Você está na página 1de 16

APLIKASI PEMISAHAN KIMIA DALAM PROSES

PEMBUATAN GULA TEBU (KRISTALISASI)

PENDAHULUAN
Tebu merupakan tanaman perdagangan yang menghasilkan produk gula.
Mekanisme pengolahan tebu yang baik akan menghasilkan gula yang berkualitas.
Gula tebu memegang peranan penting dalam sistem ekonomi pangan di Indonesia,
karena gula termasuk sembilan bahan pokok yang dibutuhkan oleh masyarakat
dan industri.
Pada tahun 1928, Jawa merupakan pengekspor gula terbesar kedua di
dunia setelah Kuba. Saat ini penurunan produktivitas tanah menyebabkan
produksi gula menurun. Lahan-lahan untuk penanaman tebu semakin sempit,
karena banyak yang digunakan sebagai lahan pemukiman penduduk. Penurunan
produksi gula mengakibatkan pemenuhan kebutuhan gula dalam negeri kurang
optimal, sehingga pemerintah menerapkan kebijakan impor untuk memenuhi
kebutuhan yang semakin meningkat. Dampak penerapan kebijakan gula impor
semakin lama akan dapat mematikan industri gula dalam negeri , sebab masuknya
gula impor tersebut tanpa dikenakan pajak. Penerapan kebijakan tersebut tidak
menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan banyak pabrik gula dalam negeri
yang terpaksa ditutup. Penerapan mekanisme produksi gula yang berkualitas
adalah salah satu cara untuk meningkatkan produksi gula dalam negeri.

TINJAUAN PUSTAKA

Tebu
Tebu (Sacharum offinarium) merupakan tanaman perkebunan yang
memiliki umur tanam kurang lebih 12 bulan. Pada saat tebu telah cukup umur
untuk ditebang, maka tebu dibawa ke unit pengolahan. Tebu diolah dalam bentuk
gula pasir atau gula merah. Tanaman tebu dapat dikembangbiakkan secara
vegetatif yaitu dengan cara stek bagal, stek pucuk, lonjoran dan rayungan (Dirjen
Perkebunan 1950).
Kandungan nira dalam tebu dipengaruhi oleh jenis tanah. Tanaman tebu
dapat diusahakan pada berbagai jenis tanah dengan tekstur ringan sampai berat
seperti regosol, podsolik, latosol, mediteran, hidromorp, gtei humus, grumosol,
dan alluvial. Teknik budidaya tanaman tebu dipengaruhi pula oleh keadaan aerasi,
drainase, pH, kesuburan kimiawi, jenis tebu, waktu tanam, penyebaran, dan
jumlah curah hujan. Komposisi bahan yang terkandung dalam tebu dapat dilihat
pada tabel 1.
Tabel 1 Komposisi bahan yang terkandung dalam tebu
Bahan Komposisi (%)
Sukrosa 8-16
Gula Reduksi 0.5-2
Serabut (Serat) 8-16
Abu 0.3-0.8
Bahan Organik Lain 0.5-1
Gula 0.2-0.5
Air 69-75
Komposisi nira mentah yang diperoleh dari tebu sangat bergantung pada
perlakuan mekanis, yaitu cara panen (penebangan), pengangkutan dan
penggilingan. Penebangan tebu yang dilakukan secara manual (dengan
menggunakan tangan) hasilnya lebih baik dibandingkan dengan menggunakan
mesin. Tebu yang ditebang dengan tangan umumnya lebih bersih dan seluruh
batang tebu termasuk bagian bawah turut terbawa, sedangkan bagian pucuknya
dibuang (Neulicht R & Shular J 1997).
Sifat Fisik dan Kimia Sukrosa
Gula (sukrosa) yang biasa disebut dengan gula tebu adalah disakarida
dengan rumus molekul C12H22O11, struktur kimianya dapat dilihat pada Gambar 1.
Kata sugar dan Sukrosa berasal dari kata Sansekerta sarkara.

CH2OH

H CH2OH
C O
OH O OH
C C O C C

C C C C
OH OH

OH OH
Gambar 1 Struktur kimia sukrosa.
Komposisi kimia dari gula baik yang beasal dari tebu maupun bit adalah
sama, yaitu satu satuan fruktosa yang digabung dengan satu satuan glukosa.
Ikatan glikosida menghubungkan karbon ketal dan asetal dan bersifat β dari
fruktosa dan α dari glukosa. Dalam sukrosa, kedua atom karbon anomerik (tidak
sekedar satu) digunakan untuk ikatan glikosida. Baik fruktosa maupun glukosa
tidak memiliki gugus hemiasetal, oleh karena itu sukrosa di dalam air tidak berada
dalam kesetimbangan dengan suatu bentuk aldehida atau keto. Sukrosa tidak
menunjukkan mutarotasi dan bukanlah gula pereduksi (Fessenden&Fessesnden
1986).
Sukrosa merupakan hasil sintesis biokimia antara dua monosakarida, yaitu
D-fruktosa dan D-glukosa. Monosakarida pembentuk sukrosa tersebut dihasilkan
oleh fotosintesis antar gas CO2 dan air dengan bantuan sinar matahari. Proses
fotosintesis tersebut tejadi dalam zat hijau daun (klorofil).
Sukrosa dapat terhidrolisis dengan adanya ion hidrogen menjadi gula
invert (gula inversi), yaitu campuran antara fruktosa dan glukosa.
C12H22O11 + H2O → C6H12O6 + C6H12O6
Sukrosa D-glukosa D-fruktosa
Polarisasi +66,6o +52,8o -92,8o
Gula inversi diturunkan dari inversi (pembalikan) tanda rotasi jenis bila skrosa
dihidrolisis. Polarisasi sukrosa murni sebesar +66,6o, setelah mengalami hidrolisis
diperoleh gula inversi yang merupakan campuran dengan polarisasi -20,0o (Austin
G T 1984). Hidrolisis sukrosa menjadi gula invert dapat pula terjadi akibat
aktivitas mikroorganisme yang dapat melepaskan enzim invertase. Enzim ni
bersifat spesifik untuk ikatan β-D-fruktofuranosida dan terdapat dalam ragi dan
lebah (madu terutama terdiri dari gula inversi). Enzim tersebut akan menyebabkan
nira tebu menjadi lebih asam karena gula inversi hasil hidrolisis akan pecah lebih
lanjut menjadi asam organik, yang akan menambah hasil bukan gula (gula palsu).
Suatu gula inversi sintetik yang disebut Isomerose dibuat dengan isomerisasi
enzimatik dari glukosa dalam sirup jagung (corn syrup). Penggunaan
komersialnya adalah untuk pembuata es krim, minuman ringan, dan permen
(Fessenden&Fessesnden 1986).
Sukrosa larut dalam air dan kelarutannya bertambah dengan meningkatnya
temperatur. Beberapa sifat fisik sukrosa ditunjukkan dalam Tabel 2.
Tabel 2 Sifat fisik sukrosa
Parameter Karakteristik
Bentuk Kristal Monoklin
Berat Molekul 342.30
Spesifik Gravity 1.588 (15 °C)
Titik Lebur 170 °C
Entalpi Pembentukan 228.3 Kj/mol

Baggase dan Molasse


Baggase dan molasse dihasilkan sebagai produk samping dari proses
pembuatan gula. Baggase merupakan ampas yang dihasilkan dari bagian dalam
tebu setelah diekstrak. Biasanya baggase dapat digunakan sebagai bahan bakar,
bahan baku kertas, dan makanan ternak. Molasse atau sirup hitam digunakan
sebagai makanan sapi, pembutan rum, dan sumber karbon bagi industri fermentasi
(Austin G T 1984).
Blotong/MUD
Blotong/MUD adalah limbah padat yang dihasilkan dari proses klarifikasi.
Limbah ini termasuk partikel yang tidak larut dan dari komposisinya baik untuk
dijadikan bahan pupuk organik dan sebagai bahan untuk memperbaiki komposisi
tanah. Komposisi Bloong/MUD (%) dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3 Komposisi Blotong


Komposisi Junlah (%)
CaO 1-4
MgO 0,5-1,5
Total Abu 0-20
Gula 5-15
(Sumber: Paturau 1982)
PEMBAHASAN
Proses Panen
Untuk memperoleh gula tebu dengan kualitas yang baik, proses panen tebu
perlu diperhatikan. Penebangan secara manual (dengan tangan) hasilnya lebih
baik dibandingkan dengan menggunakan mesin tebu. Penebangan meliputi
seluruh bagian tebu, termasuk bagian pucuk dan daun (Notojoewono 1964).
Bagian pucuk dan daun tebu dibuang karena hanya mengandung sedikit sukrosa
tetapi banyak mengandung pati dan gula reduksi. Tebu yang telah dipanen harus
segera diproses karena dapat rusak akibat pengaruh proses enzimatis, reaksi
kimia, maupun mikroba.

Proses Pembuatan Gula


Proses pembuatan gula dari tebu terdiri dari beberapa tahap, yaitu tahap
penggilingan tebu (pemerahan nira), pemurnian, penguapan, kristalisaasi,
pemutaran, dan penyelesaian.

Penggilingan Tebu
Tebu hasil panen, sebelum masuk ke penggilingan dibersihkan dengan air
yang bertekanan tinggi. Proses penggilingan tebu melibatkan 2 tahap, yaitu
pemotongan (breaking) dan pencacahan/penggilingan (grinding) tebu.
 Pemotongan (breaking)
Proses ini bertujuan untuk membuka sel-sel tebu, sehingga tahap
penggilingan selanjutnya akan lebih mudah. Pada proses ini biasanya
digunakan knives, shredders, crusher atau kombinasi ketiga alat tersebut.
 Penggilingan (Grinding)
Proses ini bertujuan untuk menghancurkan bagian dalam tebu dan
mengekstraknya dengan penambahan air imbibisi. Proses ini secra umum
menggunakan 5-6 rol gilingan dalam 1 unit gilingan. Ekstraksi tebu dilakukan
dengan memerah cacahan tebu menggunakan tekanan akan menghasilkan
ampas tebu yang masih banyak mengandung gula, sehingga untuk menekan
kadar gula dalam ampas tebu seminimal mungkin perlu ditambahkan air
imbibisi yang berguna untuk mengekstrak gula yang masih tertinggal dalam
ampas. Ekstrak tebu (nira) dan bagasse akan dihasilkan dari proses ini
(Neulicht R & Shular J 1997).

Klarifikasi
Nira yang diperoleh masuk ke clarifier. Pada proses klarifikasi biasanya
ada penambahan lime dan sejumlah fosfat yang dapat larut. Penambahan lime
untuk netralisasi asam-asam organik pada saat temperatur nira mencapai 95oC
(200oF), sedangkan fosfat berfungsi sebagai floculating agent.
Pada proses ini akan diperoleh partikel-partikel yang tidak larut yang
disebut mud atau blotong. Mud ini kemudian ditambah air dan dilanjutkan dengan
proses filtrasi sehingga akan diperoleh air pencucian mud dan ampas. Nira dari
clarifier bergabung menuju evaporator (Neulicht R & Shular J 1997).

Penguapan
Proses penguapan bertujuan untuk memekatkan nira dengan cara
menguapkan kandungan airnya sebanyak mungkin. Penguapan air diusahakan
mendekati keadaan jenuh sehingga mengurangi beban penguapan pada tahap
kristalisasi. Proses penguapan ini terdiri dari 2 tahap (Neulicht R & Shular J
1997), yaitu:
1. Pemekatan nira dalam evaporator.
2. Pengupan dalam vacuum pans untuk kristalisasi.
Proses penguapan nira tidak dilakukan pada suhu tinggi untuk mencegah
kerusakan gula. Gula yang dipanaskan pada suhu tinggi akan membentuk karamel
yang berwarna cokelat tua, sehingga mempengaruhi warna kristal gula yang
dihasilkan. Upaya yang dilakukan dalam mengurangi terjadinya karamel selama
proses penguapan adalah dengan menjalankan proses penguapan pada tekanan
yang rendah (vacuum). Nira kental yang dihasilkan dari proses penguapan
kemudian diberi gas SO2 untuk memucatkan warna, sehingga diharapkan dapat
menghasilkan kristal gula yang lebih putih.
Badan penguapan (evaporator) yang digunakan pabrik gula umumnya
terdiri dari beberapa badan penguapan yang disusun secara seri (multiple effect
evaporator). Evaporator yang disusun secara seri mempunyai kelebihan dalam
penghematan penggunaan steam dibandingkan dengan menggunakan evaporator
tunggal. Evaporator yang biasanya digunakan terdiri dari 5 seri evaporator dan 1
tangki uap (boilers). Sistem kerja kelima evaporator yaitu sumber panas diperoleh
dari tangki uap digunakan evaporator I, sedangkan evaporator II memperoleh
panas dari evaporatoer I begitu seterusnya sampai ke evaporator V yang
menggunakan panas dari evaporator IV. Akibat transfer panas ini maka akan ada
kehilangan panas sehingga temperatur akan semakin menurun, begitu pula dengan
tekanan. Uap dari boilers hanya digunakan untuk memanaskan evaporator
pertama, sedangkan evaporator selanjutnya dipanaskan oleh uap yang dihasilkan
oleh evaporator sebelumnya. Agar uap yang dihasilkan evaporator pertama dapat
digunakan untuk memanaskan nira dalam evaporator yang kedua, maka tekanan
dalam evaporator kedua harus lebih rendah dibandingkan dengan evaporator
pertama. Nira kental dengan kandungan berupa 65% padatan dan 35% air
dihasilkan dari proses penguapan tahap pertama.

Kristalisasi
Kristalisasi bertujuan untuk mengubah semua gula yang terdapat dalam
nira kental menjadi bentuk kristal yang mempunyai ukuran dan kemurnian yang
diinginkan. Kristalisasi dilakukan dengan menguapkan nira dalam sebuah pan
masak yang memiliki tekanan vakum untuk mencegah kerusakan gula. Jarak
antara molekul-molekul sukrosa akan semakin dekat dengan menguapkan air
pelarutnya.
Apabila jarak molekul-molekul sukrosa cukup dekat, maka akan saling
mempengaruhi dan saling tarik-menarik. Bila di sekitarnya terdapat kristal
sukrosa, maka akan ada keseimbangan antara molekul sukrosa yang melarut dan
molekul sukrosa yang menempel/mengkristal. Keadaan ini dapat disebut sebagai
larutan jenuh. Derajat kejenuhan dapat dinyatakan dengan perbandingan antara
kandungan sukrosa di dalam larutan jenuh pada suhu yang sama. Harga
perbandingan ini dikenal sebagai koefisien kejenuhan (KK) atau OVC (Over
Verzading Coefficient)

% Sukrosa dalam larutan yang diukur


KK =
% Sukrosa dalam larutan jenuh
Berdasarkan koefisien kejenuhan, daerah kejenuhan dapat dibagi menjadi lima,
yaitu:
a. Larutan Encer
Larutan yang mempunyai kejenuhan di bawah satu. Pada daerah ini
larutan masih dapat melarutkan kristal.
b. Larutan Jenuh
Larutan yang mempunyai koefisien kejenuhan sama dengan satu. Larutan
ini sudah tidak dapat melarutkan kristal sukrosa lagi, tetapi terjadi kesetimbangan
antara jumlah sukrosa yang melarut dan yang mengkristal.
c. Daerah Menstabil
Larutan yang mempunyai koefisien kejenuhan lebih besar dari satu.
Molekul sukrosa yang terdapat di daerah ini hanya dapat menempelkan diri pada
kristal yang telah ada. Daerah ini disebut juga dengan daerah pembesaran kristal.
d. Daerah Intermediet
Larutan yang mempunyai koefisien kejenuhan lebih besar dari satu.
Molekul sukrosa pada daerah ini telah mampu membentuk inti kristal. Apabila
terdapat kristal sukrosa dalam larutan, timbul kristal palsu.
e. Daerah Labil
Larutan yang mempunyai koefisien kejenuhan lebih besar dari satu.
Molekul pada daerah ini telah mampu membentuk inti kristal dengan serentak
tanpa hadirnya kristal yang lain (Ginting B F 2002).

Pemurnian Raw Sugar


Tahap pemurnian merupakan tahap yang menentukan kualitas gula yang
akan dihasilkan dalam suatu proses pembuatan gula. Pemurnian bertujuan untuk
menghilangkan kotoran-kotoran (bukan gula) yang terbawa dalam nira. Hal yang
perlu diperhatikan dalam tahap pemurnian adalah menjaga agar gula tidak rusak
yang dapat diakibatkan oleh suasana asam dan temperatur yang tinggi, semakin
banyak gula yang dihilangkan akan semakin tinggi kemurnian, dan semakin putih
kristal gula yang didapatkan.
Tahap pertama dari proses pemurnian yaitu penggilingan Raw Sugar dan
penambahan sirup, kemudian sirup dan kristal gula yang telah halus dicampur.
Campuran tersebut kemudian disentrifugasi dengan adanya penambahan air.
Proses tersebut disebut afinasi dan akan dihasilkan kristal gula dan sirup afinasi.
Kristal gula hasil sentrifugasi kemudian masuk ke premelter sebagai awal dari
proses pelelehan sebelum masuk ke melter. Sirup afinasi hasil sentrifugasi
dipanaskan dan akan dihasilkan kristal gula dan sirup hitam (molase). Kristal gula
masuk ke melter mengalami pelelehan dan bergabung dengan kristal gula hasil
afinasi, kemudian mengalami tahap pemurnian (refined)
Sukrosa tahan terhadap suasana basa, tetapi tidak terhadap asam.
Sebaliknya, gula reduksi dalam suasana basa akan terurai menjadi asam organik
dan senyawa yang berwarna gelap sehingga kualitas dan kuantitas gula akan
menurun. Ada tiga cara pemurnian, yaitu defekasi, sulfitasi, dan karbonatasi.
a. Pemurnian Cara Defekasi
Pemurnian dengan cara defekasi merupakan cara yang paling sederhana,
karena hanya menggunakan kapur sebagai bahan pembantu. Gula yang
dihasilkan dengan cara ini adalah gula kristal yang masih berwarna merah.
Ada tiga cara pemurian secara defekasi:
i. Defekasi Dingin
Proses dengan cara ini dilakukan dengan menggunakan susu kapur
pada nira mentah, pada temperatur rendah atau suhu kamar. Penambahan
kapur tersebut bertujuan untuk menetralkan asam-asam yang terdapat di
dalam nira, dan membentuk garam-garam (gumpalan) yang mengendap.
Penambahan kapur dilakukan hingga pH larutan menjadi 7.2-8.3, nira
dipanaskan sampai pada titik didihnya (+105 °C), dengan tujuan:
 Garam-garam kapur dalam nira dapat terbentuk dengan cepat dan
menghasilkan gumpalan yang besar sehingga mudah diendapkan.
 Mengendapkan kotoran yang hanya mengendap pada temperatur
yang tinggi, seperti protein.
 Mematikan mikroorganisme.
Nira yang telah mengalami pemanasan sampai pada titik didihnya,
lalu dimasukkan ke dalam bejana pengambangan (expander) untuk
mengeluarkan udara-udara yang terdapat dalam nira. Gas-gas dan udara
yang terdapat dalam nira harus dikeluarkan karena dapat mengganggu
dalam proses pengendapan. Selanjutnya nira dimasukkan ke dalam alat
pengendap untuk memisahkan endapan yang terjadi dengan nira yang
jernih.
ii. Defekasi Panas
Proses pemurnian dengan cara ini dilakukan dengan menambahkan
air kapur pada nira yang telah dipanaskan terlebih dahulu pada suhu 70-90
°C. Pemanasan ini bertujuan untuk mendapatkan proses pemurnian yang
berlangsung dengan baik dan cepat. Setelah penambahan air kapur, nira
dimasukkan ke dalam alat pengendap.
iii. Defekasi Sacharat
Proses pemurnian dengan cara ini dilakukan dengan membagi nira
mentah menjadi dua bagian. Bagian pertama ditambah air kapur hingga
pH nya menjadi 10-11, dalam kondisi ini kapur bereaksi dengan sukrosa
membentuk kalsium sakharat. Nira kedua dipanaskan sampai suhu 70 °C.
Kedua nira tersebut dicampurkan hingga menghasilkan endapan yang
lebih besar, sehingga mudah untuk diendapkan dan dihasilkan larutan nira
yang lebih jernih.
b. Pemurnian Cara Sulfitasi
Pemurnian cara sulfitasi hasilnya lebih baik dibandingkan dengan cara
defekasi, karena telah dapat dihasilkan gula yang berwarna putih. Cara
pemurnian ini menggunakan kapur dan SO2 sebagai bahan pembantu
pemurnian. Pemberian kapur pada cara ini dilakukan secara berlebih,
kemudian kelebihan kapur ini akan dinetralkan oleh gas SO2, sehingga
terbentuk ikatan garam kapur yang dapat mengendap. Reaksi yang terjadi
dalam proses ini adalah:
SO2 + H2O H2SO3
Ca(OH)2 + H2SO4 CaSO3 + 2H2O
Ca(OH)2 + SO2 CaSO3 + H2O
Endapan CaSO3 yang terbentuk dapat mengabsorbsi partikel-partikel
koloid yang berada di sekitarnya, sehingga kotoran yang terbawa oleh
endapan semakin banyak. Gas SO2 juga mempunyai sifat dapat memucatkan
warna, sehingga diharapkan dapat dihasilkan kristal dengan warna yang lebih
terang, khususnya pada nira kental penguapan. Ada tiga cara sulfitasi, yaitu:
i. Sulfitasi dingin
Proses pemurnian dengan cara ini dilakukan dengan menambahkan
kapur dan gas SO2 ke dalam nira mentah pada temperatur ruangan sampai
titik didihnya (+105 °C). Selanjutnya nira dimasukkan ke dalam alat
pengendap untuk memisahkan endapan yang terbentuk.
ii. Sulfitasi Panas
Proses dengan cara ini dilakukan dengan memanaskan nira hingga
temperatur 70 °C. kemudian nira diberi susu kapur dan gas SO2 hingga
pH-nya menjadi 7-7.4 dan terbentuk endapan. Proses ini dilanjutkan
dengan pemanasan sampai titik didihnya 100 °C dan dilakukan
pengendapan untuk memisahkan endapan dengan nira yang jernih.
iii. Sulfitasi Sacharat
Proses ini dilakukan dengan membagi nira mentah menjadi dua
bagian. Bagian pertama dipanaskan sampai suhu + 80 °C. Bagian kedua
ditambahkan susu kapur hingga pH 10.5. Kedua bagian nira tersebut
kemudian dicampur sambil dialirkan gas SO2 sampai pH + 7. Proses ini
dilanjutkan dengan pemanasan hingga titik didihnya dan dilakukan
pengendapan. Pemurnian dengan cara ini mempunyai keuntungan
dibandingkan dengan cara defekasi, yaitu kotoran mengendap lebih mudah
dan lebih cepat serta lebih banyak. Proses kristalisasi lebih baik dan warna
gula yang dihasilkan lebih putih. Sedangkan kekurangannya adalah defisit
nira dalam pemanas lebih banyak, serta biaya investasi dan perawatan
lebih besar.
c. Pemurnian Cara Karbonatasi
Proses ini dilakukan dengan menggunakan susu kapur dan gas CO2
sebagai bahan pembantu. Susu kapur yang ditambahkan pada cara ini lebih
banyak dibandingkan cara sulfitasi, sehingga menghasilkan endapan yang
lebih banyak. Kelebihan susu kapur yang terdapat pada nira dinetralkan
dengan menggunakan gas CO2. Reaksi yang terjadi adalah:
Ca(OH)2 + CO2 CaCO3 + H2O
Kotoran dalam nira akan terabsorbsi dalam endapan CaCO3 dan kemudian
akan diendapkan. Pemurnian cara karbonatasi akan menghasilkan gula relatif
lebih putih dibandingkan dengan cara sulfitasi.
Cara karbonatasi yang dilakukan di Indonesia adalah karbonatasi rangkap,
yaitu pemberian gas CO2 dilanjutkan dalam dua tingkat. Nira yang telah
ditimbang dipanaskan terlebih dahulu sampai suhu 55 °C. Pemanasan tidak
boleh melebihi dari suhu tersebut, karena akan menguraikan gula reduksi
menjadi bahan yang berwarna gelap (terbentuk karamel) sehingga kualitas
gula menjadi turun. Kemudian nira dimasukkan ke dalam peti karbonatasi I,
ditambahkan susu kapur dan gas CO2 sampai pH + 10.5, kemudian nira ditapis
di pressan I untuk memisahkan kotoran dengan filtratnya atau nira tapis I.
Selanjutnya nira tapis I dimasukkan ke dalam peti karbonatasi kedua untuk
diberi gas CO2 dan dipanaskan sampai suhu 70 °C, kemudian ditapis di
pressan II untuk memisahkan blotong, dan nira jernih dikeluarkan dari alat
penapis. Selanjutnya diberi gas SO2 di peti sulfitasi sampai pH 7.0-7.2.
Blotong di pressan I dibuang, blotong dalam pressan II dicampurkan dengan
nira karbonatasi I.

Dekolorisasi
Setelah melewati clarifier, kemudian difiltrasi untuk menghilangkan
padatan tersuspensi. Dekolorisasi bertujuan untuk menghilangkan pengotor
dengan cara adsorpsi. Jenis adsorben yang digunakan yaitu karbon aktif, resin dan
tepung tulang, namun resin jarang sekali digunakan. Karbon aktif dan tepung
tulang digunakan dalam sistem fixed bed atau moving bed. Dengan fixed bed
cairan gula mengalami beberapa sirkulasi sampai diperoleh warna cairan yang
mendekati warna yang akan ditentukan. Moving bed sistem beroperasi secara
kontinyu, jadi cairan gula akan melewati adsorben.
Adsorben yang digunakan pada proses dekolorisasi akan mengalami
regenerasi. Cairan gula yang telah didekolorisasi akan masuk ke heaters sebelum
masuk ke evaporator. Proses penguapan yang terjadi sama dengan pembuatan gula
sebelumnya. Cairan yang telah dipekatkan akan masuk ke vacuum pans dengan
adanya penambahan seed solution kemudian dicampur dan dipisahkan dengan
sentrifugasi. Dari proses tersebut akan dihasilkan sirup yang akan masuk ke
vacuum pans. Gula putih dicuci dengan air sekali menggunakan sentrifugasi dan
cairan pencuci kembali lagi ke vacuum pans. Gula putih yang terbentuk masuk ke
granulator yang terdiri dari drum pengering dan drum pendingin. Dalam drum
pengering digunakan temperatur 11 oC (230oF), setelah dari granulator masuk ke
drum pendingin. Setelah semua proses selesai akan diperoleh raw sugar yang
telah dimurnikan biasanya dikemas dan disimpan dlam gudang penyimpanan.
Gula yang berwarna coklat diperoleh dari sirup dengan kemurnian yang rendah,
proses pembuatannya sama dengan pembuatan gula putih.

Tebu

Air imbibisi Penggilingan


Asam fosfat
Bibitlime
kristal gula Kristalisasi
Klarifikasi Filtrasi
Filtercake
Bagasse
Air

MUD/Bloton
g

Penguapan

Raw Sugar Gudang


penyimpanan

Gambar 2 Diagram Proses Pembuatan Gula


Gudang
kristal Kristal gula
gula

Sirup
Mixing

Sentrifugasi Sirup
afinasi

Melting Melting Molasse

Gas CO2 Kristal


Klarifikasi

Filtrasi Filtercake

Adsorben Dekolorisasi

Penguapan

Kristalisasi

Air Sentrifugasi

Granulator

Refine Sugar

Kemasan Filling

Labeling

Gudang
barang
Gula siap jual
jadi

Gambar 3 Diagram Proses Pemurnian Gula Kasar (Raw Sugar Refined)


SIMPULAN
Berdasarkan Diagarm proses yang telah dipaparkan, proses utama dari
pembuatan gula tebu adalah pemanenan tebu, penggilingan tebu, klarifikasi, ,
penguapan, dan kristalisasi. Dari proses tersebut dapat dihasilkan raw sugar yang
kemudian mengalami pemurnian (refined) menjadi gula putih (white sugar),
limbah padat yaitu Baggase dan blotong, serta limbah cair yaitu Molasse.

Você também pode gostar