-RI tidak

hanya dituntut untuk mampu melayani secara teknis administratif, kualitas, produktivitas dan kinerja yang

ditujukan terbatas hanya untuk pelaksanaan fungsi dan tugas DPR-RI secara internal , tetapi lebih
daripada itu, Setjen DPR-RI juga diuji kemampuannya secara berkesinambungan untuk mampu melayani

kegiatan parlemen-parlemen yang bersifat regional. Indonesia pernah dipercaya menjadi Sekretaris

Jenderal secara permanent yaitu M.J.B.P Maramis, yang ditetapkan pada SIUM ke-11 AIPO di

Singapura. Dalam perkembangannya Sekjen AIPO itu adalah Sekjen parlemen negara tuan rumah

penyelenggara SIUM dengan masa jabatan 1(satu) tahun bersamaan dengan masa jabatan presiden AIPO.

Dengan kepercayaan itu, Setjen DPR-RI senantiasa dapat menjaga kehormatan, martabat, citra serta

kewibawaannya. Keputusan Sekretariat tetap AIPO di Jakarta itu, hendaknya dijadikan spirit oleh Bagian

AIPO Setjen DPR-RI, sebagai dorongan untuk terus-menerus meningkatkan kinerjanya dengan sebaik-

baiknya, yang pada akhirnya akan dapat mengharumkan nama baik bangsa dan negara dimata parlemen-

parlemen negara ASEAN.


DAFTAR ISI

1. PENDAHULUAN

Latar Belakang………………………………………………………………………. 1

2. PEMBAHASAN

PERANAN PARLEMEN LEGISLATIF DI DALAM NASIONAL DAN

INTERNASIONAL……………………………………………………………….. 2

3. PENUTUP

Kesimpulan………………………………………………………………………… 7

Saran……………………………………………………………………………….. 7

4. DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………... 8
PERANAN PARLEMEN LEGISLATIF DI DALAM NASIONAL DAN
INTERNASIONAL

“Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas

Mata kuliah Sistem Pemerintahan Republik Indonesia”

Disusun Oleh :

Yawaris Abdillah

41153010080015

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LANGLANGBUANA

BANDUNG

2010

Você também pode gostar