Você está na página 1de 18

MAKALAH

GELOMBANG BUNYI

Disusun Oleh:
1. Yohanes Alvin G 7101004
2. Richard Giovanni 7101006

FAKULTAS TEKNOBIOLOGI
UNIVERSITAS SURABAYA 2010

1
Percobaan 3
Gelombang Bunyi
(Selasa, 23 November 2010)

Tujuan
1. Memahami gejala resonansi bunyi
2. Menentukan kecepatan bunyi di udara

Latar Belakang
Gelombang bunyi adalah salah satu contoh aplikasi prinsip gelombang
yang sering ditemui oleh manusia sehari-hari. Contoh penerapan gelombang bunyi
dalam kehidupan sehari-hari misalnya ketika kita mendengarkan musik. Musik
yang kita dengarkan merambat di udara dalam bentuk gelombang bunyi. Dengan
demikian, dapat kita simpulkan bahwa gelombang bunyi banyak berperan dalam
kehidupan sehari-hari, dan perlu dipelajari.
Untuk mempelajari peristiwa serta hal-hal lain (seperti resonansi,
frekuensi, dan lain-lain) yang berkaitan dengan gelombang bunyi dapat dilakukan
percobaan fisika yang berhubungan pula dengan gelombang bunyi, seperti yang
dilakukan oleh praktikan pada percobaan ini. Lebih sempit daripada itu,
percobaan ini memiliki beberapa tujuan. Pertama, memahami gejala resonansi
bunyi. Diharapkan dengan memahami gejala resonansi bunyi, kita dapat
mengetahui mengapa pada alat musik gitar perlu ada lubang yang dinamakan
lubang resonansi, bagaimana dapat terjadi gema atau gaung, dan lain-lain. Kedua,
menentukan kecepatan bunyi di udara. Biasanya, kita mengetahui angka
kecepatan bunyi di udara di beberapa text book fisika sebesar 340 m/s. Dalam
percobaan ini, kita akan mengetahui apakah kecepatan bunyi di udara tepat
sebesar 340 m/s.

Dasar Teori
Bunyi termasuk gelombang longitudinal yang terjadi akibat adanya
perapatan dan peregangan dalam medium padat, cair, atau gas. Gelombang ini

2
dihasilkan ketika suatu benda bergetar dan menggetarkan medium yang ada di
sekitarnya sehingga menimbulkan perapatan atau peregangan medium tersebut.
Ketika gelombang longitudinal merambat sepanjang medium, gelombang tersebut
memindahkan energi dari suatu tempat ke tempat lain atau dari suatu benda ke
benda lainnya.
Rapatan dan regangan terjadi akibat adanya simpangan molekul-molekul
dari posisi setimbangnya. Jika pada gelombang tali simpangan partikel tali terjadi
pada arah vertikal maka simpangan molekul-molekul zat padat, cair, atau gas yang
dilalui gelombang bunyi terjadi pada arah horisontal. Selain dapat meninjau
gelombang bunyi dalam bentuk rapatan atau regangan (simpangan molekul),
gelombang bunyi bisa ditinjau dari sudut pandang tekanan. Ketika terjadi rapatan
(molekul-molekul saling berdempetan), tekanan medium bertambah. Sebaliknya
ketika terjadi peregangan (molekul-molekul saling menjauhi), tekanan medium
menjadi berkurang.
Hal-hal yang berkaitan dengan gelombang bunyi, yaitu pertama, sumber
bunyi. Setiap bunyi yang dihasilkan pasti mempunyai sumber bunyi. Sumber
bunyi adalah benda yang bergetar. Kedua, bunyi merambat dari sumber bunyi
dalam bentuk gelombang longitudinal. Gelombang bunyi merupakan gelombang
longitudinal yang terjadi karena perapatan dan perenggangan dalam medium yang
dilalui (mediumnya bisa berupa benda padat, cair atau gas). Bunyi membutuhkan
medium (perantara atau penghantar) agar bisa merambat. Ketiga, penerima bunyi.
Contohnya pada manusia. Organ telinga merupakan penerima bunyi bagi manusia
sehingga manusia dapat menerima bunyi.
Kecepatan rambat gelombang bunyi di udara pada dasarnya dapat dihitung
dengan rumus yang sama dengan menghitung kecepatan rambat gelombang secara
umum, sebagai berikut:
v = λ.f
Keterangan:
v = kecepatan rambat gelombang (m/s)
λ = panjang gelombang (m)
f = frekuensi sumber bunyi (Hz)

3
Namun, besar panjang gelombang tidak dapat diketahui dengan
pengukuran langsung karena dalam tentunya kita tidak dapat melihat batas satu
gelombang di udara. Sehingga pengukuran panjang gelombang dilakukan pada
kolom udara tertentu pada saat terjadi resonansi. Resonansi merupakan peristiwa
di mana ikut bergetarnya benda lain ketika ada benda lain yang bergetar.
Resonansi hanya terjadi jika kedua benda tersebut mempunyai frekuensi yang
sama. Syarat lain terjadinya resonansi adalah terdapat pertemuan dua gelombang
yang amplitudo maksimumnya saling menguatkan sehingga saat terjadi resonansi
terdengar dengung yang sangat keras. Dalam percobaan ini, jika diilustrasikan ada
beberapa kemungkinan terjadinya resonansi, di mana di air sebagai pemantul
terjadi simpul gelombang, dan di mulut tabung terjadi perut gelombang.
Kemungkinan-kemungkinan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Pada kasus tabung resonansi (pipa organa tertutup), sumber bunyi


diletakkan di ujung tabung yang terbuka, lalu digetarkan sehingga gelombang
bunyi merambat ke dalam kolom udara. Oleh karena salah satu ujung pipa
tertutup, maka gelombang bunyi akan dipantulkan ke ujung lainnya. Adanya dua
gelombang bunyi yang merambat dalam arah yang berlawanan maka akan terjadi
interferensi sehingga timbul gelombang bunyi berdiri dalam kolom udara. Agar
bisa timbul gelombang berdiri maka frekuensi kedua gelombang bunyi yang
tumpang tindih harus sama dengan frekuensi alami kolom udara (frekuensi
resonansi).

4
Agar bisa terjadi gelombang berdiri maka ujung pipa yang tertutup harus
berperan sebagai titik simpul simpangan (node), sebaliknya ujung pipa terbuka
berperan sebagai titik perut simpangan (anti node), seperti terlihat pada
GAMBAR 1. Jarak minimum antara titik simpul dan titik perut sebuah
gelombang berdiri adalah 1/4 panjang gelombang (1/4 λ), karenanya gelombang
berdiri bisa terjadi jika panjang kolom udara atau panjang pipa minimal harus
sama dengan 1/4 λ.
Secara matematis dapat ditulis seperti ini:
L=(2n+1)λ4
Keterangan:
L = panjang pipa atau panjang kolom udara (m)
λ = panjang gelombang bunyi resonansi (m)
n = 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dst
Catatan: resonansi dasar terjadi ketika n=0, sedangkan n=1, 2, … menghasilkan
resonansi nada atas pertama, kedua, dst.
Pada kenyataannya letak perut gelombang terluar pada saat resonansi
berada sedikit di atas mulut tabung, yakni sekitar 0,3 kali diameter tabung. Untuk
menentukan panjang gelombang bunyi digunakan metode selisih posisi resonansi
berurutan yaitu:
∆L=L3-L2=λ2
Bila dimasukkan ke dalam persamaan v=λ.f, maka nilai kecepatan rambat
bunyi di udara dapat diperoleh. Selain itu, cepat rambat bunyi di udara dapat
dicari melalui metode kecepatan bunyi sebagai fungsi suhu udara, seperti berikut:
v=γRTM

Keterangan:
v = cepat rambat bunyi di udara (m/s)
γ = tetapan Laplace = 1,4
R = tetapan umum gas ideal = 8300 J/kmol-1 K-1
T = suhu mutlak (K)
M = massa molekul gas (kg kmol-1)=28,8 kg kmol-1

5
Dari persamaan di atas, dapat diketahui bahwa cepat rambat bunyi dalam
udara tidak dipengaruhi oleh tekanan, dan berbanding lurus dengan akar suhu
mutlaknya. Namun, cepat rambat bunyi dalam udara berbanding terbalik dengan
akar massa jenis normalnya, apabila tetapan Laplacenya sama.

Alat dan Cara Kerja


1. Adapun alat yang diperlukan dalam percobaan ini adalah:
a. Tabung resonansi beserta pengontrol permukaan air, 1 buah.
b. Microphone dan headphone, masing-masing 1 buah.
c. Sumber bunyi dengan frekuensi variabel.
d. Garpu tala yang akan ditera frekuensinya, 1 buah.
e. Sepotong kayu untuk menggetarkan garpu tala, 1 buah.
f. Rollmeter, 1 buah.
2. Untuk melakukan percobaan ini diperlukan langkah-langkah yang runtut,
sebagai berikut:
1. Mencatat suhu dan tekanan udara saat percobaan.
2. Memastikan alat terpasang seperti GAMBAR 2.

Percobaan a (menentukan kecepatan rambatan bunyi di udara)


3. Mengisi penuh tabung resonansi menggunakan pengontrol permukaan
air.

6
4. Menyalakan sumber bunyi dengan frekuensi tertentu di atas tabung
resonansi, frekuensi yang diperbolehkan antara 450 – 650 Hz.
5. Menurunkan permukaan air (mengubah panjang kolom udara)
perlahan-lahan hingga terdengar suara dengung yang menandakan
resonansi gelombang bunyi pertama.
6. Mencatat kedudukan permukaan air dari mulut tabung sebagai panjang
kolom udara, saat terjadi resonansi.
7. Terus menurunkan permukaan air hingga didapatkan kedudukan
permukaan yang menimbulkan resonansi kedua dan ketiga, kemudian
mencatatnya sebagai panjang kolom udara juga.
8. Mengulangi pengukuran sebanyak 4 kali.
9. Melakukan langkah 3 sampai langkah 8 untuk empat frekuensi yang
berbeda.
Percobaan b (menentukan frekuensi garpu tala yang akan ditera)
10. Meletakkan garpu tala di atas tabung resonansi dan menurunkan
permukaan air hingga terjadi dengung yang menandakan resonansi
pertama.
11. Mencatat kedudukan permukaan air dari mulut tabung sebagai panjang
kolom udara.
12. Terus menurunkan permukaan air sampai didapatkan kedudukan
permukaan air yang menimbulkan resonansi kedua dan ketiga,
kemudian mencatatnya juga.
13. Mengulangi pengukuran sebanyak lima kali.
Percobaan c (menentukan nada dasar dan nada atas untuk panjang kolom udara
tertentu)
14. Menetapkan panjang kolom udara tertentu, yaitu dari mulut tabung
sampai permukaan air.
15. Mengubah-ubah frekuensi sumber bunyi hingga didapat frekuensi
yang menyebabkan resonansi pertama, kedua, ketiga, keempat, dan
kelima.
16. Mengulangi pengukuran sebanyak lima kali.

7
Data Hasil Pengukuran
Skala terkecil rollmeter = 0,1 cm
Skala terkecil sumber bunyi penghasil frekuensi = 1 Hz
Suhu udara = 29oC
Tekanan udara = 755 mmHg

a. Menentukan kecepatan rambatan bunyi di udara


Frekuensi sumber bunyi: f1 = 450 Hz
Panjang kolom Pengukuran ke: (cm)
udara 1 2 3 4
L1 18,1 18,5 18,4 18,2
L2 56,2 56,5 56,8 56,3
L3 93,5 94,2 94 94,5

Frekuensi sumber bunyi: f2 = 500 Hz


Panjang kolom Pengukuran ke: (cm)
udara 1 2 3 4
L1 17,5 17,3 17,5 17,7
L2 50,5 51 51,2 50,8
L3 85,5 86,7 86 86,2

Frekuensi sumber bunyi: f3 = 550 Hz


Panjang kolom Pengukuran ke: (cm)
udara 1 2 3 4
L1 14,5 14,9 15,5 15,2
L2 46 46,3 46,8 46,4
L3 77 76,8 77,3 77,2

b. Menentukan frekuensi garpu tala yang akan ditera


Frekuensi garpu tala yang akan ditera: 523,3 Hz
Panjang Pengukuran ke: (cm)
kolom udara 1 2 3 4 5
L1 16,1 16,3 16,2 16,5 16,4
L2 48,6 48,7 48,5 48,3 48,8
L3 81,2 81,8 81,9 81,6 81,5

8
c. Menentukan nada dasar dan nada atas untuk panjang kolom udara tertentu
Untuk panjang kolom udara tertentu: L = 15 cm
Pengukuran ke: (Hz)
Frekuensi
1 2 3 4 5
f1 243 238 247 262 295
f2 512 594 526 507 508
f3 862 861 885 842 863
f4 1119 1146 1128 1149 1128
f5 1467 1469 1426 1514 1438

Analisa Data dan Pembahasan


Analisa Kuantitatif
a. Menentukan kecepatan rambatan bunyi di udara
Menentukan cepat rambat bunyi di udara sebagai fungsi suhu udara
v=γRTM
T = 290C = 302 K; γ = 1, 4; M = 28, 8 kg kmol-1; R = 8300 J kmol-1 K-1
v=1,4830030228,8
= 350924028,8
= 121848,6=349,0682≈349,07 ms
Menentukan cepat rambat bunyi di udara
• Untuk f1 = 450 Hz
L2 = L24=56,2+56,5+56,8+56,34=56,45 cm
L3 = L34=93,5+94,2+94+94,54=94,05 cm
∆L=L3-L2=94,05-56,45=37,6 cm
λ1=2∆L=237,6=75,2 cm
V1=λ1f1=75,2450=33840 cms=338,4 ms
• Untuk f2 = 500 Hz
L2 = L24=50,5+51+51,2+50,84=50,88 cm
L3 = L34=85,5+86,7+86+86,24=86,1 cm
∆L=L3-L2=86,1-50,88=35,22 cm
λ2=2∆L=235,22=70,44 cm
V2=λ2f2=70,44500=35220 cms=352,2 ms
• Untuk f3 = 550 Hz

9
L2 = L24=46+46,3+46,8+46,44=46,38 cm
L3 = L34=77+76,8+77,3+77,24=77,08 cm
∆L=L3-L2=77,08-46,38=30,7 cm
λ3=2∆L=230,7=61,4 cm
V3=λ33=61,4550=33770 cms=337,7 ms
Cepat rambat bunyi di udara beserta ralatnya
v = v±sv
Rata-rata cepat rambat bunyi dari seluruh percobaan
v=338,4+352,2+337,73=342,77 ms
Standard deviasi cepat rambat bunyi dari seluruh percobaan
sv = (338,4-342,77)2+352,2-342,772+337,7-342,7723(3-1)
=133,736
= 4,721052ms≈4,72 ms
v = 342,77 ± 4,72 ms

a. Menentukan frekuensi garpu tala yang akan ditera


Dengan menggunakan cepat rambat yang diperoleh dari percobaan a
v = 34.277 cms = 342,77 ms
• Pengukuran ke-1
L2 = 48,6 cm
L3 = 81,2 cm
∆L=81,2-48,6=32,6 cm
λ1=2∆L=232,6=65,2 cm
f1=vλ1=34.27765,2=525,7209 Hz ≈525,72 Hz
• Pengukuran ke-2
L2 = 48,7 cm
L3 = 81,8 cm
∆L=81,8-48,7=33,1 cm
λ2=2∆L=233,1=66,2 cm
f2=vλ2=34.27766,2=517,7795 Hz ≈517,78 Hz
• Pengukuran ke-3
L2 = 48,5 cm

10
L3 = 81,9 cm
∆L=81,9-48,5=33,4 cm
λ3=2∆L=233,4=66,8 cm
f3=vλ3=34.27766,8=513,1287 Hz ≈513,13 Hz
• Pengukuran ke-4
L2 = 48,3 cm
L3 = 81,6 cm
∆L=81,6-48,3=33,3 cm
λ4=2∆L=233,3=66,6 cm
f4=vλ4=34.27766,6=514,6697 Hz ≈513,67 Hz
• Pengukuran ke-5
L2 = 48,8 cm
L3 = 81,5 cm
∆L=81,5-48,8=32,7 cm
λ5=2∆L=232,7=65,4 cm
f5=vλ5=34.27765,4=524,1131 Hz ≈524,11 Hz
Frekuensi garpu tala beserta ralatnya
f = f±sf
Rata-rata frekuensi garpu tala dari seluruh percobaan
f=525,7209+517,7795+513,1287+514,6697+524,11315
= 519,0824≈519,08 Hz
Standar deviasi frekuensi garpu tala dari seluruh percobaan
sf = (525,7209-519,0824)2+517,7795-519,08242+513,1287-
519,08242+514,6697-519,08242+524,1131-5190824255-1
= 125,993620
= 2,509917 Hz≈2,51 Hz
f = 519,08 ± 2,51 Hz
a. Menentukan nada dasar dan nada atas untuk panjang kolom udara tertentu
L = 15 cm
• Untuk f1
f1=243+238+247+262+2955=257 Hz
sf = (243-257)2+238-2572+247-2572+262-2572+(295-257)25(5-1)

11
= 212620
= 10,31019 Hz≈10,31 Hz
f1 = 257 ± 10,31 Hz

• Untuk f2
f2=512+594+526+507+5085=529,4 Hz
sf = (512-529,4)2+594-529,42+526-529,42+507-529,42+(508-
529,4)25(5-1)
= 5447,220
= 16,50333 Hz≈16,50 Hz
f2 = 529,4 ± 16,50 Hz
• Untuk f3
f3=862+861+885+842+8635=862,6 Hz
sf = (862-862,6)2+861-862,62+885-862,62+842-862,62+(863-
862,6)25(5-1)
= 929,220
= 6,816157 Hz≈6,82 Hz
f3 = 862,6 ± 6,82 Hz
• Untuk f4
f4=1119+1146+1128+1149+11285=1134 Hz
sf = (1119-1134)2+1146-11342+1128-11342+1149-11342+(1128-
1134)25(5-1)
= 66620
= 5,770615 Hz≈5,77 Hz
f4 = 1.134 ± 5,77 Hz
• Untuk f5
f5=1467+1469+1426+1514+14385=1462,8 Hz
sf = (1467-1462,8)2+1469-1492,82+1426-1462,82+1514-
1462,82+(1438-1462,8)25(5-1)
= 4648,820
= 15,2427 Hz≈15,24 Hz
f5 = 1.462,8 ± 15,24 Hz

12
Perbandingan nada dasar dan nada atas untuk L = 15 cm
f1: f2: f3:f4:f5
257 : 529,4 : 862,6 : 1.134 : 1.462,8
1 : 2,059922 : 3,216342 : 4,412451 : 5,19828
1:2:3:4:5

Analisa Grafik
Frekuensi [Sb.X] 1∆L [Sb. Y]
450 Hz 2,66 meter
500 Hz 2,84 meter
550 Hz 3,26 meter

v=λ ×f
v=2 × ∆ L×f
1∆L= 2v ×f

y = B x B = 2v v = 2B
Persamaan garis
A = - 0,08
B = 0,006
r = 0,974354703
r2= 0,949367088
y = - 0,08 + 0,006x
Menghitung cepat rambat bunyi dari persamaan garis
B = 2v
v = 2B = 20,006 ≈ 333,33 ms
v = 333,33 ms

Analisa Kualitatif
Pada percobaan 3, berjudul “Gelombang Bunyi” ini, praktikan melakukan
tiga sub-judul percobaan yang berbeda. Pada percobaan a, praktikan diminta

13
menentukan cepat rambat bunyi di udara. Pada percobaan ini, praktikan telah
menganalisa secara kuantitatif hasil yang didapat dengan tiga metode sekaligus,
yaitu metode ralat, metode rumus, serta metode grafik. Pada metode persamaan,
praktikan mendapatkan cepat rambat bunyi di udara sebesar 349,07 ms. Dengan
metode ralat, praktikan mendapatkan cepat rambat bunyi di udara sebesar 342,77
± 4,72 ms. Sedangkan dengan metode grafik, praktikan mendapatkan cepat
rambat bunyi di udara sekitar 333,33 ms.
Untuk metode persamaan, praktikan menggunakan rumus cepat rambat
bunyi sebagai fungsi suhu, yaitu v=γRTM, dengan v adalah cepat rambat bunyi (
ms), γ adalah tetapan Lapplace seharga 1,4, R adalah konstanta gas ideal (= 8300
Joule/kmol.K), T adalah harga suhu (Kelvin), dan M adalah massa molekul udara,
dalam hal ini adalah oksigen (seharga 28,8 kg/kmol). Dengan memasukkan
angka-angka tetapan serta hasil pengukuran suhu ruangan saat dilakukan
percobaan, yakni sebesar 290C (atau 302 K), maka praktikan mendapatkan cepat
rambat bunyi sebesar 349,07 ms.
Untuk metode ralat, praktikan menggunakan rumus cepat rambat bunyi di
udara dan hubungannya dengan frekuensi sumber bunyi yang digunakan, yaitu v =
λ . f, dengan λ sebagai panjang gelombang yang diperoleh dengan menggandakan
selisih panjang kolom udara (∆L), dan f adalah frekuensi sumber bunyi.
Perhitungan ralat dilakukan sedemikian rupa tercantum pada analisa kuantitatif,
sehingga menghasilkan cepat rambat bunyi sebesar 342,77 ± 4,72 ms.
Untuk metode grafik, praktikan telah membuat grafik frekuensi terhadap
kebalikan selisih panjang kolom udara dengan persamaan garis y = - 0,08 +
0,006x dan r2 = 0,949367088. Grafik yang telah dibuat oleh praktikan tampak
hampir berbentuk garis lurus, terbukti dengan nilai r2 yang hampir mendekati nilai
1. Praktikan menggunakan data frekuensi sebagai sumbu absis dan data kebalikan
selisih panjang kolom udara sebagai ordinat. Alasannya, karena data frekuensi
memiliki interval yang relatif tetap dibanding dengan data kebalikan selisih
panjang kolom udara,, sehingga apabila dijadikan sumbu absis lebih memudahkan
praktikan dalam membuat grafiknya. Dengan perhitungan berdasarkan persamaan
garis, ditemukan cepat rambat bunyi sebesar sekitar 333,33 ms.

14
Antara tiga metode yang digunakan untuk mencari cepat rambat bunyi di
udara, memiliki selisih yang cukup besar dibandingkan dengan teori yang
mengatakan angka cepat rambat bunyi di udara sebesar 340 ms (Kanginan,
Marthen. 2007). Hal ini dapat disebabkan oleh kesalahan-kesalahan yang mungkin
dilakukan oleh praktikan ataupun alat yang digunakan selama percobaan
berlangsung, yang dapat diuraikan sebagai berikut, pertama ialah faktor kesalahan
praktikan dalam melakukan pengukuran yang meliputi pengukuran panjang kolom
udara, dan lain- lain. Yang kedua ialah faktor alat percobaan yang digunakan. Alat
yang digunakan tidak berada dalam kondisi yang ideal misalnya frekuensi sumber
bunyi yang tidak tetap (naik-turun), headphone yang tidak terdengar jelas, dan
lain-lain. Kemungkinan ketiga adalah faktor pendengaran manusia yang berbeda-
beda. Pada saat melakukan percobaan, praktikan bergantian untuk mendengarkan
resonansi yang terjadi di mana pendengaran setiap individu berbeda. Selain itu,
pengukuran cepat rambat bunyi di udara menurut teori, dilakukan tepat pada
permukaan laut (tekanan udaranya sekitar 760 mmHg) dengan suhu kurang lebih
150C, hal ini sungguh berbeda dibandingkan dengan kondisi percobaan yang
dilakukan oleh praktikan. Kondisi yang berbeda di sini maksudnya suhu udara di
laboraturium saat itu 290C, dan tekanan udaranya 755 mmHg.
Berdasarkan hasil percobaan yang diperoleh pula, dapat dilihat bahwa
semakin besar frekuensi sumber bunyi yang digunakan, maka panjang gelombang
yang dihasilkan semakin kecil. Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi bunyi
berbanding terbalik dengan panjang gelombang bunyi yang dihasilkan. Dengan
demikian terdapat kesamaan antara teori dan hasil percobaan.
Untuk percobaan b, praktikan diminta untuk menentukan frekuensi garpu
tala. Frekuensi garpu tala yang sesungguhnya, tercantum pada garpu tala itu
sendiri yaitu sebesar 523,3 Hz. Dengan metode ralat, praktikan telah menganalisa
data hasil pengukuran dan menemukan frekuensi garpu tala sebesar 519,08 ± 2,51
Hz. Hasil percobaan praktikan memiliki selisih sekitar 4 Hz dibandingkan dengan
frekuensi garpu tala yang sesungguhnya. Beberapa kemungkinan dapat
menyebabkan perbedaan ini. Pertama, karena intensitas penggetaran garpu tala
yang tidak sama. Yang dimaksud dengan intensitas dalam hal ini berkaitan dengan

15
kekuatan untuk menggetarkan garpu tala. Walaupun yang menggetarkan garpu
tala adalah praktikan yang sama, namun kekuatan untuk menggetarkan garpu tala
pada setiap percobaan tidak sama kuat. Kedua, ketidaktelitian praktikan dalam
melakukan pengukuran. Ketiga, pada saat praktikan mendekatkan garpu tala ke
dalam tabung resonansi, garpu tala tersebut kurang menyentuh mulut tabung atau
getarannya berhenti terlalu cepat, sehingga resonansinya terdengar tidak sesuai
dengan panjang kolom udara yang semestinya.
Pada percobaan c, praktikan diminta nada dasar dan nada atas untuk
panjang kolom udara tertentu. Untuk percobaan ini, praktikan menggunakan
panjang kolom udara, L = 15 cm. Frekuensi nada dasar yang didapat dari hasil
percobaan adalah 257 ± 10,31 Hz. Sedangkan frekuensi nada atas pertama, kedua,
ketiga, dan keempat berturut-turut adalah 529,4 ± 16,50 Hz, 862,6 ± 6,82 Hz,
1.134 ± 5,77 Hz, dan 1.462,8 ± 15,24 Hz. Dari hasil tersebut, ditemukan
perbandingan nada dasar dibanding nada atas pertama dibanding nada atas kedua
dibanding nada atas ketiga dibanding nada atas keempat sebesar 1:2:3:4:5. Hal ini
tentunya berbeda dengan teori, yang menyatakan bahwa perbandingan nada dasar
dibanding nada atas pertama sampai keempat pada pipa organa tertutup berturut-
turut adalah 1:3:5:7:9.
Perbedaan yang sangat mencolok terjadi pada percobaan c ini disebabkan
oleh banyak faktor. Pertama, praktikan mendengarkan dengungan ketika frekuensi
sumber bunyi masih berubah-ubah sehingga belum tentu frekuensi sumber bunyi
yang tercantum pada alat adalah frekuensi yang sesungguhnya. Kedua, dengungan
yang berbeda-beda volumenya, membuat praktikan menjadi sedikit bingung untuk
menentukan pada saat dengungan dengan volume bagaimana adalah dengungan
yang diminta. Hal ini terbukti dari hasil ralat yang cukup besar.

Kesimpulan
Setelah mengikuti percobaan ini, praktikan menemukan beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Praktikan dapat menentukan cepat rambat bunyi di udara dengan tiga
metode berbeda. Melalui metode persamaan, dengan memanfaatkan

16
persamaan cepat rambat bunyi di udara sebagai fungsi suhu, v=γRTM
ditemukan harga cepat rambat bunyi di udara sebesar 349,07 m/s. Melalui
metode ralat, dari hasil pengukuran yang diolah dengan rumus cepat
rambat bunyi sebagai hasil perkalian panjang gelombang dengan frekuensi
sumber bunyi, ditemukan cepat rambat bunyi di udara sebesar 342,77 ±
4,72 m/s. Dari metode grafik, dengan data frekuensi sebagai sumbu absis
dan data kebalikan selisih panjang kolom udara sebagai sumbu ordinat,
ditemukan persamaan garis y = - 0,08 + 0,006x dengan r2 = 0,949367088.
Dari metode grafik itu pula, ditemukan cepat rambat bunyi di udara
sebesar sekitar 333,33 m/s. Sedangkan teori menyebutkan cepat rambat
bunyi di udara sebesar 340 m/s. Perbedaan tersebut disebabkan berbagai
hal, di antaranya faktor alat yang tidak ideal, ketidaktelitian praktikan,
pendengaran setiap individu yang berbeda, suhu udara dan tekanan udara
di laboraturium yang berbeda dengan suhu udara dan tekanan udara yang
diharapkan. Dapat disimpulkan pula bahwa frekuensi bunyi berbanding
terbalik dengan panjang gelombang bunyi yang dihasilkan.
Dan dari hasil cepat rambat bunyi yang ditemukan tersebut, praktikan
dapat menera frekuensi garpu tala, dan didapatkan hasil 519,08 ± 2,51 Hz.
Hasil ini berbeda dengan frekuensi garpu tala yang sesungguhnya sebesar
523,3 Hz, dan disebabkan oleh beberapa ralat, di antaranya intensitas
penggetaran yang berbeda dan ketidaktelitian praktikan.
2. Praktikan dapat memahami gejala resonansi bunyi yang pada percobaan
ini dapat diketahui lewat suara dengungan yang keras yang terjadi karena
interferensi gelombang bunyi dimana simpul-simpul dari gelombang bunyi
yang saling menguatkan sehingga amplitudonya semakin besar. Semakin
besar amplitudonya, maka suara dengungan semakin keras. Resonansi
terjadi pada panjang kolom udara berkelipatan ganjil dari 14 λ.
Aplikasinya, praktikan dapat menentukan perbandingan nada dasar, nada
atas pertama, nada atas kedua, nada atas ketiga, dan nada atas keempat
pada pipa organa tertutup. Secara teori didapatkan 1:3:5:7:9, namun hasil
pengukuran praktikan mendapatkan perbandingannya 1:2:3:4:5, hal ini

17
disebabkan beberapa hal, di antaranya ketidaktelitian praktikan selama
proses pengamatan.

DAFTAR PUSTAKA

Halliday, David dan Robert Resnick. 1989. FISIKA (terjemahan). Jakarta:


Erlangga. Hal.664-673.
Kanginan, Marthen. 2007. FISIKA 3A UNTUK SMA KELAS XII. Jakarta:
Erlangga. Hal. 44-46, 48-49, 72-73.
Sears, Francis Weston dan Mark W. Zemansky. 1962. FISIKA UNTUK
UNIVERSITAS I (terjemahan). Jakarta: Binatjipta. Hal.383-386.
http://en.wikipedia.org/wiki/Speed_of_sound, diunduh tanggal 4 Desember 2010
http://id.wikipedia.org/wiki/Bunyi, diunduh tanggal 4 Desember 2010
http://www.gurumuda.com/gelombang-bunyi, diunduh tanggal 4 Desember 2010
http://www.gurumuda.com/gelombang-bunyi-berdiri#more-8366, diunduh tanggal
5 Desember 2010
http://www.gurumuda.com/resonansi#more-8261, diunduh tanggal 5 Desember
2010

18

Você também pode gostar