Você está na página 1de 106

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Suatu kemajuan perekonomian akan berdampak terhadap peningkatan

investasi dan pembangunan usaha bagi perusahaan maka dengan sendirinya akan

meningkatkan persaingan antar perusahaan dalam usaha pencarian dana.

Peningkatan perkembangan suatu usaha tidak terlepas dari modal yang semakin

meningkat pula. Demikian pula halnya dengan perusahaan-perusahaan besar yang

membutuhkan dana untuk mengembangkan usahanya, maka sebagai alternative

untuk pendanaan perusahaan tersebut adalah dengan menjual saham-sahamnya

kepada masyarakat yang dkenal dengan go publik.

Saham perusahaan yang go publik merupakan salah satu investasi yang

beresiko tinggi, karena sifatnya yang sangat peka terhadap perubahan-perubahan

yang terjadi di sekitar perusahaan. Adapun perubahan-perubahan tersebut meliputi:

perubahan ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan keamanan, serta keadaan

yang terjadi di dalam perusahaan itu sendiri.

Sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan perusahaan akan dana

tersebut, juga meningkatkan minat investor untuk melakukan investasi terutama

pada saham, hal ini disebabkan karena anggapan bahwa dengan membeli saham

tersebut, maka akan memperoleh keuntungan yang lebih besar. Dimana keuntungan

yang ingin diperoleholeh pemegang saham sejalan dengan tujuan perusahaan secara

keseluruhan bukan hanya untuk memperoleh laba (profit) semata, namun tepatnya

untuk memaksimumkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan merupakan harga yang

1
bersedia dibayar oleh para calon investor (pembeli) dalam bentuk saham apabila

mereka bermaksud berinvestasi ke perusahaan tersebut.

Keberhasilan perusahaan dapat dilihat dari laju pertumbuhan yang tinggi

dimana pertumbuhan tersebut memerlukan dukungan tambahan investasi. Salah satu

alternatif pilihan perusahaan dalam memperoleh tambahan dana adalah dengan

menjual surat-surat berharga, apakah dalam bentuk obligasi, saham ataupun surat

berharga lainnya. Saham ataupun share merupakan instrument yang paling dominan

diperdagangkan. Untuk melakukan kegiatan tersebut maka diperlukan Pasar Modal.

Investasi dalam saham adalah kepemilikan atau pembelian saham-saham

perusahaan lain oleh suatu perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh pendapatan

(income). Untuk mencapai tujuan tersebut, investor memerlukan pertimbangan yang

matang dan informasi yang akurat karena investasi dalam saham merupakan jenis

investasi dengan resiko yang relatif tinggi dengan keuntungan relatif. Keuntungan

yang diterima oleh pemegang saham bisa berupa capital Gain dan Deviden. Capital

gain adalah keuntungan dari penjualan saham jika harga jualnya lebih tinggi dari

harga pembelianya, sedangkan deviden adalah bagian dari laba perusahaan yang

dibagikan kepada para pemegang saham.

Turunya laba dapat mengakibatkan turunnya harga saham dan ini berarti

kerugian bagi investor. Harga saham dipengaruhi baik oleh kinerja tahun ini

maupun kinerja yang diharapkan di masa yang akan datang, artinya terjadi

pergerakan searah antara kinerja perusahaan dengan harga saham.

Semakin meningkatnya persaingan menyebabkan suatu perusahaan di dalam

menjalankan usahanya tidak hanya mengandalkan modal yang besar dan

pengalaman kerja saja tetapi harus didukung dengan manajer yang memiliki

2
kemampuan manajemen yang memadai untuk menjalankan atau mengelola kegiatan

operasionalnya. Oleh karena itu manajer harus memiliki pengetahuan yang luas

tentang bidang manajemen dan mampu menerapkannya dalam kegiatan perusahaan

tersebut. Manajemen merupakan alat dalam melaksanakan perencanaan,

pengarahan, pengorganisasian, pengkoordiansian, dan melakukan pengawasan

terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan.

Fungsi keuangan merupakan salah satu fungsi operasional di samping

pemasaran dan fungsi lainnya dalam suatu perusahaan. Dalam ilmu manajemen

modern tujuan suatu perusahaan selain untuk memaksimalkan keuntungan,

peningkatan nilai kekayaan dan kesinambungan hidup adalah merupakan sasaran

yang dicapai melalui berbagai aktivitas pokoknya, yang mana dengan pencapaian

tujuan tersebut diharapkan perusahaan dapat mewujudkan tujuan pokoknya yaitu

memakmurkan para pemegang saham. Oleh karena itu pengelolaan keuangan

perusahaan adalah merupakan tuntutan yang harus dilaksanakan oleh seorang

manajer keuangan, baik pada perusahaan industri, perdagangan dan perusahaan

yang bergerak di bidang jasa.

Menurut Weston dan Copeland (terjemahan Jaka Wasana dan Kirbrandoko,

1998, hal 15) fungsi keuangan yang utama adalah dalam hal keputusan investasi,

pembiayaan dan deviden ntuk suatu organisasi. Fungsi keuangan merupakan salah

satu fungsi operasional perusahaan disamping pemasaran dan fungsi lainnya dalam

perusahaan. Jadi manajemen keuangan dapat diartikan sebagai manajemen dana,

baik yang berkaitan dengan pengalokasian dana dalam bentuk investasi secara

efektif maupun usaha pengumpulan dana untuk pembiayaan investasi atau

pembelanjaan secara efektif dan efisien.

3
Pada prinsipnya pemenuhan kebutuhan dana dalam suatu perusahaan dapat

disediakan dari sumber intern perusahaan, yaitu sumber dana yang dibentuk atau

dihasilkan sendiri di dalam perusahaan, misalnya dana yang berasal dari keuntungan

perusahaan yang tidak dibagikan atau laba yang ditahan dalam perusahaan (retained

earning). Makin besar sumber dana yang berasal dari laba ditahan akan memperkuat

posisi keuangan perusahaan dalam menghadapi kesulitan keuangan di waktu-waktu

mendatang.

Disamping sumber intern, dalam memenuhi kebutuhan dana suatu

perusahaan dapat pula menyediakan dari sumber ekstern, yaitu sumber dana yang

berasal dari tambahan penyertaan modal dari pemilik saham baru, penjualan obligasi

dan kredit dari bank. Apabila perusahaan memenuhi kebutuhan dananya berasal dari

pinjaman, dikatakan perusahaan tersebut melakukan pendanaan hutang atau

pembelanjaan hutang (debt financing). Jika kebutuhan dana diperoleh dari pemilik

saham baru dikatakan perusahaan itu melakuka pendanaan atau pembelanjaan modal

sendiri.

Dalam pengelolaan dana manajer keuangan bertindak sebagai pembuat

keputusan. Manajer bertanggung jawab untuk menyediakan secukupnya dana yang

diperlukan perusahaan untuk melanjutkan kegiatan usahanya. Manajer juga harus

menyediakan dana untuk membayar utang-utang, membelanjai piutang dan

persediaan, melakukan perundingan-perundingan dengan lembaga-lembaga

keuangan dalam usaha mencari sumber-sumber dana jangka panjang, mengatur

pengeluaran-pengeluaran dan kegiatan-kegiatan lainnya yang berhubungan dengan

manajemen dana. Selain itu juga harus menyediakan dana untuk membelanjai

4
proyek-proyek baru dan untuk membayar deviden kepada para pemegang saham.

(Indriyo Gitosudarmo, 1994 hal 4).

Seorang investor ketika berinvestasi di pasar modal tentunya akan

mempertimbangkan return (tingkat pengembalian) dan risiko atas pilihan

investasinya. Untuk mengukur tingkat risiko dan tingkat keuntungan (return) yang

investor harapkan pada sekuritas seperti saham, ada beberapa cara yang biasa

digunakan. Menurut Sri Handaru Yuliati dkk (1996, hal.130-137) ada dua

pendekatan analisis yang digunakan dalam analisis sekuritas yaitu analisis

fundamental dan analisis teknikal. Pada analisis fundamental, ide dasar pendekatan

ini adalah harga sekuritas akan dipengaruhi oleh kinerja perusahaan (misalnya

tingkat penjualan dan laba usaha). Analisis fundamental dimulai dari memahami

siklus usaha secara umum (perekonomian), industri dan akhirnya mengevaluasi

kinerja emiten (perusahaan) dan sekuritas yang diterbitkannya.

Analisis teknikal didasarkan pada anggapan bahwa harga suatu sekuritas

akan ditentukan oleh penawaran dan permintaan terhadap sekuritas tersebut.

Analisis teknikal didasarkan pada asumsi dasar, yaitu:

1. Harga sekuritas akan ditentukan oleh interaksi antara penawaran dan permintaan

sekuritas.

2. Penawaran dan permintaan sekuritas itu sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor

baik yang rasional maupun yang irrasional.

3. Perubahan harga sekuritas cenderung bergerak pada satu arah tertentu (trend).

4. Pergeseran penawaran dan permintaan sekuritas akan mempengaruhi arah

perubahan harga.

5
5. Pola-pola tertentu yang terjadi dimasa lampau akan terulang kembali pada masa

yang akan datang.

Salah satu metode yang termasuk dalam proses analisa fundamental

adalah analisa laporan keuangan yang dinyatakan dalam bentuk rasio-rasio

keuangan (finansial), yang diperoleh dengan membandingkan pos-pos yang

terdapat pada laporan keuangan perusahaan (Neraca dan Laporan Laba/Rugi).

Analisis laporan keuangan khusus mencurahkan perhatian kepada perhitungan rasio

agar dapat mengevaluasi keadaan finansial perusahaan pada masa lalu, sekarang

dan memproyeksikan hasil yang akan datang.

Menurut Suad Husnan dan Enny Pudjiastuti (2004, hal 38), untuk

melakukan analisis rasio keuangan, diperlukan rasio-rasio keuangan yang

mencerminkan aspek-aspek tertentu. Rasio keuangan mungkin dihitung

berdasarkan atas angka-angka yang ada dalam neraca saja, dalam laporan laba/rugi

saja, atau pada neraca dan laporan laba/rugi. Setiap analisis keuangan bisa saja

merumuskan rasio tertentu yang dianggap mencerminkan aspek tertentu. Karena itu

pertanyaan pertama yang perlu dijawab adalah aspek-aspek yang dinilai.

Rasio dapat dihitung berdasarkan laporan keuangan yang telah tersedia yang

terdiri dari :

1. Balance sheet / Neraca, yang menunjukkan posisi finansial perusahaan pada

saat tertentu.

2. Income statement / Laporan laba/rugi, yang merupakan laporan operasi

perusahaan selama periode tertentu.

6
Tujuan dari analisis rasio adalah membantu manajer keuangan memahami

apa yang perlu dilakukan perusahaan berdasarkan informasi yang tersedia yang

sifatnya terbatas berdasarkan laporan keuangan (financial statement).

Menurut Sutrisno (2005, hal. 231) ada 5 (lima) rasio keuangan menurut

tujuan penggunaan rasio yang bersangkutan yaitu rasio likuditas, rasio leverage,

rasio aktivitas, rasio provitabilitas, dan rasio penilaian. Dengan menganalisa

prestasi keuangan lewat peenggunakan rasio-rasio keuangan tersebut, seorang

investor akan dapat memproyeksikan prospek perusahaan di masa mendatang yang

merupakan salah satu cara untuk mengukur kinerja perusahaan.

Rasio likuiditas bertujuan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam

memenuhi kewajiban finansial yang berjangka pendek tepat pada waktunya. Rasio

Leverage atau yang sering disebut rasio solvabilitas bertujuan untuk menunjukkan

kapasitas perusahaan dalam memenuhi kewajiban baik dalam jangka pendek

maupun jangka panjang. Rasio aktivitas menujukkan sejauh mana efisiensi

perusahaan dalam menggunakan asset untuk memperoleh penjualan. Rasio

profitabilitas merupakan rasio yang digunakan utuk mengukur seberapa besar

kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba baik dalam hubungannya dengan

penjualan, asset maupun laba bagi modal sendiri. Sedangkan rasio penilaian atau

yang sering disebut rasio nilai pasar merupakan rasio yang mengukur harga pasar

relatif terhadap nilai buku perusahaan.

Berdasarkan analisis terhadap informasi laporan keuangan, apabila analisis

dilakukan oleh kreditur, aspek yang dinilai akan berbeda dengan penilaian yang

dilakukan oleh calon investor. Kreditur akan lebih berkepentingan dengan

kemampuan perusahaan melunasi kewajiban financial tepat pada waktunya.,

7
sedangkan investor akan lebih berkepentingan dengan kemampuan perusahaan

dalam memaksimalkan keuntungan. Dalam membuat keputusan mengenai

pemenuhan kebutuhan dana untuk kelangsungan operasional perusahaan terlebih

dahulu mempertimbangkan dari mana sumber dana tersebut. Apakah perusahaan

mengguanakan modal sendiri atau menggunakan hutang dalam memenuhi

kebutuhan dananya.

Penggunaan hutang sebagai sumber pembelanjaan perlu diperhatikan karena

menurut Agnes Sawir ( 2003, hal 12) penambahan hutang akan memperbesar resiko

perusahaan sekaligus memperbesar tingkat pengembalian yang diharapkan. Resiko

yang semakin tinggi akibat membesarnya hutang cenderung menurunkan harga

saham, tetapi meningkatkan tingkat pengembalian yang diharapkan akan menaikkan

harga saham tersebut. Dengan demikian penggunaan hutang yang memberikan

tambahan laba yang lebih besar dibandingkan tambahan biaya yang ditanggung

perusahaan cenderung akan menaikkan harga saham.

Pendekatan Debt to Equity Ratio (DER) menggambarkan perbandingan

antara total hutang yang dimiliki perusahaan dengan modal sendiri. Semakin besar

DER menandakan bahwa struktur permodalan usaha lebih banyak menggunakan

hutang dibandingkan dengan modal sendiri dan ini juga menandakan resiko

perusahaan yang relatif tinggi.

Menurut lukman Syamsuddin (2001, hal 77) penggunaan tingkat hutang

biasanya mengguanakan Debt Ratio, Debt to Equity Ratio dan Debt to

Capitalization Ratio. Rasio hutang terhadap modal sendiri (DER) menurut Lukman

Syamsuddin (2001, hal 54) merupakan rasio yang menunjukkan hubungan antara

jumlah pinjaman jangka panjang yang diberikan oleh para kreditur dengan jumlah

8
modal sendiri yangdiberikan oleh pemilik perusahaan, semakin tinggi rasio DER

maka semakin besar jumlah hutang yang digunakan.

Menurut Suad Husnan (1994, hal 279) Price Earning Ratio (PER) yang

tinggi menunjukkan bahwa perusahaan tersebut telah mapan, atau memiliki

pertumbuhan yang tinggi. Perusahaan dalam kondisi seperti ini memiliki harga

saham yang stabil dan dicurigai sulit untuk naik lagi. Bagi investor yang

mendapatkan Capital gain cenderung tidak memilih perusahaan yang memiliki PER

tinggi karena menganggap keuntungan yang diperoleh lebih kecil. Pendekatan PER

merupakan pendekatan yang lebih sering dipakai karena memperkirakan besarnya

laba per lembar saham dari investasi yang dilakukan di masa yang akan datang.

Menurut Suad Husnan ( 2009, hal.309) bahwa jika kemampuan perusahaan

untuk menghasilkan laba meningkat, harga saham akan meningkat, dengan kata lain

profitabilitas akan mempengaruhi harga saham. Untuk mengukur tingkat

keuntungan / profitabilitas suatu perusahaan, seorang investor dapat menggunakan

analisa rasio, yaitu menganalisa perkembangan rasio profitabilitas. Adapun yang

termasuk dalam rasio-rasio profitabilitas menurut Sutrisno (2005, hal. 237-239)

antara lain: Profit Margin (PM), Return On Asset, Return On Investment (ROI),

Return On Network /Return On Equity (ROE), Earning Per Share.

Return On Equity adalah rasio yang mengukur seberapa banyak keuntungan

yang menjadi hak pemilik modal (Suad Husnan dan Pudjiastuti, Enny,2006, hal.

73). Rasio ini merupakan ukuran profitabilitas dilihat dari sudut pandang pemegang

saham (Mamduh M. Hanafi, 2008, hal. 42). Semakin tinggi tingkat profitabilitas

mengidikasikan semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk menghasilkan

keuntungan bagi Investor. Akibat dari hal tersebut, maka akan semakin

9
menumbuhkan minat investor untuk membeli saham yang ditawarkan perusahaan

tersebut, sehingga menyebabkan harga saham yang ikut naik seiring meningkatnya

pembelian terhadap saham yang ditawarkan.

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh R Agus Sartono (2008, hal 253),

selain variabel Price Earning Ratio, terdapat beberapa variabel fundamental yang

mempengaruhi harga saham seperti EVA, MVA, Firm Size, Book to Market Ratio

dan Debt to Equity Ratio.

Menurut penelitian Standard and Poor 500 di Amerika yang meneliti

pengaruh ROE dan EVA terhadap harga saham di Amerika, rata – rata tingkat

Return On Equity perusahaan – perusahaan di Amerika berkisar 10 sampai dengan

15 persen dan dalam penelitian itu menyebutkan bahwa Return On Equity yang

tinggi dapat mempengaruhi harga saham perusahaan –perusahaan tersebut (Raja

Lambas J. Panggabean, 2005 hal. 1). Dari hasil penelitian yang dilakukan tersebut

diketahui bahwa nilai ROE memiliki pengaruh terhadap harga saham yang terjadi di

Amerika.

Salah satu jenis industri di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008 adalah

industri Farmasi yang berjumlah 9 perusahaan. Industri farmasi merupakan salah

satu industri yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Industri ini sangat berperan

penting dalam pengadaan obat-obatan yang diperlukan bagi masyrakat luas. Adapun

9 perusahaan yang termasuk dalam industri ini antara lain: PT. Tempo Scan Paific

Tbk, PT. Schering Pluogh Indonesia Tbk, PT. Prydam Farma Tbk, PT. Merck

Indonesia Tbk, PT. Kimia Farma Tbk, PT. Kalbe Farma Tbk, PT. Indofarma Tbk,

PT. Darya Varia Laboratoria Tbk, dan PT. Bristol Myers Squibb Indonesia Tbk.

10
Berikut perkembangan rata-rata hutang pada Industri Farmasi di Bursa Efek

Indonesia periode 2006-2008.

Tabel 1.1. Perkembangan rata-rata Hutang


Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008.

(Dalam Jutaan Rupiah)


Keterangan
2006 2007 2008
Jumlah 2.712.188 3.249.725 3.690.663
Rata-rata 301.354,22 361.080,56 410.073,67
Perkembangan (%) 19,82 13,57
Sumber : Lampiran 2

Dari tabel 1.1 dapat diketahui rata-rata hutang pada industry Farmasi di

Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008 yang mengalami kenaikan tiap tahunnya.

Dari tahun 2006 ke tahun 2007 mengalami kenaikan sebesar 19,82% dan dari tahun

2007 ke tahun 2008 juga mengalami kenaikan sebesar 13,57%. Jadi secara umum

rata-rata perkembangan total hutang mengalami kenaikan sebesar 16,69 %.

Berikut perkembangan rata-rata Modal Sendiri pada Industri Farmasi di

Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008.

Tabel 1.2. Perkembangan rata-rata Modal Sendiri


Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008.

Modal Sendiri (Dalam Jutaan Rupiah)


Keterangan
2006 2007 2008
Jumlah 6.930.590 7.671.996 8.229.767
Rata-rata 770.065,56 852.444 914.418,56
Perkembangan (%) - 10,70 7,27
Sumber : Lampiran 3

Dari tabel 1.2 dapat diketahui rata-rata Modal Sendiri pada industri Farmasi

di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008 yang mengalami kenaikan tiap

tahunnya. Dari tahun 2006 ke tahun 2007 mengalami kenaikan sebesar 10,70% dan

dari tahun 2007 ke tahun 2008 juga mengalami kenaikan sebesar 7,27%. Jadi secara

umum rata-rata pekembangan modal sendiri mengalami kenaikan sebesar 8,98%

11
Berikut perkembangan rata-rata Earning Per Share pada Industri Farmasi di

Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008.

Tabel 1.3. Perkembangan rata-rata Earning Per Share


Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008.

Earning Per Sahre


Keterangan
2006 2007 2008
Jumlah 7.625 10.040 15.731
Rata-rata 847,22 1.115,56 1.748,89
Perkembangan (%) - 31,67 56,68
Sumber : Lampiran 4

Dari tabel 1.3 dapat diketahui rata-rata Earning Per Share pada industri

Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008 yang mengalami kenaikan tiap

tahunnya. Dari tahun 2006 ke tahun 2007 mengalami kenaikan sebesar 31,67% dan

dari tahun 2007 ke tahun 2008 juga mengalami kenaikan sebesar 56,68%. Jadi

secara umum rata-rata pekembangan Earning Per Share mengalami kenaikan

sebesar 44,18%.

Berikut perkembangan rata-rata Laba Bersih Setelah Pajak pada Industri

Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008.

Tabel 1.4. Perkembangan rata-rata Laba Bersih Setelah Pajak


Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008.

(Dalam Jutaan Rupiah)


Keterangan
2006 2007 2008
Jumlah 1.189.852 1.243.209 1.360.536
Rata-rata 132.205,78 138.134,33 151.170,67
Perkembangan (%) 4,48 9,44
Sumber : Lampiran 5

Dari tabel 1.4 dapat diketahui rata-rata Laba bersih setelah pajak pada

industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008 yang mengalami

12
kenaikan tiap tahunnya. Dari tahun 2006 ke tahun 2007 mengalami kenaikan

sebesar 4,48% dan dari tahun 2007 ke tahun 2008 juga mengalami kenaikan sebesar

9,44%. Jadi secara umum rata-rata pekembangan Laba bersih setelah pajak

mengalami kenaikan sebesar 11,68%.

Peningkatan pada total hutang suatu perusahaan berarti mengindikasikan

terjadinya peningkatan nilai Debt to Equity Ratio. Peningkatan ini akan

mempengaruhi investor untuk membeli saham perusahaan tersebut karena investor

juga mempertimbangkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi segala

kewajiban finansialnya seandainya perusahaan tersebut pada saat itu dilikuidasi.

Pengaruh laba bersih setelah pajak terhadap Price Earning Ratio adalah laba

bersih yang meningkat akan menurunkan nilai Price Earning Ratio itu sendiri.

Dengan kecilnya nilai Price Earning Ratio maka para investor tertarik untuk

membeli saham perusahaan tersebut karena besarnya rupiah yang harus dibayarkan

para investor untuk memperoleh satu rupiah earning perusahaan semakin kecil pula.

Peningkatan laba bersih setelah pajak mengindikasikan terjadinya

peningkatan Return On Equity. Hal ini akan menarik minat investor untuk membeli

saham, atau dengan kata lain menarik minat investor untuk berinvestasi pada

perusahaan tersebut. Dengan peningkatan laba bersih yang diterima perusahaan para

investor dapat melihat besarnya tingkat pengembalian dari investasi saham yang

mereka lakukan di perusahaan tersebut.

Harga saham diharapkan oleh pemodal merupakan nilai intrinsik yang

menunjukkan prestasi hasil dan resiko saham di masa depan, apabila kondisisi

fundamental perusahaan semakin baik maka harga saham yang diharapkan juga

akan mengalami kenaikan dan begitu juga sebaliknya. Debt to Equity Ratio, Price

13
Earning Ratio dan Return On Equity dipilih sebagai variabel bebas kinerja

fundamental keuangan karena ketiga variabel tersebut sering digunakan untuk

memproyeksikan harga saham perusahaan.

Berdasarkan penjelasan di atas maka penulis tertarik membuat penelitian

dengan judul “Pengaruh Debt to Equity Ratio, Price Earning Ratio dan Return

On Equity terhadap Harga Saham pada Industri Farmasi di Bursa Efek

Indonesia periode 2006-2008”.

1.2 Perumusan Masalah Penelitian

Industri Farmasi merupakan salah satu industri yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia. Industri ini sangat berperan penting dalam pengadaan obat-obatan yang

diperlukan bagi masyrakat luas. Perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam

industri farmasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar dan beropersi

di Indonesia dan telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang terdiri dari 9

perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT).

Berikut perubahan rata-rata Debt to Equity Ratio Industri Farmasi di Bursa

Efek Indonesia periode 2006-2008.

Tabel 1.5. Perubahan rata-rata Debt to Equity Ratio


Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008.

Debt to Equity Ratio (Dalam %)


Keterangan
2006 2007 2008
Jumlah 390,20 7529,91 2764,95
Rata-rata 43,36 836,66 307,22
Perubahan (%) - 793,30 -529,44
Sumber : Lampiran 6

Dari tabel 1.5 dapat diketahui perubahan rata-rata Debt to Equity Ratio pada

industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008 yang mengalami

14
fluktuasi tiap tahunnya. Dari tahun 2006 ke tahun 2007 mengalami kenaikan sebesar

793,30% dan dari tahun 2007 ke tahun 2008 mengalami penurunan sebesar

529,44%. Jadi secara umum rata-rata perubahan Debt to Equity Ratio mengalami

kenaikan sebesar 131,93%

Berikut perkembangan rata-rata Price Earning Ratio Industri Farmasi di

Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008.

Tabel 1.6. Perkembangan rata-rata Price Earning Ratio


Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008.

Price Earning Ratio (kali)


Keterangan
2006 2007 2008
Jumlah 115,79 208,21 88,3
Rata-rata 12,87 23,13 9,81
Perkembangan (%) - 79.82 -57,59
Sumber : Lampiran 7

Dari tabel 1.6 dapat diketahui perkembangan rata-rata Price Earnig Ratio

pada industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008 yang mengalami

fluktuasi tiap tahunnya. Dari tahun 2006 ke tahun 2007 mengalami kenaikan sebesar

79,82% dan dari tahun 2007 ke tahun 2008 mengalami penurunan sebesar 57,59%.

Jadi secara umum rata-rata pekembangan Price Earning Ratio mengalami kenaikan

sebesar 11,11%.

Tabel 1.7. Perubahan rata-rata Return On Equity


Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008.

Return On Equity (%)


Keterangan
2006 2007 2008
Jumlah 304 264,56 212,03
Rata-rata 33,74 29,40 23,56
Perubahan (%) - -4,35 -5,84
Sumber : Lampiran 8

Dari tabel 1.7 dapat diketahui perkembangan rata-rata Return On Equity

pada industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008 yang mengalami

15
penurunan tiap tahunnya. Dari tahun 2006 ke tahun 2007 mengalami penurunan

sebesar 4,35% dan dari tahun 2007 ke tahun 2008 mengalami penurunan sebesar

5,84%. Jadi secara umum rata-rata pekembangan Return On Equity mengalami

penurunan sebesar 5,09%.

Berikut perkembangan rata-rata Harga Saham (Closing Price) Industri

Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008.

Tabel 1.8. Perkembangan rata-rata Harga Saham (Closing Price)


Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008.

Harga Saham (Dalam rupiah)


Keterangan
2006 2007 2008
Jumlah 108.415 88.701 99.786
Rata-rata 12.046,11 9.855,67 11.087,33
Perkembangan (%) - -18,18 12,50
Sumber : Lampiran 9

Dari tabel 1.8 dapat diketahui perkembangan rata-rata Harga Saham pada

industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008 yang mengalami

fluktuasi tiap tahunnya. Dari tahun 2006 ke tahun 2007 mengalami penurunan

sebesar 18,18% dan dari tahun 2007 ke tahun 2008 mengalami kenaikan sebesar

12,50%. Jadi secara umum rata-rata pekembangan Harga Saham mengalami

penurunan sebesar 2,84%.

Dari keterangan tabel 1.8 dapat dilihat bahwa rata-rata perkembangan harga

saham Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008 mengalami

penurunan. Penurunan harga saham yang terjadi pada sebuah perusahaan juga

menunjukkan menurunnya nilai perusahaan. Dengan menurunnya nilai perusahaan,

maka akan mempengaruhi penilaian para investor dan calon investor terhadap

perusahaan tersebut.

16
Peningkatan nilai Debt to Equity Ratio suatu perusahaan yang tidak

didukung dengan peningkatan laba yang lebih besar dibandingkan dengan biaya

yang dikeluarkan cara terus menerus akan sangat tidak menguntungkan bagi

perusahaan. Artinya, perusahaan tidak mempuyai kemampuan untuk memenuhi

sebagian tujuannya yakni meningkatkan kemakmuran pemegang saham. Oleh

karena itu perusahaan harus mampu meningkatkan laba bersih untuk mendukung

peningkatan Debt to Equity Ratio.

Peningkatan Price Earning Ratio menunjukkan bahwa terjadinya

peningkatan deviden yang akan dibayarkan. Faktor ini juga akan meningkatkan

minat para investor dan calon investor untuk menanamkan modalnya dengan

harapan memperoleh laba dari pembayaran deviden atas saham yang mereka miliki

dari perusahaan tersebut. Sedangkan penurunan Return On Equity mengindikasikan

kurang efektifnya pengelolaan asset dan manajemen biaya pada perusahaan tersebut,

serta belum optimalnya penerimaan perusahaan akan kesempatan investasi. Hal ini

tentunya akan berdampak kurang baik pada investor yang akan membeli saham

yang telah ditawarkan.

Berdasarkan permasalahan tersebut maka dapat dirumuskan masalah-

masalah pokok dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah perubahan Debt to Equity Ratio,Return On Equity serta

perkembangan Price Earning Ratio dan Harga Saham perusahaan pada Industri

Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008 ?

2. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari Debt to Equity Ratio, Price Earning

Ratio dan Return On Equity terhadap Harga Saham perusahaan baik secara

17
simultan maupun parsial pada Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode

2006-2008 ?

3. Berapa besar pengaruh Debt to Equity Ratio, Price Earning Ratio dan Return On

Equity terhadap Harga Saham perusahaan secara simultan dan parsial pada

Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008 ?

4. Variabel manakah yang paling dominan berpengaruh antara Debt to Equity

Ratio, Price Earning Ratio dan Return On Equity terhadap Harga Saham

perusahaan pada Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui perubahan Debt to Equity Ratio dan Return On Equity serta

perkembangan Price Earning Ratio dan Harga Saham perusahaan pada Industri

Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008.

2. Untuk mengetahui signifikasi pengaruh Debt to Equity Ratio, Price Earning

Ratio dan Return On Equity terhadap Harga Saham baik secara simultan dan

parsial pada Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008.

3. Untuk mengetahui besarnya pengaruh Debt to Equity Ratio, Price Earning Ratio

dan Return On Equity terhadap Harga Saham baik secara simultan dan parsial

pada Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008.

4. Untuk mengetahui variabel yang paling dominan berpengaruh antara Debt to

Equity Ratio, Price Earning Ratio dan Return On Equity terhadap Harga Saham

pada Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008.

18
1.3.2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai bahan masukan informasi bagi perusahaan-perusahaan yang ada di

Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia dalam rangka mengambil keputusan

pendanaan.

2. Sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan

penelitian dengan objek yang sama.

3. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan peneliti dalam bidang ilmu

manajemen khususnya manjemen keuangan.

19
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi-definisi

2.1.1. Manajemen Keuangan

Manajemen Keuangan menurut Bambang Riyanto (2001, hal. 4) adalah

keseluruhan kegiatan yang bersangkutan dengan usaha untuk mendapatkan dana dan

menggunakan atau mengalokasikan dana tersebut. Sedangkan menurut Suad Husnan

dan Eny Pudjiastuti (2004, hal.4) manajemen keuangan menyangkut perencanaan,

nalisis dan pengandalian kegiatan keuangan, yaitu kegiatan menggunakan dana dan

mencari pendanaan. Jadi, dapat dipahami bahwa Manajemen Keuangan ialah

kegiatan untuk memperoleh dana dan mengguanakan dana tersebut untuk berbagai

aktivitas perusahaan.

2.1.2. Laporan Keuangan

Laporan Keuangan menurut S. Munawir (2004, hal 2) pada dasarnya adalah

hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi

antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang

berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut. Sedangkan menurut

Bambang Riyanto (2001, hal 327) Laporan Keuangan adalah ikhtisar mengenai

keadaan financial suatu perusahaan dimana neraca (balance sheet) mencerminkan

nilai aktiva, hutang dan modal sendiri pada suatu saat tertentu, dan laporan laba rugi

mencerminkan hasil-hasil yang dicapai selama satu periode. Dari kedua penjelasan

tersebut, maka dapat dipahami bahwa Laporan Keuangan adalah hasil dari proses

akuntansi yang menggembarkan kondisi keuangan perusahaan pada waktu tertentu

20
yang berfungsi sebagai informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan baik intern

maupun ekstern.

2.1.3. Pasar Modal

Pasar Modal menurut Ridwan S. Sundjaja dan Inge Berlian (2001, hjal 36)

adalah suatu pasar yang terbentuk karena adanya hubungan beberapa institusi dan

peraturan yang memungkinkan terjadinya transaksi dana jangka panjang dalam

bentuk obligasi dan saham. Sedangkan menurut Farah Margaretha (2005, hal 7)

Pasar Modal adalah pasar untuk berbagai instrument keuangan jangka panjang yang

dapat diprjualbelikan dalam bentuk uang maupun modal sendiri baik yang diterbitka

oleh pemerintah maupun swasta. Eduradus Tandelilin (2001, hal 13) mengatakan

bahwa Pasar Modal adalah pertemuan antara pemiik yang memiliki kelebiha dana

dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara memperjualbelikan sekuritas.

Dari pengertian diatas, dapat diketahui bahwa Pasar Modal adalah tempat

pertemuan antara penawaran dan permintaan dana jangka panjang baik yang

dikeluarkan oleh pemerintah maupun swasta.

2.1.4. Saham

Saham menurut Bambang Riyanto (2001, hal 240) adalah tanda bukti

pengambilan bagian atau peserta dalam suatu Perseroan Terbatas (PT). Sedangkan

menurut Suad Husnan dan Eny Pudjiastuti (2004, hal 257) saham merupakan bukti

kepemilikan suatu perusahaan atau badan hukum dalam suatu perusahaan.

21
Berdasarkan pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Saham adalah tanda

penyertaan modal atau kepemilikan suatu perusahaan atau badan hukum dalam

suatu perusahaan.

2.1.5. Rasio Leverage

Menurut R. Agus Sartono (2008, hal 114) Rasio leverage adalah rasio yang

menunjukkan kapasitas perusahaan untuk memenuhi kewajiban baik itu jangka

pendek maupun jangka panjang. Sedangkan menurut Suad Husnan dan Enny

Pudjiastuti (2006, hal 70) Rasio Leverage adalah rasio yang mengukur seberapa

jauh perusahaan menggunakan hutang. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa rasio

leverage adalah rasio yang mengukur seberapa jauh perusahaan mampu memenuhi

kewajiban jangka pendek dan jangka panjang.

2.1.6. Rasio Profitabilitas

Menurut Mamduh.M.Hanafi (2008, hal. 42), Rasio Profitabilitas merupakan

rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan

(profitabilitas) pada tingkat penjualan, asset, dan modal saham tertentu. Sedangkan

menurut Sutrisno (2005, hal. 237-238), rasio profitabilitas adalah rasio yang

digunakan untuk mengukur seberapa besar tingkat keuntungan yang dapat

diperoleh perusahaan. Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa rasio profitabilitas

merupakan rasio yang digunakan untuk menilai kemampuan suatu perusahaan

untuk memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun

modal sendiri.

22
2.1.7. Rasio Nilai Pasar

Menurut Suad Husnan dan Enny Pudjiastuti (2006, hal 75) rasio nilai

pasar adalah rasio yang menggunakan angka yang diperoleh dari laporan keuangan

dan pasar modal. Sedangkan menurut Djarwanto (1984, hal 133) rasio nilai pasar

adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen perusahaan

untuk menciptakan nilai pasar perusahaan dengan pengeluaran biaya yang telah

dikeluarkan oleh perusahaan. Dari kedua pendapat diatas dapa dipahami bahwa

rasio nilai pasar adalah rasio yang menggunakan angka yang diperoleh dari laporan

keuangan dan pasar modal yang digunakan utuk mengukur kemampuan manajemen

perusahaan dalam menciptakan nilai pasar.

2.1.8. Debt to Equity Ratio

Menurut Lukman Syamsudin (2001, hal 54) Debt to Equity Ratio adalah

rasio yang menunjukkan hubungan antara jumlah hutang yang diberikan oleh para

kreditur dengan jumlah modal sendiri yang diberikan oleh pemilik perusahaan.

Sedangkan menurut Agnes Sawir (2003, hal 13) Debt to Equity Ratio adalah rasio

yang menunjukkan perbandingan hutang dan modal sendiri dalam pendanaan

perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan tersebut untuk

memenuhi seluruh kewajibannya. Dari kedua pendapat diatas dapat dipahami bahwa

Debt to Euity Ratio adalah rasio yang menunjukkan perbandingan antara total

hutang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan.

2.1.9. Price Earning Ratio

23
Menurut Eduradus Tandelilin (2001, hal 233) Price Earning Ratio

merupakan rasio perbandingan antara harga saham terhadap earning perusahaan.

Price Earning Ratio mengindikasikan besarnya rupiah yang harus dibayarkan

investor untuk memperoleh satu rupiah earning perusahaan. Sedangkan menurut

Suad Husnan (2004, hal 41) Price Earning Ratio merupakan rasio yang

membandingkan antara harga saham (yang diperoleh dari pasar modal) dan laba per

lembar saham yang diperoleh pemilik perusahaan. Dari kedua pendapat diatas dapat

dipahami bahwa Price Earning Ratio adalah rasio yang membandingkan antara

harga saham dengan laba per lembar saham suatu perusahaan.

2.1.10. Return On Equity

Menurut Mamduh.M.Hanafi (2008, hal. 42) Return On Equity mengukur

kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan modal tertentu.

Sedangkan menurut Sutrisno (2005, hal. 239) yang dimaksud dengan Return On

Equity adalah kemampua perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan

modal sendiri. Berdasarkan dua pengertian ROE yang dijelaskan di atas maka

kesimpulan yang dapat diambil bahwa ROE merupakan rasio yang mengukur

kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba, khususny laba bersih dengan

berdasarkan modal tertentu.

2.2. Kerangka Teoritis

Para investor dalam menanamkan modalnya biasanya melihat struktur

keuangan perusahaan terlebih dahulu. Struktur keuangan adalah bagaimana cara

24
perusahaan mendanai aktivanya. Aktiva perusahaan di danai dengan hutang jangka

pendek, hutang jangka panjang dan modal pemegang saham.

Struktur modal adalah pendanaan permanent yang berasal dari hutang jangka

panjang, saham preferen dan modal pemegang saham. Nilai buku dari modal

pemegang saham terdiri dari saham biasa, modal disetor atau surplus, modal dan

akumulasi laba ditahan. Stuktur modal merupakan bagian dari struktur keuangan.

Pemilihan struktur keuangan merupakan masalah yang menyangkut

komposisi pendanaan yang akan digunakan oleh perusahaan, yang pada akhirnya

berarti penentuan beberapa banyak utang (leverage keuangan) yang akan digunakan

oleh perusahaan untuk mendanai aktivanya.

Dalam konteks teori terdapat dua pendekatan dasar yang bisa digunakan

dalam melakukan analisis investasi terutama pada saham yaitu analisis fundamental

dan analisis teknikal. Pada pendekatan analisis fundamental, ide dasar pendekatan

ini adalah harga sekuritas akan dipengaruhi oleh kinerja perusahaan (misalnya

tingkat penjualan dan laba usaha). Analisis fundamental dimulai dari memahami

siklus usaha secara umum (perekonomian), industri dan akhirnya mengevaluasi

kinerja emiten (perusahaan) dan sekuritas yang diterbitkannya. Sedangkan pada

analisis teknikal didasarkan pada anggapan bahwa harga suatu sekuritas akan

ditentukan oleh penawaran dan permintaan terhadap sekuritas tersebut.

Bagi para investor yang melakukan analisis perusahaan, informasi laporan

keuangan yang diterbitkan perusahaan merupakan salah satu jenis informasi yang

paling mudah didapatkan dibandingkan alternative nformasi lainnya. Dengan

menggunakan laporan keuangan investor juga bisa menghitung berapa besarnya

25
pertumbuhan earning yang telah dicapai perusahaan terhadap jumlah saham

perusahaan.

Rasio yang paling banyak digunakan untuk menghitung leverage perusahaan

adalah Debt to Equity Ratio (DER) yaitu rasio yang menunjukkan perbandingan

antara total hutang dan modal sendiri dalam pendanaan perusahaan. Rasio ini

menunjukkan sejauh mana modal sendiri dapat menjamin seluruh hutang

perusahaan.

Rasio hutang dengan modal sendiri (DER) merupakan imbangan hutang yang

dimiliki perusahaan dengan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini berarti modal

sendiri semakin sedikit dibandingkan dengan hutangnya. Bagi perusahaan,

sebaiknya besarnya hutang tidak boleh melebihi modal sendiri agar beban tetapnya

tidak terlalu tinggi. Untuk mengitung DER bisa menggunakan rumus sebagai

berikut :

DER = Total Hutang x 100 %


Modal Sendiri

Menurut Agnes Sawir (2003, hal 21) investor biasanya menghubungkan laba

tahun berjalan terhadap current price dengan menggunakan hubungan rasio harga

terhadap laba yaitu Price Earning Ratio. Setelah Earing Per Share untuk tahun

mendatang dapat ditaksir (proyeksi), maka dengan membandingkan harga saham

dengan Earning Per Share akan dapat menentukan suatu tingkat harga. Price Earning

Ratio adalah apa yang investor bayar untuk aliran earning. Atau dilihat dari

kebalikannya adalah apa yang investor dapatkan dari investasi tersebut.

26
Investor dalam pasar modal yang sudah maju menggunakan Price Earning

Ratio untuk mengkur apakah suatu saham underpriced dan overpriced. Price

Earning Ratio adalah suatu rasio sederhana yang diperoleh dengan membagi harga

pasar suatu saham dengan Earning Per Share. Besarnya deviden yang dibayarkan

perusahaan tergantung kepada besarnya Earning Per Share dan rasio pembayaran

deviden, yang menunjukkan bagian laba yang dibagikan sebagai deviden.

Menurut Eduradus Tandelilin (2001, hal 191) PER merupakan salah satu

pendekatan yang digunakan dalam analisis saham dan para praktisi. PER atau

disebut earning multiplier juga memuat informasi tentang berapa rupiah harga yang

harus dibayar untuk memperoleh setiap Rp. 1,00 laba perusahaan.

PER = Harga perlembar saham


EPS

Menurut penelitian Standard and Poor 500 di Amerika, rata – rata tingkat

Return On Equity perusahaan – perusahaan di Amerika berkisar 10 sampai dengan

15 persen dan dalam penelitian itu menyebutkan bahwa Return On Equity yang

tinggi dapat mempengaruhi harga saham perusahaan –perusahaan tersebut (Raja

Lambas J. Panggabean, 2005 hal. 1). Investor yang akan membeli saham akan

tertarik dengan ukuran profitabilitas ini, atau bagian dari total profitabilitas yang

bisa dialokasikan ke pemegang saham (Mamduh M Hanafi & Abdul Halim, 1996

hal.179). Semakin tinggi rasio ini menandakan kinerja perusahaan semakin baik

atau efisien. Selain itu, angka yang tinggi untuk ROE menunjukkan tingkat

profitabilitas yang tinggi (Mamduh M Hanafi, 2008 hal.43). Semakin besar/tinggi

ROE berarti semakin kecil penggunaan modal sendiri suatu perusahaan dalam

menghasilkan laba dan peningkatan laba berarti terjadinya pertumbuhan yang bersifat

27
progresif. Secara empiris semakin besar laba maka besar pula minat investor dalam

menginvestasikan dananya untuk memiliki saham tersebut.

ROE = Laba Bersih Setelah Pajak x 100 %


ModalSendiri

Menurut Sutrisno (2005, hal 239) Return On Equity adalah kemampuan

perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan modal sendiri yang dimiliki.

Laba yang diperhitungkan adalah laba bersih setelah dipotong pajak atau EAT.

2.3. Hasil Penelitian Terdahulu

Berdasarkan pengamatan terhadap penelitian yang dilakukan ada

beberapa penelitian yang mempunyai relevansi dengan penelitian yang

dilakukan peneliti yakni penelitian yang dilakukan antaralain oleh Nixon

Martin dengan judul skripsi ”Pengaruh Earning Per Share (EPS), Debt to

Equity Ratio (DER), Price Earning Ratio (PER) dan Market to Book Ratio

(MBR) Terhadap Harga Saham Pada Industri Metal dan Allied Products di

Bursa Efek Jakarta Periode 2000-2003.” Tujuan dari penelitian tersebut yaitu:

1. Untuk mengetahui perkembangan EPS, DER, PER dan MBR serta Harga

Saham perusahaan pada Industri Metal dan Allied Products di Bursa Efek

Jakarta Periode 2000-2003.

2. Untuk mengetahui adakah pengaruh EPS, DER, PER dan MBR terhadap

Harga Saham perusahaan pada Industri Metal dan Allied Products di Bursa

Efek Jakarta Periode 2000-2003.

3. Mengetahui berapa besar pengaruh EPS, DER, PER dan MBR terhadap

Harga Saham pada perusahaan Industri Metal dan Allied Products di Bursa

Efek Jakarta Periode 2000-2003.

28
4. Untuk mengetahui variabel mana yang dominan antara EPS, DER, PER dan

MBR terhadap Harga Saham pada Industri Metal dan Allied Products di

Bursa Efek Jakarta Periode 2000-2003.

5. Untuk mengetahui variabel mana yang berpengaruh dominan terhadap harga

saham perusahaan Industri Metal dan Allied Products di Bursa Efek Jakarta

Periode 2000-2003.

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi penelitian adalah seluruh

perusahaan yang terdapat dalam Industri Metal dan Allied Products di Bursa

Efek Jakarta Periode 2000-2003. Dimana dalam industri ini terdapat 12

perusahaan yang terdaftar di BEJ.

Alat Analisis yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Analisis Trend Horizontal

2. Analisis Statistik

Alat Analisis Statistik yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan yaitu:

a. Regresi Berganda

b. Koefisien Determinasi

Selanjutnya, yang menjadi hasil dari penelitian yang telah dilakukan ini antara

lain:

1. Berdasarkan analisis regresi berganda, secara simultan EPS, DER, PER dan

MBR mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham. Akan

tetapi secara parsial hanya variabel MBR mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap harga saham pada industry Metal dan Allied Products

yang terdaftar di BEJ periode 2000-2003.

29
2. Besarnya pengaruh EPS, DER, PER dan MBR secara simultan terhadap

harga saham adalah sebesar 0,747 atau 74,7%. Secara parsial besarnya

pengaruh EPS terhadap harga saham adalah sebesar 0,163216 atau 16,32 %,

besarnya pengaruh DER terhadap harga saham adalah sebesar 0,000784 atau

0,07%, besarnya pengaruh PER terhadap harga saham adalah sebesar

0,015876 atau 1,58%, sedangkan besarnya pengaruh MBR terhadap harga

saham adalah sebesar 0,609961 atau 60,99%.

3. MBR memiliki pengaruh yang lebih besar atau dominan terhadap harga

saham daripada EPS, DER dan PER.

Selain penelitian yang dilakukan oleh Nixon Martin, terdapat penlitian

lain yang masih memiliki relevansi dengan penelitian ini , yaitu penelitian yang

dilakukan oleh Tua Ali Chandra Sidauruk dengan judul: “Pengaruh Debt to

Equity Ratio (DER), Return On Equity (ROE), Earning Per Share (EPS), Price

Earning Ratio (PER) dan Market to Book Value Ratio (MBVR) Terhadap Harga

Saham Pada Perusahaan Industri Automotive yang Terdaftar di Bursa Efek

Jakarta Periode 2002-2004.” Tujuan dari penelitian yang telah dilakukan

tersebut yaitu:

1. Untuk mengetahui perkembangan Debt to Equity Ratio (DER), Return On

Equity (ROE), Earning Per Share (EPS), Price Earning Ratio (PER) dan

Market to Book Value Ratio (MBVR) terhadap Harga Saham Pada

Perusahaan Industri Automotive yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta Periode

2002-2004.

2. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan dari variable Debt to

Equity Ratio (DER),Return On Equity (ROE), Earning Per Share (EPS),

30
Price Earning Ratio (PER) dan Market to Book Value Ratio (MBVR)

terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Industri Automotive yang terdaftar

di Bursa Efek Jakarta Periode 2002-2004.

3. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan dari variable Debt to

Equity Ratio (DER),Return On Equity (ROE), Earning Per Share (EPS),

Price Earning Ratio (PER) dan Market to Book Value Ratio (MBVR)

terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Industri Automotive yang terdaftar

di Bursa Efek Jakarta Periode 2002-2004.

4. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh dari variabel Debt to Equity Ratio

(DER),Return On Equity (ROE), Earning Per Share (EPS), Price Earning

Ratio (PER) dan Market to Book Value Ratio (MBVR) terhadap Harga

Saham Pada Perusahaan Industri Automotive yang terdaftar di Bursa Efek

Jakarta Periode 2002-2004.

5. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh dari variabel Debt to Equity Ratio

(DER), Return On Equity (ROE), Earning Per Share (EPS), Price Earning

Ratio (PER) dan Market to Book Value Ratio (MBVR) terhadap Harga

Saham Pada Perusahaan Industri Automotive yang terdaftar di Bursa Efek

Jakarta Periode 2002-2004.

6. Untuk mengetahui dari kelima variable yang mempengaruhi Harga Saham,

variable mana yang paling berpengaruh dan signifikan terhadap harga saham

pada Industri Automotive yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta Periode 2002-

2004.

31
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh perusahaan

yang terdapat dalam industri Automotive yang terdaftar di BEJ selama periode

2002 -2004 yaitu terdiri dari 19 perusahaan.

Alat Analisis yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

3. Analisis Trend Horizontal

4. Analisis Statistik

Alat Analisis Statistik yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan yaitu:

c. Regresi Berganda

d. Koefisien Determinasi

Selanjutnya, yang menjadi hasil dari penelitian yang telah dilakukan ini antara

lain:

1. Berdasarkan analisis regresi berganda, secara simultan DER, ROE, EPS, PER

dan MBVR mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham.

Akan tetapi secara parsial hanya variabel PER mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap harga saham pada industry Automotive yang terdaftar di

BEJ periode 2002-2004.

3. Besarnya pengaruh DER, ROE, EPS, PER dan MBVR secara simultan

terhadap harga saham adalah sebesar 0,237 atau 23,7%. Secara parsial

besarnya pengaruh DER terhadap harga saham adalah sebesar 0,075076 atau

7,50 %, besarnya pengaruh ROE terhadap harga saham adalah sebesar

0,029929 atau 2,99%, besarnya pengaruh EPS terhadap harga saham adalah

sebesar 0,024649 atau 2,46%, besarnya pengaruh PER terhadap harga saham

adalah sebesar 0,187489 atau 18,74% sedangkan besarnya pengaruh MBVR

terhadap harga saham adalah sebesar 0,0144 atau 1,44%.

32
4. PER memiliki pengaruh yang lebih besar atau dominan terhadap harga saham

daripada DER, ROE, EPS dan MBVR.

2.4 Kerangka Pemikiran Konseptual


Bertolak dari kerangka teoritis dan hasil penelitian terdahulu maka dapat

digambarkan hubungan antara variable yang diteliti (Debt to Equity Ratio, Price

Earning Ratio, Return On Equity dan Harga Saham).

Debt to
Equity Ratio

Price Earning Harga Saham


Ratio

Return On
Equity

Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa secara teoritis Debt to Equity

Ratio (DER), Price Earning Ratio (PER) dan Return On Equity (ROE) mempunyai

pengaruh terhadap harga saham. Hubungan variable dependent dan variable

independent dalam penelitian ini dapat dirumuskan dengan : Y (HS) = f ( DER,

PER,ROE) .

2.5. Hipotesis Penelitian


Berdasarkan dari penelitian terdahulu dan hubungan konseptual antar

variable di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :

33
1. Debt to Equity Ratio (DER), Price Earning Ratio (PER) dan Return On Equity

(ROE) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham perusahaan

industri Farmasi yang terdaftar di BEI periode 2006-2008.

2. Price Earning Ratio (PER) mempunyai pengaruh yang dominan terhadapharga

saham perusahaan Industri Farmasi di BEI periode 2006-2008.

34
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Populasi dan Sampel

3.1.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang termasuk dalam

Industri Farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008, yang

terdiri dari 9 perusahaan. Adapun 9 perusahaan yang termasuk dalam industri ini

antara lain: PT. Tempo Scan Paific Tbk, PT. Schering Pluogh Indonesia Tbk, PT.

Prydam Farma Tbk, PT. Merck Indonesia Tbk, PT. Kimia Farma Tbk, PT. Kalbe

Farma Tbk, PT. Indofarma Tbk, PT. Darya Varia Laboratoria Tbk, dan PT. Bristol

Myers Squibb Indonesia Tbk.

3.1.2. Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari 8 perusahaan yang

termasuk dalam Industri Farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode

2006-2008 yang diambil dengan menggunakan metode Purposive Sampling, yaitu

teknik pengambilan sample dengan ketersediaan data sesuai dengan masalah

penelitian. Adapun kriteria atau pertimbangan yang digunakan dalam pemilihan

sampel tersebut adalah sebagai berikut:

1. Mempunyai data keuangan selama periode pengamatan yaitu tahun 2006-2008.

2. Masing-masing perusahaan memiliki data Total Hutang, Modal sendiri,

Earning Per Share (EPS), laba bersih setelah pajak, dan harga saham, dan

semua data dan variabel harus bernilai positif selama periode penelitian yakni

pada periode 2006-2008.

35
3.2. Jenis Data

Jenis data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang

berupa total hutang, modal sendiri, earning per lembar saham laba bersih dan harga

saham.

3.3. Sumber Data

Sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah berasal dari :

1. Indonesian Capital Market Directory 2009

2. Literatur yang berkaitan dengan penelitian ini

3. Penelitian terdahulu yang mempunyai relevansi dengan penelitian ini

3.4. Operasionalisasi Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan terdiri dari variabel

independent yang berupa Debt to Equity Ratio (DER) yang diukur dengan satuan

persentase (%), Price Earning Ratio (PER) yang diukur dengan satuan relative

(kali) serta Return On Equity (ROE) yang diukur dengan satuan persentase (%).

Sedangkan variabel kedua yaitu variabel dependent yang berupa harga Saham yang

diukur dengan satuan rupiah.

Gambaran menyeluruh tentang operasionalisasi variabel-variabel tersebut

dapat dilihat pada table berikut :

Tabel 3.1. Operasionalisasi variabel

No Variabel Definisi Rumus Satuan


Debt to Equity Ratio adalah
Persen
1 DER rasio yang menunjukkan
(%)
perbandingan hutang dan

36
ekuitas dalam pendanaan Total Hutang x 100%
perusahaan dan Modal Sendiri
menunjukkan
kemampuan modal
sendiri perusahaan
tersebut untuk memenuhi
seluruh kewajibannya.
Price Earning Ratio adalah
rasio yang menunjukkan
Kali
2 PER perbandingan antara harga
Closing Price (X)
saham terhadap earning
perusahaan. EPS
Return On Equity adalah
kemampuan perusahaan
Persen
3 ROE dalam menghasilkan Laba setelah pajak x 100% (%)
keuntungan dengan Modal Sendiri
modal sendiri
Harga saham yang
dimaksud disini merupakan
Harga
3 harga yang terjadi di lantai Rupiah
Saham bursa pada akhir penutupan
(Closing Price).

3.5. Metode Pengumpulan Data

Dalam melakukan penelitian ini metode pengumpulan data yang

dipergunakan adalah Library Research (penelitian kepustakaan) yaitu merupakan

suatu metode pengumpulan data sekunder yang berupa teori-teori, konsep-konsep

dengan menelaah berbagai literatur-literatur dan penelitian terdahulu yang erat

hubungannya dengan masalah yang diteliti.

3.6.Metode Analisis Data

3.6.1. Deskriptif Kuantitatif

Yaitu metode yang digunakan untuk menganalisis terhadap data keuangan

dengan cara membandingkan laporan laba rugi dan neraca dari tahun ke tahun serta

menghitung perubahan yang terjadi.

3.6.2. Deskriptif Kualitatif

37
Yaitu metode yang digunakan untuk menganalisis data keuangan perusahaan

dengan cara membandingkan antara teori dan konsep yang adas terhadap masalah

yang diteliti serta berusaha menjelaskan hasil perhitungan yang dilakukan.

3.6.3. Analisis Inferensial

Yaitu metode yang menggunakan analisis statistic induktif, yang terdiri dari

regresi, koefisien determinasi, uji statistic F dan uji statistik t.

3.7.Alat Analisis

Dalam melakukan penelitian, data yang telah diperoleh akan dianalisis

dengan menggunakan alat analisis sebagai berikut :

a. Analisa trend Horizontal

Alat analisa ini digunakan untuk mengetahui perkembangan Total Hutang,

Modal Sendiri, Earning Per Share, Price Earning Ratio, Laba bersih setelah pajak

dan Harga Saham perusahaan pada industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode

2006-2008, dengan rumus sebagai berikut:

Ta Td
Perkembangan (%) = x 100%
Td

Keterangan :

Ta : Data tahun yang dianalisis

Td : Data tahun dasar

Selain digunakan untuk mengetahui perkembangan Total Hutang, Modal

Sendiri, Earning Per Share, Laba bersih setelah pajak, Price Earning Ratio dan

Harga Saham, Alat analisis ini juga digunakan untuk mengetahui perubahan

variable Debt to Equity Ratio (DER) dan Return On Equity (ROE) perusahaan pada

38
industry Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008, adapun rumus yang

digunakan yakni sebagai berikut:

Perubahan (%) = Ta Td

Keterangan :

Ta : Data tahun yang dianalisis

Td : Data tahun dasar

b. Uji Hepotesis

1.Uji Statistisk “F”

Untuk mengetahui signifikasi pengaruh DER, PER, dan ROE secara

simultan (bersamaan) terhadap harga saham pada industri Farmasi di Bursa Efek

Indonesia periode 2006-2008 dilakukan sesuai dengan langkah- langkah berikut :

a. Membuat rumusan hipotesis

Ho : b1 = b2 = b3 =0 artinya DER, PER dan ROE secara simultan tidak

mempunyai pengaruh yang sifnifikan terhadap harga

saham.

Hi : b1 ≠ b2 ≠b3 ≠ 0 artinya DER, PER dan ROE secara simultan

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga

saham.

b. Menentukan tingkat signifikasi dengan α = 5%

c. Area Keputusan
Ho diterima

- F tabel 1=α+β F tabel


39
d. Perhitungan nilai F

R 2 / ( k 1)
Fhitung =
(1 R 2 ) / (n k )

Keterangan :

R2 : koefisien determinasi

n : jumlah sampel

k : jumlah variabel independen

e. Kriteria Pengujian

Jika Fhitung Ftable , maka Ho ditolak

Jika Fhitung Ftable , maka Ho diterima

2. Uji Statistik “t”

Untuk mengetahui secara parsial pengaruh antara DER, PER, dan ROE

terhadap harga saham industri Farmasi di BEI periode 2006-2008 dilakukan

dengan langkah- langkah sebagai berikut :

a. Membuat rumusan Hipotesis

Ho : b1 = 0 artinya DER tidak mempunyai pengaruh yang sifnifikan

terhadap harga saham.

Ha : b1 ≠ 0 artinya DER mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap harga saham.

Ho : b2 = 0 artinya PER tidak mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap harga saham.

40
Ha : b2 ≠ 0 artinya PER mempunyai pengaruh signifikan terhadap

harga saham.

Ho : b3 = 0 artinya ROE tidak mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap harga saham.

Ha : b3 ≠ 0 artinya ROE mempunyai pengaruh signifikan terhadap

harga saham.

b. Menentukan tingkat signifikansi dengan α/2 = 0,25%

c. Perhitungan nilai t

d. Thitung

e. Area keputusan

Ho diterima

- t tabel 1=α+β t tabel

f. Kriteria Pengujian

Jika thitung ttable berarti Ho ditolak

Jika thitung ttable berarti Ho diterima

3. Koefisien Determinasi

41
Alat analisa ini digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh Debt to

Equity Ratio, Price Earning Ratio dan Return on Equity terhadap Harga Saham

baik secara simultan maupun parsial pada industri Farmasi di Bursa Efek

Indonesia periode 2006-2008.

Untuk mengetahui besarnya pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) Price

Earning Ratio (PER) dan Return On Equity (ROE) secara simultan terhadap

harga saham perusahaan, maka digunakan koefisien determinasi dengan

simbol R2

2
( y y) 2
R2 = 1
( y y) 2

( Sumber : J. Supranto, 2001, hal. 223 )

Untuk mengetahui besarnya pengaruh Debt to Equity Ratio (DER), Price

Earning Ratio (PER) dan Return On Equity (ROE) secara parsial terhadap harga

saham perusahaan pada industri Farmasi yang terdaftar di BEI periode 2006-

2008, maka digunakan koefisien determinasi dengan rumus sebagai berikut:

(Sumber : M. Iqbal Hasan, 2003, hal. 273)

42
Dari hasil perhitungan koefisien determinasi parsial maka akan diketahui

variable penelitian yang berpengaruh dominan terhadap harga saham.

Semua perhitungan diatas menggunakan bantuan program SPSS (Statistic

Program for Special Science) Versi 12.0 dan Microsoft Excel 2007.

43
BAB IV

GAMBARAN UMUM BURSA EFEK INDONESIA

4.1 Perkembangan Sejarah Bursa Efek Indonesia

Era pasar modal Indonesia dapat dibagi menjadi beberapa periode. Periode

pertama adalah periode jaman Belanda mulai tahun 1912 yang merupakan tahun

didirikannya pasar modal yang pertama. Pada tanggal 14 Desember 1912, suatu asosiasi

13 broker dibentuk di Jakarta. Asosiasi ini diberi nama Belandanya sebagai “

Vereniging voor Effectenhandel” yang merupakan cikal bakal pasar modal pertama di

Indonesia. Setelah perang dunia I, pasar modal pertama di Surabaya mendapat giliran

dibuka pada tanggal 1 Januari 1925 dan disusul di Semarang pada tanggal 1 Agustus

1925. Karena masih dalam jaman penjajahan Belanda dan pasar-pasar modal ini juga

jaman penjajahan belanda dan pasar modal ini juga didirikan oleh Belanda, mayoritas

saham-saham yang diperdagangkan di sana juga merupakan saham-saham perusahaan

Belanda dan afiliansinya yang tergabung dalan Dutch East Indies Trading Agencies.

Pasar – pasar modal ini beroperasi sampai kedatangan Jepang di Indonesia di tahun

1942.

Setelah Jepang meninggalkan Indonesia, pada tanggal 1 September

1951dikeluarkan Undang-Undang Darurat No.12 yang kemudian dijadikan Undang-

Undang No. 15/1952 tentang pasar modal. Juga melalui Keputusan Menteri Keuangan

No. 289737/U.U. tanggal 1 Nopember 1951, Bursa Efek Jakarta (BEJ) akhirnya dibuka

kembali pada tanggal 3 Juni 1952.

Tujuan dibukanya kembali bursa ini menampung obligasi pemerintah yang

sudah dikeluarkan pada tahun-tahun sebelumnya. Tujuan yang lain adalah untuk

44
mencegah saham-saham perusahaan Belanda yang dulunya diperdagangkan di pasar

modal di Jakarta lari ke luar negeri.

Kepengurusan bursa efek ini kemudian diserahkan ke Perserikatan

Perdagangan Uang dan Efek-Efek (P.P.U.E) yang terdiri dari 3 bank dengan Bank

Indonesia sebagai anggota kehormatan. Bursa Efek ini berkembang dengan cukup baik

walaupun surat berharga yang diperdagangkan umumnya adalah obligasi oleh

perusahaan Belanda dan obligasi pemerintah Indonesia lewat Bank Pembangunan

Indonesia. Penjualan obligasi semakin meningkat dengan dikeluarkannya obligasi

pemerintah melalui Bank Industri Negara di tahun 1954, 1955, dan 1956. Karena

adanya sengketa antara pemerintah RI dengan Belanda mengenai Irian Barat, semua

bisnis Belanda dinasionalisasikan melalui Undang-Undang Nasionalisasi No. 86 tahun

1958. Sengketa ini mengakibatkan larinya modal Belanda dari Tanah Indonesia.

Akibatnya mulai tahun 1960, sekuritas-sekuritas perusahaan Belanda sudah tidak

diperdagangkan lagi di Bursa Efek Jakarta.

Bursa Efek Jakarta diakatakan lahir kembali pada tahun 1977 dalam periode

orde baru sebagai hasil dari Keputusan Presiden No. 52 tahun 1976. Keputusan ini

menetapkan pendirian Pasar Modal, pembentukan Badan Pembina Pasar Modal,

pembentukan Badan Pelaksan Pasar Modal (BAPEPAM) dan PT. Danareksa. Presiden

Suharto meresmikan kembali Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada tanggal 10 Agustus 1977.

PT. Semen Cibinong merupakan perusahaan pertama yang tercatat di BEJ. Penerbitan

Saham perdana disetujui pada tanggal 6 Juni 1977. Pada saat tercatat pertama kali di

bursa tanggal 10 Agustus 1977, sebanyak 178.750.00 lembar saham ditawarkan dengan

harga Rp 10.000,- per lembar.

45
Periode ini disebut juga dengan periode tidur yang panjang, karena sampai

dengan tahun 1988 hanya sedikit sekali perusahaan yang tercatar di BEJ, yaitu hanya 24

perusahaan saja (selama 4 tahun, 1985 sampai dengan 1988 tidak ada perusahaan yang

go public). Kurang menariknya pasar modal pada periode ini dari segi infestor mungkin

disebabkan oleh tidak dikenakannya pajak atas bunga deposito, sedang penerimaan

deviden dikenakan pajak penghasilan sebesar 15%.

Sejak diaktifkan kembali pada tahun 1977 sampai tahun 1988 BEJ dikatakan

dalam keadaan tidur yang panjang selama 11 tahun. Sebelum tahun 1988 hanya terdapat

24 perusahaan yang terdaftar di BEJ meningkat sampai dengan 128. Sampai dengan

akhir tahun 1994 jumlah perusahaan yang sudah IPO menjadi 225. Pada periode ini,

Initial Public Offering (IPO) menjadi peristiwa nasional dan banyak dikenal sebagai

periode lonjakan IPO (IPO boom).

Pada tahun 1991, BEJ diswastakan dan sebagai konsekuensinya, BAPEPAM

bukan lagi pelaksana pasar modal, akan tetapi lebih ke pengawas pelaksana pasar modal

sehingga BAPEPAM dari Badan Pelaksana Pasar Modal menjadi Badan Pengawas

Pasar Modal.

Peningkatan di pasar modal ini disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut

ini.

1. Permintaan dari investor asing

Investor asing melihat bahwa pasar modal di Indonesia telah maju dengan

pesat pada periode ini dan mempunyai prospek yang baik. Investor asaing tertarik

dengan pasar Indonesia karena dianggap sebagai pasar yang menguntungkan untuk

diversivikasi secar international. Investor asing dibatasi pemilikannya sampai

dengan 49% dari sekuritas yang terdaftar di bursa. Sampai dengan awal tahun

46
1955, jumlah kepemilikan oleh investor asing mencapai sebanyak 7,06 milyard

lembar atau sekitar 29,61% dari semua sekuritas yang terdaftar.

2. Pakto 88.

Merupakan reformasi tanggal 27 Oktober 1988 yang dikeluarkan untuk

merangsang ekspor non-migas, meningkatkan efisiensi dari bank komersial,

membuat kebijaksanaan moneter lebih efektip, meningkatkan simpanan domestic

dan meningkatkan pasar modal. Salah satu hasil reformasi Pakto 88 adalah

mengurangi reserve requirement dari bank-bank deposito. Akibat dari reformasi ini

adalah pelepasan dana sebesar Rp 4 triliun dari Bank Indonesia ke sector keuangan.

Akibat lebih lanjut adalah masyarakat mempunyai cukup dana untuk bermain di

pasar saham.

3. Perubahan generasi.

Perubahan kultur bisnis terjadi diperiode ini, yaitu dari kultur bisnis

keluarga tertutup ke kultur bisnis professional yang terbuka yan memungkinkan

professional dari luar keluarga untuk duduk di kursi kepemimpinan perusahaan.

Pergeseran ini terjadi karena perubahan generasi dari yang tua ke yang muda.

Generasi muda umumnya mendapat pendidikan di barat yang mengakibatkan

mereka mempunyai pandangan berbeda dengan pendahulunya. Perubahan radikal

menuju keperusahaan professional terbuka ini juga merupakan factor

perkembangan pasar modal, yaitu dengan mulai banyaknya perusahaan keluarga

yang go public.

Periode ini juga dicatat sebagai periode kebangkitan dari Bursa Efek

Surabay (BES). Bursa Efek Surabaya atau dengan nama asingnya Surabaya Stock

Exchange (SSX) dilahirkan kembali pada tanggal 16 Juni 1989. Pada awalnya, BES

47
hanya mempunyai 25 saham dan 23 obligasi yang diperdagangkan. BES hanya

membutuhkan waktu 3 bulan untuk meningkatkan indeks gabungannya dari nilai

100 pada tanggal 16 Juni 1989 menjadi 340. Mulai tanggal 19 September 1996,

BES merubah nilai dasar indeks gabungannya menjadi nilai dasar 500. Pada akhir

tahun 1996, IHSG-BES mencapai nilai 568,585 poin. Sampai kuartal ke tiga tahun

1990, jumlah sekuritas yang tercatat di BES meningkat menjadi 116 saham. Jumlah

ini meningkat sampai akhir tahun 1996 tercatat 208 emiten saham dengan nilai

kapatalisasi sebesar Rp 191,57 triliun. Semua sekuritas yang tercatat di Bursa Efek

Jakarta (BEJ) juga secara otomatis diperdagangkan di BES.

Karena peningkatan kegiatan transaksi yang dirasakan sudah melebihi

kapasitas manual, maka BEJ memutuskan untuk memutuskan untuk mengotomati-

sasikan kegiatan transaksi di bursa. Jika sebelumnya di lantai bursa terlihat dua deret

antrian ( sebuah untuk antrian beli dan yang lainnya untuk antrian jual) yang cukup

panjang untuk masing-masing sekuritas dan semua kegiatan transaksi dicatat di papan

tulis, maka setelah otomatisasi, sekarang yang terlihat di lantai bursa adalah jaringan

computer-komputer yang digunakan oleh broker.

Sistem otomatisasi yang diterapkan di Bursa Efek Jakarta (BEJ) diberi nama

Jakarta Automated Trading System (JATS) dan mulai dioperasikan pada hari Senin

Tanggal 22 Mei 1995. Sistem manual hanya mampu menangani sebanyak 3.800

transaksi tiap harinya. Dengan JATS, system ini mampu menangani sebanyak 50.000

transaksi tiap harinya. Sebelum JATS dioperasikan, dengan system manual, rata-rata

volume perdangangan tiap harinya adalah sebesar 14,8 juta lembah dalam 1.606

transaksi dengan nilai Rp 46 milyard untuk transaksi regular. Untuk transaksi yang non-

48
reguler, rata-rata volume perdagangan sebelum JATS adalah sebanyak 19,3 juta lembar

dalam 174 transaksi dengan nilai Rp 61 milyard. Sebagai perbandingan, setelah JATS

dioperasikan, rata-rata volume perdangangan tiap harinya adalah sebesar 18 juta lembar

dalam 2.268 transaksi dengan nilai Rp 58 Milyard untuk transaksi regular. Untuk

transaksi yang non-reguler, rata-rata volume perdagangan setelah JATS adalah

sebanyak 24,7 juta lembar dalam 222 transaksi dengan nilai Rp 82 milyard.

JATS sebagai suatu system terdiri dari perangkat keras dan perangkat lunak.

Komponen-komponen utama dari JATS adalah:

Pusat computer pengolah data yang disebut juga dengan istilah trading engine

yang mempunyai tugas untuk menerima, memproses order dari computer broker,

mengirimkan informasi ke computer broker (terminal computer ini disebut juga

dengan istilah traders workstation) dan mempertemukan order penjualan dan

pembelian.

Gateaway berupa komputer-komputer yang menghubungkan komputer-

komputer broker dengan trading engine. JATS menyediakan beberapa gateaway

khusus untuk hubungan dengan broker di lantai bursa, di distrik pusar

perdagangan jalan Sudirman, di daerah lain masih dalam area Jakarta dan untuk

yang di luar Jakarta.

Traders workstations yang terdiri dari sejumlah terminal untuk masing-masing

broker di lantai bursa. Broker menggunakan traders workstation untuk

melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

a. Meletakkan order pembelian dan penjualan,

b. Mengamati aktivitas pasar seperti harga, volume, indeks pasar dan

porsi kepemilikan asing,

49
c. Mengamati status dari order,

d. Membaca status dari transaksi yang sudah selesai,

e. Menerima informasi tentang kegiatan-kegiatan perusahaan

bersangkutan,

f. Menerima berita dan pengumuman yang disebarkan oleh BEJ,

g. Meletakkan permberitahuan untuk membeli atau menjual sekuritas,

h. Melaporkan hasil transaksi non-reguler.

Dengan demikian sebenarnya sasaran dari penerapan system JATS ini adalah

sebagai berikut ini.

1. Meningkatkan kapasitas untuk mengantisipasi pertumbuhan pusa yang di masa

mendatang diperkirakan system manual sudah tidak memadai (system manual

hanya dapat menampung 3.800 transaksi per hari sedang JATS mampu

menangani 5,000 transaksi per hari).

2. Meningkatkan integritas (keterkaitan satu pihak dengan pihak yang lainnya) dan

likuiditas (kecepatan transaksi sekuritas diselesaikan).

3. Meningkatkan pamor pasar modal dengan meletakkan BEJ setara dengan pasar-

pasar modal lain di dunia. JATS dianggap sebagai salah satu system computer

pasar modal yang tercanggih di dunia.

Untuk mengantisipasi jumlah anggota bursa dan transaksi yang meningkat di

BES, maka pada tanggal 19 September (diumumkan secara terbuka pada tanggal 10

Maret 1997) BES menerapkan system otomatisasi yang disebut dengan Surabaya

Market information & Automated Remote Trading (S-MART). Sistem S-MART ini

diintegrasikan dengan system JATS di BEJ dan sisterm si KDEI (Kliring Deposit Efek

50
Indonesia) untuk penyelesaian transaksi. Adapun fasilitas yang diberikan oleh S-MART

adalah:

1. Trader Workplace, yaitu sarana akses langsung secara elektronik oleh anggota

bursa atau broker atau WPPE (Wakil Perantara Pedagang Efek) dari kantor

mereka masing-masing (remote trading), sehingga tidak lagi harus dilakukan di

lantai bursa (floorless trading). Fasilitas ini dapat dibagi lagi berdasarkan

segmentasi transaksinya meliputi :

a. Pasar kesatu yang meliputi dua system, yaitu S-MART 500 untuk

perdagangan regular, non regular dan derivative (waran dan right) dan

S-MART FIS untuk perdagangan obligasi.

b. Pasar Kedua yang berupa system S-MART 100 untuk perdagangan odd

lot .

2. S-MART Mail yaitu sarana surat elektronik (e-mail)

3. S-MART Web yaitu fasilitas world-wide-web di internet yang diperlukan.

4. S-MART Chat fasilitas komunikasi percakapan interaktif antar anggota bursa

dengan pemakai internet lainnya.

Pada bulan Agustus 1997, krisis moneter melanda Negara-negara Asia,

termasuk Indonesia, Malaysia, Thailand, Korea Selatan dan Singapura. Tidak hanya

perusahaan yang melakukan IPO pada periode krisis ini, yaitu hanya sebanyak 18

perusahaan. Krisis moneter terjadi ini dimulai dari penurunan nilai-nilai mata uang

Negara-negara Asia tersebut relatip terhadap dolar Amerika. Penurunan nilai mata uang

ini disebabkan karena spekulasi dari pedagang-pedagang valas, kurang percayanya

masyarakat terhadap nilai mata uang negaranya sendiri dan yang tidak kalah pentingna

adalah kurang kuatnya pondasi perekonomian.

51
Untuk mencegah permintaan dolar Amerika yang berlebihan yang

mengakibatkan nilainya meningkat dan menurunnya nilai Rupiah, Bank Indonesia

menaikkan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Diharapkan dengan suku bunga

deposito yang tinggi (beberapa bank swasta menawarkan suku bunga deposito dari 25%

sampai dengan 50%), pemilik modal akan menanamkan modalnya di deposito untuk

mengurangi permintaan terhadap dolar.

Tingginya suku bunga deposito berakibat negative berakibat negatip terhadap

pasar modal. Investor tidak lagi tertarik untuk menanamkan dananya di pasar modal,

karena total return yang diterima lebih kecil disbanding dengan pendapatan dari bunga

deposito. Akibat lebih lanjut, harga-harga saham saham di pasar modal mengalami

penurunan yang drastis. Indeks Harga Saham Gabungan sejak bulan Agustus sampai

akhir tahun 1997 selalu menurun sampai awal tahun 1998, yang kemudian mulai

membaik sampai bulan Juli 1998, tetapi kembali turun tajam di awal September 1998.

Periode ini juga dapat dikatakan sebagai period ujian terberat yang dialami oleh pasar

modal Indonesia.

Untuk mengurangi lesunya permintaan sekuritas di pasar modal Indonesia,

pemerintah berusaha meningkatkan aktivitas perdagangannya lewat transaksi investor

asing. Pada tanggal 3 September 1997 pemerintah tidak memberlakukan lagi

pembatasan 49% pemilikan asing. Ini berarti bahwa mulai tanggal tersebut, investor

asing boleh memiliki saham-saham yang jumlahnya tidak terbatas. Peraturan

pemerintah ini kelihatannya belum membawa hasil yang ditunjukkan oleh kenyataan

bahwa sampai akhir September 1997, jumlah pemilikan asing hanya mencapai 27%

(Jurnal Pasar Modal, September 1997). Kemerosotan pasar saham ditunjukkan oleh

indeks harga saham gabungannya (IHSG) yang turun dengan tajam. IHSG pada tanggal

52
8 Juli 1997 tercatat sebesat 750,83 poin dan turun sekitar 194,14 poin (25,86%) menjadi

546,69 poin di akhir bulan yaitu 30 September 1997.

Untuk memperbaiki kondisi perekonomian yang bergejolak ini, pemerintah

pada hari Sabtu pada tanggal 1 November 1997 mengumumkan likuidasi 16 bank

swasta nasional. Pengumuman yang cukup mengejutkan ini tidak hanya membantu

memperbaiki lesunya pasar saham. Bahkan IHSG untuk bulan November 1997 ini juga

merosot dengan tajam.

Perdagangan dengan warkat sudah dianggap tidak efisien lagi. Belum lagi

banyak warkat yang hilang sewaktu disimpan atau banyak juga warkat yang dipalsukan.

Secar administrative, penerbitan warkat juga akan menghambat proses penyelesaian

transaksi. Oleh karena alasan-alasan tersebut, maka pada bulan Juli 2000, BEJ mulai

menerapkan perdagangan-perdagangan tanpa warkat (scripless tradings).

Setelah mengalami penurunan drastic sampai akhir bulan September 1998

sampai menembus 300 poin, IHSG di bulan Oktober 1998 mulai mengalami

peningkatan menembus kembali di atas 300 poin. Pada tanggal 5 Oktober 1998 IHSG

bernilai 311,96 poin.

Periode penyembuhan ini ditandai dengan naik turunnya IHSG berkisar 400

poin sampai dengan 700 poin. IHSG mencapai nilai tertinggi sejak Oktober 1998 pada

tanggal 14 Juni 1999 dengan nilai 707,88 poin. Seperti halnya proses penyembuhan dari

penyakit berat, IHSG juga mengalami masa-masa mendebarkan. Kembali pada tanggal

16 April 2001 IHSG turun sampai 365,82 poin dan setelah mengalami naik dan turun

kembali akhirnya pada akhir tahun sebelum Natal tanggal 23 Desember 2002 IHSG

bernilai 420,90.

53
Efektif mulai bulan November 2007, setelah diadakannya RUPSLB (Rapat

Umum Pemegang Saham Luar Biasa) yang diadakan pada 30 Oktober 2007, BEJ dan

BES bergabung menjadi BEI (Bursa Efek Indonesia). Melalui merger ini diharapkan

dapat makin memberikan peluang bagi perusahaan ke pasar modal. Selain itu melalui

penggabungan ini, biaya pencatatan menjadi lebih murah, karena hanya mencatatkan

saham secara single listing sudah terakreditasi pada BEI. Sementara itu, bagi anggota

bursa dengan menjadi anggota bursa atau pemegang saham BEI akan langsung

menembus pasar. Bagi investor penggabungan ini menjadi makin banyaknya pilihan

investasi karena tidak ada lagi pembedaan pasar di BES dan BEJ, karena produk

investasi ditawarkan dalam satu atap yaitu Bursa Efek Indonesia.

Periode kesebelas dari pasar modal Indonesia dimulai pada bulan januari 2008.

Pada akrhir bulan Januari 2008, pasar modal dikejutkan dengan pengungkapan kerugian

Citybank sekitar 30% akibat dari kasus Subrime Mortgage di Amerika. Subrime

Mortgage merupakan kredit perumahan berisiko tinggi di Amerika Serikat. Kredit-

kredit ini kemudian dijaminkan kembali kepada perusahaan keuangan untuk

mendapatkan pinjaman uang kembali . Akibat peminjam kredit merupakan nasabah-

nasabah kurang sehat keuangannya, maka banyak terjadi kredit macet, sehingga

menimbulkan kerugian yang besar pada beberapa investment bank dan hedge fund.

Akibat lebih lanjutnya, mereka menarik portofolio mereka di pasar modal seluruh dunia

yang mengakibatkan kejatuhan nilai indeks pasar-pasar modal seluruh dunia, salah

satunya adalah IHSG. Penurunan pasar modal di Indonesi karena akibat Subrime

Mortgage juga diperparah oleh Margin Call dari sejumlah perusahaan sekuritas. Margin

Call dilakukan karena rendahna margin beberapa nasabah. Disebabkan sebagian besar

investor di Indonesia mempunyai rekening margin dan tidak mampu menaikkan margin

54
tersebut, beberapa broker melakukan aksi Forced Sell (Jual Paksa). Keadaan ini

memperparah kejatuhan pasar modal Indonesia pada pertengahan Agustus 2007.

Kemudian, pada tahun 2008 jumlah emiten berkurang menjadi 396 perusahaan,

ini berarti terjadi penurunan 2,9% dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan ini

disebabkan adanya sejumlah emiten yang harus delisting dari lantai bursa sebab

mengalami kerugian dalam operasionalnya.

Krisis keuangan global yang terjadi pada tahun 2008 mengakibatkan kondisi

pasar keuangan dunia menjadi terpuruk, termasuk pasar modal di Indonesia. Hal ini

menyebabkan pertumbuhan pasar modal melambat dan penundaan Initial Public

Offering (IPO) dari sejumlah perusahaan akibat kondisi pasar modal yang belum

menentu.

Penurunan secara signifikan indeks bursa di hampir seluruh dunia, pada

Oktober 2008 turut menghempaskan Indeks Harga Saham gabungan (HSG) hingga

level terendah. Puncaknya terjadi pada 8 Oktober 2008, IHSG terkoreksi sebesar

10,38% hingga menyentuh level 1.451,669.

Memasuki tahun 2009, titik cerah tampaknya mulai muncul di pasar modal

Indonesia. Pada tanggal 3 April 2009, nilai IHSG menembus titik psikologi 1.500, yaitu

sebesar 1.511,335. Pelaku pasar yakin bahwa nilai 1,500 merupakan nilai psikologis

untuk IHSG dan pelaku pasar optimis IHSG akan pulih kembali. IHSG sampai dengan

bulan November 2009 berhasil meningkat hingga 86,06% sejak awal tahun.

Pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi khususnya di pasar modal indonesia

akan terus membaik. Dimana, pertumbuhan EPS tahun 2010 diperkirakan akan

mengalami peningkatan sebesar 23%.

55
4.2 Struktur Organisasi Bursa Efek Indonesia

Pada November 2007, secara efektif Bursa Efek Indonesia beroperasi dengan

struktur organisasi yang dapat dilihat pada bagan berikut ini :

Gambar IV.I

Struktur Organisasi Bursa Efek Indonesia

General Share Meeting

Bord Of Commissioner

Securities T rading Commitee


President Director
Securities Listing Commitee

Memebership Discipline Commitee

Director
Director Director

Listing Membership Research & Finance Surveilance General Affair

Division Division Development Division Division Division

Division
Legal Affair
Information Coorporate
T rading Divission
T echnology Communication
Division
Division division

Internal Audit Human Resources

Division Division

Adapun tugas, wewenang dan tanggung

jawab masing-masing bagian yang terdapat dalam struktur organisasi PT. Bursa Efek

Indonesia sebagai berikut

56
Board of commisioners (Dewan Komisaris), bertanggung jawab pada rapat

umum pemegang saham dan melakukan pengawasan terhadap kepemimpinan presiden

direktur.

President Director (Presiden Direktur), merupakan pimpinan tertinggi dalam

PT. Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan dibantu oleh pada para antara lain Direktur

yang membawahi divisi pencatatan, keanggotaan, perdagangan, teknologi informasi,

Direktur yang membawahi divisi penelitian dan pengembangan, keuangan, humas

(public relation) dan Direktur yang membawahi divisi pengawasan, urusan umum

hukum. Di samping itu pula Presiden Direktur memimpin tiga komisi yaitu komisi

perdagangan sekuritas, pencatatan sekuritas, dan kedisiplinan anggota serta memimpin

langsung divisi internal audit dan sumber daya manusia.

Internal Audit Divisions (Divisi Pemeriksaan Internal), bertanggung jawab

dalam keuangan dan aktivitas bursa, memonitor laporan keuangan bulanan anggota

bursa, menetapkan prinsip-prinsip akuntansi, kriteria pemeriksaan keuangan dan

prosedur pemeriksaan keuangan anggota bursa.

Human Resourches Divisions (Divisi Sumber Daya Manusia), bertanggung

jawab didalam peningkatan kemampuan sumber daya manusia melalui pengarahan

langsung, pelatihan, dan program pendidikan baik di dalam negeri maupun di luar

negeri, menangani administrasi dan kedisiplinan, evaluasi kinerja, gaji serta promosi

pegawai guna meningkatkan produktivitas para pegawai.

Membership Divisions (Divisi Keanggotaan), memonitor anggota bursa dari

tingkat lamaran hingga ketaatan pada peraturan keanggotaan, mengambil tindakan tegas

terhadap pelanggaran yang terjadi terhadap peraturan keanggotaan, menyempurnakan

peraturan keanggotaan, meningkatkan produktivitas sumber daya manusia bursa melalui

57
pelatihan dan program magang, memperkenalkan dan menyebar informasi peraturan

bursa dan meningkatkan kedispilinan anggota bursa.

Information Technology Divisions (Divisi Teknologi Informasi), divisi ini

yang memperkenalkan sistem JATS, meningkatkan sistem komunikasi seperti LAN,

sistem data dan sistem keamanan elektronik.

Listing Divisions (Divisi Pencatatan), bertanggung jawab dalam menilai

perusahaan yang mencatatkan sekuritasnya dan memonitor perkembangan perusahaan

yang tercatat dalam bursa, membantu meningkatkan jumlah perusahaan tercatat dalam

bursa, membuat peraturan pencatatan, menyebarkan formasi pencatatan kepada

masyarakat dan mengadakan klinik go public yang bertujuan untuk menarik minat

perusahaan untuk mencatatakan diri di bursa, memonitor aksi perusahaan yang tercatat

di bursa dan laporan keuangan yang disampaikan kepada media masa.

Trading Divisions (Divisi Perdagangan), bertanggung jawab dan memastikan

kelancaran kativitas perdagangan, meningkatkan sistem perdagangan yang transparan

dan sistematis, menyediakan fasilitas perdagangan yang efisien, memonitor

perkembangan pasar dan mengembangkan peraturan perdagangan dan metode

penyebaran informasi.

Research and Development Divisions (Divisi Penelitian dan Pengembangan),

menyusun secara rutin Jakarta Stock Exchange Factbook dan jurnal Bursa Efek

Indonesia, mempersiapkan pengembangan sistem manajemen informasi dalam

perusahaan dengan bekerja sama dengan divisi teknologi informasi dan divisi keuangan,

memfokuskan kegiatan dalam pengembangan instrumen perdagangan, memonitor dan

meningkatkan daya saing Bursa Efek Indonesia di kawasan Asia Pasifik.

58
Corporate Communication Divisions (Divisi Publik Relasi), memainkan

peranan aktif sebagai penghubung anatar Bursa Efek Indonesia dengan masyarakat

umum di pasar domestik maupun internasional, bertanggung jawab dalam

memperkenalkan bursa di berbagai forum baik dalam negeri maupun luar negeri.

Finance Divisions (Divisi Keuangan), menetapkan ukuran pengawasan bursa,

bekerja sama dengan BAPEPAM dan lembaga hukum dalam menilai pelanggaran di

bursa, mengirimkan staf untuk belajar dengan sistem pengawasan di bursa-bursa saham

lainnya.

Legal Affairs Divisions (Divisi Hukum), mempersiapkan peraturan dan

perjanjian perusahaan, membuat peraturan perdagangan dan keanggotaan, membuat

peraturan pencatatan, bekerja sama dengan lembaga hukum dan menteri kehakiman

mengenai kebijaksanaan hukum yang digunakan, mempersiapkan rapat umum

pemegang saham dan rapat umum luar biasa pemegang saham.

General Affairs Divisions (Divisi Urusan Umum), bertindak sebagai

pendukung divisi-divisi lain dan menyediakan kebutuhan pada semua program kerja,

menyusun garis pedoman perusahaan dan meningkatkan efisiensi Bursa Efek Indonesia.

4.3. Perkembangan Perusahaan Pada Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia

Industri farmasi adalah salah satu industri yang terdaftar pada Bursa Efek

Indonesia. Industri ini terdiri dari 9 perusahaan yang seluruhnya berstatus PMDN

(Penanaman Modal Dalam Negeri)

Adapun gambaran umum mengenai perusahaan pada industri farmasi yang

menjadi sampel penelitian ini antara lain:

4.3.1. PT. Tempo Scan Pasific Tbk

59
PT Tempo Scan Pacific Tbk (Perusahaan) didirikan di Republik Indonesia pada

tanggal 20 Mei 1970, dengan nama PT Scanchemie dalam rangka Penanaman Modal

Dalam Negeri No. 6 Tahun 1968, yang diubah dengan Undang-undang No. 12 Tahun

1970, berdasarkan akta notaris Ridwan Suselo, S.H., No. 37. Akta pendirian ini

disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No.

J.A.5/27/4 tanggal 13 Februari 1971, dan diumumkan dalam Berita Negara Republik

Indonesia No.25, Tambahan No. 148 tanggal 26 Maret 1971. Anggaran dasar

Perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir dengan akta Notaris

Isyana Wisnuwardhani Sadjarwo, S.H., No. 25 tanggal 25 Juli 2008 mengenai

penyesuaian anggaran dasar Perusahaan sesuai dengan Undang-Undang No. 40 tahun

2007. Perubahan ini telah disetujui oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia dengan Surat No. AHU-85063.AH.01.02.TH.2008 tanggal 12

November 2008 dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 36,

Tambahan No. 12177 tanggal 5 Mei 2009.

Ruang lingkup kegiatan Perusahaan bergerak dalam bidang usaha farmasi dan

memulai kegiatan komersialnya sejak tahun 1970. Kantor pusat Perusahaan di Gedung

Bina Mulia II, lantai 5, Jl. H.R. Rasuna Said Kav. 11, Jakarta 12950, sedangkan lokasi

pabriknya terletak di Cikarang - Jawa Barat.

4.1.2. PT. Prydam Farma Tbk

Berdiri pada tahun 1976, perusahaan ini memulai kegiatan operasinya pada

tahun 1978 dengan kegiatan produksi dan pemasaran produk untuk hewan. Kcmudian

pada tahun 1985 perusahaan ini mendirikan divisi Farnrnsi. Pada tahun 1993 berdiri PT.

Pyridam Vetiriner, sebuah perusahaan banz yang memproduksi dan mernasarkan

produk perawatan hewan. Perusahaan ini kemudian melakukan perluasan pada bidang

60
yang lebih ke bisnis yaitu pada produksi obat - obatan dan microbacterials. Pada

oktober 2001, perusahaan ini melakukan Public Offering (IPO) dengan menjual

120.000.000 lembar sahamnya.

Pemegang saham perusahaan ini adalah PT. Pyridam International Corporation

sebesar 53,85 %, kemudian In Sarkri Kosasih sebesar 11,54 %, Rani Tjandra scbesar

11,54 % dan masyarakt umum sebesar 23,07 %.

4.3.3. PT. Merck Indonesia Tbk

Perseroan, berkedudukan di Indonesia dan berlokasi di Jl. T.B. Simatupang No.

8, Pasar Rebo, Jakarta Timur, didirikan dalam rangka penanaman modal

asingberdasarkan Undang-Undang No. 1 tahun 1967 jo. Undang-Undang No. 11 tahun

1970, dengan akte notaries Eliza Pondaag SH tanggal 14 Oktober 1970 No. 29. Akte ini

disetujui oleh Menteri Kehakiman dengan No. J.A.5/173/6 tanggal 28 Desember 1970,

dan diumumkan dalam Tambahan No. 202 pada Berita Negara No. 34 tanggal 27 April

1971.

Anggaran Dasar Perseroan telah mengalami beberapa kali perubahan,

perubahan selanjutnya dengan akte notaries Aulia Taufani SH, pengganti Sutjipto SH

tanggal 4 Juni 2002 No.)1 mengenai perubahan nama Perseroan dari PT. Merck

Indonesia Tbk menjadi PT Merck Tbk. Akte ini telah disetujui oleh Menteri Kehakiman

dan Hak Asasi Manusia dengan No. C-11973 HT.01.04.TH.2002 tanggal 2 Juli 2002.

Untuk memenuhi ketentuan Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas, maka Perseroan melakukan perubahan terhadap Anggaran

Dasarnya. Perubahan ini dilakukan dengan akte notaries Sutjipto SH tanggal 15 April

2008 No. 81 dan telah disetujui oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan

No. AHU-36704.AH.01.02 Tahun 2008 tanggal 30 Juni 2008.

61
Perubahan terakhir dilakukan dengan akte notaris Aulia Taufani SH, pengganti

Sutjipto SH tanggal 2 April 2009 No. 8 untuk memenuhi ketentuan Peraturan Bapepam

dan LK No. IX.J.1 mengenai Pokok-Pokok Anggaran Dasar Perseroan yang melakukan

Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas dan Perusahaan Publik. Akte ini telah

diberitahukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan No. AHU-

AH.01.10-07999 Tahun 2009 tanggal 16 Juni 2009.

4.3.4. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk

PT Kimia Farma (Persero) Tbk. selanjutnya disebut “Perusahaan” didirikan

berdasarkan akta No. 18 tanggal 16 Agustus 1971 dan diubah dengan akta perubahan

No. 18 tanggal 11 Oktober 1971 keduanya dari Notaris Soelaeman Ardjasasmita S.H. di

Jakarta. Akta perubahan ini telah mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman

Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No. J.A.5/184/21 tanggal 14 Oktober

1971, yang didaftarkan pada buku registrasi No. 2888 dan No. 2889 tanggal 20 Oktober

1971 di Kantor Pengadilan Negeri Jakarta serta diumumkan dalam Berita Negara

Republik Indonesia No. 90 tanggal 9 Nopember 1971 dan Tambahan Berita Negara

Republik Indonesia No. 508. Anggaran Dasar Perusahaan telah beberapa kali

mengalami perubahan. Perubahan tentang modal disetor terakhir dengan akta No..45

tanggal 24 Oktober 2001 dari Imas Fatimah, S.H. notaris di Jakarta. Akta perubahan ini

telah mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia dengan Surat Keputusan No. C-12746HT.01.04.TH.2001 tanggal 8

Nopember 2001. Pada tahun 2008, Anggaran Dasar mengalami perubahan dengan akta

No. 79 tanggal 20 Juni 2008 dari Imas Fatimah, S.H, notaris di Jakarta. Perubahan

Anggaran Dasar ini mengacu kepada Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang

62
Perusahaan Terbatas. Akta perubahan ini telah mendapat persetujuan dari Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan Surat Keputusan Nomor.

AHU-47137.AH.01-02 Tahun 2008 tanggal 04 Agustus 2008.

Perusahaan berdomisili di Jakarta dan memiliki unit produksi yang berlokasi di

Jakarta, Bandung, Semarang, Watudakon (Mojokerto), dan Tanjung Morawa - Medan.

Perusahaan juga memiliki satu unit distribusi yang berlokasi di Jakarta. Pada tahun

2003, Perusahaan membentuk 2 (dua) Anak Perusahaan yaitu PT KF Trading &

Distribution dan PT Kimia Farma Apotek yang sebelumnya masing-masing merupakan

unit usaha Pedagang Besar Farmasi dan Apotek (catatan b). Kantor Pusat Perusahaan

beralamat di Jalan Veteran Nomor 9 Jakarta. Perusahaan mulai beroperasi secara

komersial sejak tahun 1817, yang pada saat itu bergerak dalam bidang distribusi obat

dan bahan baku obat.

Pada tahun 1958, pada saat Pemerintah Indonesia menasionalisasikan semua

Perusahaan Belanda, status Perusahaan tersebut diubah menjadi beberapa Perusahaan

Negara. Pada tahun 1969, beberapa Perusahaan Negara tersebut diubah menjadi satu

Perusahaan yaitu Perusahaan Negara Farmasi dan Alat Kesehatan Bhinneka Kimia

Farma disingkat PN Farmasi Kimia Farma. Pada tahun 1971, berdasarkan Peraturan

Pemerintah No. 16 Tahun 1971 status Perusahaan Negara tersebut diubah menjadi

Persero dengan nama PT Kimia Farma (Persero).

Hasil produksi Perusahaan saat ini dipasarkan di dalam negeri dan di luar

negeri, yaitu ke Asia, Eropa, Australia, Afrika dan Selandia Baru.

4.3.5. PT. Kalbe Farma Tbk

63
PT Kalbe Farma Tbk. (“Perusahaan”) didirikan di Negara Republik Indonesia,

dalam rangka Undang-undang Penanaman Modal Dalam Negeri No. 6 Tahun 1968

yang telah diubah dengan Undang-undang No. 12 Tahun 1970 berdasarkan akta notaris

Raden Imam Soesetyo Prawirokoesoemo No. 3 pada tanggal 10 September 1966. Akta

pendirian ini telah disahkan oleh Menteri Kehakiman (Menkeh) Republik Indonesia

dengan Surat Keputusan No. J.A.5/72/23 tanggal 12 September 1967 dan diumumkan

dalam Tambahan No. 234, Berita Negara Republik Indonesia No. 102 pada tanggal 22

Desember 1967. Anggaran dasar Perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan,

terakhir dengan akta notaris DR. Irawan Soerodjo,S.H., Msi., No. 309, tanggal 25 Juni

2008, mengenai perubahan anggaran dasar Perusahaan untuk menyesuaikan dengan

Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas serta peraturan yang

berlaku di bidang Pasar Modal. Perubahan terakhir ini telah disetujui oleh Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dalam Surat Keputusan No. AHU-

70062.AH.01.02.Tahun 2008 tanggal 26 September 2008.

Seperti yang dinyatakan dalam anggaran dasarnya, ruang lingkup kegiatan

Perusahaan meliputi, antara lain usaha dalam bidang industri dan distribusi produk

farmasi (obat-obatan bagi manusia dan hewan). Saat ini, Perusahaan terutama bergerak

dalam bidang produksi dan pengembangan produk farmasi. Perusahaan memulai

operasi komersial pada tahun 1966.

Perusahaan berkedudukan di Jakarta, dimana kantor pusat berada di Gedung

KALBE, Jl. Let. Jend. Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta 10510 sedangkan

fasilitas pabriknya berlokasi di Kawasan Industri Delta Silicon, Jl. M.H. Thamrin, Blok

A3-1, Lippo Cikarang, Bekasi, Jawa Barat.

64
4.3.6. PT. Indofarma (Persero) Tbk

Perusahaan ini didirikan pada tanggal 2 Januari 1996 yang pada awalnya sudah

ada pada tahun 1918 dengan nama Pabrik Obat Manggarai. Pada tahun 1942

kepernilikan pabrik obat tersebut berpindah tangan dari Belanda ke penterintah Jepang.

Pada tahun 1950 Pabrik Obat Manggarai di ambil alih oleh pemerintah Indonesia

melalui departemen kesehatan dan termasuk kedalam pusat produksi obat-obatan untuk

pemerintah Indonesia. Pada tahun 1979 berganti nama menjadi Pusat Produksi Obat-

Obatan Departemen Kesehatan dan merupakan organisasi nonprofit. Pada tahun 1981

berganti nama lagi menjadi Indonesia Farma. Untuk mengantisipasi perkembangan

masa depan dan meningkatnya persaingan, pada tahun 1996 status perusahaan tersebut

menjadi perseroan terbatas dengan nama PT. Indonesia Farma atau PT. Indo Farma

singkatnya. Pada tahun itu juga perusahaan ini mengakuisisi 43,5 % saham PT. Rinsima

Abadi Farma yang mempraduksi material mentah untuk membuat obat - obatan. Pada

Januari 2000 perusahaan ini memberikan subsidi kepada PT. Indofarma Global Medika

untuk mendapatkan perjanjian distribusi. Kemudian pada Maret 2001 perusahaan ini

mengakuissisi 20 % saham PT. Asindo Husada Bhakti untuk meningkatkan distribusi

obat - obatan. Pada Maret 2001, perusahaan ini mengeluarkan Public Ofering untuk

sahamnya. Dana besar dari Public Offering itu 53 % digunakan untuk memperbesar

kapasitas dan fasilitas produksi dan 43 % untuk pembentukan modal keria.

Pemegang saham penisahaan ini adalah pemerintah Indonesia sebesar 80,66 %

dan masyarakat umum sebesar 19,34 %.

4.3.7. PT. Darya-Varia laboratoria Tbk

65
(“Perusahaan”) didirikan dalam rangka Undang-undang Penanaman Modal

Dalam Negeri No. 6 tahun 1968 berdasarkan akta notaris No. 5 tanggal 5 Februari 1976

dari notaris Abdul Latief, S.H. Akta ini disetujui oleh Menteri Kehakiman dalam Surat

Keputusan No. Y.A.5/288/11 tanggal 28 Mei 1976 dan diumumkan dalam Tambahan

No. 712 pada Berita Negara No. 92 tanggal 18 November 1977. Anggaran Dasar

Perusahaan telah beberapa kali diubah, antara lain mengenai perubahan nama

Perusahaan menjadi PT Darya-Varia Laboratoria Tbk dan perubahan anggaran dasar

Perusahaan dalam rangka Undang-undang No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas

dilakukan dengan akta notaris No. 107 tanggal 18 Juni 1997 dari notaris Benny

Kristianto, S.H. Perubahan anggaran dasar tersebut telah disetujui oleh Menteri

Kehakiman dalam Surat Keputusan No. C2-6441.HT.01.04.TH.97 tanggal 9 Juli 1997

dan diumumkan dalam Tambahan No. 4747 pada Berita Negara No. 81 tanggal 10

Oktober 1997. Perubahan sehubungan dengan peningkatan modal dasar Perusahaan dari

Rp100.000.000.000 (Rupiah penuh) menjadi Rp280.000.000.000 (Rupiah penuh)

dilakukan dengan akta notaris No. 68 tanggal 15 Juni 1998 dari notaris Benny

Kristianto, S.H. Perubahan ini telah disetujui Menteri Kehakiman dalam Surat

Keputusan No. C2-6421.HT.01.04.TH.98 tanggal 15 Juni 1998 dan diumumkan dalam

Tambahan Berita Negara No. 6400 pada Berita Negara No. 92 tanggal16 November

1998.

Perubahan terhadap Anggaran Dasar Perusahaan sehubungan dengan prosedur

pelaksanaan rapat Direksi dan Komisaris dilakukan dengan akta notaris No. 50 tanggal

30 Juli 2002 dari notaris Benny Kristianto, S.H., yang telah disetujui oleh Menteri

Kehakiman dan Hak Asasi Manusia dalam Surat Keputusan No. C-

66
16570.H.T.01.04.TH.2002 tanggal 30 Agustus 2002 dan diumumkan dalam Tambahan

No. 999 pada Berita Negara No. 89 tanggal 5 November 2002.

4.3.8. PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk

Perusahaan ini didirikan oleh suatu badan investasi asing pada tanggal 8 Juli

1970. Kemudian pada tahun 1983, perusahaan ini melakukan Initial Public Offering

(IPO) dan terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tanggal 29 Maret 1983 dan Bursa Efek

Surabaya pada tanggal 16 Juni 1989. Pada tanggal 6 November 1991, perusahaan ini

100% diambil alih oleh PT. Bristol - Myers Squibb Indonesia Tbk. Produksi dilakukan

di Cibinong dalam area seluas 2,3 Ha. Merck produk yang dipasarkan antara lain :

Capoten, Corgard, Capozide, Kenacort, Kenacomb, Mycostatin, Azactam dan Velosef

serta 36 macam antibiotik lainnya. Yang bukan termasuk obat penekan rasa sakit antara

lain Engran, Counterpain, Vi - grans, Theragran - M, dan Sqibb B Complex.

Pada tahun 2002, perusahaan meluncurkan ukuran baru dari produk kunci yaitu

Counterpain Cool ukuran 5 gram dan 60 gram serta Counterpain Cream ukuran 5 gram.

Juga diperkenalkan produk Excedrin dalam bentuk tablet.

Pemegang saham perusahaan ini adalah Linson Investmentd Ltd, Sword,

Ireland sebesar 22,00 % , kemudian 345 Park Corporation sebesar 68,00 %.

4.3.9. PT. Schering Plough Indonesia Tbk

Berdiri pada tahun 1972 sebagai PT Essex Indonesia, perusahaan ini

merupakan gabungan dari Bernard Murimboh Indonesia dan Schering Corporation of

67
The United states. Setelah go public pada tahun 1990, perusahaan ini berganti nama

menjadi Schering Plough Indonesia. Produksi manufaktur di Surabaya dengan produk -

produk antara lain : GARAMYCIN, dan NETROMYCIN untuk antibiotic,

Betamenthasone Dipropionate dan Valerate Cream untuk perawatan kulit, CLARITIN

dan CLARINASE untuk alergi tak teratur. Perusahaan ini menggunakan PT. Anugerah

Pharmindo Lestari sebagai distributor. Baru - baru ini telah diluncurkan produk untuk

penyakit hepatitis dan kanker yaitu INTRON-A, FUGEREL, LOTRIDERM dan

ELOCON. Perusahaan ini mempunyai ranking terbaik untuk sektor farmasi pada tahun

1996 berdasarakan fundamental dan tehnikal rating di Bursa Efek.

Pemegang saham perusahaan ini adalah Schering Plough Int'l USA sebesar

64,60 %, Schering Plough Health Care Products Inc, USA sebesar 24,60 % dan

masyarakat umum sebesar 10,80 %.

68
BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


5.1. Deskripsi Hasil Penelitian

Dalam bagian Hasil Penelitian ini akan digambarkan berbagai aspek baik dalam

bentuk data maupun dalam bentuk variable penelitian yang telah dirumuskan pada bab

terdahulu, baik mengenai perkembangan dan perubahan maupun mengenai nilai-nilai

statistik dari hasil penelitian. Variabel – variabel yang diteliti dalam penelitian ini terdiri

dari variabel independen atau variabel bebas dan variabel dependen atau variabel tidak

bebas. Dalam penelitian ini yang termasuk dalam variabel independen yaitu: . Debt to

Equity Ratio (DER), Price Earning Ratio (PER) dan Return On Equity (ROE),

sedangkan Harga Saham merupakan variabel dependen. Debt to Equity Ratio

merupakan perbandingan antara total hutang dengan modal sendiri, Price Earning Ratio

merupakan perbandingan antara Harga Saham dengan laba per lembar saham (Earning

Per Share), sedangkan Return On Equity merupakan perbandingan antara laba bersih

setelah pajak (EAT) dengan modal sendiri.

Perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam Industri Farmasi di Bursa Efek

Indonesia periode 2006-2008 berjumlah 9 buah., namun yang menjadi menjadi sampel

dalam penelitian ini hanya 8 (delapan) perusahaan, yang terdiri dari : PT. Tempo Scan

Pasific Tbk, Pyridam Farma Tbk, PT. Merck Indonesia Tbk, PT. Kimia Farma (Persero)

Tbk, PT. Kable Farma Tbk, PT. Indofarma (Persero) Tbk, PT. Darya – Varya

Laboratoria Tbk, PT. Bristol – Myers Squibb Indonesia Tbk.

5.1.2. Perubahan Debt to Equity Ratio

Debt to Equity Ratio merupakan perbandingan antara total hutang dengan modal

sendiri dimana hasil perbandingan tersebur dinyatakan dalam bentuk persentase. Untuk

69
melihat perubahan Debt to Equity Ratio tentu perlu terlebih dahulu mengetahui

perkembangan total hutang dam modal sendiri. Berdasarkan laporan keuangan

perusahaan pada industri Farmasi periode 2006-2008 dapat terlihat gambaran tentang

perkembangan total hutang seperti pada tabel 5.1 berikut ini.

Tabel 5.1
Perkembangan Rata-Rata Hutang
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Jutaan Rupiah)
Tahun
No Nama Perusahaan
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 447.319 558.369 655.932
2 PT. Prydam Farma Tbk 17.927 28.213 29.402
3 PT. Merck Indonesia Tbk 47.120 50.830 47.741
4 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 390.930 478.712 497.905
5 PT. Kalbe Farma Tbk 1.080.566 1.121.539 1.359.297
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 406.451 717.874 699.216
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 145.025 98.701 129.812
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 76.542 68.720 80.180
Jumlah 2.611.880 3.122.958 3.499.485
Rata-rata 326.485 390.370 437.436
Perkembangan (%) 19,57 12,06
Tertinggi 1,080,55 1,121,539 1,359,297
6
Terendah 17,927 28,213 29,402
Sumber : Lampiran 10

Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa rata-rata hutang pada industri

farmasi di Bursa Efek Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Rata-rata

hutang pada tahun 2006 yaitu sebesar Rp 326.485.000.000,- dan mengalami

peningkatan sebesar 19,57% atau meningkat menjadi Rp 390.370.000.000,- pada tahun

2007. Kemudian pada tahun 2008 rata-rata total hutang meningkat sebesar 12,06% dari

tahun 2007 atau sebesar Rp 437.436.000.000,-.

Dari tabel 5.1 di atas juga dapat diketahui perusahaan yang memiliki jumlah

hutang tertinggi dan terendah selama periode 2006-2008. Jumlah hutang tertinggi dari

tahun 2006 - 2008 dimiliki oleh PT. Kalbe Farma yaitu sebesar Rp. 1.080.566.000.000,-

70
untuk tahun 2006, Rp. 1.121.539.000.000,- untuk tahun 2007 dan sebesar Rp.

1.359.297.000.000,- di tahun 2008. Sedangkan jumlah hutang terkecil dari tahun 2006 -

2008 dimiliki oleh PT. Prydam Farma yaitu sebesar Rp. 17.927.000.000,- untuk tahun

2006, Rp. 28.213.000.000,- untuk tahun 2007 dan sebesar Rp. 29.402.000.000,- di tahun

2008.

Setelah mengetahui perkembangan rata-rata hutang, langkah selanjutnya adalah

melihat perkembangan modal sendiri perusahaan pada industri Farmasi. Pada tabel 5.2

dapat dilihat perkembangan modal sendiri pada industri Farmasi periode 2006-2008

adalah sebagai berikut.

Tabel 5.2
Perkembangan Rata-Rata Modal Sendiri
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Jutaan Rupiah)
Tahun
No Nama Perusahaan
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 1.942.441 2.115.644 2.235.688
2 PT. Prydam Farma Tbk 65.201 66.944 69.253
3 PT. Merck Indonesia Tbk 235.539 280.224 327.324
4 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 870.654 908.028 947.765
5 PT. Kalbe Farma Tbk 2.994.817 3.386.862 3.622.399
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 280.486 291.563 296.595
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 412.312 462.230 507.849
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 130.594 158.702 214.545
Jumlah 6.932.044 7.670.197 8.221.418
Rata-rata 866.506 958.775 1.027.677
Perkembangan (%) 10,65 7,19
Tertinggi 2.994.817 3.386.862 3.622.399
Terendah 65.201 66.944 69.253
Sumber : Lampiran 11

Dari tabel 5.2 dapat terlihat bahwa rata-rata modal sendiri pada industri Farmasi

di Bursa Efek Indonesia selama periode 2006-2008 juga mengalami peningkatan, yaitu

pada tahun 2006 rata-rata modal sendiri pada industri ini sebesar Rp.866.506.000.000,-

dan meningkat sebesar 10,65% pada tahun 2007 menjadi Rp. 958.775.000.000,-.

71
Kemudian pada tahun 2008 rata-rata modal sendiri meningkat sebesar 7,19% dari tahun

2007 atau sebesar Rp.1.027.677.000.000,-.

Sama seperti perkembangan rata-rata hutang, jumlah modal sendiri yang tertinggi

pada tahun 2006-2008 dimiliki oleh PT. Kalbe Farma yaitu sebesar Rp.

2.995.817.000.000,- untuk tahun 2006, Rp. 3.386.862.000.000,- untuk tahun 2007 dan

sebesar Rp. 3.622.399.000.000,- di tahun 2008. Sedangkan jumlah modal sendiri

terendah pada tahun 2006 – 2008 dimiliki oleh PT. Prydam Farma yaitu sebesar Rp.

65.201.000.000,- untuk tahun 2006, Rp. 66.944.000.000,- untuk tahun 2007 dan Rp.

69.253.000.000,- di tahun 2008.

Dengan membandingkan data mengenai total hutang dan modal sendiri yang

terlihat pada tabel 5.1 dan tabel 5.2, maka dapat dilihat besarnya perubahan rata-rata

Debt to Equity Ratio pada Industri Farmasi. Perubahan rata-rata Debt to Equity ratio

pada Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008 dapat terlihat pada

tabel berikut:

Tabel 5.3
Perubahan Rata-Rata Debt to Equity Ratio
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Persentase)
Tahun
No Nama Perusahaan
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 23,03 26,39 29,34
2 PT. Prydam Farma Tbk 27,49 42,14 42,46
3 PT. Merck Indonesia Tbk 20,01 18,14 14,59
4 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 44,90 52,72 52,53
5 PT. Kalbe Farma Tbk 36,08 33,11 37,52
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 144,91 246,22 235,75
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 35,17 21,35 25,56
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 58,61 43,30 37,37
Jumlah 390,2046 483,3802 475,1207
Rata-rata 48,78 60,42 59,39
Perubahan (%) 11,65 -1,03
Tertinggi 144,91 246,22 235,75

72
Terendah 20,01 18,14 14,59
Sumber : Lampiran 12

Bertolak dari tabel 5.3. dapat diketahui bahwa perubahan rata-rata Debt to

Equity Ratio pada Industri farmasi periode 2006-2008 mengalami fluktuasi. Pada tahun

2006 nilai rata-rata DER adalah sebesar 48,78% dan angka ini mengalami peningkatan

pada tahun 2007 menjadi 60,42% atau naik sebesar 11,65% dibandingkan dengan tahun

2006. Pada tahun 2008 DER yang diperoleh adalah sebesar 59,39% atau mengalami

penurunan sebesar 1,03%.

Dari tabel 5.3. di atas yang merupakan hasil olahan data penelitian, dapat

diketahui perusahan pada industri Farmasi yang terdaftar di BEI pada periode 2006-

2008 yang memiliki nilai Debt to Equity Ratio (DER) yang tertinggi dan terendah,

dimana yang menjadi tolok ukurnya adalah nilai rata-rata industri. Pada tahun 2006

terdapat sebanyak 2 perusahaan yang memiliki nilai DER di atas rata-rata industri.

Nilai DER tertinggi pada tahun 2006 dimiliki oleh PT. Indofarma (persero) yaitu

sebesar 144,91%. Selanjutnya terdapat 6 perusahaan yang memiliki nilai DER di bawah

rata-rata industri pada tahun 2006. Perusahaan yang memiliki nilai DER terendah adalah

PT. Merck Indonesia yaitu sebesar 20,01%.

Selanjutnya, pada tahun 2007 jumlah perusahaan yang memiliki nilai DER di atas

rata-rata industri adalah 1 perusahaan. Pada tahun 2007, nilai DER tertinggi dimiliki

oleh PT. Indofarma (persero) yaitu sebesar 246,22%. Selain itu, terdapat 7 perusahaan

yang memiliki nilai DER di bawah rata-rata industri pada tahun 2007. Perusahaan yang

memiliki nilai DER terendah di bawah rata-rata industri adalah PT. Merck Indonesia

yaitu sebesar 18,14%.

Pada tahun 2008 rata-rata industi perusahaan yang memiliki nilai DER di atas

rata-rata industri hanya 1 perusahaan. Nilai DER tertinggi yang berada di atas rata-rata

73
industri dimiliki oleh PT. Indofarma (persero) yaitu sebesar 235,75%. Selanjutnya,

perusahaan yang memiliki nilai DER di bawah rata-rata industri pada tahun 2008

berjumlah 7 perusahaan. Nilai DER terendah yang berada di bawah rata-rata industri

dimiliki oleh PT. Merck Indonesia sebesar 14,59%.

5.1.2. Perkembangan Price Earning Ratio (PER).

Price Earning Ratio adalah perbandingan antara harga perlembar saham (yang

diperoleh dari pasar modal) dan laba per lembar saham yang diperoleh pemilik

perusahaan. Harga saham yang diperhitungkan adalah harga akhir penutupan (closing

price).

Untuk melihat perkembangan Price Earning Ratio maka terlebih dahulu perlu

melihat perkembangan harga perlembar saham dan laba perlembar saham yang dimiliki

perusahaan. Berdasarkan laporan keuangan perusahaan pada industri Farmasi periode

2006-2008 dapat terlihat gambaran tentang harga saham (closing price) seperti pada

tabel 5.4 berikut ini.

Tabel 5.4
Perkembangan Rata-Rata Harga Saham (Closing Price)
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Rupiah)
Tahun
Nama Perusahaan
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 900 750 400
2 PT. Prydam Farma Tbk 50 81 50
3 PT. Merck Indonesia Tbk 40.000 52.500 35.500
4 PT. Kalbe Farma (Persero) Tbk 165 305 76
5 PT. Kalbe Farma Tbk 1.190 1.260 400
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 100 205 50
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 1.510 1.600 960
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 55.500 10.500 52.000
Jumlah 99.415 67.201 89.436
Rata-rata 12.426 8.400 11.180
Perkembangan (%) - -32,4 33,09
Tertinggi 55.500 52.500 52.000
Terendah 50 81 50

74
Sumber : Lampiran 13

Dari tabel 5.4 dapat terlihat bahwa perkembangan rata-rata harga saham pada

industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia selama periode 2006-2008 mengalami

fluktuasi, yaitu pada tahun 2006 rata-rata harga saham pada industri ini sebesar

Rp.12.426,- dan menurun sebesar 32,40% pada tahun 2007 menjadi Rp. 8.400,-.

Kemudian pada tahun 2008 rata-rata modal sendiri meningkat sebesar 33,09% dari

tahun 2007 atau sebesar Rp.11.180,-.

Dari tabel 5.4. di atas juga dapat diketahui perusahaan yang memiliki jumlah

harga saham tertinggi dan terendah selama periode 2006-2008. Jumlah harga saham

tertinggi pada tahun 2006 dimiliki oleh PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia yaitu

sebesar Rp. 55.500,-, sedangkan jumlah harga saham tertinggi pada tahun 2007 dimiliki

oleh PT. Merck Indonesia yaitu sebesar Rp. 52.500,- dan pada tahun 2007 jumlah harga

saham tertinggi dimiliki oleh PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Rp. 52.000,-.

Sedangkan jumlah harga saham terkecil dari tahun 2006 - 2008 dimiliki oleh PT.

Prydam Farma yaitu sebesar Rp.50,- untuk tahun 2006, Rp. 81,- untuk tahun 2007 dan

sebesar Rp. 50,- di tahun 2008.

Setelah mengetahui perkembangan harga saham, langkah selanjutnya adalah

melihat perkembangan laba perlembar saham (Earning Per Share) perusahaan pada

industri Farmasi. Pada tabel 5.5 dapat dilihat perkembangan Earning Per Share pada

industri Farmasi periode 2006-2008 adalah sebagai berikut.

Tabel 5.5
Perkembangan Rata-Rata Earning Per Share
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Rupiah)
Tahun
No Nama Perusahaan
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 61 62 71
2 PT. Prydam Farma Tbk 3 3 4

75
3 PT. Merck Indonesia Tbk 3.863 3.995 4.403
4 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 8 9 10
5 PT. Kalbe Farma Tbk 67 69 70
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 5 4 2
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 94 89 126
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 4.216 5.095 9.206
Jumlah 246.079 245.09 296.609
Rata-rata 1.039 1.165 1.736
Perkembangan (%) 12,13 14,96
Tertinggi 4.216 5.095 9.206
Terendah 3 3 2
Sumber : Lampiran 14

Dari tabel 5.5. dapat terlihat bahwa rata-rata Earning Per Share pada industri

Farmasi di Bursa Efek Indonesia selama periode 2006-2008 mengalami peningkatan,

yaitu pada tahun 2006 rata-rata Earning Per Share pada industri ini sebesar Rp.1.039,-

dan meningkat sebesar 12,13% atau sebesar Rp.1.165,- pada tahun 2007. Kemudian

pada tahun 2008 rata-rata Earning Per Share meningkat sebesar 14,96% dari tahun 2007

atau sebesar Rp.1.736,-.

Dari tabel 5.5. di atas juga dapat diketahui perusahaan yang memiliki Earning Per

Share tertinggi dan terendah selama periode 2006-2008. Earning per share dari tahun

2006 - 2008 dimiliki oleh PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia yaitu sebesar Rp. 4.216,-

untuk tahun 2006, Rp. 5.095,- untuk tahun 2007 dan sebesar Rp. 9.206,- di tahun 2008.

Sedangkan jumlah Earning Per Share terendah pada tahun 2006 dan 2007 dimiliki oleh

PT. Prydam Farma yaitu sebesar Rp.3,- dan pada tahun 2006 dan sebesar Rp. 3,- pada

tahun 2007, sedangkan pada tahun 2008 earning per share terendah dimiliki oleh PT.

Indofarma (persero) yaitu sebesar Rp.2,-

Merujuk pada data pada tabel 5.4 dan 5.5 yang merupakan data mengenai nilai

harga saham dan earning per share, dapat diketahui perkembangan Price Eraning Ratio

(PER). Dimana, nilai PER diperoleh dengan membandingkan nilai harga perlembar

76
saham dan laba perlembar saham (Earning Per Share). Perkembangan PER ditunjukkan

dalam tabel berikut ini.

Tabel 5.6
Perkembangan Rata-Rata Price Earning Ratio
Pada Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2006-2008.
(Dalam Satuan Kali)
Tahun
No Nama Perusahaan
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 14,68 12,12 5,61
2 PT. Prydam Farma Tbk 15,47 24,86 11,59
3 PT. Merck Indonesia Tbk 10,35 13,14 8,06
4 PT. Kalbe Farma (Persero) Tbk 20,83 32,46 7,62
5 PT. Kalbe Farma Tbk 17,86 18,13 5,75
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 20,34 57,36 30,8
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 16,1 17,95 7,59
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 13,16 2,06 5,65
Jumlah 128,79 178,08 82,67
Rata-rata 16,10 22,26 10,33
Perkembangan (%) - 38,27 -53,58
Tertinggi 20,83 57,36 30,8
Terendah 10,35 2,06 5,61
Sumber : Lampiran 15

Bertolak dari tabel 5.6. di atas diketahui bahwa rata-rata Price Earning Ratio

(PER) periode 2006-2008 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2006 rata-rata PER adalah

sebesar 16,10 kali dan angka ini mengalami peningkatan pada tahun 2007 menjadi

22,26 kali atau naik sebesar 38,27% dibandingkan tahun 2006. Kemudian pada tahun

2008 PER yang diperoleh mengalami penurunan menjadi 10,33 kali atau turun sebesar

53,58% dari tahun 2007.

Dari tabel 5.6. di atas, dapat diketahui perusahan pada industri Farmasi yang

terdaftar di BEI pada periode 2006-2008 yang memiliki nilai Price Earnig Ratio (PER)

yang tertinggi dan terendah, dimana nilai rata-rata industry merupakan tolak ukurnya.

Pada tahun 2006 terdapat sebanyak 4 perusahaan yang memiliki nilai PER di atas rata-

rata industri. Nilai PER tertinggi pada tahun 2006 dimiliki oleh PT. Kalbe Farma yaitu

77
sebesar 20,83 kali. Selanjutnya terdapat 4 perusahaan yang memiliki nilai DER di

bawah rata-rata industry pada tahun 2006. Perusahaan yang memiliki nilai DER

terendah adalah PT. Merck Indonesia yaitu sebesar 10,35 kali.

Selanjutnya, pada tahun 2007 jumlah perusahaan yang memiliki nilai PER di atas

rata-rata industri adalah 3 perusahaan. Pada tahun 2007, nilai PER tertinggi dimiliki

oleh PT. Indofarma (persero) yaitu sebesar 57,36 kali. Selain itu, terdapat 4 perusahaan

yang memiliki nilai PER di bawah rata-rata industri pada tahun 2007. Perusahaan yang

memiliki nilai PER terendah di bawah rata-rata industri adalah PT. Bristol-Myers

Squibb Indonesia yaitu sebesar 2,06 kali.

Pada tahun 2008 rata-rata industi perusahaan yang memiliki nilai PER di atas rata-

rata industri adalah 2 perusahaan. Nilai PER tertinggi yang berada di atas rata-rata

industri dimiliki oleh PT. Indofarma (persero) yaitu sebesar 30,8 kali. Selanjutnya,

perusahaan yang memiliki nilai DER di bawah rata-rata industri pada tahun 2008

berjumlah 7 perusahaan. Nilai DER terendah yang berada di bawah rata-rata industri

dimiliki oleh PT. Tempo Scan Pasific yaitu sebesar 5,61 kali.

5.1.3. Perubahan Return On Equity (ROE).

Return On Equity adalah rasio yang mengukur seberapa banyak keuntungan yang

menjadi hak pemilik modal sendiri, dimana hasil perbandingan tersebut dinyatakan

dalam bentuk persentase. Untuk melihat perubahan Return On Equity tentu perlu

terlebih dahulu mengetahui perkembangan Laba bersih setelah pajak (EAT) dan modal

sendiri. Berdasarkan laporan keuangan perusahaan pada industri Farmasi periode 2006-

2008 dapat terlihat gambaran tentang perkembangan laba bersih setelah pajak (EAT)

seperti pada tabel 5.7 berikut ini :

Tabel 5.7
Laba Bersih Setelah Pajak (EAT)

78
Pada Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2006-2008.
(Dalam Jutaan Rupiah)
Tahun
No Nama Perusahaan
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 272.584 278.358 320.648
2 PT. Prydam Farma Tbk 1.729 1.743 2.309
3 PT. Merck Indonesia Tbk 86.538 89.485 98.620
4 PT. Kalbe Farma (Persero) Tbk 43.990 52.189 55.394
5 PT. Kalbe Farma Tbk 676.582 705.694 706.822
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 15.241 11.077 5.032
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 52.509 49.918 70.819
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 43.172 52.176 94.271
Jumlah 1.192.345 1.240.640 1.353.915
Rata-rata 149.043,13 155.080,00 169.239,38
Perkembangan (%) 4,05 9,13
Tertinggi 676.582 705.694 706.822
Terendah 1.729 1.743 2.309
Sumber : Lampiran 16

Dari tabel 5.7. dapat terlihat bahwa rata-rata laba bersih pada industri Farmasi di

Bursa Efek Indonesia selama periode 2006-2008 mengalami peningkatan, yaitu pada

tahun 2006 rata-rata laba bersih pada industri ini sebesar Rp.149.043.000.000,13,- dan

meningkat sebesar 4,05% atau sebesar Rp.155.080.000.000,- pada tahun 2007.

Kemudian pada tahun 2008 rata-rata laba bersih meningkat sebesar 9,13% dari tahun

2007 atau sebesar Rp.169.239.000.000,38,-.

Dari tabel 5.7. di atas juga dapat diketahui perusahaan yang memiliki laba bersih

tertinggi dan terendah selama periode 2006-2008. Laba bersih dari tahun 2006 - 2008

dimiliki oleh PT. Kalbe Farma yaitu sebesar Rp. 676.582.000.000,-untuk tahun 2006,

Rp. 705.694.000.000,- untuk tahun 2007 dan sebesar Rp. 706.822.000.000,- di tahun

2008. Sedangkan jumlah laba bersih terendah dari tahun 2006-2008 dimiliki oleh PT.

Prydam Farma yaitu sebesar Rp.1.729.000.000,- untuk tahun 2006, Rp. 1.743.000.000,-

untuk tahun 2007, dan sebesar Rp.2.309.000.000,- di tahun 2008.

Merujuk pada data pada tabel 5.2 dan 5.7 yang merupakan data mengenai modal

sendiri dan laba bersih setelah pajak (EAT), dapat diketahui perubahan Return On

79
Equity (ROE). Dimana, nilai ROE diperoleh dengan membandingkan laba bersih

setelah pajak dan modal sendiri. Perkembangan ROE dapat dilihat dalam tabel berikut

ini.

Tabel 5.8
Perubahan Return On Equity
Pada Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2006-2008.
(Dalam Satuan Persentase)
Tahun
No Nama Perusahaan
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 14,03 13,16 14,34
2 PT. Prydam Farma Tbk 2,65 2,60 3,33
3 PT. Merck Indonesia Tbk 36,74 31,93 30,13
4 PT. Kalbe Farma (Persero) Tbk 5,05 5,75 5,84
5 PT. Kalbe Farma Tbk 22,59 20,84 19,51
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 5,43 3,80 1,70
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 12,74 10,80 13,94
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 33,06 32,88 43,94
Jumlah 132 121,76 132,73
Rata-rata 16,54 15,22 16,59
Perubahan (%) -1,32 1,37
Tertinggi 36,74 32,88 43,94
Terendah 2,65 2,60 1,70
Sumber : Lampiran 17

dari dari tabel 5.8. di atas diketahui bahwa rata-rata Return On Equity (ROE)

periode 2006-2008 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2006 rata-rata ROE adalah sebesar

16,54% dan angka ini mengalami penurunan pada tahun 2007 menjadi 15,22 % atau

turun sebesar 1,32% dibandingkan tahun 2006. Kemudian pada tahun 2008 ROE yang

diperoleh mengalami kenaikan sebesar 1,37% atau meningkat menjadi 16,59% dari

tahun 2007.

Dari tabel 5.8. di atas, dapat diketahui perusahan pada industri Farmasi yang

terdaftar di BEI pada periode 2006-2008 yang memiliki nilai Return On Equity (ROE)

yang tertinggi dan terendah, dimana nilai rata-rata industry merupakan tolak ukurnya.

Pada tahun 2006 terdapat sebanyak 3 perusahaan yang memiliki nilai PER di atas rata-

80
rata industri. Nilai ROE tertinggi pada tahun 2006 dimiliki oleh PT. Merck Indonesia

yaitu sebesar 36,74%. Selanjutnya terdapat 5 perusahaan yang memiliki nilai ROE di

bawah rata-rata industry pada tahun 2006. Perusahaan yang memiliki nilai ROE

terendah adalah PT. Prydam Farma yaitu sebesar 2,65%.

Selanjutnya, pada tahun 2007 jumlah perusahaan yang memiliki nilai ROE di atas

rata-rata industri adalah 3 perusahaan. Pada tahun 2007, nilai ROE tertinggi dimiliki

oleh PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia yaitu sebesar 32,88%i. Selain itu, terdapat 4

perusahaan yang memiliki nilai ROE di bawah rata-rata industri pada tahun 2007.

Perusahaan yang memiliki nilai ROE terendah di bawah rata-rata industri adalah PT.

Prydam Farma yaitu sebesar 2,60%.

Pada tahun 2008 rata-rata industi perusahaan yang memiliki nilai ROE di atas

rata-rata industri adalah 3 perusahaan. Nilai ROE tertinggi yang berada di atas rata-rata

industri dimiliki oleh PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia yaitu sebesar 43,94%i.

Selanjutnya, perusahaan yang memiliki nilai ROE di bawah rata-rata industri pada

tahun 2008 berjumlah 5 perusahaan. Nilai ROE terendah yang berada di bawah rata-rata

industri dimiliki oleh PT. Indofarma (Persero) yaitu sebesar 1,70%.

5.2. Pembahasan

5.2.1 Analisa Statistik


Untuk melakukan pembahasan atas hasil penelitian dan pengumpulan data dalam

menguji hipotesis yang telah dirumuskan maka semua analisa statistik dilakukan dengan

menggunakan bantuan fasilitas program komputer yaitu program SPSS (statistic

Program Social Science) versi 12.0 for windows.

5.2.1.1 Analisis Signifikansi Pengaruh Debt to Equity Ratio (DER), Price Earning

Ratio (PER) dan Return On Equity (ROE) terhadap Harga Saham Pada

Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2006-2008.

81
Untuk menguji signifikansi pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) dan Price

Earning Ratio (PER) terhadap harga saham secara simultan digunakan alat uji statistic

„F‟, Hipotesis I yang akan diuji, dirumuskan sebagai berikut:

Ho : b1 = b2 = b3 = 0 Artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan

dari variable Debt to Equity Ratio, Price Earning Ratio dan

Return On Equity terhadap harga saham.

Ha : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ 0 Artinya terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan dari

variable Debt to Equity Ratio, Price Earning Ratio dan Return On

Equity terhadap harga saham.

Tingkat signifikansi yang digunakan adalah α = 5 % (0,05).

Kriteria pengujian: Jika P Value pada kolom Sig. 0,05 maka Ho diterima.

Jika P Value pada kolom Sig. 0,05 maka Ho ditolak.

Untuk membuktikan hipotesis, maka dapat dilakukan dengan melihat hasil

output dari program SPSS versi 12.0 pada tabel ANOVA sebagai berikut.

Tabel 5.9.

ANOVA Untuk Uji “F” Tentang Pengaruh Debt to Equity Ratio, Price Earning

Ratio dan Return On Equity Secara Simultan Terhadap Harga Saham.

ANOVA(b)

Sum of
Model Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 16.256 3 5.419 16.068 .000a
Residual 6.744 20 .337
Total 23.000 23
a. Predictors: (Constant), ZROE, ZDER, ZPER
b. Dependent Variable: ZHS

82
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pengaruh Debt to Equity Ratio,

Price Earning Ratio dan Return On Equity secara simultan terhadap Harga Saham

menghasilkan Fhitung 16,068 dan Sig. sebesar 0,00 sedangkan α yang digunakan sebesar

0,05, maka Sig. α maka berarti Ho ditolak, artinya Artinya terdapat pengaruh yang

signifikan secara simultan dari variabel Debt to Equity Ratio, Price Earning Ratio dan

Return On Equity terhadap harga saham.

Sedangkan untuk menguji signifikansi pengaruh variabel Debt to Equity Ratio,

Price Earning Ratio dan Return On Equity secara parsial terhadap harga saham pada

industry Farmasi dapat digunkan alat uji statistic “t” yaitu dengan langkah-langkah

sebagai berikut:

Membuat Rumusan Hipotesis

Ho : b1 = 0 DER tidak mempunyai pengaruh yang sifnifikan terhadap harga

saham.

Ha : b1 ≠ 0 DER mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga

saham.

Ho : b2 = 0 PER tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga

saham.

Ha : b2 ≠ 0 PER mempunyai pengaruh signifikan terhadap harga saham.

Ho : b3 = 0 artinya ROE tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

harga saham.

Ha : b3 ≠ 0 artinya ROE mempunyai pengaruh signifikan terhadap harga

saham.

Tingkat signifkan yang digunakan adalah 0,025 (dengan uji dua arah α/2)

Kriteria pengunjian : Jika P Value pada kolom Sig. 0,025 maka Ho diterima.

83
Jika P Value pada kolom Sig. 0,025 maka Ho ditolak.

Dengan bantuan program SPSS versi 12.0 dapat diketahui pada tabel sebagai berikut:

Tabel 5.10.

Uji Statistik „t‟ Untuk Mengetahui Pengaruh Debt to Equity Ratio dan Price

Earning Ratio Secara Simultan Terhadap Harga Saham.

Coefficients(a)

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 4.446E-17 .119 .000 1.000
ZDER .036 .183 .036 .200 .844
ZPER .159 .196 .159 .812 .426
ZROE .923 .142 .923 6.497 .000
a. Dependent Variable: ZHS

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai Sig. dari Debt to Equity

Ratio adalah 0,844 karena Sig. 0,025 maka Ho diterima. Ini berarti secara parsial

variabel Debt to Equity Ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Nilai

Sig. dari Price Earning Ratio adalah 0,426 karena Sig. 0,025 maka Ho diterima,

artinya Price Earning Ratio juga tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham.

Sedangkan nilai sig dari Return On Equity adalah 0,000 karena sig. 0,025 maka Ho

ditolak, artinya secara parsial Return On Equity berpengaruh signifikan terhadap harga

saham.

5.2.1.2 Besar Pengaruh Debt to Equity Ratio, Price Earning Ratio dan Return On

Equity Secara Simultan Terhadap Harga Saham.

84
Untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel Debt to Equity Ratio, Price

Earning Ratio dan Return on Equity terhadap Harga Saham secara simultan dapat

dilakukan dengan melihat koefisien determinasi pada tabel berikut ini:

Tabel 5.11.

Koefisien Determinasi Untuk Mengetahui Besarnya Pengaruh Debt to Equity

Ratio, Price Earning Ratio dan Return On Equity Secara Simultan Terhadap

Harga Saham.

Model Summary(b)

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson
a
1 .841 .707 .663 .580708 1.926
a. Predictors: (Constant), ZROE, ZDER, ZPER

b. Dependent Variable: ZHS

Berdasarkan tabel 5.9, dengan melihat nilai R adjusted R Square dapat diketahui

bahwa secara simultan besarnya pengaruh Debt to Equity Ratio, Price Earning Ratio

dan Return on Equity terhadap harga saham adalah sebesar 0,663 atau sebesar 66,3%.

Hal ini menunjukkan bahwa secara bersama-sama Debt to Equity Ratio, Price Earning

Ratio dan Return on Equity berpengaruh terhadap harga saham sebesar 66,3%, dan

sebesar 33,7% dipengaruhi oleh variabel lain.

Sedangkan, untuk melihat besarnya pengaruh Debt to Equity Ratio, Price

Earning Ratio dan Return On Equity secara parsial terhadap harga saham dapat dilihat

pada tabel 5.10 berikut ini melalui koefisien determinasi dengan symbol .

85
Tabel 5.12.

Koefisien Determinasi Untuk Mengetahui Besarnya Pengaruh Debt to Equity

Ratio, Price Earning Ratio dan Return On Equity Secara Parsial Terhadap Harga

Saham.

Coefficients(a)

Correlations Koefisien
2
R Determinasi
Model Zero-order Partial Part R2 x 100%
1 (Constant)
ZDER -.218 .045 .024 0,002025 0,2025%
ZPER -.296 .179 .098 0,032041 3,2041%
ZROE .825 .824 .787 0,678976 67,8976%
a. Dependent Variable: ZHS

Besarnya pengaruh Debt to Equity Ratio, Price Earning Ratio dan Return On

Equity secara parsial terhadap harga saham dapat diketahui melalui koefisien

determinasi dengan symbol , koefisien determinasi ini diperoleh dengan

mengkuadratkan koefiesien korelasi parsial dengan symbol r.

Berdasarkan pada tabel di atas (tabel 5.12) dapat diketahui besarnya pengaruh
2
Debt to Equity Ratio terhadap harga saham sebesar (0,045) = 0,002025 atau 0,2% .

Besarnya pengaruh Price Earning Ratio terhadap harga saham adalah sebesar (0,179) 2 =

0,032041 atau 3,2%. Sedangkan besarnya pengaruh Return On Equity terhadap harga

saham adalah sebesar (0,824)2 = 0,678976 atau 67,9%.

86
5.2.1.3 Variabel yang Berpengaruh Dominan Terhadap Harga Saham

Melalui nilai Koefisien determinasi parsial dapa diketahui besarnya pengaruh

Debt to Equity Ratio terhadap harga saham adalah 0,002025 atau 0,2025%, besarnya

pengaruh Price Earning Ratio terhadap harga saham adalah sebesar 0,032041 atau

3,2041%, sedangkan besarnya pengaruh Return On Equity terhadap harga saham adalah

sebesar 0,678976 atau 67,8976%.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa return On Equity merupakan variabel

yang dominan mempengaruhi harga saham pada industri Farmasi yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008 dengan tingkat persentase koefisien

determinasi yang cukup besar, yaitu hanya 67,8976%.

5.2.1.4 Interpretasi Hasil Penelitian

Dengan menggunakan Alat uji hipotesis, maka dapat diketahui signifikansi

pengaruh Debt to Equity Ratio (DER), Price Earning Ratio (PER) dan Return On Equity

(ROE) terhadap harga saham perusahaan pada industri farmasi yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia periode 2006-2008, baik secara simultan ataupun parsial. Pada uji

hipotesis pengaruh dari Debt to Equity Ratio, Price Earning Ratio dan Return on Equity

secara simultan dengan menggunakan alat analisis uji “ f ”, diketahui bahwa DER, PER

dan ROE secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang telah dikemukakan sebelumnya, yang

menyatakan bahwa, Debt to Equity Ratio (DER),Price Earning Ratio (PER) dan Return

On Equity (ROE) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham

perusahaan industri Farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008.

Hasil uji ” f “ ini sama dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Nixon

Martin dan Tua Ali Chandra Sidauruk, dimana penelitian yang dilakukan Nixon

87
Martin mengemukakan bahwa EPS, DER, PER, dan MBR secara simultan memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap harga saham, penelitian yang dilakukan Tua Ali

Chandra Sidauruk juga mengemukakan bahwa secara simultan DER, ROE, EPS, PER

dan MBVR mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham

Sedangkan dari hasil uji t yang digunakan untuk mengetahui pengaruh DER,

PER dan ROE secara parsial terhadap harga saham menunjukkan bahwa, tidak terdapat

pengaruh yang signifikan dari DER dan PER secara parsial terhadap harga saham,

hanya ROE yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap harga saham. Hasil

penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nixon Martin.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Nixon Martin diketahui bahwa, DER secara

parsial tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap harga saham, sedangkan MBR

secara parsial mempunyai pengaruh terhadap harga saham. Sedangkan pada penelitian

yang dilakukan oleh Tua Ali Chandra Sidauruk secara parsial hanya variabel PER

yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap harga saham.

Dengan melihat koefisien determinasi pada hasil penelitian ini, diketahui bahwa

Return on Equity merupakan variabel yang dominan mempengaruhi harga saham pada

industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008. Dengan demikian

hipotesis ke dua yang telah dikemukakan sebelumnya dalam penelitian ini, yang

menyatakan bahwa Price Earning Ratio (PER) mempunyai pengaruh yang dominan

terhadap harga saham perusahaan Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode

2006-2008 tidak sesuai dengan hasil penelitian ini. Pada hasil penelitian yang dilakukan

oleh Nixon Martin, mengenai pengaruh EPS, DER, PER dan MBR terhadap harga

saham, hasil yang diperoleh adalah MBR merupakan variabel dominan yang

mempengaruahi harga saham. Sedangkan pada penlitian yang dilakukan Tua Ali

88
Chandra Sidauruk, mengenai Pengaruh DER, ROE, EPS, PER dan MBVR terhadap

harga saham, hasil yang diperoleh adalah PER merupakan variabel dominan yang

mempengaruahi harga saham

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nixon Martin dan Tua Ali

Chandra Sidauruk dapat dilihat bahwa variabel yang paling dominan mempengaruhi

harga saham adalah Market to Book Ratio (MBR) dan Price Earning Ratio (PER),

dimana ke dua variabel tersebut merupakan rasio Nilai Pasar. Sedangkan dalam

penelitian ini menemukan hasil yang berbeda, dimana variabel yang paling dominan

mempengaruhi harga saham adalah Return On Equity (ROE) yang merupakan rasio

profitabilitas. Jadi, dapat diketahui bahwa pada Industri Metal dan Allied serta Industri

Automotive para investor cenderung melakukan investasi bukan untuk mengharapkan

pembayaran deviden atas laba yang dihasilkan melainkan untuk mendapatkan Capital

gain atas investasi yang mereka lakukan. Sedangkan pada Industri Farmasi menemukan

hasil yang berbeda, dimana investor lebih mengharapkan deviden atas investasi yang

mereka lakukan daripada capital gain. Jadi dapat diketahui, selain perbedaan tahun dan

variabel yang di teliti, karakteristik perusahaan, kondisi perekonomian dunia serta

tujuan yang ingin dicapai suatu perusahaan juga mempengaruhi pandangan investor dan

calon investor dalam melakukan investasi khususnya terhadap saham.

Bertolak pada hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa DER, PER dan

ROE secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham,

sedangkan secara parsial hanya ROE yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap

harga saham. Dari hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa, DER, PER, dan

ROE secara signifikan mempengaruhi harga saham pada Bursa Efek Indonesia pada

periode 2006-2008 khususnya pada industri farmasi. Oleh karena itu dapat diketahui

89
bahwa, DER yang merupakan rasio solvabilitas, PER yang termasuk kedalam rasio nilai

pasar serta ROE yang termasuk ke dalam rasio profitabilitas banyak digunakan Investor

sebagai tolak ukur dalam menilai saham perusahaan pada Industri Farmasi khususnya.

90
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka diambil kesimpulan

sebagai berikut :

1. Dari hasil analisis statistik dapat disimpulkan bahwa secara simultan Debt to

Equity Ratio (DER), Price Earning Ratio (PER) dan Return On Equity (ROE)

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham pada industri

Farmasi di BEI periode 2006-2008. Selanjutnya, secara parsial dapat diketahui

bahwa hanya Return On Equity (ROE) yang mempunyai pengaruh signifikan

terhadap harga saham.

2. Dengan Koefisien determinasi dapat diketahui bahwa pengaruh Debt to Equity

Ratio (DER), Price Earning Ratio (PER) dan Return On Equity (ROE) secara

simultan yaitu sebesar 66,3%, sedangkan secara parsial yaitu Debt to Equity

Ratio (DER) sebesar 0,2%, Price Earning Ratio (PER) sebesar 3,2% dan Return

On Equity (ROE) sebesar 67,9%.

3. Dari hasil perhitungan koefisien determinasi tersebut maka diketahui variabel

penelitian yang berpengaruh dominan terhadap harga saham adalah Return On

Equity (ROE) yaitu sebesar 67,9%.

6.2 Saran

91
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka ada beberapa saran yang dapat diberikan

sebagai berikut:

1. Disarankan kepada calon investor, selain mempertimbangkan faktor

leverage dan earning perusahaan sebaiknya juga mempertimbangkan

faktor-faktor lain untuk pengambilan keputusan atas saham-saham yang

tercatat dan diperdagangkan dibursa terutama mengenai saham industri

farmasi seperti, kondisi perekonomian dunia yang turut memberikan

pengaruh terhadap pasar modal indonesia.

2. Bagi investor ataupun calon investor hendaknya melihat hasil penelitian

sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan penilaian investasi pada

industri yang sama.

3. Kepada calon peneliti lain yang akan melakukan penelitian yang sama, agar

dapat menguji variabel lain yang relevan mempengaruhi harga saham serta

menambah jangka waktu pengamatan untuk melihat pengaruhnya terhadap

harga saham agar didapat hasil penelitian yang lebih akurat dan sempurna.

92
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008, Indonesian Capital Market Directory. BAPEPAM. Jakarta.

Helfert, Erich A, 1995. Analisis Laporan Keuangan. Edisi Ketujuh, Erlangga, Jakarta.

Husnan, Suad dan Eny Pudjiastuti, 2004. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. UPP-
AMP YKPN, Yogyakarta.

Husnan, Suad., 2003. Dasar-dasar Teori Portofolio dan nalisis Sekuritas. Edisi Kedua.
UPP-AMP. Yogyakarta.

Gitosudarmo, Indriyo. 1994, Manajemen Keuangan,Edisi Ketiga, Penerbit BPFE,


Yogyakarta

Margaretha, farah, 2005. Teori dan Aplikasi Manajemen Keuangan Investasi dan
Sumber Dana Jangka Pendek. Grasindo. Jakarta.

Munawir, S. 2004. Analisa Laporan Keuangan. Liberty, Yogyakarta.

Riyanto, Bambang. 2001. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. BPFE. Yogyakarta.

Sartono, Agus. 2008. Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. Edisi Keempat, BPFE,
Yogyakarta.

Sundjaya, Ridwan. S dan Inge Berlian. 2001. manajemen Keuangan Satu. Prenhallindo.
Jakarta.

Prastowo, Dwi dan Juliyanti, Rifka, 2002, Analisis Laporan Keuangan, Edisi Revisi,
Penerbit UPP AMP YKPN, Yogyakarta

Sawir, Agnes, 2003, Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan


Perusahaan, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka, Jakarta

Syamsudin, Lukman. 2001. Manajemen Keuangan Perusahaan (Konsep Aplikasi dalam


Perencanaan, Pengawasan, dan Pengambilan Keputusan). Rajawali Pers.
Jakarta.

93
Tandelilin, Eduardus. 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio, Edisi
Pertama. BPFE. Yogyakarta.

Supranto, J, 2001, Statistik (Teori dan Aplikasi) Jilid 2. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Dajan, Anto,1994, Pengantar Metode Statistik jilid II, Penerbit LP3ES, Jakarta.

Sugiyono, 2004, Metode Penelitian Bisnis, Edisi Ketujuh, Penerbit Alfabeta, Bandung

M Iqbal Hasan,2003. Pokok-Pokok Materi Statistik 2. Edisi Kedua, Penerbit Bumi


Aksara, Jakarta.

Mamduh M Hanafi, 2008. Manajemen Keuangan. Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta.

Mamduh M Hanafi dan Abdul Halim, 1996. Analisa Laporan Keuangan. Edisi Pertama,
UPP-AMP YKPN, Yogyakarta.

Jurnal dan Skripsi :

Raja Lambas J. Panggabean, 94 Juni 2005. Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya.Vol.3
No.5
(digilib.unsri.ac.id/.../Jurnal%20MM%20Vol%203%20No%205%20Artikel
%204%20Raja... –)

Nixon Martin, 2005, Pengaruh Earning Per Share (EPS), Debt to Equity Ratio (DER),
Price Earning Ratio (PER) dan Market to Book Ratio (MBR) Terhadap Harga
Saham Pada Industri Metal dan Allied Products di Bursa Efek Jakarta
Periode 2000-2003, Skripsi Fakultas Ekonomi, Universitas Jambi.

Tua Ali Cahndra Sidauruk, 2006, Pengaruh Debt to Equity Ratio (DER),Return On
Equity (ROE), Earning Per Share (EPS), Price Earning Ratio (PER) dan
Market to Book Value Ratio (MBVR) Terhadap Harga Saham Pada
Perusahaan Industri Automotive yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta
Periode 2002-2004, Skripsi Fakultas Ekonomi, Universitas Jamb

94
LAMPIRAN 2
Perkembangan Rata-rata Hutang
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Jutaan Rupiah)
(Jutaan Rupiah)
NO NAMA PERUSAHAAN
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 447.319 558.369 655.932
2 PT. Scering Plough Indonesia Tbk 100.308 126.767 191.178
3 PT. Prydam Farma Tbk 17.927 28.213 29.402
4 PT. Merck Indonesia Tbk 47.120 50.830 47.741
5 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 390.930 478.712 497.905
6 PT. Kalbe Farma Tbk 1.080.566 1.121.539 1.359.297
7 PT. Indofarma (Persero) Tbk 406.451 717.874 699.216
8 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 145.025 98.701 129.812
9 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 76.542 68.720 80.180

JUMLAH 2.712.188 3.249.725 3.690.663


RATA-RATA 301.354,22 361.080,56 410.073,67
PERKEMBANGAN 19,82 13,57
Sumber : ICMD 2009

LAMPIRAN 3
Perkembangan Rata-rata Modal Sendiri
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Jutaan Rupiah)
MODAL SENDIRI (Jutaan Rupiah)
NO NAMA PERUSAHAAN
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 1.942.441 2.115.644 2.235.688
2 PT. Scering Plough Indonesia Tbk (1.454) 1.799 8.349
3 PT. Prydam Farma Tbk 65.201 66.944 9.253
4 PT. Merck Indonesia Tbk 235.539 280.224 27.324
5 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 870.654 908.028 947.765
6 PT. Kalbe Farma Tbk 2.994.817 3386.862 3.622.399
7 PT. Indofarma (Persero) Tbk 280.486 291.563 96.595
8 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 412.312 462.230 507.849
9 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 130.594 158.702 214.450

JUMLAH 6.930.590 7.671.996 8 .229.767


RATA-RATA 770.065,56 852.444,00 914.418,56

95
PERKEMBANGAN 10,70 7,27
Sumber : ICMD 2009
LAMPIRAN 4
Perkembangan Rata-rata Earning Per Share
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Rupiah)
EPS (rupiah)
NO NAMA PERUSAHAAN
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 61 62 71
2 PT. Scering Plough Indonesia Tbk (692) 714 1.839
3 PT. Prydam Farma Tbk 3 3 4
4 PT. Merck Indonesia Tbk 3.863 3.995 4.403
5 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 8 9 10
6 PT. Kalbe Farma Tbk 67 69 70
7 PT. Indofarma (Persero) Tbk 5 4 2
8 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 94 89 126
9 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 4.216 5.095 9.206

JUMLAH 7.625 10.040 15.731


RATA-RATA 847,22 1.115,56 1.747,89
PERKEMBANGAN 31,67 56,68
Sumber : ICMD 2009

LAMPIRAN 5
Perkembangan Rata-rata Laba Bersih Setelah Pajak
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Jutaan Rupiah)
LABA BERSIH (Jutaan Rupiah)
NO NAMA PERUSAHAAN 2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 272.584 278.358 320.648
2 PT. Scering Plough Indonesia Tbk -2.493 2.569 6.621
3 PT. Prydam Farma Tbk 1.729 1.743 2.309
4 PT. Merck Indonesia Tbk 86.538 89.485 98.620
5 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 43.990 52.189 55.394
6 PT. Kalbe Farma Tbk 676.582 705.694 706.822
7 PT. Indofarma (Persero) Tbk 15.241 11.077 5.032
8 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 52.509 49.918 70.819
PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia
9 Tbk 43.172 52.176 94.271

JUMLAH 1.189.852 1.196.209 1.360.536

96
RATA-RATA 132.205,78 132.912,11 151.170,67
PERKEMBANGAN 0,53 13,74
Sumber : ICMD 2009

LAMPIRAN 6
Perubahan Rata-rata Debt to Equity Ratio
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Persentase)

DER (%)
NO NAMA PERUSAHAAN
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 23,03 26,39 29,34
2 PT. Scering Plough Indonesia Tbk 0,00 7046,53 2289,83
3 PT. Prydam Farma Tbk 27,49 42,14 42,46
4 PT. Merck Indonesia Tbk 20,01 18,14 14,59
5 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 44,90 52,72 52,53
6 PT. Kalbe Farma Tbk 36,08 33,11 37,52
7 PT. Indofarma (Persero) Tbk 144,91 246,22 235,75
8 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 35,17 21,35 25,56
9 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 58,61 43,30 37,37

JUMLAH 390,20 7529,91 2764,95


RATA-RATA 43,36 836,66 307,22
PERUBAHAN 793,30 -529,44
Sumber : ICMD 2009

LAMPIRAN 7
Perkembangan Rata-rata Price Earning Ratio
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Satuan Relatif)

PER (kali)
NO NAMA PERUSAHAAN
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 14,68 12,12 5,61
2 PT. Scering Plough Indonesia Tbk -13,00 30,13 5,63
3 PT. Prydam Farma Tbk 15,47 24,86 11,59
4 PT. Merck Indonesia Tbk 10,35 13,14 8,06
5 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 20,83 32,46 7,62
6 PT. Kalbe Farma Tbk 17,86 18,13 5,75

97
7 PT. Indofarma (Persero) Tbk 20,34 57,36 30,80
8 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 16,10 17,95 7,59
9 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 13,16 2,06 5,65

JUMLAH 115,79 208,21 88,30


RATA-RATA 12,87 23,13 9,81
PERKEMBANGAN 79,82 -57,59
Sumber : ICMD 2009

LAMPIRAN 8
Perubahan Rata-rata Return On Equity
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Persentase)

DER (%)
NO NAMA PERUSAHAAN
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 14,03 13,16 14,34
2 PT. Scering Plough Indonesia Tbk 171,38 142,80 79,30
3 PT. Prydam Farma Tbk 2,65 2,60 3,33
4 PT. Merck Indonesia Tbk 36,74 31,93 30,13
5 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 5,05 5,75 5,84
6 PT. Kalbe Farma Tbk 22,59 20,84 19,51
7 PT. Indofarma (Persero) Tbk 5,43 3,80 1,70
8 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 12,74 10,80 13,94
9 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 33,06 32,88 43,94

JUMLAH 304 264,56 212,03


RATA-RATA 33,74 29,40 23,56
PERUBAHAN -4,35 -5,84
Sumber : ICMD 2009

LAMPIRAN 9
Perkembangan Rata-rata Harga Saham
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008

98
(Dalam Rupiah)
NO HARGA SAHAM (rupiah)
NAMA PERUSAHAAN
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 900 750 400
2 PT. Scering Plough Indonesia Tbk 9.000 21.500 10.350
3 PT. Prydam Farma Tbk 50 81 50
4 PT. Merck Indonesia Tbk 40.000 52.500 35.500
5 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 165 305 76
6 PT. Kalbe Farma Tbk 1.190 1.260 400
7 PT. Indofarma (Persero) Tbk 100 205 50
8 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 1.510 1.600 960
9 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 55.500 10.500 52.000

JUMLAH 108.415 88.701 99.786


RATA-RATA 12.046,11 9.855,67 11.087,33
PERKEMBANGAN (18,18) 12,50
Sumber : ICMD 2009

LAMPIRAN 10
Perkembangan Rata-Rata Hutang
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Jutaan Rupiah)
Tahun
No Nama Perusahaan
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 447.319 558.369 655.932
2 PT. Prydam Farma Tbk 17.927 28.213 29.402
3 PT. Merck Indonesia Tbk 47.120 50.830 47.741
4 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 390.930 478.712 497.905
5 PT. Kalbe Farma Tbk 1.080.566 1.121.539 1.359.297
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 406.451 717.874 699.216
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 145.025 98.701 129.812
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 76.542 68.720 80.180
Jumlah 2.611.880 3.122.958 3.499.485
Rata-rata 326.485 390.370 437.436
Perkembangan (%) 19,57 12,06
Tertinggi 1,080,55 1,121,539 1,359,297
6
Terendah 17,927 28,213 29,402
Sumber : ICMD 2009 (data diolah)

LAMPIRAN 11
Perkembangan Rata-Rata Modal Sendiri
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Jutaan Rupiah)
No Nama Perusahaan Tahun

99
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 1.942.441 2.115.644 2.235.688
2 PT. Prydam Farma Tbk 65.201 66.944 69.253
3 PT. Merck Indonesia Tbk 235.539 280.224 327.324
4 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 870.654 908.028 947.765
5 PT. Kalbe Farma Tbk 2.994.817 3.386.862 3.622.399
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 280.486 291.563 296.595
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 412.312 462.230 507.849
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 130.594 158.702 214.545
Jumlah 6.932.044 7.670.197 8.221.418
Rata-rata 866.506 958.775 1.027.677
Perkembangan (%) 10,65 7,19
Tertinggi 2.994.817 3.386.862 3.622.399
Terendah 65.201 66.944 69.253
Sumber : ICMD 2009 (data diolah)

LAMPIRAN 12
Perubahan Rata-Rata Debt to Equity Ratio
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Persentase)
Tahun
No Nama Perusahaan
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 23,03 26,39 29,34
2 PT. Prydam Farma Tbk 27,49 42,14 42,46
3 PT. Merck Indonesia Tbk 20,01 18,14 14,59
4 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 44,90 52,72 52,53
5 PT. Kalbe Farma Tbk 36,08 33,11 37,52
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 144,91 246,22 235,75
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 35,17 21,35 25,56
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 58,61 43,30 37,37
Jumlah 390,2046 483,3802 475,1207
Rata-rata 48,78 60,42 59,39
Perubahan (%) 11,65 -1,03
Tertinggi 144,91 246,22 235,75
Terendah 20,01 18,14 14,59
Sumber : ICMD 2009 (data diolah)

LAMPIRAN 13
Perkembangan Rata-Rata Harga Saham (Closing Price)
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Rupiah)
Tahun
Nama Perusahaan
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 900 750 400
2 PT. Prydam Farma Tbk 50 81 50

100
3 PT. Merck Indonesia Tbk 40.000 52.500 35.500
4 PT. Kalbe Farma (Persero) Tbk 165 305 76
5 PT. Kalbe Farma Tbk 1.190 1.260 400
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 100 205 50
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 1.510 1.600 960
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 55.500 10.500 52.000
Jumlah 99.415 67.201 89.436
Rata-rata 12.426 8.400 11.180
Perkembangan (%) - -32,4 33,09
Tertinggi 55.500 52.500 52.000
Terendah 50 81 50
Sumber : ICMD 2009 (data diolah)

LAMPIRAN 14
Perkembangan Rata-Rata Earning Per Share
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Rupiah)
Tahun
No Nama Perusahaan
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 61 62 71
2 PT. Prydam Farma Tbk 3 3 4
3 PT. Merck Indonesia Tbk 3.863 3.995 4.403
4 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 8 9 10
5 PT. Kalbe Farma Tbk 67 69 70
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 5 4 2
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 94 89 126
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 4.216 5.095 9.206
Jumlah 246.079 245.09 296.609
Rata-rata 1.039 1.165 1.736
Perkembangan (%) 12,13 14,96
Tertinggi 4.216 5.095 9.206
Terendah 3 3 2
Sumber : ICMD 2009 (data diolah)

LAMPIRAN 15
Perkembangan Rata-Rata Price Earning Ratio
Pada Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2006-2008
(Dalam Satuan Relatif)
Tahun
No Nama Perusahaan
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 14,68 12,12 5,61
2 PT. Prydam Farma Tbk 15,47 24,86 11,59
3 PT. Merck Indonesia Tbk 10,35 13,14 8,06
4 PT. Kalbe Farma (Persero) Tbk 20,83 32,46 7,62

101
5 PT. Kalbe Farma Tbk 17,86 18,13 5,75
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 20,34 57,36 30,8
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 16,1 17,95 7,59
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 13,16 2,06 5,65
Jumlah 128,79 178,08 82,67
Rata-rata 16,10 22,26 10,33
Perkembangan (%) - 38,27 -53,59
Tertinggi 20,83 57,36 30,8
Terendah 10,35 2,06 5,61
Sumber : ICMD 2009 (data diolah)

LAMPIRAN 16
Perkembangan Rata-Rata Laba Bersih Setelah Pajak
Pada Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2006-2008
(Dalam Satuan Relatif)
Tahun
No Nama Perusahaan
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 272.584 278.358 320.648
2 PT. Prydam Farma Tbk 1.729 1.743 2.309
3 PT. Merck Indonesia Tbk 86.538 89.485 98.620
4 PT. Kalbe Farma (Persero) Tbk 43.990 52.189 55.394
5 PT. Kalbe Farma Tbk 676.582 705.694 706.822
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 15.241 11.077 5.032
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 52.509 49.918 70.819
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 43.172 52.176 94.271
Jumlah 1.192.345 1.193.640 1.353.915
Rata-rata 149.043,13 149.205,00 169.239,38
Perkembangan (%) 0,11 13,43
Tertinggi 676.582 705.694 706.822
Terendah 1.729 1.743 2.309
Sumber : ICMD 2009 (data diolah)

LAMPIRAN 17
Perubahan Return On Equity
Pada Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2006-2008.
(Dalam Satuan Persentase)
Tahun
No Nama Perusahaan
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 14,03 13,16 14,34
2 PT. Prydam Farma Tbk 2,65 2,60 3,33
3 PT. Merck Indonesia Tbk 36,74 31,93 30,13
4 PT. Kalbe Farma (Persero) Tbk 5,05 5,75 5,84
5 PT. Kalbe Farma Tbk 22,59 20,84 19,51
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 5,43 3,80 1,70

102
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 12,74 10,80 13,94
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 33,06 32,88 43,94
Jumlah 132 121,76 132,73
Rata-rata 16,54 15,22 16,59
Perubahan (%) -1,32 1,37
Tertinggi 36,74 32,88 43,94
Terendah 2,65 2,60 1,70
Sumber : ICMD 2009 (data diolah)

LAMPIRAN 19

Input SPSS V.12 for Windows

ZHS ZDER ZPER


-0,500 -0,533 -0,133
-0,507 -0,479 -0,352
-0,525 -0,431 -0,910
-0,543 -0,461 -0,065
-0,542 -0,226 0,739
-0,543 -0,221 -0,398
1,500 -0,581 -0,504
2,140 -0,611 -0,265
1,270 -0,668 -0,700
-0,537 -0,181 0,394
-0,530 -0,056 1,390
-0,542 -0,059 -0,738
-0,485 -0,323 0,140
-0,481 -0,371 0,163
-0,525 -0,300 -0,898
-0,541 1,425 0,352
-0,535 3,052 3,523
-0,543 2,883 1,248
-0,469 -0,338 -0,011
-0,464 -0,560 0,147
-0,497 -0,492 -0,740
2,293 0,039 -0,263
-0,009 -0,207 -1,214
2,114 -0,302 -0,906

103
LAMPIRAN 20
Output SPSS V.12 for Windows

Descriptive S tatistics

M ean Std. Deviation N

ZHS .00000 1.000000 24

ZDER .00000 1.000000 24

ZPER .00000 1.000000 24

ZROE .00000 1.000000 24

Correlations

ZHS ZDER ZPER ZROE

Pearson Correlation ZHS 1.000 -.218 -.296 .825

ZDER -.218 1.000 .748 -.404

ZPER -.296 .748 1.000 -.523

ZROE .825 -.404 -.523 1.000

Sig. (1-tailed) ZHS . .154 .080 .000

ZDER .154 . .000 .025

ZPER .080 .000 . .004

ZROE .000 .025 .004 .

N ZHS 24 24 24 24

ZDER 24 24 24 24

ZPER 24 24 24 24

ZROE 24 24 24 24

Variables Entered/Removed

Variables
M odel Variables Entered Removed M ethod

104
1 ZROE, ZDER, . Enter
a
ZPER

a. All requested variables entered.

Model S ummary(b)

Std. Error of the


M odel R R Square Adjusted R Square Estimate Durbin-Watson

1 .841a .707 .663 .580708 1.926

a. Predictors: (Constant), ZROE, ZDER, ZPER

b. Dependent Variable: ZHS

ANOVAb

M odel Sum of Squares df M ean Square F Sig.

1 Regression 16.256 3 5.419 16.068 .000a

Residual 6.744 20 .337

Total 23.000 23

a. Predictors: (Constant), ZROE, ZDER, ZPER

b. Dependent Variable: ZHS

Coefficients a

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

M odel B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 4.446E-17 .119 .000 1.000

ZDER .036 .183 .036 .200 .844

ZPER .159 .196 .159 .812 .426

ZROE .923 .142 .923 6.497 .000

a. Dependent Variable: ZHS

Residuals S tatistics a

M inimum M aximum M ean Std. Deviation N

Predicted Value -1.00911 1.87359 .00000 .840692 24

Std. Predicted Value -1.200 2.229 .000 1.000 24

105
Standard Error of Predicted .139 .466 .224 .079 24
Value

Adjusted Predicted Value -1.08019 1.78392 .00394 .853242 24

Residual -1.030276 1.098169 .000000 .541513 24

Std. Residual -1.774 1.891 .000 .933 24

Stud. Residual -1.965 2.036 .000 1.011 24

Deleted Residual -1.263330 1.273212 -.003938 .646773 24

Stud. Deleted Residual -2.132 2.229 .000 1.064 24

M ahal. Distance .356 13.874 2.875 3.178 24

Cook's Distance .000 .363 .052 .088 24

Centered Leverage Value .015 .603 .125 .138 24

a. Dependent Variable: ZHS

Residuals S tatistics(a)

M inimum M aximum M ean Std. Deviation N


Predicted Value -1,0400 ,3667 ,0000 ,29645 24
Std. Predicted Value -3,508 1,237 ,000 1,000 24
Standard Error of Predicted
Value ,222 ,773 ,324 ,144 24
Adjusted Predicted Value -1,7921 ,4353 -,0145 ,42245 24
Residual -,79712 2,21276 ,00000 ,95497 24
Std. Residual -,798 2,214 ,000 ,956 24
Stud. Residual -,834 2,272 ,005 ,999 24
Deleted Residual -,87377 2,32964 ,01443 1,05422 24
Stud. Deleted Residual -,828 2,553 ,039 1,059 24
M ahal. Distance ,172 12,802 1,917 3,163 24
Cook's Distance ,002 ,316 ,037 ,068 24
Centered Leverage Value ,007 ,557 ,083 ,138 24
a Dependent Variable: ZHS

106

Você também pode gostar