Você está na página 1de 3

ASI Eksklusif, Slogan Semu yang Jauh dari Kenyataan

Posted by soleman | 11:02 PM | medika | 0 comments »

HANANTO WIRYO
Staf Ahli Bid. Kesehatan Gubernur KDH Tk I NTB
Staf Pengajar Fak. Kedokteran Univ. Udayana Denpasar, Bali
SMF Anak RSU Mataram

ASI ekslusif adalah suatu slogan dari WHO yang artinya pemberian ASI saja tanpa pemberian
makanan padat ataupun susu bubuk sampai bayi berumur 4 bulan, dan ASI tetap dilanjutkan
setelah itu. Berbagai angka telah dikemukakan mengenai keberhasilan ASI ekslusif di suatu
daerah. Angka-angka tersebut sebagian besar diambil dari hasil penelitian secara cross seccional
yang di dalam ilmu metodologi merupalan metode yang paling lemah, karena banyak biasnya.
Cara cross seccional dilakukan dengan membagikan kuesioner kepada ibu-ibu yang mempunyai
bayi dan menanyakan apakah sampai umur 4 bulan hanya diberi ASI saja, dengan jawaban
dikotomi (ya/tidak). Dengan metode seperti ini, banyak sekali kelemahannya sehingga
menimbulkan bias, karena:

1. Ibu-ibu kadang-kadang tidak ingat betul, apalagi kalau pada waktu wawancara bayinya sudah
agak besar.
2. Pewawancara biasanya adalah kader atau petugas kesehatan. Kader/petugas kesehatan
biasanya tidak disenangi masyarakat dan masyarakat hanya mengangguk atau menyetujui apa
yang dianjurkan oleh kader/petugas kesehatan. Beberapa penelitian membuktikan bahwa
kader/petugas kesehatan hanya menyuruh dan melarang. Oleh karena itu, daripada dimarahi
lebih baik mengiyakan saja.
3. Saat wawancara kadang-kadang tidak tepat sehingga tidak memberi suasana yang kondusif
bagi ibu-ibu untuk menjawab pertanyaan.
4. Formulir kuesioner untuk wawancara tidak seragam, dan sebagainya.

Oleh karena itu, angka ASI ekslusif di Indonesia bervariasi antara 30--60%. Suatu penelitian
yang telah dilakukan di NTB dengan metode kohort, baik di daerah rural maupun urban
menunjukkan bahwa ASI ekslusif hanya berkisar ± 2% (angka resmi dari Dinas Kesehatan diatas
30%). Metode kohort merupakan metode kuat setelah randomized control trial (RCT). Karena
itu, data ASI ekslusif yang disajikan di Indonesia jauh lebih dipercaya hasilnya jika
menggunakan kohort. Taksiran kasar ASI ekslusif di Indonesia hanya berkisar di bawah 10%.

Mengapa ASI ekslusif di Indonesai di bawah 10%? Hal ini disebabkan oleh:

1. Di kota: pada waktu ini banyak sekali ibu-ibu yang bekerja, apalagi pada saat krisis moneter
lebih banyak lagi ibu-ibu yang membantu suaminya mencari nafkah, sehingga ASI ekslusif akan
menurun.
2. Di pedesaan: di daerah pedesaan dapat dibagi dalam 2 kelompok, yaitu: Pertama, kelompok
ibu-ibu pedesaan yang mampu. Inilah yang sebetulnya dapat melakukan ASI ekslusif, tetapi
banyak faktor yang mempengaruhinya, antara lain faktor sosial, kekerabatan, adat, religi, dan
sebagainya. Faktor kekerabatan sosial atau gotong royong antara lain terlihat di masyarakat di
Jawa, Sumatra, dan sebagainya. Pada waktu seorang ibu melahirkan, para tetangga berdatangan
untuk membantu merawat ibu dan bayinya tersebut. Ada yang memberi madu, kelapa muda,
pisang, nasi, dan sebagainya. Pada saat itu ibu masih kesakitan dan belum begitu kuat, sehingga
perawatan bayi dilakukan oleh nenek, keluarga suami, ataupun tetangga. Hal ini disebabkan
masyarakat di pedesaan hidup dalam kelompok-kelompok. Sebagian besar masyarakat Indonesia
menganut adat kultur patrilokal, dimana otonomi dalam keluarga di tangan suami dan ibu suami.
Seorang gadis yang sudah berumah tangga, secara otomatis akan mengikuti suaminya. Otonomi
keluarga di tangan suami, termasuk di sini adalah pemberian makanan dini pada bayi baru lahir.
Kesemuanya akan menyebabkan rendahnya ASI ekslusif. Kedua, ibu-ibu yang tidak mampu di
pedesaan yang biasanya terdiri dari buruh/buruh tani, sehingga 1--2 minggu setelah melahirkan
mereka harus membantu suaminya mencari nafkah. Sementara, bayinya dititipkan kepada
keluarga yang ada di rumah. Oleh keluarganya, bayi diberi makan pisang atau nasi pisang yang
dihaluskan, yang relatif murah dan mudah diperoleh. Sedangkan pemberian susu bubuk tidak
mungkin terbeli karena harganya mahal. Hal ini juga merupakan penyebab mengapa ASI ekslusif
tidak dapat dilakukan.

Karena itu, para petugas kesehatan, terutama dokter dan dokter spesialis anak di seluruh
Indonesia, janganlah memberikan suatu penyuluhan di mana masyarakat tidak mungkin dapat
melakukannya. Hal ini akan menyebabkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap petugas
kesehatan maupun dokter menjadi lebih besar. Di satu pihak, petugas kesehatan/dokter
mendapatkan pendidikan dengan ilmu dari Barat dan merasa bahwa ilmu yang dimiliki mutlak
benar serta dapat diterapkan di masyarakat. Mereka tidak pernah diberikan Ilmu Dasar-Dasar
Sosial, Etnografi (antropologi kesehatan), dan sebagainya. Mereka mempunyai sifat arogan
terhadap masyarakat sehingga merasa mempunyai kelas tersendiri dalam masyarakat tersebut
(klas ekslusif). Karena itu, mereka bukan menjadi panutan pada masyarakat tersebut. Sebagai
contoh, kurang berhasilnya penempatan bidan desa di desa-desa, karena masyarakat lebih senang
bersalin di dukun bayi (traditional birth attendance).

Demikian pandangan/pemikiran yang merupakan realita keadaan masyarakat Indonesia,


sehingga janganlah model pelaksanaan penyuluhan kesehatan lebih bersifat slogan yang semu
yang tidak akan menghasilkan perubahan apapun di masyarakat. Perlu kita ingat bahwa angka
kematian bayi (AKB) dan angka kematian ibu (AKI) merupakan yang tertinggi dan angka
harapan hidup yang terendah diantara negara-negara ASEAN. Semoga tulisan ini bermanfaat
untuk para sejawat dokter dan dokter spesialis anak maupun jajaran Departemen Kesehatan.

Daftar Pustaka

1. Biro Pusat Statistik Indonesai (1994). Survei Demografi dan Kesehatan di Indonesia. Makro
Internasional Inc. Calverton, Maryland, USA. Hal 209-211.
2. Departemen Kesehatan RI (1997). Profil Kesehatan Indonesia, Pusat Data Kesehatan, Jakarta.
3. Hananto W., dan Kasniyah N., (1991). Studi Etnografi Perilaku Pemberian Makanan Padat
Dini pada Bayi Baru Lahir Kualitatif dan Kuantitatif. Badan Litbang Kesehatan Depkes.
SBPPK/Plt/1991. Jakarta
4. Hananto W., (1996). Dampak Pemberian Pisang (Musa Paradisiaca) sebagai Makanan Padat
Dini dan Tidak Diberi Kolostrum terhadap Timbulnya Gejala penyumbatan Saluran Pencernaan
pada Neonatus. Disertasi untuk Memperoleh gelar derajat Doktor dalam ilmu kesehatan, 11
November 1996. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
5. USAID., 1989. Laporan Pelaksanaan Kegiatan Etnografi Propinsi Jawa Timur dan Nusa
Tenggara Barat. The Weaning Project, Nusa Tenggara Barat.
6. World Population Data Sheet (1998). Demographic Data and Estimates for the Countries and
Region of the World, Population Refernce Bureu, Washington DC

http://stetoskopmerah.blogspot.com/2009/04/asi-eksklusif-slogan-semu-yang-jauh.html

Você também pode gostar