Você está na página 1de 8

ANTAGONISME OBAT

Created By : Candra

ANTAGONISME OBAT

Antagonis obat tidak hanya penting untuk merancang obat atau dalam membuat
komposisi obat, tapi juga digunakan secara luas karena banyak aksi obat berdasarkan
antagonis dengan agonis endogen, seperti biokatalis, hormon dan neurotransmiter atau
kemungkinan bekerja sebagai animetabolit terhadap metabolit penting pada proses biokimia.

Senyawa Agonis adalah senyawa yang dapat menghasilkan respons biologis tertentu
serupa dengan senyawa agonis endogen. Senyawa Antagonis adalah senyawa yang dapat
menetralisir atau menghilangkan respons biologis senyawa agonis. Pada dasarnya senyawa
antagonis mempunyai dasar struktur yang mirip dengan senyawa agonis.

Pengetahuan tentang agonis dan antagonis penting untuk diketahui karena dapat
digunakan untuk:

1. Merancang kombinasi obat, terutama dalam formulasi obat di industri farmasi.


2. Pembuatan komposisi obat, terutama dalam pencampuran obat di apotek.
3. Merancang senyawa antagonis terhadap senyawa agonis endogen, seperti: transmiter.
Rancangan ini terutama dikembangkan di bagian riset dan pengembangan.

Pengetahuan tentang agonis-antagonis juga penting untuk mengetahui dan


mengantisipasi kemungkinan terjadinya bahaya interaksi obat.

Kombinasi obat

Penurunan efek satu obat yang lain atau antagonis antar obat pada umumnya tidak
diinginkan, tapi kadang-kadang juga diinginkan. Pada kasus penurunan efek obat yang tidak
diinginkan, kombinasi obat dikatakan tidak sesuai (incompatible).

Bila senyawa antagonis diberikan sebelumnya dan obyek biologis menjadi tidak
sensitif terhadap obat kedua, maka terjadi proses desensitisasi atau pencegahan aksi obat.
Bila senyawa antagonis diberikan sesudah agonis, yang dimaksudkan untuk
menghilangkan efek agonis atau efek sampingnya, maka disebut efek kuratif, misal untuk
pengobatan keracunan obat, senyawa antagonis berfungsi sebagai antidotum.

Kombinasi obat kemungkinan juga dapat meningkatkan aktivitas obat, yaitu:

1. Efek potensiasi, dengan cara:

1. meningkatakan ketersediaan farmasetik,


2. meningkatkan ketersediaan biologis dengan proteksi terhadap proses bioinaktivasi,
3. menurunkan ekskresi obat,
4. meningkatkan proses bioaktivasi.

1. Efek sinergisme, yang berdasarkan pengaruh pada fasa farmakodinamik.

Kombinasi obat digunakan bila:

1. Obat-obat tersebut mempunyai efek potensial, atau dosis yang digunakan untuk
masing-masing obat menjadi lebih rendah dan dapat menghasilkan efek terapetik yang
sama dengan efek samping yang lebih kecil.
2. Salah satu obat menyembuhkan infeksi sedang obat yang lain untuk meringankan atau
menghilangkan gejala-gejala yang timbul.
3. Untuk mencegah resistensi mikroorganisme.
4. Pada kasus dimana penyebab infeksi tidak dapat diidentifikasi secara cepat, sedang
pasien memerlukan penanganan dengan segera.
5. Pada penyakit yang disebabkan oleh parasit, obat-obat kombinasi yang bekerja
melalui mekanisme aksi berbeda dapat meningkatkan aktivitas terhadap
mikroorganisme.
6. Pada kasus dimana terjadi infeksi ganda, seperti infeksi kulit yang disebabkan oleh
bakteri gram + dan gram - atau bakteri aerob dan anaerob.
7. Kombinasi obat lebih murah dan lebih nyaman penggunaannya dibanding bila
digunakan secara terpisah.

Kombinasi obat menjadi tidak rasional atau tidak diinginkan bila:

1. Salah satu obat menimbulkan efek potensial yang berlebihan terhadap obat lainnya.
2. Salah satu obat tidak tercampurkan dengan obat yang lain oleh karena berinteraksi
secara kimia, atau karena dapat menghambat atau bersifat antagonis terhadap efek
terapetik obat yang lain.
3. Bila kombinasi obat tidak lebih baik efeknya dibanding bila diberi obat tunggal.

Kombinasi obat kemungkinan juga mempunyai kerugian karena:

1. Tidak ada fleksibilitas dosis.


2. Sering terjadi dosis yang diberikan tidak cukup, sehingga kemungkinan terjadi
pengobatan yang tidak adekuat.
3. Dapat mempengaruhi identifikasi atau diagnosa penyakit.
4. Toksisitas salah satu obat mungkin mempengaruhi dosis terapi dari obat yang lain.
5. Toksisitas yang dihasilkan oleh kombinasi obat sering diasosiasikan sebagai toksisitas
salah satu obat.
6. Dapat terjadi reaksi kimia antar obat kombinasi selama penyimpanan.
7. Jarang diperlukan penggunaan lebih dari satu obat untuk pengobatan kelainan fungsi
organik.

Antagonis Pada Fasa Farmakonkinetik

Antagonis pada fasa farmakokinetik pada umumnya adalah antagonis kimia atau
netralisasi. Dasar dari antagonis kimia adalah adanya interaksi antar obat pada obyek
biologis sesudah absorpsi. Antagonis kimia akan berinteraksi dengan senyawa agonis
menghasilkan produk tidak aktif sehingga jumlah agonis yang berinteraksi dengan reseptor
menurun dan aktivitas biologis obat juga dapat menurun. Hal tersebut digambarkan secara
skematis sebagai berikut:

Agonis (+) + Reseptor (R) 0 kompleks A-R 0 Stimulus 0 0 efek biologis

Antagonis Kimia

Produk tidak aktif


Hubungan antara efek biologis dengan log dosis digambarkan dalam kurva sebagai
berikut.

Potensi antagonis kimia tergantung pada kemampuan untuk berinteraksi dengan


senyawa agonis.

Contoh antagonis kimia:

1.
1. Antikoagulan heparin yang bersifat asam dapat berinteraksi dengan protamin
yang bersifat basa sehingga senyawa menjadi tidak aktif.
2. Ion merkuri (Hg++) dapat membentuk kelat yang nontoksik dan mudah larut
dalam air dengan dimerkapol sehingga menjadi tidak aktif. Hal ini dapat
digunakan untuk merancang senyawa kelat sebagai anti dotum keracunan
logam berat.

Antagonis Antar Obat Pada Fasa Farmakodinamik

Antagonis farmakodinamik adalah antagonis yang mempengaruhi proses interaksi


obat resptor, sehingga respons biologis obat menurun. Interaksi dapat bersifat kompetitif dan
nonkompetitif.

1.
1. Antagonis Kompetitif

Antagonisme antara agonis dan antagonis (obat-obat yang rumus kimianya hampir
sama) yang dapat mengadakan interaksi dengan reseptor yang sama, tapi dengan
afinitas dan aktivitas intrinsik yang berbeda.

agonis (A) + reseptor (R) 0 kompleks A-R 0 stimulus 0 0 efek biologis

antagonis kompetitif

contoh:

1.
1.
1.
1. antihistamin dan histamin
2. kolinergenik dan antikolinergenik
3. spironolakton dan aldosteron

Antagonis kompetitif dapat diatasi dengan meningkatkan kadar senyawa agonis.


Potensi antagonis kompetitif tergantung dari afinitas senyawa terhadap reseptor.

Antagonis kompetitif dibagi dua, yaitu:

1. Antagonisme Kompetitif Ekuilibrium (Reversible)

agonis dan antagonis memperebutkan reseptor yang sama dan interaksi dengan
reseptor bersifat reversible.

Respon

tidak ada respon

2. Antagonisme Kompetitif Nonekuilibrium (irreversible)

agonis dan antagonis memperebutkan reseptor yang sama, ikatan/komplek yang


terjadi antara antagonis dengan reseptor sangat kuat sehingga sulit lepas

respon

1. Antagonis Nonkompetitif

Penghambatan efek agonis oleh antagonis nonkompetitif tidak dapat diatasi dengan
meningkatkan kadar agonis. Akibatnya efek maksimal yang dicapai akan berkurang,
tapi afinitas agonis terhadap reseptornya tidak berubah. Antagonis nonkompetitif
terjadi bila:

1. Antagonis mengikat reseptor secara irreversible, di receptor site maupun tempat lain,
sehingga menghalangi ikatan agonis dengan reseptornya. Dengan demikian antagonis
mengurangi jumlah reseptor yang tersedia untuk berikatan dengan agonisnya,
sehingga efek maksimal akan berkurang. Tapi afinitas agonis terhadap reseptor yang
bebas tidak berubah. Afinitas senyawa agonis dan antagonis terhadap reseptor
sama, tapi aktivitas intrinsiknya berbeda.
Contoh: fenoksibenzamin mengikat reseptor adregenik alfa di receptor site secara
ireversibel.

1. Antagonis mengikat bukan pada molekul reseptornya sendiri tapi pada komponen lain
dari sistem reseptor, yakni pada molekul lain yang meneruskan fungsi reseptor dalam
sel target. Ikatan antagonis tersebut akan mengurangi efek yang timbul dari
agonis, namun afinitas agonis terhadap reseptor tidak berubah.
2. Menghalangi transmisi impuls. Interaksi senyawa antagonis dengan sel yang berbeda
dapat menyebabkan halangan transmisi impuls senyawa agonis sehingga efek biologis
yang dihasilkan akan menurun.

Contoh agonis : striknin ( perangsang saraf pusat) dengan antagonis prokain


(anestesi setempat)

1. Berinteraksi dengan makromolekul (membran, sel atau jaringan) yang sama dengan
obat agonis, yang merupakan bagian dari sistem reseptor-efektor, sehingga terjadi
penurunan efek biologis.

Contoh :

Agonis : striknin dengan antagonis : kurare

1.
1. Antagonis Fungsional dan Fisiologik

Bila dua senyawa agonis yang mempunyai efek "berlawanan" [efek (+) dan efek (-)]
diberikan secara bersama-sama maka dapat mengubah parameter biologis, sehingga
terjadi efek antagonis.

Antagonis fungsional adalah apabila dua senyawa agonis yang mempunyai efek
"berlawanan" bekerja pada satu sel atau sistem yang sama, tapi pada tempat yang
berbeda.

Contoh antogonis fungsional :

Spamogen, seperti histamin dan senyawa kolinergenik, dengan fJ - adregenik, seperti


isoprenalin, yang bekerja pada sel yang sama yaitu otot polos jaringan bronki.
Antagonis fisiologis adalah bila dua senyawa agonis yang mempunyai efek
"berlawanan" bekerja pada organ atau jaringan yang berbeda sehingga dihasilkan efek
resultante.

Contoh antagonis fisiologis :

a - adregenik, seperti norepinephrin, menimbulkan efek vasokontriksi arteri sehingga


meningkatkan tekanan darah, apabila dikombinasikan dengan fJ - adregenik, yang
menimbulkan efek vasodilatasi pada kapiler dan menurunkan tekanan darah, maka
akan mempengaruhi tekanan darah dan terjadi efek resultante.

1.
1. Antagonis Tipe Kompleks

Antagonis tipe ini kerjanya sangat kompleks.

Contoh:

1.
1. senyawa bakteriostatik bekerja sebagai antibakteri dengan menghambat
sintesis protein, sehingga menghambat pertumbuhan bakteri dan tidak
mematikan bakteri.
2. senyawa bakterisid bekerja sebagai antibakteri dengan menghambat sintesis
mukopeptida yang dibutuhkan untuk pembentukan dinding sel bakteri,
akibatnya dinding sel mudah lisis dan bakteri mengalami kematian.

Apabila senyawa bakteriostatik dan bakterisid dikombinasi, efek bakteriostatik akan


menghentikan pertumbuhan sel bakteri, sehingga senyawa bakterisid menjadi tidak
aktif terhadap bakteri.

1.
1. Agonis Parsial

Adalah gonis yang lemah, artinya agonis yang mempunyai aktivitas intrinsik atau
efektivitas yang rendah sehingga menimbulkan efek maksimal yang lemah. Akan
tetapi, obat ini akan mengurangi efek maksimal yang ditimbulkan oleh agonis penuh.
Oleh karena itu agonis parsial disebut juga sebagai antagonis parsial.
Contoh :

Nalorpin adalah agonis parsial atau antagonis parsial, denagn morfin sebagai agonis
penuh dan nalokson sebagai antagonis kompetitif yang murni. Nalorpin dapat
digunakan ebagai antagonis pada keracunan morfin, tapi bila diberikan sendiri
nalorpin juga menimbulkan efek opiat dengan derajat yang lebih ringan. Nalokson,
yang tidak mempunyai efek agonis, akan mengantagonis denagn sempurna semua
efek opiat dari morfin.

DAFTAR PUSTAKA

Hardjono, Suko dan Purwanto. Kimia Medisinal l. Laboratorium Kimia Medisinal


Fakultas Farmasi Universitas Airlangga: Surabaya

Você também pode gostar