Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Disusun Oleh :
Ade Zulkarnain (04
Syafi Syaiqur Rahman (090210103030)
Depita Ariningtyas (090210103033)
Devi Novitasari (090210103042)
Namun disini kami hanya akan menjelaskan beberapa species saja antara lain :
1. Bangau Nganga
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Classis : Aves
Ordo : Ciconiiformes
Familia : Ciconiidae
Genus : Anastomus
Species : Anastomus oscitans
(Boddaert, 1783)
Deskripsi Umum
Berukuran cukup besar (± 81 cm), berwarna abu-abu dengan sela
yang khas pada paruhnya dalam keadaan tertutup. Pada musim dingin,
bulu utama abu-abu dengan sayap dan ekor hitam. Iris coklat keputih-
putihan, paruh kehijauan atau abu-abu krem, tungkai dan kaki
kemerahjambuan. Biasanya tidak bersuara, tetapi kadang-kadang berupa
erangan rendah dan keprakan paruh. Memiliki kebiasaan yaitu berdiri di
atas pesisir berlumpur mencari moluska. Terlihat terbang berkelompok di
sepanjang pesisir Sumatera sebelah Utara pada tahun 1977 dan 1979.
Deskripsi Umum
Berukuran sedang (± 30 cm), berwarna coklat, kepala berwarna
belang. Mahkota dan sisi kepala hitam dengan bintik-bintik putih kecil,
tenggorokan putih dengan bintik-bintik hitam. Luas warna putih pada
kepala sangat bervariasi, semakin ke utara akan semakin putih. Bagian atas
coklat, bergaris melintang hitam sempit.terdapat bercak besar hitam pada
sayap, dada coklat pucat dengan bintik-bintik putih kecil, perut abu-abu
berbintik hitam. Iris coklat, paruh merah, kulit lingkar mata merah, kaki
merah. Siulan keras bersama “kioow” dengan nada meninggi. Memiliki
kebiasaan yaitu pemalu dan tinggal di atas tanah dalam kelompok kecil.
Lebih menyukai parit berlumut dan tumbuhan bawah yang rapat di
punggung bukit. Biasa terlihat di bukit barisan, Sumatera, di hutan
pegunungan antara ketinggian 900-2500 m.
3. Sempidan Aceh
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Classis : Aves
Ordo : Galliformes
Familia : Phasianidae
Genus : Lophura
Species : Lophura hoogerwerfi
Deskripsi Umum
Berukuran besar (± 40-50 cm), berwarna gelap. Betina mirip sekali
dengan sempidan sumatera, hitam kebiruan mengilap dan tanpa jambul.
Tetapi punggung lebih coklat, tubuh bagian bawah kurang coklat dan
seluruhnya bercoretkan hitam. Terlihat lebih seragam tanpa pola sisik pada
bulu tengah yang berwarna pucat yang terdapat pada sempidan Sumatera.
Tubuh bagian bawah coklat kekuningan, tengorokan keputih-putihan, ekor
hitam. Iris kuning lulur, paruh abu-abu biru, kulit muka gundul merah,
kaki biru tua. Kebiasaan hidup di lantai pegunungan, dalam kelompok
kecil dengan satu jantan dan beberapa betina. Dikenal dari Sumatera Utara
di hutan pegunungan antara ketinggian 1200-2000 m. status taksonomi
belum pasti, oleh beberapa pakar mungkin dimasukkan sebagai ras dari
Sempidan Sumatera.
4. Srigunting Sumatera
Klasifikasi
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Classis : Aves
Ordo : Passeriformes
Subordo : Passeri
Familia : Dicruridae
Genus : Dicrurus
Species : Dicrurus sumatranus
Deskripsi Umum
Berukuran agak besar (± 29 cm), hitam mengilap dengan ekor
sedikit menggarpu dan lebar. Mirip dengan Srigunting jambul-rambut
yang menggantikannya di Sumatera, tetapi lebih kecil, ekor lebih pendek
dengan bulu terluar sedikit melengkung, paruh lebih pendek, dan lebih
sedikit bintiknya yang mengilap. Iris merah, paruh hitam, kaki hitam.
Memiliki nyanyian yang keras berirama dengan kadang-kadang suara
pekikan serak.
5. Rangkong Papan
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Classis : Aves
Ordo : Coraciiformes
Familia : Bucerotidae
Genus : Buceros
Species : Buceros Bicornis
Deskripsi Umum
Jenis burung rangkong sangat unik dan memiliki keindahan yang
tidak dapat dijelaskan dengan hanya melihat gambar. Burung Rangkong
termasuk hewan yang dilindungi berdasarkan Peraturan Perlindungan
Binatang Liar No. 226 tahun 1931, UU No.5 tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang dipertegas
dengan SK Menteri Kehutanan No. 301/Kpts-II/1991 tentang Inventarisasi
Satwa yang dilindungi UU dan No. 882/Kpts-II/1992 tentang Penetapan
Tambahan Beberapa Jenis Satwa yang dilindungi UU.
Berukuran sangat besar (± 125 cm), berwarna hitam dan krem. Ada
garis hitam lebar melintang pada ekor yang putih dan garis putih
kekuningan pada sayap yang hitam. Paruh dan tanduk kuning, tanduk
gepeng dan cekung ke atas. Muka hitam, leher dan dada yang berbulu
putih kadang-kadang dikotori warna kuning. Enggang berleher hitam dan
bertanduk lebih besar, dengan asal-usul yang tidak diketahui, kadang-
kadang muncul dalam koleksi burung sangkar (diduga kuat merupakan
hasil persilangan antara jenis ini dan rangkong badak). Iris merah (pada
jantan) atau keputih-putihan (pada betina), paruh kuning, kaki hitam.
Suara keras menyalak “gok” atau “wer-gok”, lebih kasar daripada
rangkong badak. Umumnya berpasangan, terbang rebut di atas hutan.
Makan dan istirahat pada tajuk hutan primer, hutan bekas tebangan dan
hutan rawa.
Deskripsi Umum
Mudah dikenali, berukuran agak kecil (± 20 cm), berwarna hitam
dan kuning dengan jambul luar biasa panjang, lembut, dan berwarna
kuning. Betina mirip jantan, tetapi tenggorokan dan dada berwarna kuning
zaitun gelap dan tubuh bagian atas tersapu warna zaitun. Iris coklat, paruh
hitam, kaki abu-abu. Siulan melengking keras, berulang “tsyiri-tsyiri-
tsyiri”, dan panggilan bahaya mengocek bergetar. Hidup di tajuk primer
dan sekunder, dalam kelompok campuran, aktif mencari serangga besar.
7. Elang Brontok
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Accipitriformes
Famili : Accipitridae
Genus : Spizaetus
Spesies : S. cirrhatus
Kuau Raja atau dalam nama ilmiahnya Argusianus argus adalah salah satu
burung yang terdapat di dalam suku Phasianidae. Kuau Raja mempunyai bulu
berwarna coklat kemerahan dan kulit kepala berwarna biru. Burung jantan
dewasa berukuran sangat besar, panjangnya dapat mencapai 200cm. Di atas
kepalanya terdapat jambul dan bulu tengkuk berwarna kehitaman. Burung
jantan dewasa juga memiliki bulu sayap dan ekor yang sangat panjang, dihiasi
dengan bintik-bintik besar menyerupai mata serangga atau oceli. Burung
betina berukuran lebih kecil dari burung jantan, panjangnya sekitar 75cm,
dengan jambul kepala berwarna kecoklatan. Bulu ekor dan sayap betina tidak
sepanjang burung jantan, dan hanya dihiasi dengan sedikit oceli.
Populasi Kuau Raja tersebar di Asia Tenggara. Spesies ini ditemukan di hutan
tropis Sumatra, Borneo dan Semenanjung Malaysia.
Pada musim berbiak, burung jantan memamerkan bulu sayap dan ekornya di
depan burung betina. Bulu-bulu sayapnya dibuka membentuk kipas,
memamerkan "ratusan mata" di depan pasangannya. Nama binomial spesies
ini diberikan oleh Carolus Linnaeus, berdasarkan dari raksasa bermata seratus
bernama Argus di mitologi Yunani. Burung betina menetaskan hanya dua telur
saja.
Berdasarkan dari hilangnya habitat hutan serta penangkapan liar yang terus
berlanjut, Kuau Raja dievaluasikan sebagai beresiko Hampir Terancam di
dalam IUCN Red List. Burung ini didaftarkan dalam CITES Appendix II.
ENDEMIK IRIAN
Beberapa burung yang merupakan Endemic Irian yaitu :
Cendrawasih Kuning
Cendrawasih Botak
Cendrawasih Mati-kawat
Cendrawasih Merah
Cendrawasih Panji
Cendrawasih Biru
Cendrawasih Goldi
Cendrawasih Kaisar
Cendrawasih Kuning-kecil
Cendrawasih Raggiana
Paruh Sabit Kuri-kuri
Penghisap Madu Elo
Namun disini kami hanya akan menjelaskan beberapa species saja antara lain :
1. Cendrawasih Kuning
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Classis : Aves
Ordo : Passeriformes
Familia : Paradisaeidae
Genus : Paradisea
Spesies : Paradisea minor
Deskripsi Umum
Merupakan burung cendrawasih berukuran besar, sepanjang sekitar
43 cm, berwarna coklat marun dan bermahkota kuning. Tenggorokannya
berwarna hijau zamrud dan bantalan dadanya cokelat kehitaman. Burung
jantan dihiasi bulu-bulu panggul yang besar warna kuning dan punya
sepasang ekor kawat yang panjang. Burung betina berbulu cokelat marun
tak bergaris. Burung Cendrawasih Kuning-besar ini burung terbesar dari
genus Paradisaea. Ia tersebar di hutan dataran rendah dan bukit di barat
daya pulau Irian dan pulau Aru, Indonesia. Makanannya terdiri dari buah-
buahan, biji serta serangga kecil.
2. Cendrawasih Botak
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Classis : Aves
Ordo : Passeriformes
Familia : Paradisaeidae
Genus : Cicinnurus
Spesies : Cicinnurus respublica
Deskripsi Umum
Sejenis burung pengicau berukuran kecil, dengan panjang sekitar
21cm long, dari marga Cicinnurus. Burung jantan dewasa memiliki bulu
berwarna merah dan hitam dengan tengkuk berwarna kuning, mulut hijau
terang, kaki berwarna biru dan dua bulu ekor ungu melingkar. Kulit
kepalanya berwarna biru muda terang dengan pola salib ganda hitam.
Burung betina berwarna coklat dengan kulit kepala biru muda. Endemik
Indonesia, Cendrawasih Botak hanya ditemukan di hutan dataran rendah
pada pulau Waigeo dan Batanta di kabupaten Raja Ampat. Pakan burung
Cendrawasih Botak terdiri dari buah-buahan dan aneka serangga kecil.
3. Cendrawasih Mati-kawat
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Classis : Aves
Ordo : Passeriformes
Familia : Paradisaeidae
Genus : Seleucidis
Spesies : Seleucidis melanoleucus
Deskripsi Umum
Sejenis burung pengicau berukuran sedang, dengan panjang sekitar
33cm, dari genus tunggal Seleucidis. Burung jantan dewasa mempunyai
bulu berwarna hitam mengilap, pada bagian sisi perutnya dihiasi bulu-bulu
berwarna kuning dan duabelas kawat berwarna hitam. Burung ini berparuh
panjang lancip berwarna hitam dengan iris mata berwarna merah. Burung
betina berwarna coklat, berukuran lebih kecil dari burung jantan dan tanpa
dihiasi bulu-bulu berwarna kuning ataupun keduabelas kawat di sisi
perutnya. Cendrawasih Mati-kawat ditemukan di hutan dataran rendah
pada pulau Irian. Seperti kebanyakan spesies burung lainnya di suku
Paradisaeidae, Cendrawasih Mati-kawat adalah poligami spesies. Burung
jantan memikat pasangan dengan menggunakan keduabelas kawat pada
ritual tariannya. Setelah kopulasi, burung jantan meninggalkan betina dan
mulai mencari pasangan yang lain. Burung betina menetaskan dan
mengasuh anak burung sendiri. Pakan burung Cendrawasih Mati-kawat
terdiri dari buah-buahan dan aneka serangga.
4. Cendrawasih Merah
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Classis : Aves
Ordo : Passeriformes
Familia : Paradisaeidae
Genus : Paradisaea
Spesies : Paradisaea rubra
Deskripsi Umum
Sejenis burung pengicau berukuran sedang, dengan panjang sekitar
33cm, dari marga Paradisaea. Burung ini berwarna kuning dan coklat, dan
berparuh kuning. Burung jantan dewasa berukuran sekitar 72cm yang
termasuk bulu-bulu hiasan berwarna merah darah dengan ujung berwarna
putih pada bagian sisi perutnya, bulu muka berwarna hijau zamrud gelap
dan diekornya terdapat dua buah tali yang panjang berbentuk pilin ganda
berwarna hitam. Burung betina berukuran lebih kecil dari burung jantan,
dengan muka berwarna coklat tua dan tidak punya bulu-bulu hiasan.
Endemik Indonesia, Cendrawasih Merah hanya ditemukan di hutan
dataran rendah pada pulau Waigeo dan Batanta di kabupaten Raja Ampat,
provinsi Irian Jaya Barat. Cendrawasih Merah adalah poligami spesies.
Burung jantan memikat pasangan dengan ritual tarian yang memamerkan
bulu-bulu hiasannya. Setelah kopulasi, burung jantan meninggalkan betina
dan mulai mencari pasangan yang lain. Burung betina menetaskan dan
mengasuh anak burung sendiri. Pakan burung Cendrawasih Merah terdiri
dari buah-buahan dan aneka serangga.
5. Cendrawasih Panji
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Classis : Aves
Ordo : Passeriformes
Familia : Paradisaeidae
Genus : Pteridophora
Spesies : Pteridophora alberti
Deskripsi Umum
Sejenis burung pengicau berukuran kecil, dengan panjang sekitar
22cm, dari genus tunggal Pteridophora. Burung jantan dewasa
mempunyai bulu berwarna hitam dan kuning tua, dikepalanya terdapat dua
helai bulu kawat bersisik biru-langit mengilap, yang panjangnya mencapai
40cm dan dapat ditegakkan pada waktu memikat betina. Bulu mantel dan
punggung tumbuh memanjang berbentuk tudung berwarna hitam. Iris mata
berwarna coklat tua, kaki berwarna abu-abu kecoklatan dan paruh
berwarna hitam dengan bagian dalam mulut berwarna hijau laut. Burung
betina berwarna abu-abu kecoklatan dengan garis-garis dan bintik gelap.
Betina berukuran lebih kecil dari burung jantan dan tanpa dihiasi mantel
atau bulu kawat hiasan. Daerah sebaran Cendrawasih Panji adalah di hutan
pegunungan pulau Irian. Pakan burung Cendrawasih Panji terdiri dari
buah-buahan, beri dan aneka serangga. Seperti kebanyakan spesies burung
lainnya di suku Paradisaeidae, Cendrawasih Panji adalah poligami spesies.
Burung jantan memikat pasangan dengan menggunakan bulu mantel dan
ke dua kawat di kepalanya pada ritual tarian. Setelah kopulasi, burung
jantan meninggalkan betina dan mulai mencari pasangan yang lain.
Burung betina menetaskan dan mengasuh anak burung sendiri.
6. Cendrawasih Raggiana
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Aves
Ordo: Passeriformes
Famili: Paradisaeidae
Genus: Paradisaea
Spesies: Paradisaea raggiana
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Aves
Ordo: Passeriformes
Famili: Paradisaeidae
Genus: Epimachus
Paruh sabit Kurikuri atau dalam nama ilmiahnya Epimachus fastuosus adalah
sejenis burung cendrawasih yang berukuran besar dari genus Epimachus.
Burung ini memiliki paruh hitam melengkung seperti sabit dan berekor
panjang.
Burung jantan dewasa merupakan salah satu burung terbesar di antara burung
cendrawasih. Jantan berukuran sekitar 110cm yang termasuk bulu ekor hiasan
berwarna biru ungu dengan ujung runcing dan sangat panjang. Bulu bagian
atas berwarna hitam keunguan, kepala dan punggung berwarna biru hijau,
tubuh bagian bawah berwarna hitam, coklat, dan ungu di sekitar dagu dan
leher, iris mata merah, kaki hitam keabuan dan bagian dalam mulut berwarna
kuning terang. Pada sisi dadanya terdapat bulu hiasan seperti kipas berwarna
merah, coklat dan hitam dengan ujung warna pelangi. Burung betina
berukuran lebih kecil dari burung jantan, dan memiliki bulu coklat kemerahan,
bagian bawah tubuh hitam dengan totol putih di bagian belakang, iris mata
coklat dan tidak punya bulu-bulu kipas hiasan.
Daerah sebaran Paruh-sabit Kurikuri terdapat di hutan-hutan pegunungan
pulau Irian. Seperti kebanyakan burung-burung cendrawasih, Paruh-sabit
Kurikuri adalah poligami spesies. Burung jantan memikat pasangan dengan
ritual tarian yang memamerkan bulu-bulu hiasannya disertai dengan nyanyian.
Setelah kopulasi, burung jantan meninggalkan betina dan mulai mencari
pasangan yang lain. Burung betina menetaskan dan mengasuh anak burung
sendiri. Pakan burung Paruh-sabit Kurikuri terdiri dari buah-buahan dan aneka
serangga.
8. Kasuari Gelambir-ganda
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Aves
Ordo: Struthioniformes
Famili: Casuariidae
Genus: Casuarius
Spesies: C. casuarius
ENDEMIK MALUKU
1. Bidadari Halmahera
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Classis : Aves
Ordo : Passeriformes
Famili : Paradisaeidae
Genus : Semioptera
Spesies : Semioptera wallacii
Deskripsi Umum
Jenis cendrawasih berukuran sedang, sekitar 28cm, berwarna
cokelat-zaitun. Cendrawasih ini merupakan satu-satunya anggota genus
Semioptera. Burung jantan bermahkota warna ungu dan ungu-pucat
mengkilat dan warna pelindung dadanya hijau zamrud. Cirinya yang
paling mencolok adalah dua pasang bulu putih yang panjang yang keluar
menekuk dari sayapnya dan bulu itu dapat ditegakkan atau diturunkan
sesuai keinginan burung ini. Burung betinanya yang kurang menarik
berwarna cokelat zaitun dan berukuran lebih kecil serta punya ekor lebih
panjang dibandingkan burung jantan. Burung Bidadari Halmahera adalah
burung endemik kepulauan Maluku dan merupakan jenis burung
cenderawasih sejati yang tersebar paling barat. Makanannya terdiri dari
serangga, artropoda, dan buah-buahan. Burung jantan bersifat poligami.
Mereka berkumpul dan menampilkan tarian udara yang indah, meluncur
dengan sayapnya dan mengembangkan bulu pelindung dadanya yang
berwarna hijau mencolok sementara bulu putih panjangnya di
punggungnya dikibar-kibarkan.
ENDEMIK SULAWESI
1. Maleo Senkawor
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Classis : Aves
Ordo : Galliformes
Familia : Megapodiidae
Genus : Macrocephalon
Species : Macrocephalon maleo
Deskripsi Umum
Sejenis burung gosong berukuran sedang, dengan panjang sekitar
55cm, dan merupakan satu-satunya burung di dalam genus tunggal
Macrocephalon. Burung ini memiliki bulu berwarna hitam, kulit sekitar
mata berwarna kuning, iris mata merah kecoklatan, kaki abu-abu, paruh
jingga dan bulu sisi bawah berwarna merah-muda keputihan. Di atas
kepalanya terdapat tanduk atau jambul keras berwarna hitam. Jantan dan
betina serupa. Biasanya betina berukuran lebih kecil dan berwarna lebih
kelam dibanding burung jantan. Populasi hewan endemik Indonesia ini
hanya ditemukan di hutan tropis dataran rendah pulau Sulawesi. Maleo
bersarang di daerah pasir yang terbuka, daerah sekitar pantai gunung
berapi dan daerah-daerah yang hangat dari panas bumi untuk menetaskan
telurnya yang berukuran besar, mencapai lima kali lebih besar dari telur
ayam. Setelah menetas, anak Maleo menggali jalan keluar dari dalam
tanah dan bersembunyi ke dalam hutan. Anak Maleo ini sudah dapat
terbang, dan harus mencari makan sendiri dan menghindari hewan
pemangsa, seperti ular, kadal, kucing, babi hutan dan burung elang. Maleo
Senkawor adalah monogami spesies. Pakan burung ini terdiri dari aneka
biji-bijian, buah, semut, kumbang serta berbagai jenis hewan kecil.
Burung ini memiliki ukuran sedang, dengan panjang sekitar 35 cm, dari marga
cacatua. Burung ini hampir semua bulunya berwarna putih. Di kepalanya
terdapat jambul berwarna kuning yang dapat ditegakkan. Kakatua-kecil
Jambul-kuning berparuh hitam, kulit di sekitar matanya berwarna kebiruan
dan kakinya berwarna abu-abu. Bulu-bulu terbang dan ekornya juga berwarna
kuning. Burung betina serupa dengan burung jantan.
Daerah sebaran Kakatua-kecil Jambul-kuning adalah di kepulauan Sunda
Kecil, Sulawesi, Bali, Timor Barat dan Timor Timur, dimana terdapat hutan-
hutan primer dan sekunder. Pakan burung Kakatua-kecil Jambul-kuning terdiri
dari biji-bijian, kacang dan aneka buah-buahan. Burung betina menetaskan
antara dua sampai tiga telur dalam sarangnya di lubang pohon.
Berdasarkan dari hilangnya habitat hutan dan penangkapan liar yang terus
berlanjut untuk perdagangan, serta daerah dan populasi dimana burung ini
ditemukan sangat terbatas, kakatua-kecil jambul-kuning dievaluasikan sebagai
kritis di dalam IUCN Red List.
3. Burung Maleo
Kerajaan: Hewan
Filum: Chordata
Kelas: Burung
Ordo: Galliformes
Famili: Megapodiidae
Genus: Macrocephalon
Spesies: M. maleo
2. Burung kepodang
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Aves
Ordo: Passeriformes
Famili: Oriolidae
Genus: Oriolus
Spesies: O. chinensis
ENDEMIK JAWA
1. Ayam hutan hijau
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Nama binomial Gallus varius
Kelas: Aves
Ordo: Galliformes Ayam hutan hijau adalah nama sejenis burung yang
Famili: Phasianidae termasuk kelompok unggas dari suku Phasianidae, yakni
Genus: Gallus keluarga ayam, puyuh, merak, dan sempidan. Ayam
Spesies: G. varius
hutan diyakini sebagai nenek moyang sebagian ayam
peliharaan yang ada di Nusantara. Ayam ini disebut dengan berbagai nama di
berbagai tempat, seperti canghegar atau cangehgar (Sd.), ayam alas (Jw.), ajem
allas atau tarattah (Md.).
Burung yang berukuran besar, panjang tubuh total (diukur dari ujung paruh
hingga ujung ekor) sekitar 60 cm pada ayam jantan, dan 42 cm pada yang
betina.
Jengger pada ayam jantan tidak bergerigi, melainkan membulat tepinya;
merah, dengan warna kebiruan di tengahnya. Bulu-bulu pada leher, tengkuk
dan mantel hijau berkilau dengan tepian (margin) kehitaman, nampak seperti
sisik ikan. Penutup pinggul berupa bulu-bulu panjang meruncing kuning
keemasan dengan tengah berwarna hitam. Sisi bawah tubuh hitam, dan ekor
hitam berkilau kehijauan. Ayam betina lebih kecil, kuning kecoklatan, dengan
garis-garis dan bintik hitam.
Iris merah, paruh abu-abu keputihan, dan kaki kekuningan atau agak
kemerahan. Ayam yang menyukai daerah terbuka dan berpadang rumput, tepi
hutan dan daerah dengan bukit-bukit rendah dekat pantai. Ayam-hutan Hijau
diketahui menyebar terbatas di Jawa dan kepulauan Nusa Tenggara termasuk
Bali. Di Jawa Barat tercatat hidup hingga ketinggian 1.500 m dpl, di Jawa
Timur hingga 3.000 m dpl dan di Lombok hingga 2.400 m dpl.
Pagi dan sore ayam ini biasa mencari makanan di tempat-tempat terbuka dan
berumput, sedangkan pada siang hari yang terik berlindung di bawah naungan
tajuk hutan. Ayam-hutan Hijau memakan aneka biji-bijian, pucuk rumput dan
dedaunan, aneka serangga, serta berbagai jenis hewan kecil seperti laba-laba,
cacing, kodok dan kadal kecil.
Ayam ini kerap terlihat dalam kelompok, 2 – 7 ekor atau lebih, mencari
makanan di rerumputan di dekat kumpulan ungulata besar seperti kerbau, sapi
atau banteng. Selain memburu serangga yang terusik oleh hewan-hewan besar
itu, Ayam-hutan Hijau diketahui senang membongkar dan mengais-ngais
kotoran herbivora tersebut untuk mencari biji-bijian yang belum tercerna, atau
serangga yang memakan kotoran itu.
Pada malam hari, kelompok ayam hutan ini tidur tak berjauhan di rumpun
bambu, perdu-perduan, atau daun-daun palem hutan pada ketinggian 1,5 – 4 m
di atas tanah.
Ayam hutan hijau berbiak antara bulan Oktober-Nopember di Jawa Barat dan
sekitar Maret-Juli di Jawa Timur. Sarang dibuat secara sederhana di atas tanah
berlapis rumput, dalam lindungan semak atau rumput tinggi. Telur 3-4 butir
berwarna keputih-putihan.
Tak seperti keturunannya ayam kampung, Ayam-hutan Hijau pandai terbang.
Anak ayam hutan ini telah mampu terbang menghindari bahaya dalam
beberapa minggu saja. Ayam yang dewasa mampu terbang seketika dan
vertikal ke cabang pohon di dekatnya pada ketinggian 7 m atau lebih. Terbang
mendatar, Ayam-hutan Hijau mampu terbang lurus hingga beberapa ratus
meter; bahkan diyakini mampu terbang dari pulau ke pulau yang berdekatan
melintasi laut.
Ayam hutan hijau adalah kerabat dekat leluhur ayam peliharaan, ayam hutan
merah (Gallus gallus). Ayam hutan merah yang menyebar luas mulai dari
Himalaya, Tiongkok selatan, Asia Tenggara, hingga ke Sumatra dan Jawa.
Pada pihak lain, ayam-hutan hijau tersebar di Jawa, Bali dan pulau-pulau Nusa
Tenggara lainnya.
Ayam hutan dari Jawa Timur dikenal sebagai sumber tetua untuk
menghasilkan ayam bekisar. Bekisar adalah persilangan antara ayam hutan
hijau dengan ayam kampung. Bekisar dikembangkan orang untuk
menghasilkan ayam hias yang indah bulunya, dan terutama untuk
mendapatkan ayam dengan kokok yang khas. Karena suaranya, ayam bekisar
dapat mencapai harga yang sangat mahal. Bekisar juga menjadi lambang fauna
daerah Jawa Timur.
2. Cici padi
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Aves
Ordo: Passeriformes
Famili: Cisticolidae
Genus: Cisticola
Spesies: Cisticola juncidis
Cici padi adalah nama sejenis burung pengicau yang bertubuh kecil mungil.
Di musim berbiak, burung jantan kerap terbang tinggi, naik turun dan
berputar-putar di suatu tempat sambil berbunyi-bunyi khas untuk menarik
perhatian betinanya. Suaranya dik-dik.. dik-dik atau zit-zit ..zit-zit berulang-
ulang. Karenanya, dalam bahasa Inggris dinamai sebagai Zitting Cisticola.
Berukuran kecil, panjang tubuh dari ujung paruh hingga ujung ekor sekitar 10
cm. Sisi atas tubuh kecoklatan bergaris-garis atau bercoret kehitaman, sisi
bawah tubuh agak pucat; lebih putih daripada Cici merah. Tungging kuning
tua kemerahan dengan ujung ekor berwarna putih menyolok. Ekor kerap
digerak-gerakkan menutup dan membuka serupa kipas, sehingga burung ini
juga dinamai Fan-tailed Warbler.
Alis putih, sisi leher dan tengkuk berwarna pucat. Iris mata coklat, paruh
coklat, kaki putih sampai kemerahan.
Menghuni padang rumput dan persawahan, terutama dekat air. Pemalu, jarang
terlihat kecuali pada musim berbiak, di mana burung jantan sesekali keluar
untuk memikat betinanya. Memangsa aneka jenis serangga, Cici padi lebih
banyak menjelajah di sela-sela kerimbunan batang-batang rumput yang tinggi.
Burung jantan bersifat polygamous, kawin dengan beberapa betina dalam satu
musim. Sarang berupa mangkuk dibuat di antara batang-batang rumput yang
lebat dan tersembunyi. Sarang ini tersusun dari daun-daun rumput yang
dianyam dan dijahit dengan aneka serat tumbuhan dan jaring laba-laba. Di
bagian atasnya, sering dijahitkan beberapa lembar daun atau rumput untuk
menutupi dan menyamarkan sarang. Telur 3-6 butir. Di Indonesia didapati di
Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara dan Sulawesi. Di Sumatra, Jawa dan Bali
umum terdapat sampai ketinggian 1.200 m dpl.
3. Perenjak Jawa
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Perenjak jawa atau yang juga dikenal dengan
Kelas: Aves
Ordo: Passeriformes nama ciblek adalah sejenis burung pengicau dari
Famili: Cisticolidae suku Cisticolidae (pada banyak buku masih
Genus: Prinia dimasukkan ke dalam suku Sylviidae). Dalam
Spesies: Prinia familiaris
bahasa Inggris burung ini dikenal sebagai bar-
winged Prinia, merujuk pada dua garis putih pada setiap sayapnya. Nama
ilmiahnya adalah Prinia familiaris
Morfologi
Burung kecil ramping, dengan panjang total (diukur dari ujung paruh hingga
ujung ekor) sekitar 13 cm. Hampir seluruh sisi atas badan berwarna coklat
hijau-zaitun. Tenggorokan dan dada putih, perut dan pantat kekuningan. Sisi
dada dan paha keabu-abuan. Ciri khasnya sayap dengan dua garis putih, serta
ekor panjang dengan ujung berwarna hitam dan putih.
Paruh panjang runcing, sebelah atas berwarna kehitaman dan sebelah bawah
kekuningan. Kaki langsing dan rapuh berwarna coklat kemerahan atau merah
jambu.
Kebiasaan dan penyebaran
Burung yang ramai dan lincah, yang sering ditemui di tempat terbuka atau
daerah bersemak di taman, pekarangan, tepi sawah, hutan sekunder, hingga ke
hutan bakau. Juga kerap teramati di perkebunan teh. Dua atau tiga ekor, atau
lebih, kerap terlihat berkejaran sementara mencari makanan di antara semak-
semak, sambil berbunyi-bunyi keras cwuit-cwuit-cwuit.. ciblek-ciblek-ciblek-
ciblek.. ! Ekor yang tipis digerakkan ke atas saat berkicau.
Mencari mangsanya yang berupa aneka serangga dan ulat, perenjak jawa
berburu mulai dari permukaan tanah hingga tajuk pepohonan. Burung ini
membuat sarangnya di rerumputan atau semak-semak hingga ketinggian
sekitar 1,5 m di atas tanah. Sarang berbentuk bola kecil dianyam dari
rerumputan dan serat tumbuhan.
Perenjak jawa adalah burung endemik (menyebar terbatas) di wilayah
Sumatra, Jawa dan Bali. Di Sumatra tidak jarang sampai ketinggian 900 m
dpl, sedangkan di Jawa dan Bali umum sampai ketinggian 1.500 m dpl.
4. Cucak Rawa
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Aves
Ordo: Passeriformes
Famili: Pycnonotidae
Genus: Pycnonotus
Spesies: Pycnonotus zeylanicus
Cucak rawa adalah sejenis burung pengicau dari suku Pycnonotidae. Burung
ini juga dikenal umum sebagai cucakrawa. Dalam bahasa Inggris disebut
Straw-headed Bulbul, mengacu pada warna kepalanya yang kuning-jerami
pucat. Nama ilmiahnya adalah Pycnonotus zeylanicus
Burung yang berukuran sedang, panjang tubuh total (diukur dari ujung paruh
hingga ujung ekor) sekitar 28 cm.
Mahkota (sisi atas kepala) dan penutup telinga berwarna jingga- atau kuning-
jerami pucat; setrip malar di sisi dagu dan garis kekang yang melintasi mata
berwarna hitam. Punggung coklat zaitun bercoret-coret putih, sayap dan ekor
kehijauan atau hijau coklat-zaitun. Dagu dan tenggorokan putih atau
keputihan; leher dan dada abu-abu bercoret putih; perut abu-abu, dan pantat
kuning.
Iris mata berwarna kemerahan, paruh hitam, dan kaki coklat gelap.
Kebiasaan dan Penyebaran
Seperti namanya, cucak rawa biasa ditemukan di paya-paya dan rawa-rawa di
sekitar sungai, atau di tepi hutan. Sering bersembunyi di balik dedaunan dan
hanya terdengar suaranya yang khas.
Suara lebih berat dan lebih keras dari umumnya cucak dan merbah. Siulan
jernih, jelas, berirama baku yang merdu. Kerap kali terdengar bersahut-
sahutan.
5. Bondol peking
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Aves
Ordo: Passeriformes
Famili: Estrildidae
Genus: Lonchura
Spesies: L. punctulata
Bondol peking atau pipit peking (Lonchura punctulata) adalah sejenis burung
kecil pemakan padi dan biji-bijian. Nama punctulata berarti berbintik-bintik,
menunjuk kepada warna bulu-bulu di dadanya.
Orang Jawa menyebutnya emprit peking, prit peking; orang Sunda
menamainya piit peking atau manuk peking, meniru bunyi suaranya. Di
Malaysia burung ini disebut pipit pinang, dan dalam bahasa Inggris dikenal
sebagai Scaly-breasted Munia --lagi-lagi terkait dengan bintik di dadanya
yang mirip gambaran sisik.
Burung yang berukuran kecil, dari paruh hingga ujung ekor sekitar 11 cm.
Burung dewasa berwarna coklat kemerahan di leher dan sisi atas tubuhnya,
dengan coretan-coretan agak samar berwarna muda. Sisi bawah putih,
dengan lukisan serupa sisik berwarna coklat pada dada dan sisi tubuh. Perut
bagian bawah sampai pantat putih. Burung muda dengan dada dan perut
kuning tua sampai agak coklat kotor. Jantan tidak berbeda dengan betina
dalam penampakannya.
Iris mata coklat gelap; paruh khas pipit berwarna abu-abu kebiruan; kaki
hitam keabu-abuan.
Kebiasaan
Bondol peking sering ditemui di lingkungan pedesaan dan kota, terutama di
dekat persawahan atau tegalan. Makanan utama burung ini adalah aneka biji
rumput-rumputan termasuk padi. Oleh sebab itu bondol peking kerap
mengunjungi sawah, padang rumput, lapangan terbuka bervegetasi dan kebun.
Hidup berpasangan atau dalam kelompok kecil, bondol peking sering teramati
bergerombol memakan bulir biji-bijian di semak rerumputan atau bahkan
turun ke atas tanah. Kelompok ini umumnya lincah dan bergerak bersama-
sama.
Burung ini tidak segan untuk bercampur dengan jenis bondol lainnya, seperti
dengan bondol jawa (L. leucogastroides) atau yang lain. Kelompok bondol ini
pada awalnya mungkin hanya terdiri dari beberapa ekor saja, akan tetapi di
musim panen padi dapat membesar hingga mencapai ratusan ekor. Terlihat
menyolok di sore hari pada saat terbang dan hinggap bersama-sama di pohon-
pohon tempat tidurnya. Kelompok yang besar semacam ini dapat
menimbulkan kerugian yang besar kepada para petani.
Bondol peking kerap menghuni kebun, pekarangan dan tepi jalan. Seperti
tercermin dari namanya di Malaysia, bondol ini sering memilih pohon pinang
atau palma lainnya, pohon atau semak yang tinggi, untuk tempatnya
bersarang. Sarang berbentuk bola atau botol dibangun dari rerumputan,
diletakkan tersembunyi di antara daun-daun dan ranting. Telurnya berwarna
putih, 4-6(-10) butir, masing-masing berukuran sekitar 15 x 11 mm. Berbiak
di sepanjang tahun.
6. Burung Merbuk
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Aves
Ordo: Columbiformes
Famili: Columbidae
Genus: Geopelia
Spesies: G. striata
Berdasarkan ras
Ayam Sumatra
Di Indonesia dikenal istilah ayam ras dan ayam bukan ras (buras, atau
kampung). Dalam pengertian "ayam ras" menurut istilah itu yang dimaksud
sebenarnya adalah ras yang dikembangkan untuk usaha komersial massal,
seperti Leghorn ("lehor"). Ke dalam kelompok ayam buras terdapat pula ras
lokal ayam yang khas namun tidak dikembangkan untuk usaha komersial
massal. Ayam-ayam ras lokal demikian sekarang mulai dikembangkan
(dimurnikan) sebagai ayam sabung, ayam timangan (pet), atau untuk acara
ritual. Berikut ini adalah ras lokal ayam di Nusantara yang telah
dikembangkan untuk sifat/penampilan tertentu:
ayam pelung, ras lokal dan unggul dari Priangan (Kabupaten Cianjur)
yang memiliki kokokan yang khas (panjang dan bernada unik), termasuk
ayam hias;
ayam kedu (termasuk ayam cemani), ras lokal dan mulia dari daerah Kedu
dengan ciri khas warna hitam legam hingga moncong dan dagingnya,
termasuk ayam pedaging dan ayam hias;
ayam nunukan, ras lokal dan mulia dari Nunukan, Kaltim, dengan bentuk
badan tegap dan ukuran besar, keturunan ayam aduan, termasuk ayam
pedaging dan hias;
ENDEMIK NUSA TENGGARA
1. Cucak Timor
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Nama binomial Philemon buceroides
Kelas: Aves
Ordo: Passeriformes Cucak timor, Philemon buceroides, adalah burung
Famili: Meliphagidae dalam keluarga Meliphagidae. Burung ini juga
Genus: Philemon dikenal sebagai koak kao di daerah Nusa Tenggara
Spesies: P. buceroides
Barat (NTB).
Burung ini pada habitatnya ditemukan di Australia dan Indonesia. Habitat asli
burung ini adalah daerah kering hutan subtropis hingga tropis, hutan lembab
dataran rendah, dan daerah hutan bakau. Salah satu daerah konservasi cucak
timor ini adalah di taman buru Pulau Moyo, NTB.
Umumnya burung ini memakan buah-buahan dan biji-bijian, namun selain itu
terkadang burung ini juga memangsa serangga, ikan kecil, dan katak.
Burung ini menjadi maskot Kota Mataram sehingga dalam lambangnya
terdapat gambar cucak timor.
2. Walik Kembang
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Aves
Ordo: Columbiformes
Famili: Columbidae
Genus: Ptilinopus
Raja udang adalah nama umum bagi sejenis burung pemakan ikan dari suku
Alcedinidae. (Sementara penulis, dengan mengikuti taksonomi baru yang
dirintis Sibley-Ahlquist di tahun 1990an, memecah suku ini menjadi tiga suku:
Alcedinidae, Halcyonidae, dan Cerylidae).
Di seluruh dunia, terdapat kurang lebih 90 spesies burung raja-udang. Pusat
keragamannya adalah di daerah tropis di Afrika, Asia dan Australasia.
Raja-udang merupakan burung yang berukuran kecil hingga sedang. Semua
anggotanya berkepala besar; memiliki paruh yang besar pula, panjang dan
runcing, nampak kurang seimbang dengan ukuran tubuhnya yang relatif kecil.
Kaki pendek, begitu juga lehernya. Tiga jari yang menghadap ke muka, saling
melekat sebagian di pangkalnya.
Banyak dari para anggotanya yang memiliki warna cerah, terutama biru
berkilau dan coklat kemerahan, di samping warna putih. Pola warna sangat
beragam.
Kebiasaan
Sebagian jenis raja-udang hidup tak jauh dari air, baik kolam, danau, maupun
sungai. Sebagian jenis lagi hidup di pedalaman hutan.
Raja-udang perairan memburu ikan, kodok dan serangga. Bertengger diam-
diam di ranting kering atau di bawah lindungan dedaunan dekat air, burung ini
dapat tiba-tiba menukik dan menyelam ke air untuk memburu mangsanya.
Raja-udang dikaruniai kemampuan untuk mengira-ngira posisi tepat
mangsanya di dalam air, melalui bentuk lensa matanya yang mirip telur.
Raja-udang hutan kerap berdiam di kegelapan ranting pohon di bawah tajuk.
Ia memburu aneka reptil, kodok dan serangga yang nampak di atas tanah atau
di semak-semak. Mangsa dibunuh dengan memukul-mukulkannya ke batang
pohon atau ke batu, baru dimakan.
Beberapa spesies, misalnya dari marga Alcedo, kerap terlihat terbang cepat
dekat permukaan air dalam lintasan lurus, sambil mengeluarkan suara berderik
nyaring. Beberapa jenis yang lebih besar kerap mengeluarkan suara yang
keras dan kasar seperti pekikan.
Bersarang dalam lubang di tanah, tebing sungai, batang pohon atau sarang
rayap. Telur antara 2-5 butir, biasanya keputih-putihan dan hampir bundar.
Ragam Jenis
Di Indonesia terdapat sekitar 45 spesies raja-udang, yakni separuh dari
kekayaan jenis dunia. Lebih dari setengahnya, 26 spesies, hidup terbatas di
bagian timur Indonesia: Nusa Tenggara, Maluku dan Papua (Andrew, 1992).
ENDEMIK KALIMANTAN
1. Burung Murai Batu
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Passeriformes
Famili : Muscicapidae
Genus : Copsychus
Spesies : C. malabaricus
Nama binomial : Copsychus malabaricus
Burung murai batu (Copychus malabaricus) adalah anggota keluarga
Turdidae. Burung keluarga Turdidae dikenal memiliki kemampuan berkicau
yang baik dengan suara merdu, bermelodi, dan sangat bervariasi. Ketenaran
burung murai batu bukan hanya sekedar dari suaranya yang merdu, namum
juga gaya bertarungnya yang sangat aktraktif.
Habitat
Jenis-jenis murai batu yang dikenal di Indonesia adalah sebagai berikut:
Murai batu medan, Bukit Lawang, Bohorok, kaki G Leuser wilayah
Sumatra Utara. Panjang ekor 27 – 30 cm.
Murai Aceh, di kaki G Leuser wilayah Aceh. Panjang ekor 25 – 30 cm.
Murai batu Nias, panjang ekor 20 – 25 cm. Ekor keseluruhan berwarna
hitam.
Murai Jambi, hidup di Bengkulu, Sumatra Selatan, Jambi.
Murai batu Lampung, hidup di Krakatau, Lampung. Ukuran tubuh lebih
besar dari Murai Medan. Panjang ekor 15 – 20 cm.
Murai Banjar (Borneo), jenis ini paling populer di Kalimantan, karena
sering merajai berbagai lomba di Kalimantan. Penyebaran di Kalimantan
Timur dan Kalimantan Selatan. Panjang ekor 10 – 12 cm.
Murai Palangka (Borneo), panjang ekor 15 – 18 cm. Hidup di Kalimantan
Tengah dan Kalimantan Barat.
Larwo (Murai Jawa), hidup di Jawa Tengah dan Jawa Barat. Tubuh jauh
lebih kecil dari murai medan. Jenis ini sudah sangat langka ditemukan.
Panjang ekor 8 – 10 cm.