Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
investasi dan pembangunan usaha bagi perusahaan maka dengan sendirinya akan
Peningkatan perkembangan suatu usaha tidak terlepas dari modal yang semakin
pada saham, hal ini disebabkan karena anggapan bahwa dengan membeli saham
tersebut, maka akan memperoleh keuntungan yang lebih besar. Dimana keuntungan
yang ingin diperoleholeh pemegang saham sejalan dengan tujuan perusahaan secara
keseluruhan bukan hanya untuk memperoleh laba (profit) semata, namun tepatnya
1
bersedia dibayar oleh para calon investor (pembeli) dalam bentuk saham apabila
menjual surat-surat berharga, apakah dalam bentuk obligasi, saham ataupun surat
berharga lainnya. Saham ataupun share merupakan instrument yang paling dominan
perusahaan lain oleh suatu perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh pendapatan
matang dan informasi yang akurat karena investasi dalam saham merupakan jenis
investasi dengan resiko yang relatif tinggi dengan keuntungan relatif. Keuntungan
yang diterima oleh pemegang saham bisa berupa capital Gain dan Deviden. Capital
gain adalah keuntungan dari penjualan saham jika harga jualnya lebih tinggi dari
harga pembelianya, sedangkan deviden adalah bagian dari laba perusahaan yang
Turunya laba dapat mengakibatkan turunnya harga saham dan ini berarti
kerugian bagi investor. Harga saham dipengaruhi baik oleh kinerja tahun ini
maupun kinerja yang diharapkan di masa yang akan datang, artinya terjadi
pengalaman kerja saja tetapi harus didukung dengan manajer yang memiliki
2
kemampuan manajemen yang memadai untuk menjalankan atau mengelola kegiatan
operasionalnya. Oleh karena itu manajer harus memiliki pengetahuan yang luas
pemasaran dan fungsi lainnya dalam suatu perusahaan. Dalam ilmu manajemen
yang dicapai melalui berbagai aktivitas pokoknya, yang mana dengan pencapaian
1998, hal 15) fungsi keuangan yang utama adalah dalam hal keputusan investasi,
pembiayaan dan deviden ntuk suatu organisasi. Fungsi keuangan merupakan salah
satu fungsi operasional perusahaan disamping pemasaran dan fungsi lainnya dalam
baik yang berkaitan dengan pengalokasian dana dalam bentuk investasi secara
3
Pada prinsipnya pemenuhan kebutuhan dana dalam suatu perusahaan dapat
disediakan dari sumber intern perusahaan, yaitu sumber dana yang dibentuk atau
dihasilkan sendiri di dalam perusahaan, misalnya dana yang berasal dari keuntungan
perusahaan yang tidak dibagikan atau laba yang ditahan dalam perusahaan (retained
earning). Makin besar sumber dana yang berasal dari laba ditahan akan memperkuat
mendatang.
perusahaan dapat pula menyediakan dari sumber ekstern, yaitu sumber dana yang
berasal dari tambahan penyertaan modal dari pemilik saham baru, penjualan obligasi
dan kredit dari bank. Apabila perusahaan memenuhi kebutuhan dananya berasal dari
pembelanjaan hutang (debt financing). Jika kebutuhan dana diperoleh dari pemilik
saham baru dikatakan perusahaan itu melakuka pendanaan atau pembelanjaan modal
sendiri.
manajemen dana. Selain itu juga harus menyediakan dana untuk membelanjai
4
proyek-proyek baru dan untuk membayar deviden kepada para pemegang saham.
investasinya. Untuk mengukur tingkat risiko dan tingkat keuntungan (return) yang
investor harapkan pada sekuritas seperti saham, ada beberapa cara yang biasa
digunakan. Menurut Sri Handaru Yuliati dkk (1996, hal.130-137) ada dua
fundamental dan analisis teknikal. Pada analisis fundamental, ide dasar pendekatan
ini adalah harga sekuritas akan dipengaruhi oleh kinerja perusahaan (misalnya
tingkat penjualan dan laba usaha). Analisis fundamental dimulai dari memahami
1. Harga sekuritas akan ditentukan oleh interaksi antara penawaran dan permintaan
sekuritas.
2. Penawaran dan permintaan sekuritas itu sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor
3. Perubahan harga sekuritas cenderung bergerak pada satu arah tertentu (trend).
perubahan harga.
5
5. Pola-pola tertentu yang terjadi dimasa lampau akan terulang kembali pada masa
agar dapat mengevaluasi keadaan finansial perusahaan pada masa lalu, sekarang
Menurut Suad Husnan dan Enny Pudjiastuti (2004, hal 38), untuk
berdasarkan atas angka-angka yang ada dalam neraca saja, dalam laporan laba/rugi
saja, atau pada neraca dan laporan laba/rugi. Setiap analisis keuangan bisa saja
merumuskan rasio tertentu yang dianggap mencerminkan aspek tertentu. Karena itu
Rasio dapat dihitung berdasarkan laporan keuangan yang telah tersedia yang
terdiri dari :
saat tertentu.
6
Tujuan dari analisis rasio adalah membantu manajer keuangan memahami
apa yang perlu dilakukan perusahaan berdasarkan informasi yang tersedia yang
Menurut Sutrisno (2005, hal. 231) ada 5 (lima) rasio keuangan menurut
tujuan penggunaan rasio yang bersangkutan yaitu rasio likuditas, rasio leverage,
memenuhi kewajiban finansial yang berjangka pendek tepat pada waktunya. Rasio
Leverage atau yang sering disebut rasio solvabilitas bertujuan untuk menunjukkan
penjualan, asset maupun laba bagi modal sendiri. Sedangkan rasio penilaian atau
yang sering disebut rasio nilai pasar merupakan rasio yang mengukur harga pasar
dilakukan oleh kreditur, aspek yang dinilai akan berbeda dengan penilaian yang
7
sedangkan investor akan lebih berkepentingan dengan kemampuan perusahaan
kebutuhan dananya.
menurut Agnes Sawir ( 2003, hal 12) penambahan hutang akan memperbesar resiko
tambahan laba yang lebih besar dibandingkan tambahan biaya yang ditanggung
antara total hutang yang dimiliki perusahaan dengan modal sendiri. Semakin besar
hutang dibandingkan dengan modal sendiri dan ini juga menandakan resiko
Capitalization Ratio. Rasio hutang terhadap modal sendiri (DER) menurut Lukman
Syamsuddin (2001, hal 54) merupakan rasio yang menunjukkan hubungan antara
jumlah pinjaman jangka panjang yang diberikan oleh para kreditur dengan jumlah
8
modal sendiri yangdiberikan oleh pemilik perusahaan, semakin tinggi rasio DER
Menurut Suad Husnan (1994, hal 279) Price Earning Ratio (PER) yang
pertumbuhan yang tinggi. Perusahaan dalam kondisi seperti ini memiliki harga
saham yang stabil dan dicurigai sulit untuk naik lagi. Bagi investor yang
mendapatkan Capital gain cenderung tidak memilih perusahaan yang memiliki PER
tinggi karena menganggap keuntungan yang diperoleh lebih kecil. Pendekatan PER
laba per lembar saham dari investasi yang dilakukan di masa yang akan datang.
untuk menghasilkan laba meningkat, harga saham akan meningkat, dengan kata lain
antara lain: Profit Margin (PM), Return On Asset, Return On Investment (ROI),
yang menjadi hak pemilik modal (Suad Husnan dan Pudjiastuti, Enny,2006, hal.
73). Rasio ini merupakan ukuran profitabilitas dilihat dari sudut pandang pemegang
saham (Mamduh M. Hanafi, 2008, hal. 42). Semakin tinggi tingkat profitabilitas
keuntungan bagi Investor. Akibat dari hal tersebut, maka akan semakin
9
menumbuhkan minat investor untuk membeli saham yang ditawarkan perusahaan
tersebut, sehingga menyebabkan harga saham yang ikut naik seiring meningkatnya
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh R Agus Sartono (2008, hal 253),
selain variabel Price Earning Ratio, terdapat beberapa variabel fundamental yang
mempengaruhi harga saham seperti EVA, MVA, Firm Size, Book to Market Ratio
pengaruh ROE dan EVA terhadap harga saham di Amerika, rata – rata tingkat
15 persen dan dalam penelitian itu menyebutkan bahwa Return On Equity yang
Lambas J. Panggabean, 2005 hal. 1). Dari hasil penelitian yang dilakukan tersebut
diketahui bahwa nilai ROE memiliki pengaruh terhadap harga saham yang terjadi di
Amerika.
Salah satu jenis industri di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008 adalah
satu industri yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Industri ini sangat berperan
penting dalam pengadaan obat-obatan yang diperlukan bagi masyrakat luas. Adapun
9 perusahaan yang termasuk dalam industri ini antara lain: PT. Tempo Scan Paific
Tbk, PT. Schering Pluogh Indonesia Tbk, PT. Prydam Farma Tbk, PT. Merck
Indonesia Tbk, PT. Kimia Farma Tbk, PT. Kalbe Farma Tbk, PT. Indofarma Tbk,
PT. Darya Varia Laboratoria Tbk, dan PT. Bristol Myers Squibb Indonesia Tbk.
10
Berikut perkembangan rata-rata hutang pada Industri Farmasi di Bursa Efek
Dari tabel 1.1 dapat diketahui rata-rata hutang pada industry Farmasi di
Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008 yang mengalami kenaikan tiap tahunnya.
Dari tahun 2006 ke tahun 2007 mengalami kenaikan sebesar 19,82% dan dari tahun
2007 ke tahun 2008 juga mengalami kenaikan sebesar 13,57%. Jadi secara umum
Dari tabel 1.2 dapat diketahui rata-rata Modal Sendiri pada industri Farmasi
tahunnya. Dari tahun 2006 ke tahun 2007 mengalami kenaikan sebesar 10,70% dan
dari tahun 2007 ke tahun 2008 juga mengalami kenaikan sebesar 7,27%. Jadi secara
11
Berikut perkembangan rata-rata Earning Per Share pada Industri Farmasi di
Dari tabel 1.3 dapat diketahui rata-rata Earning Per Share pada industri
Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008 yang mengalami kenaikan tiap
tahunnya. Dari tahun 2006 ke tahun 2007 mengalami kenaikan sebesar 31,67% dan
dari tahun 2007 ke tahun 2008 juga mengalami kenaikan sebesar 56,68%. Jadi
sebesar 44,18%.
Dari tabel 1.4 dapat diketahui rata-rata Laba bersih setelah pajak pada
12
kenaikan tiap tahunnya. Dari tahun 2006 ke tahun 2007 mengalami kenaikan
sebesar 4,48% dan dari tahun 2007 ke tahun 2008 juga mengalami kenaikan sebesar
9,44%. Jadi secara umum rata-rata pekembangan Laba bersih setelah pajak
Pengaruh laba bersih setelah pajak terhadap Price Earning Ratio adalah laba
bersih yang meningkat akan menurunkan nilai Price Earning Ratio itu sendiri.
Dengan kecilnya nilai Price Earning Ratio maka para investor tertarik untuk
membeli saham perusahaan tersebut karena besarnya rupiah yang harus dibayarkan
para investor untuk memperoleh satu rupiah earning perusahaan semakin kecil pula.
peningkatan Return On Equity. Hal ini akan menarik minat investor untuk membeli
saham, atau dengan kata lain menarik minat investor untuk berinvestasi pada
perusahaan tersebut. Dengan peningkatan laba bersih yang diterima perusahaan para
investor dapat melihat besarnya tingkat pengembalian dari investasi saham yang
menunjukkan prestasi hasil dan resiko saham di masa depan, apabila kondisisi
fundamental perusahaan semakin baik maka harga saham yang diharapkan juga
akan mengalami kenaikan dan begitu juga sebaliknya. Debt to Equity Ratio, Price
13
Earning Ratio dan Return On Equity dipilih sebagai variabel bebas kinerja
dengan judul “Pengaruh Debt to Equity Ratio, Price Earning Ratio dan Return
Industri Farmasi merupakan salah satu industri yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia. Industri ini sangat berperan penting dalam pengadaan obat-obatan yang
industri farmasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar dan beropersi
di Indonesia dan telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang terdiri dari 9
Dari tabel 1.5 dapat diketahui perubahan rata-rata Debt to Equity Ratio pada
14
fluktuasi tiap tahunnya. Dari tahun 2006 ke tahun 2007 mengalami kenaikan sebesar
793,30% dan dari tahun 2007 ke tahun 2008 mengalami penurunan sebesar
529,44%. Jadi secara umum rata-rata perubahan Debt to Equity Ratio mengalami
Dari tabel 1.6 dapat diketahui perkembangan rata-rata Price Earnig Ratio
pada industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008 yang mengalami
fluktuasi tiap tahunnya. Dari tahun 2006 ke tahun 2007 mengalami kenaikan sebesar
79,82% dan dari tahun 2007 ke tahun 2008 mengalami penurunan sebesar 57,59%.
Jadi secara umum rata-rata pekembangan Price Earning Ratio mengalami kenaikan
sebesar 11,11%.
pada industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008 yang mengalami
15
penurunan tiap tahunnya. Dari tahun 2006 ke tahun 2007 mengalami penurunan
sebesar 4,35% dan dari tahun 2007 ke tahun 2008 mengalami penurunan sebesar
Dari tabel 1.8 dapat diketahui perkembangan rata-rata Harga Saham pada
fluktuasi tiap tahunnya. Dari tahun 2006 ke tahun 2007 mengalami penurunan
sebesar 18,18% dan dari tahun 2007 ke tahun 2008 mengalami kenaikan sebesar
Dari keterangan tabel 1.8 dapat dilihat bahwa rata-rata perkembangan harga
penurunan. Penurunan harga saham yang terjadi pada sebuah perusahaan juga
maka akan mempengaruhi penilaian para investor dan calon investor terhadap
perusahaan tersebut.
16
Peningkatan nilai Debt to Equity Ratio suatu perusahaan yang tidak
didukung dengan peningkatan laba yang lebih besar dibandingkan dengan biaya
yang dikeluarkan cara terus menerus akan sangat tidak menguntungkan bagi
karena itu perusahaan harus mampu meningkatkan laba bersih untuk mendukung
peningkatan deviden yang akan dibayarkan. Faktor ini juga akan meningkatkan
minat para investor dan calon investor untuk menanamkan modalnya dengan
harapan memperoleh laba dari pembayaran deviden atas saham yang mereka miliki
kurang efektifnya pengelolaan asset dan manajemen biaya pada perusahaan tersebut,
serta belum optimalnya penerimaan perusahaan akan kesempatan investasi. Hal ini
tentunya akan berdampak kurang baik pada investor yang akan membeli saham
perkembangan Price Earning Ratio dan Harga Saham perusahaan pada Industri
2. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari Debt to Equity Ratio, Price Earning
Ratio dan Return On Equity terhadap Harga Saham perusahaan baik secara
17
simultan maupun parsial pada Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode
2006-2008 ?
3. Berapa besar pengaruh Debt to Equity Ratio, Price Earning Ratio dan Return On
Equity terhadap Harga Saham perusahaan secara simultan dan parsial pada
Ratio, Price Earning Ratio dan Return On Equity terhadap Harga Saham
1. Untuk mengetahui perubahan Debt to Equity Ratio dan Return On Equity serta
perkembangan Price Earning Ratio dan Harga Saham perusahaan pada Industri
Ratio dan Return On Equity terhadap Harga Saham baik secara simultan dan
3. Untuk mengetahui besarnya pengaruh Debt to Equity Ratio, Price Earning Ratio
dan Return On Equity terhadap Harga Saham baik secara simultan dan parsial
Equity Ratio, Price Earning Ratio dan Return On Equity terhadap Harga Saham
18
1.3.2. Manfaat Penelitian
pendanaan.
19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi-definisi
keseluruhan kegiatan yang bersangkutan dengan usaha untuk mendapatkan dana dan
nalisis dan pengandalian kegiatan keuangan, yaitu kegiatan menggunakan dana dan
kegiatan untuk memperoleh dana dan mengguanakan dana tersebut untuk berbagai
aktivitas perusahaan.
hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi
antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang
Bambang Riyanto (2001, hal 327) Laporan Keuangan adalah ikhtisar mengenai
nilai aktiva, hutang dan modal sendiri pada suatu saat tertentu, dan laporan laba rugi
mencerminkan hasil-hasil yang dicapai selama satu periode. Dari kedua penjelasan
tersebut, maka dapat dipahami bahwa Laporan Keuangan adalah hasil dari proses
20
yang berfungsi sebagai informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan baik intern
maupun ekstern.
Pasar Modal menurut Ridwan S. Sundjaja dan Inge Berlian (2001, hjal 36)
adalah suatu pasar yang terbentuk karena adanya hubungan beberapa institusi dan
bentuk obligasi dan saham. Sedangkan menurut Farah Margaretha (2005, hal 7)
Pasar Modal adalah pasar untuk berbagai instrument keuangan jangka panjang yang
dapat diprjualbelikan dalam bentuk uang maupun modal sendiri baik yang diterbitka
oleh pemerintah maupun swasta. Eduradus Tandelilin (2001, hal 13) mengatakan
bahwa Pasar Modal adalah pertemuan antara pemiik yang memiliki kelebiha dana
Dari pengertian diatas, dapat diketahui bahwa Pasar Modal adalah tempat
pertemuan antara penawaran dan permintaan dana jangka panjang baik yang
2.1.4. Saham
Saham menurut Bambang Riyanto (2001, hal 240) adalah tanda bukti
pengambilan bagian atau peserta dalam suatu Perseroan Terbatas (PT). Sedangkan
menurut Suad Husnan dan Eny Pudjiastuti (2004, hal 257) saham merupakan bukti
21
Berdasarkan pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Saham adalah tanda
penyertaan modal atau kepemilikan suatu perusahaan atau badan hukum dalam
suatu perusahaan.
Menurut R. Agus Sartono (2008, hal 114) Rasio leverage adalah rasio yang
pendek maupun jangka panjang. Sedangkan menurut Suad Husnan dan Enny
Pudjiastuti (2006, hal 70) Rasio Leverage adalah rasio yang mengukur seberapa
jauh perusahaan menggunakan hutang. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa rasio
leverage adalah rasio yang mengukur seberapa jauh perusahaan mampu memenuhi
(profitabilitas) pada tingkat penjualan, asset, dan modal saham tertentu. Sedangkan
menurut Sutrisno (2005, hal. 237-238), rasio profitabilitas adalah rasio yang
untuk memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun
modal sendiri.
22
2.1.7. Rasio Nilai Pasar
Menurut Suad Husnan dan Enny Pudjiastuti (2006, hal 75) rasio nilai
pasar adalah rasio yang menggunakan angka yang diperoleh dari laporan keuangan
dan pasar modal. Sedangkan menurut Djarwanto (1984, hal 133) rasio nilai pasar
untuk menciptakan nilai pasar perusahaan dengan pengeluaran biaya yang telah
dikeluarkan oleh perusahaan. Dari kedua pendapat diatas dapa dipahami bahwa
rasio nilai pasar adalah rasio yang menggunakan angka yang diperoleh dari laporan
keuangan dan pasar modal yang digunakan utuk mengukur kemampuan manajemen
Menurut Lukman Syamsudin (2001, hal 54) Debt to Equity Ratio adalah
rasio yang menunjukkan hubungan antara jumlah hutang yang diberikan oleh para
kreditur dengan jumlah modal sendiri yang diberikan oleh pemilik perusahaan.
Sedangkan menurut Agnes Sawir (2003, hal 13) Debt to Equity Ratio adalah rasio
memenuhi seluruh kewajibannya. Dari kedua pendapat diatas dapat dipahami bahwa
Debt to Euity Ratio adalah rasio yang menunjukkan perbandingan antara total
23
Menurut Eduradus Tandelilin (2001, hal 233) Price Earning Ratio
Suad Husnan (2004, hal 41) Price Earning Ratio merupakan rasio yang
membandingkan antara harga saham (yang diperoleh dari pasar modal) dan laba per
lembar saham yang diperoleh pemilik perusahaan. Dari kedua pendapat diatas dapat
dipahami bahwa Price Earning Ratio adalah rasio yang membandingkan antara
Sedangkan menurut Sutrisno (2005, hal. 239) yang dimaksud dengan Return On
modal sendiri. Berdasarkan dua pengertian ROE yang dijelaskan di atas maka
kesimpulan yang dapat diambil bahwa ROE merupakan rasio yang mengukur
24
perusahaan mendanai aktivanya. Aktiva perusahaan di danai dengan hutang jangka
Struktur modal adalah pendanaan permanent yang berasal dari hutang jangka
panjang, saham preferen dan modal pemegang saham. Nilai buku dari modal
pemegang saham terdiri dari saham biasa, modal disetor atau surplus, modal dan
akumulasi laba ditahan. Stuktur modal merupakan bagian dari struktur keuangan.
komposisi pendanaan yang akan digunakan oleh perusahaan, yang pada akhirnya
berarti penentuan beberapa banyak utang (leverage keuangan) yang akan digunakan
Dalam konteks teori terdapat dua pendekatan dasar yang bisa digunakan
dalam melakukan analisis investasi terutama pada saham yaitu analisis fundamental
dan analisis teknikal. Pada pendekatan analisis fundamental, ide dasar pendekatan
ini adalah harga sekuritas akan dipengaruhi oleh kinerja perusahaan (misalnya
tingkat penjualan dan laba usaha). Analisis fundamental dimulai dari memahami
analisis teknikal didasarkan pada anggapan bahwa harga suatu sekuritas akan
keuangan yang diterbitkan perusahaan merupakan salah satu jenis informasi yang
25
pertumbuhan earning yang telah dicapai perusahaan terhadap jumlah saham
perusahaan.
adalah Debt to Equity Ratio (DER) yaitu rasio yang menunjukkan perbandingan
antara total hutang dan modal sendiri dalam pendanaan perusahaan. Rasio ini
perusahaan.
Rasio hutang dengan modal sendiri (DER) merupakan imbangan hutang yang
dimiliki perusahaan dengan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini berarti modal
sebaiknya besarnya hutang tidak boleh melebihi modal sendiri agar beban tetapnya
tidak terlalu tinggi. Untuk mengitung DER bisa menggunakan rumus sebagai
berikut :
Menurut Agnes Sawir (2003, hal 21) investor biasanya menghubungkan laba
tahun berjalan terhadap current price dengan menggunakan hubungan rasio harga
terhadap laba yaitu Price Earning Ratio. Setelah Earing Per Share untuk tahun
dengan Earning Per Share akan dapat menentukan suatu tingkat harga. Price Earning
Ratio adalah apa yang investor bayar untuk aliran earning. Atau dilihat dari
26
Investor dalam pasar modal yang sudah maju menggunakan Price Earning
Ratio untuk mengkur apakah suatu saham underpriced dan overpriced. Price
Earning Ratio adalah suatu rasio sederhana yang diperoleh dengan membagi harga
pasar suatu saham dengan Earning Per Share. Besarnya deviden yang dibayarkan
perusahaan tergantung kepada besarnya Earning Per Share dan rasio pembayaran
Menurut Eduradus Tandelilin (2001, hal 191) PER merupakan salah satu
pendekatan yang digunakan dalam analisis saham dan para praktisi. PER atau
disebut earning multiplier juga memuat informasi tentang berapa rupiah harga yang
Menurut penelitian Standard and Poor 500 di Amerika, rata – rata tingkat
15 persen dan dalam penelitian itu menyebutkan bahwa Return On Equity yang
Lambas J. Panggabean, 2005 hal. 1). Investor yang akan membeli saham akan
tertarik dengan ukuran profitabilitas ini, atau bagian dari total profitabilitas yang
bisa dialokasikan ke pemegang saham (Mamduh M Hanafi & Abdul Halim, 1996
hal.179). Semakin tinggi rasio ini menandakan kinerja perusahaan semakin baik
atau efisien. Selain itu, angka yang tinggi untuk ROE menunjukkan tingkat
ROE berarti semakin kecil penggunaan modal sendiri suatu perusahaan dalam
menghasilkan laba dan peningkatan laba berarti terjadinya pertumbuhan yang bersifat
27
progresif. Secara empiris semakin besar laba maka besar pula minat investor dalam
Laba yang diperhitungkan adalah laba bersih setelah dipotong pajak atau EAT.
Martin dengan judul skripsi ”Pengaruh Earning Per Share (EPS), Debt to
Equity Ratio (DER), Price Earning Ratio (PER) dan Market to Book Ratio
(MBR) Terhadap Harga Saham Pada Industri Metal dan Allied Products di
Bursa Efek Jakarta Periode 2000-2003.” Tujuan dari penelitian tersebut yaitu:
1. Untuk mengetahui perkembangan EPS, DER, PER dan MBR serta Harga
Saham perusahaan pada Industri Metal dan Allied Products di Bursa Efek
2. Untuk mengetahui adakah pengaruh EPS, DER, PER dan MBR terhadap
Harga Saham perusahaan pada Industri Metal dan Allied Products di Bursa
3. Mengetahui berapa besar pengaruh EPS, DER, PER dan MBR terhadap
Harga Saham pada perusahaan Industri Metal dan Allied Products di Bursa
28
4. Untuk mengetahui variabel mana yang dominan antara EPS, DER, PER dan
MBR terhadap Harga Saham pada Industri Metal dan Allied Products di
saham perusahaan Industri Metal dan Allied Products di Bursa Efek Jakarta
Periode 2000-2003.
perusahaan yang terdapat dalam Industri Metal dan Allied Products di Bursa
2. Analisis Statistik
Alat Analisis Statistik yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan yaitu:
a. Regresi Berganda
b. Koefisien Determinasi
Selanjutnya, yang menjadi hasil dari penelitian yang telah dilakukan ini antara
lain:
1. Berdasarkan analisis regresi berganda, secara simultan EPS, DER, PER dan
signifikan terhadap harga saham pada industry Metal dan Allied Products
29
2. Besarnya pengaruh EPS, DER, PER dan MBR secara simultan terhadap
harga saham adalah sebesar 0,747 atau 74,7%. Secara parsial besarnya
pengaruh EPS terhadap harga saham adalah sebesar 0,163216 atau 16,32 %,
besarnya pengaruh DER terhadap harga saham adalah sebesar 0,000784 atau
3. MBR memiliki pengaruh yang lebih besar atau dominan terhadap harga
lain yang masih memiliki relevansi dengan penelitian ini , yaitu penelitian yang
dilakukan oleh Tua Ali Chandra Sidauruk dengan judul: “Pengaruh Debt to
Equity Ratio (DER), Return On Equity (ROE), Earning Per Share (EPS), Price
Earning Ratio (PER) dan Market to Book Value Ratio (MBVR) Terhadap Harga
tersebut yaitu:
Equity (ROE), Earning Per Share (EPS), Price Earning Ratio (PER) dan
2002-2004.
2. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan dari variable Debt to
30
Price Earning Ratio (PER) dan Market to Book Value Ratio (MBVR)
3. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan dari variable Debt to
Price Earning Ratio (PER) dan Market to Book Value Ratio (MBVR)
4. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh dari variabel Debt to Equity Ratio
Ratio (PER) dan Market to Book Value Ratio (MBVR) terhadap Harga
5. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh dari variabel Debt to Equity Ratio
(DER), Return On Equity (ROE), Earning Per Share (EPS), Price Earning
Ratio (PER) dan Market to Book Value Ratio (MBVR) terhadap Harga
variable mana yang paling berpengaruh dan signifikan terhadap harga saham
pada Industri Automotive yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta Periode 2002-
2004.
31
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh perusahaan
yang terdapat dalam industri Automotive yang terdaftar di BEJ selama periode
4. Analisis Statistik
Alat Analisis Statistik yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan yaitu:
c. Regresi Berganda
d. Koefisien Determinasi
Selanjutnya, yang menjadi hasil dari penelitian yang telah dilakukan ini antara
lain:
1. Berdasarkan analisis regresi berganda, secara simultan DER, ROE, EPS, PER
Akan tetapi secara parsial hanya variabel PER mempunyai pengaruh yang
3. Besarnya pengaruh DER, ROE, EPS, PER dan MBVR secara simultan
terhadap harga saham adalah sebesar 0,237 atau 23,7%. Secara parsial
besarnya pengaruh DER terhadap harga saham adalah sebesar 0,075076 atau
0,029929 atau 2,99%, besarnya pengaruh EPS terhadap harga saham adalah
sebesar 0,024649 atau 2,46%, besarnya pengaruh PER terhadap harga saham
32
4. PER memiliki pengaruh yang lebih besar atau dominan terhadap harga saham
digambarkan hubungan antara variable yang diteliti (Debt to Equity Ratio, Price
Debt to
Equity Ratio
Return On
Equity
Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa secara teoritis Debt to Equity
Ratio (DER), Price Earning Ratio (PER) dan Return On Equity (ROE) mempunyai
PER,ROE) .
33
1. Debt to Equity Ratio (DER), Price Earning Ratio (PER) dan Return On Equity
34
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.1. Populasi
Industri Farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008, yang
terdiri dari 9 perusahaan. Adapun 9 perusahaan yang termasuk dalam industri ini
antara lain: PT. Tempo Scan Paific Tbk, PT. Schering Pluogh Indonesia Tbk, PT.
Prydam Farma Tbk, PT. Merck Indonesia Tbk, PT. Kimia Farma Tbk, PT. Kalbe
Farma Tbk, PT. Indofarma Tbk, PT. Darya Varia Laboratoria Tbk, dan PT. Bristol
3.1.2. Sampel
Sampel yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari 8 perusahaan yang
termasuk dalam Industri Farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
Earning Per Share (EPS), laba bersih setelah pajak, dan harga saham, dan
semua data dan variabel harus bernilai positif selama periode penelitian yakni
35
3.2. Jenis Data
Jenis data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang
berupa total hutang, modal sendiri, earning per lembar saham laba bersih dan harga
saham.
Sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah berasal dari :
independent yang berupa Debt to Equity Ratio (DER) yang diukur dengan satuan
persentase (%), Price Earning Ratio (PER) yang diukur dengan satuan relative
(kali) serta Return On Equity (ROE) yang diukur dengan satuan persentase (%).
Sedangkan variabel kedua yaitu variabel dependent yang berupa harga Saham yang
36
ekuitas dalam pendanaan Total Hutang x 100%
perusahaan dan Modal Sendiri
menunjukkan
kemampuan modal
sendiri perusahaan
tersebut untuk memenuhi
seluruh kewajibannya.
Price Earning Ratio adalah
rasio yang menunjukkan
Kali
2 PER perbandingan antara harga
Closing Price (X)
saham terhadap earning
perusahaan. EPS
Return On Equity adalah
kemampuan perusahaan
Persen
3 ROE dalam menghasilkan Laba setelah pajak x 100% (%)
keuntungan dengan Modal Sendiri
modal sendiri
Harga saham yang
dimaksud disini merupakan
Harga
3 harga yang terjadi di lantai Rupiah
Saham bursa pada akhir penutupan
(Closing Price).
dengan cara membandingkan laporan laba rugi dan neraca dari tahun ke tahun serta
37
Yaitu metode yang digunakan untuk menganalisis data keuangan perusahaan
dengan cara membandingkan antara teori dan konsep yang adas terhadap masalah
Yaitu metode yang menggunakan analisis statistic induktif, yang terdiri dari
3.7.Alat Analisis
Modal Sendiri, Earning Per Share, Price Earning Ratio, Laba bersih setelah pajak
dan Harga Saham perusahaan pada industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode
Ta Td
Perkembangan (%) = x 100%
Td
Keterangan :
Sendiri, Earning Per Share, Laba bersih setelah pajak, Price Earning Ratio dan
Harga Saham, Alat analisis ini juga digunakan untuk mengetahui perubahan
variable Debt to Equity Ratio (DER) dan Return On Equity (ROE) perusahaan pada
38
industry Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008, adapun rumus yang
Perubahan (%) = Ta Td
Keterangan :
b. Uji Hepotesis
simultan (bersamaan) terhadap harga saham pada industri Farmasi di Bursa Efek
saham.
saham.
c. Area Keputusan
Ho diterima
R 2 / ( k 1)
Fhitung =
(1 R 2 ) / (n k )
Keterangan :
R2 : koefisien determinasi
n : jumlah sampel
e. Kriteria Pengujian
Untuk mengetahui secara parsial pengaruh antara DER, PER, dan ROE
40
Ha : b2 ≠ 0 artinya PER mempunyai pengaruh signifikan terhadap
harga saham.
harga saham.
c. Perhitungan nilai t
d. Thitung
e. Area keputusan
Ho diterima
f. Kriteria Pengujian
3. Koefisien Determinasi
41
Alat analisa ini digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh Debt to
Equity Ratio, Price Earning Ratio dan Return on Equity terhadap Harga Saham
baik secara simultan maupun parsial pada industri Farmasi di Bursa Efek
Earning Ratio (PER) dan Return On Equity (ROE) secara simultan terhadap
simbol R2
2
( y y) 2
R2 = 1
( y y) 2
Earning Ratio (PER) dan Return On Equity (ROE) secara parsial terhadap harga
saham perusahaan pada industri Farmasi yang terdaftar di BEI periode 2006-
42
Dari hasil perhitungan koefisien determinasi parsial maka akan diketahui
Program for Special Science) Versi 12.0 dan Microsoft Excel 2007.
43
BAB IV
Era pasar modal Indonesia dapat dibagi menjadi beberapa periode. Periode
pertama adalah periode jaman Belanda mulai tahun 1912 yang merupakan tahun
didirikannya pasar modal yang pertama. Pada tanggal 14 Desember 1912, suatu asosiasi
Vereniging voor Effectenhandel” yang merupakan cikal bakal pasar modal pertama di
Indonesia. Setelah perang dunia I, pasar modal pertama di Surabaya mendapat giliran
dibuka pada tanggal 1 Januari 1925 dan disusul di Semarang pada tanggal 1 Agustus
1925. Karena masih dalam jaman penjajahan Belanda dan pasar-pasar modal ini juga
jaman penjajahan belanda dan pasar modal ini juga didirikan oleh Belanda, mayoritas
Belanda dan afiliansinya yang tergabung dalan Dutch East Indies Trading Agencies.
Pasar – pasar modal ini beroperasi sampai kedatangan Jepang di Indonesia di tahun
1942.
Undang No. 15/1952 tentang pasar modal. Juga melalui Keputusan Menteri Keuangan
No. 289737/U.U. tanggal 1 Nopember 1951, Bursa Efek Jakarta (BEJ) akhirnya dibuka
sudah dikeluarkan pada tahun-tahun sebelumnya. Tujuan yang lain adalah untuk
44
mencegah saham-saham perusahaan Belanda yang dulunya diperdagangkan di pasar
Perdagangan Uang dan Efek-Efek (P.P.U.E) yang terdiri dari 3 bank dengan Bank
Indonesia sebagai anggota kehormatan. Bursa Efek ini berkembang dengan cukup baik
pemerintah melalui Bank Industri Negara di tahun 1954, 1955, dan 1956. Karena
adanya sengketa antara pemerintah RI dengan Belanda mengenai Irian Barat, semua
1958. Sengketa ini mengakibatkan larinya modal Belanda dari Tanah Indonesia.
Bursa Efek Jakarta diakatakan lahir kembali pada tahun 1977 dalam periode
orde baru sebagai hasil dari Keputusan Presiden No. 52 tahun 1976. Keputusan ini
pembentukan Badan Pelaksan Pasar Modal (BAPEPAM) dan PT. Danareksa. Presiden
Suharto meresmikan kembali Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada tanggal 10 Agustus 1977.
PT. Semen Cibinong merupakan perusahaan pertama yang tercatat di BEJ. Penerbitan
Saham perdana disetujui pada tanggal 6 Juni 1977. Pada saat tercatat pertama kali di
bursa tanggal 10 Agustus 1977, sebanyak 178.750.00 lembar saham ditawarkan dengan
45
Periode ini disebut juga dengan periode tidur yang panjang, karena sampai
dengan tahun 1988 hanya sedikit sekali perusahaan yang tercatar di BEJ, yaitu hanya 24
perusahaan saja (selama 4 tahun, 1985 sampai dengan 1988 tidak ada perusahaan yang
go public). Kurang menariknya pasar modal pada periode ini dari segi infestor mungkin
disebabkan oleh tidak dikenakannya pajak atas bunga deposito, sedang penerimaan
Sejak diaktifkan kembali pada tahun 1977 sampai tahun 1988 BEJ dikatakan
dalam keadaan tidur yang panjang selama 11 tahun. Sebelum tahun 1988 hanya terdapat
24 perusahaan yang terdaftar di BEJ meningkat sampai dengan 128. Sampai dengan
akhir tahun 1994 jumlah perusahaan yang sudah IPO menjadi 225. Pada periode ini,
Initial Public Offering (IPO) menjadi peristiwa nasional dan banyak dikenal sebagai
bukan lagi pelaksana pasar modal, akan tetapi lebih ke pengawas pelaksana pasar modal
sehingga BAPEPAM dari Badan Pelaksana Pasar Modal menjadi Badan Pengawas
Pasar Modal.
Peningkatan di pasar modal ini disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut
ini.
Investor asing melihat bahwa pasar modal di Indonesia telah maju dengan
pesat pada periode ini dan mempunyai prospek yang baik. Investor asaing tertarik
dengan pasar Indonesia karena dianggap sebagai pasar yang menguntungkan untuk
dengan 49% dari sekuritas yang terdaftar di bursa. Sampai dengan awal tahun
46
1955, jumlah kepemilikan oleh investor asing mencapai sebanyak 7,06 milyard
2. Pakto 88.
dan meningkatkan pasar modal. Salah satu hasil reformasi Pakto 88 adalah
mengurangi reserve requirement dari bank-bank deposito. Akibat dari reformasi ini
adalah pelepasan dana sebesar Rp 4 triliun dari Bank Indonesia ke sector keuangan.
Akibat lebih lanjut adalah masyarakat mempunyai cukup dana untuk bermain di
pasar saham.
3. Perubahan generasi.
Perubahan kultur bisnis terjadi diperiode ini, yaitu dari kultur bisnis
Pergeseran ini terjadi karena perubahan generasi dari yang tua ke yang muda.
yang go public.
Periode ini juga dicatat sebagai periode kebangkitan dari Bursa Efek
Surabay (BES). Bursa Efek Surabaya atau dengan nama asingnya Surabaya Stock
Exchange (SSX) dilahirkan kembali pada tanggal 16 Juni 1989. Pada awalnya, BES
47
hanya mempunyai 25 saham dan 23 obligasi yang diperdagangkan. BES hanya
100 pada tanggal 16 Juni 1989 menjadi 340. Mulai tanggal 19 September 1996,
BES merubah nilai dasar indeks gabungannya menjadi nilai dasar 500. Pada akhir
tahun 1996, IHSG-BES mencapai nilai 568,585 poin. Sampai kuartal ke tiga tahun
1990, jumlah sekuritas yang tercatat di BES meningkat menjadi 116 saham. Jumlah
ini meningkat sampai akhir tahun 1996 tercatat 208 emiten saham dengan nilai
kapatalisasi sebesar Rp 191,57 triliun. Semua sekuritas yang tercatat di Bursa Efek
sasikan kegiatan transaksi di bursa. Jika sebelumnya di lantai bursa terlihat dua deret
antrian ( sebuah untuk antrian beli dan yang lainnya untuk antrian jual) yang cukup
panjang untuk masing-masing sekuritas dan semua kegiatan transaksi dicatat di papan
tulis, maka setelah otomatisasi, sekarang yang terlihat di lantai bursa adalah jaringan
Sistem otomatisasi yang diterapkan di Bursa Efek Jakarta (BEJ) diberi nama
Jakarta Automated Trading System (JATS) dan mulai dioperasikan pada hari Senin
Tanggal 22 Mei 1995. Sistem manual hanya mampu menangani sebanyak 3.800
transaksi tiap harinya. Dengan JATS, system ini mampu menangani sebanyak 50.000
transaksi tiap harinya. Sebelum JATS dioperasikan, dengan system manual, rata-rata
volume perdangangan tiap harinya adalah sebesar 14,8 juta lembah dalam 1.606
transaksi dengan nilai Rp 46 milyard untuk transaksi regular. Untuk transaksi yang non-
48
reguler, rata-rata volume perdagangan sebelum JATS adalah sebanyak 19,3 juta lembar
dalam 174 transaksi dengan nilai Rp 61 milyard. Sebagai perbandingan, setelah JATS
dioperasikan, rata-rata volume perdangangan tiap harinya adalah sebesar 18 juta lembar
dalam 2.268 transaksi dengan nilai Rp 58 Milyard untuk transaksi regular. Untuk
sebanyak 24,7 juta lembar dalam 222 transaksi dengan nilai Rp 82 milyard.
JATS sebagai suatu system terdiri dari perangkat keras dan perangkat lunak.
Pusat computer pengolah data yang disebut juga dengan istilah trading engine
yang mempunyai tugas untuk menerima, memproses order dari computer broker,
pembelian.
perdagangan jalan Sudirman, di daerah lain masih dalam area Jakarta dan untuk
49
c. Mengamati status dari order,
bersangkutan,
Dengan demikian sebenarnya sasaran dari penerapan system JATS ini adalah
hanya dapat menampung 3.800 transaksi per hari sedang JATS mampu
2. Meningkatkan integritas (keterkaitan satu pihak dengan pihak yang lainnya) dan
3. Meningkatkan pamor pasar modal dengan meletakkan BEJ setara dengan pasar-
pasar modal lain di dunia. JATS dianggap sebagai salah satu system computer
BES, maka pada tanggal 19 September (diumumkan secara terbuka pada tanggal 10
Maret 1997) BES menerapkan system otomatisasi yang disebut dengan Surabaya
Market information & Automated Remote Trading (S-MART). Sistem S-MART ini
diintegrasikan dengan system JATS di BEJ dan sisterm si KDEI (Kliring Deposit Efek
50
Indonesia) untuk penyelesaian transaksi. Adapun fasilitas yang diberikan oleh S-MART
adalah:
1. Trader Workplace, yaitu sarana akses langsung secara elektronik oleh anggota
bursa atau broker atau WPPE (Wakil Perantara Pedagang Efek) dari kantor
lantai bursa (floorless trading). Fasilitas ini dapat dibagi lagi berdasarkan
a. Pasar kesatu yang meliputi dua system, yaitu S-MART 500 untuk
perdagangan regular, non regular dan derivative (waran dan right) dan
b. Pasar Kedua yang berupa system S-MART 100 untuk perdagangan odd
lot .
termasuk Indonesia, Malaysia, Thailand, Korea Selatan dan Singapura. Tidak hanya
perusahaan yang melakukan IPO pada periode krisis ini, yaitu hanya sebanyak 18
perusahaan. Krisis moneter terjadi ini dimulai dari penurunan nilai-nilai mata uang
Negara-negara Asia tersebut relatip terhadap dolar Amerika. Penurunan nilai mata uang
masyarakat terhadap nilai mata uang negaranya sendiri dan yang tidak kalah pentingna
51
Untuk mencegah permintaan dolar Amerika yang berlebihan yang
menaikkan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Diharapkan dengan suku bunga
deposito yang tinggi (beberapa bank swasta menawarkan suku bunga deposito dari 25%
sampai dengan 50%), pemilik modal akan menanamkan modalnya di deposito untuk
pasar modal. Investor tidak lagi tertarik untuk menanamkan dananya di pasar modal,
karena total return yang diterima lebih kecil disbanding dengan pendapatan dari bunga
deposito. Akibat lebih lanjut, harga-harga saham saham di pasar modal mengalami
penurunan yang drastis. Indeks Harga Saham Gabungan sejak bulan Agustus sampai
akhir tahun 1997 selalu menurun sampai awal tahun 1998, yang kemudian mulai
membaik sampai bulan Juli 1998, tetapi kembali turun tajam di awal September 1998.
Periode ini juga dapat dikatakan sebagai period ujian terberat yang dialami oleh pasar
modal Indonesia.
pembatasan 49% pemilikan asing. Ini berarti bahwa mulai tanggal tersebut, investor
pemerintah ini kelihatannya belum membawa hasil yang ditunjukkan oleh kenyataan
bahwa sampai akhir September 1997, jumlah pemilikan asing hanya mencapai 27%
(Jurnal Pasar Modal, September 1997). Kemerosotan pasar saham ditunjukkan oleh
indeks harga saham gabungannya (IHSG) yang turun dengan tajam. IHSG pada tanggal
52
8 Juli 1997 tercatat sebesat 750,83 poin dan turun sekitar 194,14 poin (25,86%) menjadi
pada hari Sabtu pada tanggal 1 November 1997 mengumumkan likuidasi 16 bank
swasta nasional. Pengumuman yang cukup mengejutkan ini tidak hanya membantu
memperbaiki lesunya pasar saham. Bahkan IHSG untuk bulan November 1997 ini juga
Perdagangan dengan warkat sudah dianggap tidak efisien lagi. Belum lagi
banyak warkat yang hilang sewaktu disimpan atau banyak juga warkat yang dipalsukan.
transaksi. Oleh karena alasan-alasan tersebut, maka pada bulan Juli 2000, BEJ mulai
sampai menembus 300 poin, IHSG di bulan Oktober 1998 mulai mengalami
peningkatan menembus kembali di atas 300 poin. Pada tanggal 5 Oktober 1998 IHSG
Periode penyembuhan ini ditandai dengan naik turunnya IHSG berkisar 400
poin sampai dengan 700 poin. IHSG mencapai nilai tertinggi sejak Oktober 1998 pada
tanggal 14 Juni 1999 dengan nilai 707,88 poin. Seperti halnya proses penyembuhan dari
penyakit berat, IHSG juga mengalami masa-masa mendebarkan. Kembali pada tanggal
16 April 2001 IHSG turun sampai 365,82 poin dan setelah mengalami naik dan turun
kembali akhirnya pada akhir tahun sebelum Natal tanggal 23 Desember 2002 IHSG
bernilai 420,90.
53
Efektif mulai bulan November 2007, setelah diadakannya RUPSLB (Rapat
Umum Pemegang Saham Luar Biasa) yang diadakan pada 30 Oktober 2007, BEJ dan
BES bergabung menjadi BEI (Bursa Efek Indonesia). Melalui merger ini diharapkan
dapat makin memberikan peluang bagi perusahaan ke pasar modal. Selain itu melalui
penggabungan ini, biaya pencatatan menjadi lebih murah, karena hanya mencatatkan
saham secara single listing sudah terakreditasi pada BEI. Sementara itu, bagi anggota
bursa dengan menjadi anggota bursa atau pemegang saham BEI akan langsung
menembus pasar. Bagi investor penggabungan ini menjadi makin banyaknya pilihan
investasi karena tidak ada lagi pembedaan pasar di BES dan BEJ, karena produk
Periode kesebelas dari pasar modal Indonesia dimulai pada bulan januari 2008.
Pada akrhir bulan Januari 2008, pasar modal dikejutkan dengan pengungkapan kerugian
Citybank sekitar 30% akibat dari kasus Subrime Mortgage di Amerika. Subrime
nasabah kurang sehat keuangannya, maka banyak terjadi kredit macet, sehingga
menimbulkan kerugian yang besar pada beberapa investment bank dan hedge fund.
Akibat lebih lanjutnya, mereka menarik portofolio mereka di pasar modal seluruh dunia
yang mengakibatkan kejatuhan nilai indeks pasar-pasar modal seluruh dunia, salah
satunya adalah IHSG. Penurunan pasar modal di Indonesi karena akibat Subrime
Mortgage juga diperparah oleh Margin Call dari sejumlah perusahaan sekuritas. Margin
Call dilakukan karena rendahna margin beberapa nasabah. Disebabkan sebagian besar
investor di Indonesia mempunyai rekening margin dan tidak mampu menaikkan margin
54
tersebut, beberapa broker melakukan aksi Forced Sell (Jual Paksa). Keadaan ini
Kemudian, pada tahun 2008 jumlah emiten berkurang menjadi 396 perusahaan,
ini berarti terjadi penurunan 2,9% dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan ini
disebabkan adanya sejumlah emiten yang harus delisting dari lantai bursa sebab
Krisis keuangan global yang terjadi pada tahun 2008 mengakibatkan kondisi
pasar keuangan dunia menjadi terpuruk, termasuk pasar modal di Indonesia. Hal ini
Offering (IPO) dari sejumlah perusahaan akibat kondisi pasar modal yang belum
menentu.
Oktober 2008 turut menghempaskan Indeks Harga Saham gabungan (HSG) hingga
level terendah. Puncaknya terjadi pada 8 Oktober 2008, IHSG terkoreksi sebesar
Memasuki tahun 2009, titik cerah tampaknya mulai muncul di pasar modal
Indonesia. Pada tanggal 3 April 2009, nilai IHSG menembus titik psikologi 1.500, yaitu
sebesar 1.511,335. Pelaku pasar yakin bahwa nilai 1,500 merupakan nilai psikologis
untuk IHSG dan pelaku pasar optimis IHSG akan pulih kembali. IHSG sampai dengan
bulan November 2009 berhasil meningkat hingga 86,06% sejak awal tahun.
akan terus membaik. Dimana, pertumbuhan EPS tahun 2010 diperkirakan akan
55
4.2 Struktur Organisasi Bursa Efek Indonesia
Pada November 2007, secara efektif Bursa Efek Indonesia beroperasi dengan
Gambar IV.I
Bord Of Commissioner
Director
Director Director
Division
Legal Affair
Information Coorporate
T rading Divission
T echnology Communication
Division
Division division
Division Division
jawab masing-masing bagian yang terdapat dalam struktur organisasi PT. Bursa Efek
56
Board of commisioners (Dewan Komisaris), bertanggung jawab pada rapat
direktur.
PT. Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan dibantu oleh pada para antara lain Direktur
(public relation) dan Direktur yang membawahi divisi pengawasan, urusan umum
hukum. Di samping itu pula Presiden Direktur memimpin tiga komisi yaitu komisi
dalam keuangan dan aktivitas bursa, memonitor laporan keuangan bulanan anggota
langsung, pelatihan, dan program pendidikan baik di dalam negeri maupun di luar
negeri, menangani administrasi dan kedisiplinan, evaluasi kinerja, gaji serta promosi
tingkat lamaran hingga ketaatan pada peraturan keanggotaan, mengambil tindakan tegas
57
pelatihan dan program magang, memperkenalkan dan menyebar informasi peraturan
yang tercatat dalam bursa, membantu meningkatkan jumlah perusahaan tercatat dalam
masyarakat dan mengadakan klinik go public yang bertujuan untuk menarik minat
perusahaan untuk mencatatakan diri di bursa, memonitor aksi perusahaan yang tercatat
penyebaran informasi.
menyusun secara rutin Jakarta Stock Exchange Factbook dan jurnal Bursa Efek
perusahaan dengan bekerja sama dengan divisi teknologi informasi dan divisi keuangan,
58
Corporate Communication Divisions (Divisi Publik Relasi), memainkan
peranan aktif sebagai penghubung anatar Bursa Efek Indonesia dengan masyarakat
memperkenalkan bursa di berbagai forum baik dalam negeri maupun luar negeri.
bekerja sama dengan BAPEPAM dan lembaga hukum dalam menilai pelanggaran di
bursa, mengirimkan staf untuk belajar dengan sistem pengawasan di bursa-bursa saham
lainnya.
peraturan pencatatan, bekerja sama dengan lembaga hukum dan menteri kehakiman
pendukung divisi-divisi lain dan menyediakan kebutuhan pada semua program kerja,
menyusun garis pedoman perusahaan dan meningkatkan efisiensi Bursa Efek Indonesia.
Industri farmasi adalah salah satu industri yang terdaftar pada Bursa Efek
Indonesia. Industri ini terdiri dari 9 perusahaan yang seluruhnya berstatus PMDN
59
PT Tempo Scan Pacific Tbk (Perusahaan) didirikan di Republik Indonesia pada
tanggal 20 Mei 1970, dengan nama PT Scanchemie dalam rangka Penanaman Modal
Dalam Negeri No. 6 Tahun 1968, yang diubah dengan Undang-undang No. 12 Tahun
1970, berdasarkan akta notaris Ridwan Suselo, S.H., No. 37. Akta pendirian ini
disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No.
J.A.5/27/4 tanggal 13 Februari 1971, dan diumumkan dalam Berita Negara Republik
Indonesia No.25, Tambahan No. 148 tanggal 26 Maret 1971. Anggaran dasar
Perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir dengan akta Notaris
2007. Perubahan ini telah disetujui oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
November 2008 dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 36,
Ruang lingkup kegiatan Perusahaan bergerak dalam bidang usaha farmasi dan
memulai kegiatan komersialnya sejak tahun 1970. Kantor pusat Perusahaan di Gedung
Bina Mulia II, lantai 5, Jl. H.R. Rasuna Said Kav. 11, Jakarta 12950, sedangkan lokasi
Berdiri pada tahun 1976, perusahaan ini memulai kegiatan operasinya pada
tahun 1978 dengan kegiatan produksi dan pemasaran produk untuk hewan. Kcmudian
pada tahun 1985 perusahaan ini mendirikan divisi Farnrnsi. Pada tahun 1993 berdiri PT.
produk perawatan hewan. Perusahaan ini kemudian melakukan perluasan pada bidang
60
yang lebih ke bisnis yaitu pada produksi obat - obatan dan microbacterials. Pada
oktober 2001, perusahaan ini melakukan Public Offering (IPO) dengan menjual
sebesar 53,85 %, kemudian In Sarkri Kosasih sebesar 11,54 %, Rani Tjandra scbesar
1970, dengan akte notaries Eliza Pondaag SH tanggal 14 Oktober 1970 No. 29. Akte ini
disetujui oleh Menteri Kehakiman dengan No. J.A.5/173/6 tanggal 28 Desember 1970,
dan diumumkan dalam Tambahan No. 202 pada Berita Negara No. 34 tanggal 27 April
1971.
perubahan selanjutnya dengan akte notaries Aulia Taufani SH, pengganti Sutjipto SH
tanggal 4 Juni 2002 No.)1 mengenai perubahan nama Perseroan dari PT. Merck
Indonesia Tbk menjadi PT Merck Tbk. Akte ini telah disetujui oleh Menteri Kehakiman
dan Hak Asasi Manusia dengan No. C-11973 HT.01.04.TH.2002 tanggal 2 Juli 2002.
Dasarnya. Perubahan ini dilakukan dengan akte notaries Sutjipto SH tanggal 15 April
2008 No. 81 dan telah disetujui oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan
61
Perubahan terakhir dilakukan dengan akte notaris Aulia Taufani SH, pengganti
Sutjipto SH tanggal 2 April 2009 No. 8 untuk memenuhi ketentuan Peraturan Bapepam
dan LK No. IX.J.1 mengenai Pokok-Pokok Anggaran Dasar Perseroan yang melakukan
Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas dan Perusahaan Publik. Akte ini telah
diberitahukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan No. AHU-
berdasarkan akta No. 18 tanggal 16 Agustus 1971 dan diubah dengan akta perubahan
No. 18 tanggal 11 Oktober 1971 keduanya dari Notaris Soelaeman Ardjasasmita S.H. di
Jakarta. Akta perubahan ini telah mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman
1971, yang didaftarkan pada buku registrasi No. 2888 dan No. 2889 tanggal 20 Oktober
1971 di Kantor Pengadilan Negeri Jakarta serta diumumkan dalam Berita Negara
Republik Indonesia No. 90 tanggal 9 Nopember 1971 dan Tambahan Berita Negara
Republik Indonesia No. 508. Anggaran Dasar Perusahaan telah beberapa kali
mengalami perubahan. Perubahan tentang modal disetor terakhir dengan akta No..45
tanggal 24 Oktober 2001 dari Imas Fatimah, S.H. notaris di Jakarta. Akta perubahan ini
telah mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik
Nopember 2001. Pada tahun 2008, Anggaran Dasar mengalami perubahan dengan akta
No. 79 tanggal 20 Juni 2008 dari Imas Fatimah, S.H, notaris di Jakarta. Perubahan
Anggaran Dasar ini mengacu kepada Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang
62
Perusahaan Terbatas. Akta perubahan ini telah mendapat persetujuan dari Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan Surat Keputusan Nomor.
Perusahaan juga memiliki satu unit distribusi yang berlokasi di Jakarta. Pada tahun
unit usaha Pedagang Besar Farmasi dan Apotek (catatan b). Kantor Pusat Perusahaan
komersial sejak tahun 1817, yang pada saat itu bergerak dalam bidang distribusi obat
Negara. Pada tahun 1969, beberapa Perusahaan Negara tersebut diubah menjadi satu
Perusahaan yaitu Perusahaan Negara Farmasi dan Alat Kesehatan Bhinneka Kimia
Farma disingkat PN Farmasi Kimia Farma. Pada tahun 1971, berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 16 Tahun 1971 status Perusahaan Negara tersebut diubah menjadi
Hasil produksi Perusahaan saat ini dipasarkan di dalam negeri dan di luar
63
PT Kalbe Farma Tbk. (“Perusahaan”) didirikan di Negara Republik Indonesia,
dalam rangka Undang-undang Penanaman Modal Dalam Negeri No. 6 Tahun 1968
yang telah diubah dengan Undang-undang No. 12 Tahun 1970 berdasarkan akta notaris
Raden Imam Soesetyo Prawirokoesoemo No. 3 pada tanggal 10 September 1966. Akta
pendirian ini telah disahkan oleh Menteri Kehakiman (Menkeh) Republik Indonesia
dengan Surat Keputusan No. J.A.5/72/23 tanggal 12 September 1967 dan diumumkan
dalam Tambahan No. 234, Berita Negara Republik Indonesia No. 102 pada tanggal 22
Desember 1967. Anggaran dasar Perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan,
terakhir dengan akta notaris DR. Irawan Soerodjo,S.H., Msi., No. 309, tanggal 25 Juni
Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas serta peraturan yang
berlaku di bidang Pasar Modal. Perubahan terakhir ini telah disetujui oleh Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dalam Surat Keputusan No. AHU-
Perusahaan meliputi, antara lain usaha dalam bidang industri dan distribusi produk
farmasi (obat-obatan bagi manusia dan hewan). Saat ini, Perusahaan terutama bergerak
KALBE, Jl. Let. Jend. Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta 10510 sedangkan
fasilitas pabriknya berlokasi di Kawasan Industri Delta Silicon, Jl. M.H. Thamrin, Blok
64
4.3.6. PT. Indofarma (Persero) Tbk
Perusahaan ini didirikan pada tanggal 2 Januari 1996 yang pada awalnya sudah
ada pada tahun 1918 dengan nama Pabrik Obat Manggarai. Pada tahun 1942
kepernilikan pabrik obat tersebut berpindah tangan dari Belanda ke penterintah Jepang.
Pada tahun 1950 Pabrik Obat Manggarai di ambil alih oleh pemerintah Indonesia
melalui departemen kesehatan dan termasuk kedalam pusat produksi obat-obatan untuk
pemerintah Indonesia. Pada tahun 1979 berganti nama menjadi Pusat Produksi Obat-
Obatan Departemen Kesehatan dan merupakan organisasi nonprofit. Pada tahun 1981
masa depan dan meningkatnya persaingan, pada tahun 1996 status perusahaan tersebut
menjadi perseroan terbatas dengan nama PT. Indonesia Farma atau PT. Indo Farma
singkatnya. Pada tahun itu juga perusahaan ini mengakuisisi 43,5 % saham PT. Rinsima
Abadi Farma yang mempraduksi material mentah untuk membuat obat - obatan. Pada
Januari 2000 perusahaan ini memberikan subsidi kepada PT. Indofarma Global Medika
untuk mendapatkan perjanjian distribusi. Kemudian pada Maret 2001 perusahaan ini
obat - obatan. Pada Maret 2001, perusahaan ini mengeluarkan Public Ofering untuk
sahamnya. Dana besar dari Public Offering itu 53 % digunakan untuk memperbesar
65
(“Perusahaan”) didirikan dalam rangka Undang-undang Penanaman Modal
Dalam Negeri No. 6 tahun 1968 berdasarkan akta notaris No. 5 tanggal 5 Februari 1976
dari notaris Abdul Latief, S.H. Akta ini disetujui oleh Menteri Kehakiman dalam Surat
Keputusan No. Y.A.5/288/11 tanggal 28 Mei 1976 dan diumumkan dalam Tambahan
No. 712 pada Berita Negara No. 92 tanggal 18 November 1977. Anggaran Dasar
Perusahaan telah beberapa kali diubah, antara lain mengenai perubahan nama
Perusahaan dalam rangka Undang-undang No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
dilakukan dengan akta notaris No. 107 tanggal 18 Juni 1997 dari notaris Benny
Kristianto, S.H. Perubahan anggaran dasar tersebut telah disetujui oleh Menteri
dan diumumkan dalam Tambahan No. 4747 pada Berita Negara No. 81 tanggal 10
Oktober 1997. Perubahan sehubungan dengan peningkatan modal dasar Perusahaan dari
dilakukan dengan akta notaris No. 68 tanggal 15 Juni 1998 dari notaris Benny
Kristianto, S.H. Perubahan ini telah disetujui Menteri Kehakiman dalam Surat
Tambahan Berita Negara No. 6400 pada Berita Negara No. 92 tanggal16 November
1998.
pelaksanaan rapat Direksi dan Komisaris dilakukan dengan akta notaris No. 50 tanggal
30 Juli 2002 dari notaris Benny Kristianto, S.H., yang telah disetujui oleh Menteri
66
16570.H.T.01.04.TH.2002 tanggal 30 Agustus 2002 dan diumumkan dalam Tambahan
Perusahaan ini didirikan oleh suatu badan investasi asing pada tanggal 8 Juli
1970. Kemudian pada tahun 1983, perusahaan ini melakukan Initial Public Offering
(IPO) dan terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tanggal 29 Maret 1983 dan Bursa Efek
Surabaya pada tanggal 16 Juni 1989. Pada tanggal 6 November 1991, perusahaan ini
100% diambil alih oleh PT. Bristol - Myers Squibb Indonesia Tbk. Produksi dilakukan
di Cibinong dalam area seluas 2,3 Ha. Merck produk yang dipasarkan antara lain :
serta 36 macam antibiotik lainnya. Yang bukan termasuk obat penekan rasa sakit antara
Pada tahun 2002, perusahaan meluncurkan ukuran baru dari produk kunci yaitu
Counterpain Cool ukuran 5 gram dan 60 gram serta Counterpain Cream ukuran 5 gram.
67
The United states. Setelah go public pada tahun 1990, perusahaan ini berganti nama
dan CLARINASE untuk alergi tak teratur. Perusahaan ini menggunakan PT. Anugerah
Pharmindo Lestari sebagai distributor. Baru - baru ini telah diluncurkan produk untuk
ELOCON. Perusahaan ini mempunyai ranking terbaik untuk sektor farmasi pada tahun
Pemegang saham perusahaan ini adalah Schering Plough Int'l USA sebesar
64,60 %, Schering Plough Health Care Products Inc, USA sebesar 24,60 % dan
68
BAB V
Dalam bagian Hasil Penelitian ini akan digambarkan berbagai aspek baik dalam
bentuk data maupun dalam bentuk variable penelitian yang telah dirumuskan pada bab
statistik dari hasil penelitian. Variabel – variabel yang diteliti dalam penelitian ini terdiri
dari variabel independen atau variabel bebas dan variabel dependen atau variabel tidak
bebas. Dalam penelitian ini yang termasuk dalam variabel independen yaitu: . Debt to
Equity Ratio (DER), Price Earning Ratio (PER) dan Return On Equity (ROE),
merupakan perbandingan antara total hutang dengan modal sendiri, Price Earning Ratio
merupakan perbandingan antara Harga Saham dengan laba per lembar saham (Earning
Per Share), sedangkan Return On Equity merupakan perbandingan antara laba bersih
Indonesia periode 2006-2008 berjumlah 9 buah., namun yang menjadi menjadi sampel
dalam penelitian ini hanya 8 (delapan) perusahaan, yang terdiri dari : PT. Tempo Scan
Pasific Tbk, Pyridam Farma Tbk, PT. Merck Indonesia Tbk, PT. Kimia Farma (Persero)
Tbk, PT. Kable Farma Tbk, PT. Indofarma (Persero) Tbk, PT. Darya – Varya
Debt to Equity Ratio merupakan perbandingan antara total hutang dengan modal
sendiri dimana hasil perbandingan tersebur dinyatakan dalam bentuk persentase. Untuk
69
melihat perubahan Debt to Equity Ratio tentu perlu terlebih dahulu mengetahui
perusahaan pada industri Farmasi periode 2006-2008 dapat terlihat gambaran tentang
Tabel 5.1
Perkembangan Rata-Rata Hutang
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Jutaan Rupiah)
Tahun
No Nama Perusahaan
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 447.319 558.369 655.932
2 PT. Prydam Farma Tbk 17.927 28.213 29.402
3 PT. Merck Indonesia Tbk 47.120 50.830 47.741
4 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 390.930 478.712 497.905
5 PT. Kalbe Farma Tbk 1.080.566 1.121.539 1.359.297
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 406.451 717.874 699.216
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 145.025 98.701 129.812
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 76.542 68.720 80.180
Jumlah 2.611.880 3.122.958 3.499.485
Rata-rata 326.485 390.370 437.436
Perkembangan (%) 19,57 12,06
Tertinggi 1,080,55 1,121,539 1,359,297
6
Terendah 17,927 28,213 29,402
Sumber : Lampiran 10
Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa rata-rata hutang pada industri
2007. Kemudian pada tahun 2008 rata-rata total hutang meningkat sebesar 12,06% dari
Dari tabel 5.1 di atas juga dapat diketahui perusahaan yang memiliki jumlah
hutang tertinggi dan terendah selama periode 2006-2008. Jumlah hutang tertinggi dari
tahun 2006 - 2008 dimiliki oleh PT. Kalbe Farma yaitu sebesar Rp. 1.080.566.000.000,-
70
untuk tahun 2006, Rp. 1.121.539.000.000,- untuk tahun 2007 dan sebesar Rp.
1.359.297.000.000,- di tahun 2008. Sedangkan jumlah hutang terkecil dari tahun 2006 -
2008 dimiliki oleh PT. Prydam Farma yaitu sebesar Rp. 17.927.000.000,- untuk tahun
2006, Rp. 28.213.000.000,- untuk tahun 2007 dan sebesar Rp. 29.402.000.000,- di tahun
2008.
melihat perkembangan modal sendiri perusahaan pada industri Farmasi. Pada tabel 5.2
dapat dilihat perkembangan modal sendiri pada industri Farmasi periode 2006-2008
Tabel 5.2
Perkembangan Rata-Rata Modal Sendiri
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Jutaan Rupiah)
Tahun
No Nama Perusahaan
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 1.942.441 2.115.644 2.235.688
2 PT. Prydam Farma Tbk 65.201 66.944 69.253
3 PT. Merck Indonesia Tbk 235.539 280.224 327.324
4 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 870.654 908.028 947.765
5 PT. Kalbe Farma Tbk 2.994.817 3.386.862 3.622.399
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 280.486 291.563 296.595
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 412.312 462.230 507.849
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 130.594 158.702 214.545
Jumlah 6.932.044 7.670.197 8.221.418
Rata-rata 866.506 958.775 1.027.677
Perkembangan (%) 10,65 7,19
Tertinggi 2.994.817 3.386.862 3.622.399
Terendah 65.201 66.944 69.253
Sumber : Lampiran 11
Dari tabel 5.2 dapat terlihat bahwa rata-rata modal sendiri pada industri Farmasi
di Bursa Efek Indonesia selama periode 2006-2008 juga mengalami peningkatan, yaitu
pada tahun 2006 rata-rata modal sendiri pada industri ini sebesar Rp.866.506.000.000,-
dan meningkat sebesar 10,65% pada tahun 2007 menjadi Rp. 958.775.000.000,-.
71
Kemudian pada tahun 2008 rata-rata modal sendiri meningkat sebesar 7,19% dari tahun
Sama seperti perkembangan rata-rata hutang, jumlah modal sendiri yang tertinggi
pada tahun 2006-2008 dimiliki oleh PT. Kalbe Farma yaitu sebesar Rp.
2.995.817.000.000,- untuk tahun 2006, Rp. 3.386.862.000.000,- untuk tahun 2007 dan
terendah pada tahun 2006 – 2008 dimiliki oleh PT. Prydam Farma yaitu sebesar Rp.
65.201.000.000,- untuk tahun 2006, Rp. 66.944.000.000,- untuk tahun 2007 dan Rp.
Dengan membandingkan data mengenai total hutang dan modal sendiri yang
terlihat pada tabel 5.1 dan tabel 5.2, maka dapat dilihat besarnya perubahan rata-rata
Debt to Equity Ratio pada Industri Farmasi. Perubahan rata-rata Debt to Equity ratio
pada Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008 dapat terlihat pada
tabel berikut:
Tabel 5.3
Perubahan Rata-Rata Debt to Equity Ratio
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Persentase)
Tahun
No Nama Perusahaan
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 23,03 26,39 29,34
2 PT. Prydam Farma Tbk 27,49 42,14 42,46
3 PT. Merck Indonesia Tbk 20,01 18,14 14,59
4 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 44,90 52,72 52,53
5 PT. Kalbe Farma Tbk 36,08 33,11 37,52
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 144,91 246,22 235,75
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 35,17 21,35 25,56
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 58,61 43,30 37,37
Jumlah 390,2046 483,3802 475,1207
Rata-rata 48,78 60,42 59,39
Perubahan (%) 11,65 -1,03
Tertinggi 144,91 246,22 235,75
72
Terendah 20,01 18,14 14,59
Sumber : Lampiran 12
Bertolak dari tabel 5.3. dapat diketahui bahwa perubahan rata-rata Debt to
Equity Ratio pada Industri farmasi periode 2006-2008 mengalami fluktuasi. Pada tahun
2006 nilai rata-rata DER adalah sebesar 48,78% dan angka ini mengalami peningkatan
pada tahun 2007 menjadi 60,42% atau naik sebesar 11,65% dibandingkan dengan tahun
2006. Pada tahun 2008 DER yang diperoleh adalah sebesar 59,39% atau mengalami
Dari tabel 5.3. di atas yang merupakan hasil olahan data penelitian, dapat
diketahui perusahan pada industri Farmasi yang terdaftar di BEI pada periode 2006-
2008 yang memiliki nilai Debt to Equity Ratio (DER) yang tertinggi dan terendah,
dimana yang menjadi tolok ukurnya adalah nilai rata-rata industri. Pada tahun 2006
terdapat sebanyak 2 perusahaan yang memiliki nilai DER di atas rata-rata industri.
Nilai DER tertinggi pada tahun 2006 dimiliki oleh PT. Indofarma (persero) yaitu
sebesar 144,91%. Selanjutnya terdapat 6 perusahaan yang memiliki nilai DER di bawah
rata-rata industri pada tahun 2006. Perusahaan yang memiliki nilai DER terendah adalah
Selanjutnya, pada tahun 2007 jumlah perusahaan yang memiliki nilai DER di atas
rata-rata industri adalah 1 perusahaan. Pada tahun 2007, nilai DER tertinggi dimiliki
oleh PT. Indofarma (persero) yaitu sebesar 246,22%. Selain itu, terdapat 7 perusahaan
yang memiliki nilai DER di bawah rata-rata industri pada tahun 2007. Perusahaan yang
memiliki nilai DER terendah di bawah rata-rata industri adalah PT. Merck Indonesia
Pada tahun 2008 rata-rata industi perusahaan yang memiliki nilai DER di atas
rata-rata industri hanya 1 perusahaan. Nilai DER tertinggi yang berada di atas rata-rata
73
industri dimiliki oleh PT. Indofarma (persero) yaitu sebesar 235,75%. Selanjutnya,
perusahaan yang memiliki nilai DER di bawah rata-rata industri pada tahun 2008
berjumlah 7 perusahaan. Nilai DER terendah yang berada di bawah rata-rata industri
Price Earning Ratio adalah perbandingan antara harga perlembar saham (yang
diperoleh dari pasar modal) dan laba per lembar saham yang diperoleh pemilik
perusahaan. Harga saham yang diperhitungkan adalah harga akhir penutupan (closing
price).
Untuk melihat perkembangan Price Earning Ratio maka terlebih dahulu perlu
melihat perkembangan harga perlembar saham dan laba perlembar saham yang dimiliki
2006-2008 dapat terlihat gambaran tentang harga saham (closing price) seperti pada
Tabel 5.4
Perkembangan Rata-Rata Harga Saham (Closing Price)
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Rupiah)
Tahun
Nama Perusahaan
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 900 750 400
2 PT. Prydam Farma Tbk 50 81 50
3 PT. Merck Indonesia Tbk 40.000 52.500 35.500
4 PT. Kalbe Farma (Persero) Tbk 165 305 76
5 PT. Kalbe Farma Tbk 1.190 1.260 400
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 100 205 50
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 1.510 1.600 960
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 55.500 10.500 52.000
Jumlah 99.415 67.201 89.436
Rata-rata 12.426 8.400 11.180
Perkembangan (%) - -32,4 33,09
Tertinggi 55.500 52.500 52.000
Terendah 50 81 50
74
Sumber : Lampiran 13
Dari tabel 5.4 dapat terlihat bahwa perkembangan rata-rata harga saham pada
fluktuasi, yaitu pada tahun 2006 rata-rata harga saham pada industri ini sebesar
Rp.12.426,- dan menurun sebesar 32,40% pada tahun 2007 menjadi Rp. 8.400,-.
Kemudian pada tahun 2008 rata-rata modal sendiri meningkat sebesar 33,09% dari
Dari tabel 5.4. di atas juga dapat diketahui perusahaan yang memiliki jumlah
harga saham tertinggi dan terendah selama periode 2006-2008. Jumlah harga saham
tertinggi pada tahun 2006 dimiliki oleh PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia yaitu
sebesar Rp. 55.500,-, sedangkan jumlah harga saham tertinggi pada tahun 2007 dimiliki
oleh PT. Merck Indonesia yaitu sebesar Rp. 52.500,- dan pada tahun 2007 jumlah harga
saham tertinggi dimiliki oleh PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Rp. 52.000,-.
Sedangkan jumlah harga saham terkecil dari tahun 2006 - 2008 dimiliki oleh PT.
Prydam Farma yaitu sebesar Rp.50,- untuk tahun 2006, Rp. 81,- untuk tahun 2007 dan
melihat perkembangan laba perlembar saham (Earning Per Share) perusahaan pada
industri Farmasi. Pada tabel 5.5 dapat dilihat perkembangan Earning Per Share pada
Tabel 5.5
Perkembangan Rata-Rata Earning Per Share
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Rupiah)
Tahun
No Nama Perusahaan
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 61 62 71
2 PT. Prydam Farma Tbk 3 3 4
75
3 PT. Merck Indonesia Tbk 3.863 3.995 4.403
4 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 8 9 10
5 PT. Kalbe Farma Tbk 67 69 70
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 5 4 2
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 94 89 126
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 4.216 5.095 9.206
Jumlah 246.079 245.09 296.609
Rata-rata 1.039 1.165 1.736
Perkembangan (%) 12,13 14,96
Tertinggi 4.216 5.095 9.206
Terendah 3 3 2
Sumber : Lampiran 14
Dari tabel 5.5. dapat terlihat bahwa rata-rata Earning Per Share pada industri
yaitu pada tahun 2006 rata-rata Earning Per Share pada industri ini sebesar Rp.1.039,-
dan meningkat sebesar 12,13% atau sebesar Rp.1.165,- pada tahun 2007. Kemudian
pada tahun 2008 rata-rata Earning Per Share meningkat sebesar 14,96% dari tahun 2007
Dari tabel 5.5. di atas juga dapat diketahui perusahaan yang memiliki Earning Per
Share tertinggi dan terendah selama periode 2006-2008. Earning per share dari tahun
2006 - 2008 dimiliki oleh PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia yaitu sebesar Rp. 4.216,-
untuk tahun 2006, Rp. 5.095,- untuk tahun 2007 dan sebesar Rp. 9.206,- di tahun 2008.
Sedangkan jumlah Earning Per Share terendah pada tahun 2006 dan 2007 dimiliki oleh
PT. Prydam Farma yaitu sebesar Rp.3,- dan pada tahun 2006 dan sebesar Rp. 3,- pada
tahun 2007, sedangkan pada tahun 2008 earning per share terendah dimiliki oleh PT.
Merujuk pada data pada tabel 5.4 dan 5.5 yang merupakan data mengenai nilai
harga saham dan earning per share, dapat diketahui perkembangan Price Eraning Ratio
(PER). Dimana, nilai PER diperoleh dengan membandingkan nilai harga perlembar
76
saham dan laba perlembar saham (Earning Per Share). Perkembangan PER ditunjukkan
Tabel 5.6
Perkembangan Rata-Rata Price Earning Ratio
Pada Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2006-2008.
(Dalam Satuan Kali)
Tahun
No Nama Perusahaan
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 14,68 12,12 5,61
2 PT. Prydam Farma Tbk 15,47 24,86 11,59
3 PT. Merck Indonesia Tbk 10,35 13,14 8,06
4 PT. Kalbe Farma (Persero) Tbk 20,83 32,46 7,62
5 PT. Kalbe Farma Tbk 17,86 18,13 5,75
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 20,34 57,36 30,8
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 16,1 17,95 7,59
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 13,16 2,06 5,65
Jumlah 128,79 178,08 82,67
Rata-rata 16,10 22,26 10,33
Perkembangan (%) - 38,27 -53,58
Tertinggi 20,83 57,36 30,8
Terendah 10,35 2,06 5,61
Sumber : Lampiran 15
Bertolak dari tabel 5.6. di atas diketahui bahwa rata-rata Price Earning Ratio
(PER) periode 2006-2008 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2006 rata-rata PER adalah
sebesar 16,10 kali dan angka ini mengalami peningkatan pada tahun 2007 menjadi
22,26 kali atau naik sebesar 38,27% dibandingkan tahun 2006. Kemudian pada tahun
2008 PER yang diperoleh mengalami penurunan menjadi 10,33 kali atau turun sebesar
Dari tabel 5.6. di atas, dapat diketahui perusahan pada industri Farmasi yang
terdaftar di BEI pada periode 2006-2008 yang memiliki nilai Price Earnig Ratio (PER)
yang tertinggi dan terendah, dimana nilai rata-rata industry merupakan tolak ukurnya.
Pada tahun 2006 terdapat sebanyak 4 perusahaan yang memiliki nilai PER di atas rata-
rata industri. Nilai PER tertinggi pada tahun 2006 dimiliki oleh PT. Kalbe Farma yaitu
77
sebesar 20,83 kali. Selanjutnya terdapat 4 perusahaan yang memiliki nilai DER di
bawah rata-rata industry pada tahun 2006. Perusahaan yang memiliki nilai DER
Selanjutnya, pada tahun 2007 jumlah perusahaan yang memiliki nilai PER di atas
rata-rata industri adalah 3 perusahaan. Pada tahun 2007, nilai PER tertinggi dimiliki
oleh PT. Indofarma (persero) yaitu sebesar 57,36 kali. Selain itu, terdapat 4 perusahaan
yang memiliki nilai PER di bawah rata-rata industri pada tahun 2007. Perusahaan yang
memiliki nilai PER terendah di bawah rata-rata industri adalah PT. Bristol-Myers
Pada tahun 2008 rata-rata industi perusahaan yang memiliki nilai PER di atas rata-
rata industri adalah 2 perusahaan. Nilai PER tertinggi yang berada di atas rata-rata
industri dimiliki oleh PT. Indofarma (persero) yaitu sebesar 30,8 kali. Selanjutnya,
perusahaan yang memiliki nilai DER di bawah rata-rata industri pada tahun 2008
berjumlah 7 perusahaan. Nilai DER terendah yang berada di bawah rata-rata industri
dimiliki oleh PT. Tempo Scan Pasific yaitu sebesar 5,61 kali.
Return On Equity adalah rasio yang mengukur seberapa banyak keuntungan yang
menjadi hak pemilik modal sendiri, dimana hasil perbandingan tersebut dinyatakan
dalam bentuk persentase. Untuk melihat perubahan Return On Equity tentu perlu
terlebih dahulu mengetahui perkembangan Laba bersih setelah pajak (EAT) dan modal
sendiri. Berdasarkan laporan keuangan perusahaan pada industri Farmasi periode 2006-
2008 dapat terlihat gambaran tentang perkembangan laba bersih setelah pajak (EAT)
Tabel 5.7
Laba Bersih Setelah Pajak (EAT)
78
Pada Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2006-2008.
(Dalam Jutaan Rupiah)
Tahun
No Nama Perusahaan
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 272.584 278.358 320.648
2 PT. Prydam Farma Tbk 1.729 1.743 2.309
3 PT. Merck Indonesia Tbk 86.538 89.485 98.620
4 PT. Kalbe Farma (Persero) Tbk 43.990 52.189 55.394
5 PT. Kalbe Farma Tbk 676.582 705.694 706.822
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 15.241 11.077 5.032
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 52.509 49.918 70.819
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 43.172 52.176 94.271
Jumlah 1.192.345 1.240.640 1.353.915
Rata-rata 149.043,13 155.080,00 169.239,38
Perkembangan (%) 4,05 9,13
Tertinggi 676.582 705.694 706.822
Terendah 1.729 1.743 2.309
Sumber : Lampiran 16
Dari tabel 5.7. dapat terlihat bahwa rata-rata laba bersih pada industri Farmasi di
Bursa Efek Indonesia selama periode 2006-2008 mengalami peningkatan, yaitu pada
tahun 2006 rata-rata laba bersih pada industri ini sebesar Rp.149.043.000.000,13,- dan
Kemudian pada tahun 2008 rata-rata laba bersih meningkat sebesar 9,13% dari tahun
Dari tabel 5.7. di atas juga dapat diketahui perusahaan yang memiliki laba bersih
tertinggi dan terendah selama periode 2006-2008. Laba bersih dari tahun 2006 - 2008
dimiliki oleh PT. Kalbe Farma yaitu sebesar Rp. 676.582.000.000,-untuk tahun 2006,
Rp. 705.694.000.000,- untuk tahun 2007 dan sebesar Rp. 706.822.000.000,- di tahun
2008. Sedangkan jumlah laba bersih terendah dari tahun 2006-2008 dimiliki oleh PT.
Prydam Farma yaitu sebesar Rp.1.729.000.000,- untuk tahun 2006, Rp. 1.743.000.000,-
Merujuk pada data pada tabel 5.2 dan 5.7 yang merupakan data mengenai modal
sendiri dan laba bersih setelah pajak (EAT), dapat diketahui perubahan Return On
79
Equity (ROE). Dimana, nilai ROE diperoleh dengan membandingkan laba bersih
setelah pajak dan modal sendiri. Perkembangan ROE dapat dilihat dalam tabel berikut
ini.
Tabel 5.8
Perubahan Return On Equity
Pada Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2006-2008.
(Dalam Satuan Persentase)
Tahun
No Nama Perusahaan
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 14,03 13,16 14,34
2 PT. Prydam Farma Tbk 2,65 2,60 3,33
3 PT. Merck Indonesia Tbk 36,74 31,93 30,13
4 PT. Kalbe Farma (Persero) Tbk 5,05 5,75 5,84
5 PT. Kalbe Farma Tbk 22,59 20,84 19,51
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 5,43 3,80 1,70
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 12,74 10,80 13,94
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 33,06 32,88 43,94
Jumlah 132 121,76 132,73
Rata-rata 16,54 15,22 16,59
Perubahan (%) -1,32 1,37
Tertinggi 36,74 32,88 43,94
Terendah 2,65 2,60 1,70
Sumber : Lampiran 17
dari dari tabel 5.8. di atas diketahui bahwa rata-rata Return On Equity (ROE)
periode 2006-2008 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2006 rata-rata ROE adalah sebesar
16,54% dan angka ini mengalami penurunan pada tahun 2007 menjadi 15,22 % atau
turun sebesar 1,32% dibandingkan tahun 2006. Kemudian pada tahun 2008 ROE yang
diperoleh mengalami kenaikan sebesar 1,37% atau meningkat menjadi 16,59% dari
tahun 2007.
Dari tabel 5.8. di atas, dapat diketahui perusahan pada industri Farmasi yang
terdaftar di BEI pada periode 2006-2008 yang memiliki nilai Return On Equity (ROE)
yang tertinggi dan terendah, dimana nilai rata-rata industry merupakan tolak ukurnya.
Pada tahun 2006 terdapat sebanyak 3 perusahaan yang memiliki nilai PER di atas rata-
80
rata industri. Nilai ROE tertinggi pada tahun 2006 dimiliki oleh PT. Merck Indonesia
yaitu sebesar 36,74%. Selanjutnya terdapat 5 perusahaan yang memiliki nilai ROE di
bawah rata-rata industry pada tahun 2006. Perusahaan yang memiliki nilai ROE
Selanjutnya, pada tahun 2007 jumlah perusahaan yang memiliki nilai ROE di atas
rata-rata industri adalah 3 perusahaan. Pada tahun 2007, nilai ROE tertinggi dimiliki
oleh PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia yaitu sebesar 32,88%i. Selain itu, terdapat 4
perusahaan yang memiliki nilai ROE di bawah rata-rata industri pada tahun 2007.
Perusahaan yang memiliki nilai ROE terendah di bawah rata-rata industri adalah PT.
Pada tahun 2008 rata-rata industi perusahaan yang memiliki nilai ROE di atas
rata-rata industri adalah 3 perusahaan. Nilai ROE tertinggi yang berada di atas rata-rata
industri dimiliki oleh PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia yaitu sebesar 43,94%i.
Selanjutnya, perusahaan yang memiliki nilai ROE di bawah rata-rata industri pada
tahun 2008 berjumlah 5 perusahaan. Nilai ROE terendah yang berada di bawah rata-rata
5.2. Pembahasan
menguji hipotesis yang telah dirumuskan maka semua analisa statistik dilakukan dengan
5.2.1.1 Analisis Signifikansi Pengaruh Debt to Equity Ratio (DER), Price Earning
Ratio (PER) dan Return On Equity (ROE) terhadap Harga Saham Pada
81
Untuk menguji signifikansi pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) dan Price
Earning Ratio (PER) terhadap harga saham secara simultan digunakan alat uji statistic
Kriteria pengujian: Jika P Value pada kolom Sig. 0,05 maka Ho diterima.
output dari program SPSS versi 12.0 pada tabel ANOVA sebagai berikut.
Tabel 5.9.
ANOVA Untuk Uji “F” Tentang Pengaruh Debt to Equity Ratio, Price Earning
ANOVA(b)
Sum of
Model Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 16.256 3 5.419 16.068 .000a
Residual 6.744 20 .337
Total 23.000 23
a. Predictors: (Constant), ZROE, ZDER, ZPER
b. Dependent Variable: ZHS
82
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pengaruh Debt to Equity Ratio,
Price Earning Ratio dan Return On Equity secara simultan terhadap Harga Saham
menghasilkan Fhitung 16,068 dan Sig. sebesar 0,00 sedangkan α yang digunakan sebesar
0,05, maka Sig. α maka berarti Ho ditolak, artinya Artinya terdapat pengaruh yang
signifikan secara simultan dari variabel Debt to Equity Ratio, Price Earning Ratio dan
Price Earning Ratio dan Return On Equity secara parsial terhadap harga saham pada
industry Farmasi dapat digunkan alat uji statistic “t” yaitu dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
saham.
saham.
saham.
harga saham.
saham.
Tingkat signifkan yang digunakan adalah 0,025 (dengan uji dua arah α/2)
Kriteria pengunjian : Jika P Value pada kolom Sig. 0,025 maka Ho diterima.
83
Jika P Value pada kolom Sig. 0,025 maka Ho ditolak.
Dengan bantuan program SPSS versi 12.0 dapat diketahui pada tabel sebagai berikut:
Tabel 5.10.
Uji Statistik „t‟ Untuk Mengetahui Pengaruh Debt to Equity Ratio dan Price
Coefficients(a)
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 4.446E-17 .119 .000 1.000
ZDER .036 .183 .036 .200 .844
ZPER .159 .196 .159 .812 .426
ZROE .923 .142 .923 6.497 .000
a. Dependent Variable: ZHS
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai Sig. dari Debt to Equity
Ratio adalah 0,844 karena Sig. 0,025 maka Ho diterima. Ini berarti secara parsial
variabel Debt to Equity Ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Nilai
Sig. dari Price Earning Ratio adalah 0,426 karena Sig. 0,025 maka Ho diterima,
artinya Price Earning Ratio juga tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham.
Sedangkan nilai sig dari Return On Equity adalah 0,000 karena sig. 0,025 maka Ho
ditolak, artinya secara parsial Return On Equity berpengaruh signifikan terhadap harga
saham.
5.2.1.2 Besar Pengaruh Debt to Equity Ratio, Price Earning Ratio dan Return On
84
Untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel Debt to Equity Ratio, Price
Earning Ratio dan Return on Equity terhadap Harga Saham secara simultan dapat
Tabel 5.11.
Ratio, Price Earning Ratio dan Return On Equity Secara Simultan Terhadap
Harga Saham.
Model Summary(b)
Berdasarkan tabel 5.9, dengan melihat nilai R adjusted R Square dapat diketahui
bahwa secara simultan besarnya pengaruh Debt to Equity Ratio, Price Earning Ratio
dan Return on Equity terhadap harga saham adalah sebesar 0,663 atau sebesar 66,3%.
Hal ini menunjukkan bahwa secara bersama-sama Debt to Equity Ratio, Price Earning
Ratio dan Return on Equity berpengaruh terhadap harga saham sebesar 66,3%, dan
Earning Ratio dan Return On Equity secara parsial terhadap harga saham dapat dilihat
pada tabel 5.10 berikut ini melalui koefisien determinasi dengan symbol .
85
Tabel 5.12.
Ratio, Price Earning Ratio dan Return On Equity Secara Parsial Terhadap Harga
Saham.
Coefficients(a)
Correlations Koefisien
2
R Determinasi
Model Zero-order Partial Part R2 x 100%
1 (Constant)
ZDER -.218 .045 .024 0,002025 0,2025%
ZPER -.296 .179 .098 0,032041 3,2041%
ZROE .825 .824 .787 0,678976 67,8976%
a. Dependent Variable: ZHS
Besarnya pengaruh Debt to Equity Ratio, Price Earning Ratio dan Return On
Equity secara parsial terhadap harga saham dapat diketahui melalui koefisien
Berdasarkan pada tabel di atas (tabel 5.12) dapat diketahui besarnya pengaruh
2
Debt to Equity Ratio terhadap harga saham sebesar (0,045) = 0,002025 atau 0,2% .
Besarnya pengaruh Price Earning Ratio terhadap harga saham adalah sebesar (0,179) 2 =
0,032041 atau 3,2%. Sedangkan besarnya pengaruh Return On Equity terhadap harga
86
5.2.1.3 Variabel yang Berpengaruh Dominan Terhadap Harga Saham
Debt to Equity Ratio terhadap harga saham adalah 0,002025 atau 0,2025%, besarnya
pengaruh Price Earning Ratio terhadap harga saham adalah sebesar 0,032041 atau
3,2041%, sedangkan besarnya pengaruh Return On Equity terhadap harga saham adalah
yang dominan mempengaruhi harga saham pada industri Farmasi yang terdaftar di
pengaruh Debt to Equity Ratio (DER), Price Earning Ratio (PER) dan Return On Equity
(ROE) terhadap harga saham perusahaan pada industri farmasi yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia periode 2006-2008, baik secara simultan ataupun parsial. Pada uji
hipotesis pengaruh dari Debt to Equity Ratio, Price Earning Ratio dan Return on Equity
secara simultan dengan menggunakan alat analisis uji “ f ”, diketahui bahwa DER, PER
dan ROE secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang telah dikemukakan sebelumnya, yang
menyatakan bahwa, Debt to Equity Ratio (DER),Price Earning Ratio (PER) dan Return
perusahaan industri Farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008.
Hasil uji ” f “ ini sama dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Nixon
Martin dan Tua Ali Chandra Sidauruk, dimana penelitian yang dilakukan Nixon
87
Martin mengemukakan bahwa EPS, DER, PER, dan MBR secara simultan memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap harga saham, penelitian yang dilakukan Tua Ali
Chandra Sidauruk juga mengemukakan bahwa secara simultan DER, ROE, EPS, PER
Sedangkan dari hasil uji t yang digunakan untuk mengetahui pengaruh DER,
PER dan ROE secara parsial terhadap harga saham menunjukkan bahwa, tidak terdapat
pengaruh yang signifikan dari DER dan PER secara parsial terhadap harga saham,
hanya ROE yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap harga saham. Hasil
penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nixon Martin.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Nixon Martin diketahui bahwa, DER secara
parsial tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap harga saham, sedangkan MBR
secara parsial mempunyai pengaruh terhadap harga saham. Sedangkan pada penelitian
yang dilakukan oleh Tua Ali Chandra Sidauruk secara parsial hanya variabel PER
Dengan melihat koefisien determinasi pada hasil penelitian ini, diketahui bahwa
Return on Equity merupakan variabel yang dominan mempengaruhi harga saham pada
hipotesis ke dua yang telah dikemukakan sebelumnya dalam penelitian ini, yang
menyatakan bahwa Price Earning Ratio (PER) mempunyai pengaruh yang dominan
terhadap harga saham perusahaan Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode
2006-2008 tidak sesuai dengan hasil penelitian ini. Pada hasil penelitian yang dilakukan
oleh Nixon Martin, mengenai pengaruh EPS, DER, PER dan MBR terhadap harga
saham, hasil yang diperoleh adalah MBR merupakan variabel dominan yang
mempengaruahi harga saham. Sedangkan pada penlitian yang dilakukan Tua Ali
88
Chandra Sidauruk, mengenai Pengaruh DER, ROE, EPS, PER dan MBVR terhadap
harga saham, hasil yang diperoleh adalah PER merupakan variabel dominan yang
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nixon Martin dan Tua Ali
Chandra Sidauruk dapat dilihat bahwa variabel yang paling dominan mempengaruhi
harga saham adalah Market to Book Ratio (MBR) dan Price Earning Ratio (PER),
dimana ke dua variabel tersebut merupakan rasio Nilai Pasar. Sedangkan dalam
penelitian ini menemukan hasil yang berbeda, dimana variabel yang paling dominan
mempengaruhi harga saham adalah Return On Equity (ROE) yang merupakan rasio
profitabilitas. Jadi, dapat diketahui bahwa pada Industri Metal dan Allied serta Industri
pembayaran deviden atas laba yang dihasilkan melainkan untuk mendapatkan Capital
gain atas investasi yang mereka lakukan. Sedangkan pada Industri Farmasi menemukan
hasil yang berbeda, dimana investor lebih mengharapkan deviden atas investasi yang
mereka lakukan daripada capital gain. Jadi dapat diketahui, selain perbedaan tahun dan
tujuan yang ingin dicapai suatu perusahaan juga mempengaruhi pandangan investor dan
Bertolak pada hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa DER, PER dan
ROE secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham,
sedangkan secara parsial hanya ROE yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap
harga saham. Dari hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa, DER, PER, dan
ROE secara signifikan mempengaruhi harga saham pada Bursa Efek Indonesia pada
periode 2006-2008 khususnya pada industri farmasi. Oleh karena itu dapat diketahui
89
bahwa, DER yang merupakan rasio solvabilitas, PER yang termasuk kedalam rasio nilai
pasar serta ROE yang termasuk ke dalam rasio profitabilitas banyak digunakan Investor
sebagai tolak ukur dalam menilai saham perusahaan pada Industri Farmasi khususnya.
90
BAB VI
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Dari hasil analisis statistik dapat disimpulkan bahwa secara simultan Debt to
Equity Ratio (DER), Price Earning Ratio (PER) dan Return On Equity (ROE)
Ratio (DER), Price Earning Ratio (PER) dan Return On Equity (ROE) secara
simultan yaitu sebesar 66,3%, sedangkan secara parsial yaitu Debt to Equity
Ratio (DER) sebesar 0,2%, Price Earning Ratio (PER) sebesar 3,2% dan Return
6.2 Saran
91
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka ada beberapa saran yang dapat diberikan
sebagai berikut:
3. Kepada calon peneliti lain yang akan melakukan penelitian yang sama, agar
dapat menguji variabel lain yang relevan mempengaruhi harga saham serta
harga saham agar didapat hasil penelitian yang lebih akurat dan sempurna.
92
DAFTAR PUSTAKA
Helfert, Erich A, 1995. Analisis Laporan Keuangan. Edisi Ketujuh, Erlangga, Jakarta.
Husnan, Suad dan Eny Pudjiastuti, 2004. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. UPP-
AMP YKPN, Yogyakarta.
Husnan, Suad., 2003. Dasar-dasar Teori Portofolio dan nalisis Sekuritas. Edisi Kedua.
UPP-AMP. Yogyakarta.
Margaretha, farah, 2005. Teori dan Aplikasi Manajemen Keuangan Investasi dan
Sumber Dana Jangka Pendek. Grasindo. Jakarta.
Sartono, Agus. 2008. Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. Edisi Keempat, BPFE,
Yogyakarta.
Sundjaya, Ridwan. S dan Inge Berlian. 2001. manajemen Keuangan Satu. Prenhallindo.
Jakarta.
Prastowo, Dwi dan Juliyanti, Rifka, 2002, Analisis Laporan Keuangan, Edisi Revisi,
Penerbit UPP AMP YKPN, Yogyakarta
93
Tandelilin, Eduardus. 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio, Edisi
Pertama. BPFE. Yogyakarta.
Supranto, J, 2001, Statistik (Teori dan Aplikasi) Jilid 2. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Dajan, Anto,1994, Pengantar Metode Statistik jilid II, Penerbit LP3ES, Jakarta.
Sugiyono, 2004, Metode Penelitian Bisnis, Edisi Ketujuh, Penerbit Alfabeta, Bandung
Mamduh M Hanafi dan Abdul Halim, 1996. Analisa Laporan Keuangan. Edisi Pertama,
UPP-AMP YKPN, Yogyakarta.
Raja Lambas J. Panggabean, 94 Juni 2005. Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya.Vol.3
No.5
(digilib.unsri.ac.id/.../Jurnal%20MM%20Vol%203%20No%205%20Artikel
%204%20Raja... –)
Nixon Martin, 2005, Pengaruh Earning Per Share (EPS), Debt to Equity Ratio (DER),
Price Earning Ratio (PER) dan Market to Book Ratio (MBR) Terhadap Harga
Saham Pada Industri Metal dan Allied Products di Bursa Efek Jakarta
Periode 2000-2003, Skripsi Fakultas Ekonomi, Universitas Jambi.
Tua Ali Cahndra Sidauruk, 2006, Pengaruh Debt to Equity Ratio (DER),Return On
Equity (ROE), Earning Per Share (EPS), Price Earning Ratio (PER) dan
Market to Book Value Ratio (MBVR) Terhadap Harga Saham Pada
Perusahaan Industri Automotive yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta
Periode 2002-2004, Skripsi Fakultas Ekonomi, Universitas Jamb
94
LAMPIRAN 2
Perkembangan Rata-rata Hutang
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Jutaan Rupiah)
(Jutaan Rupiah)
NO NAMA PERUSAHAAN
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 447.319 558.369 655.932
2 PT. Scering Plough Indonesia Tbk 100.308 126.767 191.178
3 PT. Prydam Farma Tbk 17.927 28.213 29.402
4 PT. Merck Indonesia Tbk 47.120 50.830 47.741
5 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 390.930 478.712 497.905
6 PT. Kalbe Farma Tbk 1.080.566 1.121.539 1.359.297
7 PT. Indofarma (Persero) Tbk 406.451 717.874 699.216
8 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 145.025 98.701 129.812
9 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 76.542 68.720 80.180
LAMPIRAN 3
Perkembangan Rata-rata Modal Sendiri
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Jutaan Rupiah)
MODAL SENDIRI (Jutaan Rupiah)
NO NAMA PERUSAHAAN
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 1.942.441 2.115.644 2.235.688
2 PT. Scering Plough Indonesia Tbk (1.454) 1.799 8.349
3 PT. Prydam Farma Tbk 65.201 66.944 9.253
4 PT. Merck Indonesia Tbk 235.539 280.224 27.324
5 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 870.654 908.028 947.765
6 PT. Kalbe Farma Tbk 2.994.817 3386.862 3.622.399
7 PT. Indofarma (Persero) Tbk 280.486 291.563 96.595
8 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 412.312 462.230 507.849
9 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 130.594 158.702 214.450
95
PERKEMBANGAN 10,70 7,27
Sumber : ICMD 2009
LAMPIRAN 4
Perkembangan Rata-rata Earning Per Share
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Rupiah)
EPS (rupiah)
NO NAMA PERUSAHAAN
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 61 62 71
2 PT. Scering Plough Indonesia Tbk (692) 714 1.839
3 PT. Prydam Farma Tbk 3 3 4
4 PT. Merck Indonesia Tbk 3.863 3.995 4.403
5 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 8 9 10
6 PT. Kalbe Farma Tbk 67 69 70
7 PT. Indofarma (Persero) Tbk 5 4 2
8 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 94 89 126
9 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 4.216 5.095 9.206
LAMPIRAN 5
Perkembangan Rata-rata Laba Bersih Setelah Pajak
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Jutaan Rupiah)
LABA BERSIH (Jutaan Rupiah)
NO NAMA PERUSAHAAN 2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 272.584 278.358 320.648
2 PT. Scering Plough Indonesia Tbk -2.493 2.569 6.621
3 PT. Prydam Farma Tbk 1.729 1.743 2.309
4 PT. Merck Indonesia Tbk 86.538 89.485 98.620
5 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 43.990 52.189 55.394
6 PT. Kalbe Farma Tbk 676.582 705.694 706.822
7 PT. Indofarma (Persero) Tbk 15.241 11.077 5.032
8 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 52.509 49.918 70.819
PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia
9 Tbk 43.172 52.176 94.271
96
RATA-RATA 132.205,78 132.912,11 151.170,67
PERKEMBANGAN 0,53 13,74
Sumber : ICMD 2009
LAMPIRAN 6
Perubahan Rata-rata Debt to Equity Ratio
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Persentase)
DER (%)
NO NAMA PERUSAHAAN
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 23,03 26,39 29,34
2 PT. Scering Plough Indonesia Tbk 0,00 7046,53 2289,83
3 PT. Prydam Farma Tbk 27,49 42,14 42,46
4 PT. Merck Indonesia Tbk 20,01 18,14 14,59
5 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 44,90 52,72 52,53
6 PT. Kalbe Farma Tbk 36,08 33,11 37,52
7 PT. Indofarma (Persero) Tbk 144,91 246,22 235,75
8 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 35,17 21,35 25,56
9 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 58,61 43,30 37,37
LAMPIRAN 7
Perkembangan Rata-rata Price Earning Ratio
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Satuan Relatif)
PER (kali)
NO NAMA PERUSAHAAN
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 14,68 12,12 5,61
2 PT. Scering Plough Indonesia Tbk -13,00 30,13 5,63
3 PT. Prydam Farma Tbk 15,47 24,86 11,59
4 PT. Merck Indonesia Tbk 10,35 13,14 8,06
5 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 20,83 32,46 7,62
6 PT. Kalbe Farma Tbk 17,86 18,13 5,75
97
7 PT. Indofarma (Persero) Tbk 20,34 57,36 30,80
8 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 16,10 17,95 7,59
9 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 13,16 2,06 5,65
LAMPIRAN 8
Perubahan Rata-rata Return On Equity
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Persentase)
DER (%)
NO NAMA PERUSAHAAN
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 14,03 13,16 14,34
2 PT. Scering Plough Indonesia Tbk 171,38 142,80 79,30
3 PT. Prydam Farma Tbk 2,65 2,60 3,33
4 PT. Merck Indonesia Tbk 36,74 31,93 30,13
5 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 5,05 5,75 5,84
6 PT. Kalbe Farma Tbk 22,59 20,84 19,51
7 PT. Indofarma (Persero) Tbk 5,43 3,80 1,70
8 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 12,74 10,80 13,94
9 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 33,06 32,88 43,94
LAMPIRAN 9
Perkembangan Rata-rata Harga Saham
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
98
(Dalam Rupiah)
NO HARGA SAHAM (rupiah)
NAMA PERUSAHAAN
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 900 750 400
2 PT. Scering Plough Indonesia Tbk 9.000 21.500 10.350
3 PT. Prydam Farma Tbk 50 81 50
4 PT. Merck Indonesia Tbk 40.000 52.500 35.500
5 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 165 305 76
6 PT. Kalbe Farma Tbk 1.190 1.260 400
7 PT. Indofarma (Persero) Tbk 100 205 50
8 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 1.510 1.600 960
9 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 55.500 10.500 52.000
LAMPIRAN 10
Perkembangan Rata-Rata Hutang
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Jutaan Rupiah)
Tahun
No Nama Perusahaan
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 447.319 558.369 655.932
2 PT. Prydam Farma Tbk 17.927 28.213 29.402
3 PT. Merck Indonesia Tbk 47.120 50.830 47.741
4 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 390.930 478.712 497.905
5 PT. Kalbe Farma Tbk 1.080.566 1.121.539 1.359.297
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 406.451 717.874 699.216
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 145.025 98.701 129.812
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 76.542 68.720 80.180
Jumlah 2.611.880 3.122.958 3.499.485
Rata-rata 326.485 390.370 437.436
Perkembangan (%) 19,57 12,06
Tertinggi 1,080,55 1,121,539 1,359,297
6
Terendah 17,927 28,213 29,402
Sumber : ICMD 2009 (data diolah)
LAMPIRAN 11
Perkembangan Rata-Rata Modal Sendiri
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Jutaan Rupiah)
No Nama Perusahaan Tahun
99
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 1.942.441 2.115.644 2.235.688
2 PT. Prydam Farma Tbk 65.201 66.944 69.253
3 PT. Merck Indonesia Tbk 235.539 280.224 327.324
4 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 870.654 908.028 947.765
5 PT. Kalbe Farma Tbk 2.994.817 3.386.862 3.622.399
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 280.486 291.563 296.595
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 412.312 462.230 507.849
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 130.594 158.702 214.545
Jumlah 6.932.044 7.670.197 8.221.418
Rata-rata 866.506 958.775 1.027.677
Perkembangan (%) 10,65 7,19
Tertinggi 2.994.817 3.386.862 3.622.399
Terendah 65.201 66.944 69.253
Sumber : ICMD 2009 (data diolah)
LAMPIRAN 12
Perubahan Rata-Rata Debt to Equity Ratio
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Persentase)
Tahun
No Nama Perusahaan
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 23,03 26,39 29,34
2 PT. Prydam Farma Tbk 27,49 42,14 42,46
3 PT. Merck Indonesia Tbk 20,01 18,14 14,59
4 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 44,90 52,72 52,53
5 PT. Kalbe Farma Tbk 36,08 33,11 37,52
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 144,91 246,22 235,75
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 35,17 21,35 25,56
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 58,61 43,30 37,37
Jumlah 390,2046 483,3802 475,1207
Rata-rata 48,78 60,42 59,39
Perubahan (%) 11,65 -1,03
Tertinggi 144,91 246,22 235,75
Terendah 20,01 18,14 14,59
Sumber : ICMD 2009 (data diolah)
LAMPIRAN 13
Perkembangan Rata-Rata Harga Saham (Closing Price)
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Rupiah)
Tahun
Nama Perusahaan
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 900 750 400
2 PT. Prydam Farma Tbk 50 81 50
100
3 PT. Merck Indonesia Tbk 40.000 52.500 35.500
4 PT. Kalbe Farma (Persero) Tbk 165 305 76
5 PT. Kalbe Farma Tbk 1.190 1.260 400
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 100 205 50
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 1.510 1.600 960
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 55.500 10.500 52.000
Jumlah 99.415 67.201 89.436
Rata-rata 12.426 8.400 11.180
Perkembangan (%) - -32,4 33,09
Tertinggi 55.500 52.500 52.000
Terendah 50 81 50
Sumber : ICMD 2009 (data diolah)
LAMPIRAN 14
Perkembangan Rata-Rata Earning Per Share
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Rupiah)
Tahun
No Nama Perusahaan
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 61 62 71
2 PT. Prydam Farma Tbk 3 3 4
3 PT. Merck Indonesia Tbk 3.863 3.995 4.403
4 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 8 9 10
5 PT. Kalbe Farma Tbk 67 69 70
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 5 4 2
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 94 89 126
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 4.216 5.095 9.206
Jumlah 246.079 245.09 296.609
Rata-rata 1.039 1.165 1.736
Perkembangan (%) 12,13 14,96
Tertinggi 4.216 5.095 9.206
Terendah 3 3 2
Sumber : ICMD 2009 (data diolah)
LAMPIRAN 15
Perkembangan Rata-Rata Price Earning Ratio
Pada Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2006-2008
(Dalam Satuan Relatif)
Tahun
No Nama Perusahaan
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 14,68 12,12 5,61
2 PT. Prydam Farma Tbk 15,47 24,86 11,59
3 PT. Merck Indonesia Tbk 10,35 13,14 8,06
4 PT. Kalbe Farma (Persero) Tbk 20,83 32,46 7,62
101
5 PT. Kalbe Farma Tbk 17,86 18,13 5,75
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 20,34 57,36 30,8
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 16,1 17,95 7,59
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 13,16 2,06 5,65
Jumlah 128,79 178,08 82,67
Rata-rata 16,10 22,26 10,33
Perkembangan (%) - 38,27 -53,59
Tertinggi 20,83 57,36 30,8
Terendah 10,35 2,06 5,61
Sumber : ICMD 2009 (data diolah)
LAMPIRAN 16
Perkembangan Rata-Rata Laba Bersih Setelah Pajak
Pada Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2006-2008
(Dalam Satuan Relatif)
Tahun
No Nama Perusahaan
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 272.584 278.358 320.648
2 PT. Prydam Farma Tbk 1.729 1.743 2.309
3 PT. Merck Indonesia Tbk 86.538 89.485 98.620
4 PT. Kalbe Farma (Persero) Tbk 43.990 52.189 55.394
5 PT. Kalbe Farma Tbk 676.582 705.694 706.822
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 15.241 11.077 5.032
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 52.509 49.918 70.819
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 43.172 52.176 94.271
Jumlah 1.192.345 1.193.640 1.353.915
Rata-rata 149.043,13 149.205,00 169.239,38
Perkembangan (%) 0,11 13,43
Tertinggi 676.582 705.694 706.822
Terendah 1.729 1.743 2.309
Sumber : ICMD 2009 (data diolah)
LAMPIRAN 17
Perubahan Return On Equity
Pada Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2006-2008.
(Dalam Satuan Persentase)
Tahun
No Nama Perusahaan
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 14,03 13,16 14,34
2 PT. Prydam Farma Tbk 2,65 2,60 3,33
3 PT. Merck Indonesia Tbk 36,74 31,93 30,13
4 PT. Kalbe Farma (Persero) Tbk 5,05 5,75 5,84
5 PT. Kalbe Farma Tbk 22,59 20,84 19,51
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 5,43 3,80 1,70
102
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 12,74 10,80 13,94
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 33,06 32,88 43,94
Jumlah 132 121,76 132,73
Rata-rata 16,54 15,22 16,59
Perubahan (%) -1,32 1,37
Tertinggi 36,74 32,88 43,94
Terendah 2,65 2,60 1,70
Sumber : ICMD 2009 (data diolah)
LAMPIRAN 19
103
LAMPIRAN 20
Output SPSS V.12 for Windows
Descriptive S tatistics
Correlations
N ZHS 24 24 24 24
ZDER 24 24 24 24
ZPER 24 24 24 24
ZROE 24 24 24 24
Variables Entered/Removed
Variables
M odel Variables Entered Removed M ethod
104
1 ZROE, ZDER, . Enter
a
ZPER
Model S ummary(b)
ANOVAb
Total 23.000 23
Coefficients a
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Residuals S tatistics a
105
Standard Error of Predicted .139 .466 .224 .079 24
Value
Residuals S tatistics(a)
106