Você está na página 1de 18

0

I. Judul Proposal Penelitian


Tinjaun Yuridis Tentang Korupsi dan Usaha Negara Dalam Pemberantasan
Korupsi.

II. Bidang Ilmu


“Socio Legal Reasearch”

III.Latar Belakang
Negara Indanesia sekarang ini sudah menjadi negara yang mempunyai
citra buruk di dunia internasional. Hal ini disebabkan karena negara kita
merupakan negara koruptor. Dua lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
lewat STAR (STeall Asset Recovery) dan bank dunia punya daftar 10 besar
kekayaan hasil curian yang disusun transparency internasional tahun 2004 lalu.
Kwik Kian Gie menyatakan bahwa per tahun kekayaan negara yang dikorupsi
jumlahnya sangat besar bahkan melebihi APBN (Kompas,2003:12). Pada masa
orde baru kebocoran uang negara masih 30 %, setelah reformasi bergulir tahun
1998 indikasi tindak pidana korupsi yang merusak perekonomian dan moral
bangsa justru semakin besar. Menurut laporan BPK, penyimpangan uang negara
sudah mencapai Rp 166,53 triliun atau sekitar 50 % pada periode Januari-Juni
2004 (Kompas,2004:23). Majalah Time menyebut estimasi angka 35 miliar dolar
AS, ditambah dengan penyalahgunaan bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)
yang diduga merugikan negara sampai 13,5 miliar dolar AS. Bahkan untuk kasus
BLBI, perkaranya sampai sekarang berjalan di tempat (www.kapanlagi.com/5
April 2008). Lebih ironis lagi ketika Indonesia tercatat sebagai negara kelima
Mantan Presiden Soeharto menempati urutan pertama dengan besar kekayaannya
mencapai 15-35 miliar dollar AS (Kompas,2007:10). Selama pemerintahan
Presidan Soeharto birokrasi yang ada telah dijadikan sumber untuk memperkaya
diri. Tindak pidana korupsi telah menghancurkan birokrasi dan sistim hukum di
negara kita. Ada sumber dari PERC (Political and Economic Consultancy) yang
menyatakan tentang korupsi di Indonesia menempati urutan nomor tiga dengan
jumlah kekayaan sebesar 8,03 miliar dolar AS (Kompas,2008:10). Korupsi yang
ada di Indonesia merupakan jenis mercenary corruption. Mercenarry corruption
adalah tindakan korupsi yang dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan
pribadi, hal itu bisa terjadi karena adanya bentuk penyalahgunaan wewenang dan
1

kekuasaan (Guy, Benvineske,2000:110). Jenis korupsi ini telah terjadi dari


birokrasi pusat hingga birokrasi bawah. Moral pejabat yang telah hancur
merupakan salah satu sebab terjadinya korupsi. Birokrasi yang seharusnya
dijadikan sarana atau alat untuk menciptakan tatanan pemerintahan yang baik
malah dijadikan sarana bagi koruptor untuk memperkaya diri sendiri. Partai
politik yang telah hancur ideologinya yaitu berupa politik merit sistim dijadikan
sebuah perusahaan bagi koruptor, karena akibat ideologi yang telah hancur bisa
menciptakan kader-kader dari partai politik yang cenderung melakukan tindak
pidana korupsi. Selain birokrasi dalam partai politik birokrasi yang ada dalam
sistim peradilan kita juga telah hancur. Adanya mafia peradilan telah mempunyai
dampak besar berupa kehancuran supremasi hukum di negara kita. Faktor berupa
sistim dan kegiatan merupakan penyebab utama adanya mafia peradilan. Sistim
itu dapat terealisasi dalam wujud puvoir eksekutif yaitu tiap kegiatan pejabat
sebelum mereka mendududuki sebuah jabatan memerlukan uang untuk meraih
jabatan itu, jadi setelah memperoleh jabatan, mereka tidak lagi memikirkan tugas
yang mereka emban untuk menyejahterakan rakyat. Suap-menyuap merupakan
kegiatan yang telah ikut berperan menyebabkan adanya mafia peradilan. Adanya
realita yang terjadi di negara kita sekarang ini, seharusnya menjadikan aparat
penegak hukum lebih tegas dalam melakukan pemberantasan korupsi. Para
pejabat pemerintah harus lebih fokus dalam memikirkan kesejahteraan rakyat dan
jangan sampai menyimpang dari tugas yang telah diberikan konstitusi pada
mereka. Hukum dan peratuaran yang ada seharusnya lebih dioptimalkan untuk
ditaati, sehingga moment opname dalam hukum dapat terwujud. Agar dalam partai
politik tidak dijadikan sebagai alat untuk melakukan tindak pidana korupsi, maka
ideologinya harus diliuruskan dahulu. Jika itu sudah terwujud maka akan dapat
menciptakan kader-kader yang berkualitas. Adanya Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) kinerjanya harus difokuskan untuk menata birokrasi dari ancaman
para koruptor. Sangsi yang tegas harus diberlakukan bagi koruptor agar mereka
jera dalam melakukan korupsi. Semua element bangsa dari pejabat pemerintah,
aparat penagak hukum dan rakyat harus saling bekerja sama dalam memberantas
tindak pidana korupsi. Jika itu dapat dilakukan maka usaha pemberantasan
korupsi akan bisa berjalan dengan optimal dan pada akhirnya birokrasi kita akan
berjalan sesuai dengan rule of game yang ada.
2

IV. Perumusan Masalah


Dari uraian yang ada pada latar belakang di atas maka dapat di ambil beberapa
rumusan permasalahan yaitu:
1) Apakah yang menjadi penyebab utama terjadinya korupsi dan apa saja
substansi yang terkandung di dalamnya?
2) Apa yang menjadi penyebab utama Korupsi dapat dengan mudah menyebar
di dalam birokrasi di Indonesia?
3) Bagaimanakah prosedur terjadinya korupsi itu?
4) Apa saja usaha yang dilakukan oleh negara dalam usaha melakukan

V. Tujuan
1) a. Mendapatkan pengetahuan tentang gejala korupsi dan sebab-sebab
terjadinya korupsi.
b. Mendapatkan pengetahuan yang lebih mendalam mengenai korupsi dan
substansi apa saja yang terkandung dalam tindak pidana korupsi.
2) Untuk menggambarkan secara lengkap mekanisme dan prosodur kerja dari
adanya korupsi sehingga dapat dengan mudah menyebar pada sistem birokrasi
negara Indonesia.
3) Untuk menggambarkan langakah-langkah strategis apa sajakah yang diambil
oleh negara untuk memberantas korupsi, selain itu penulis juga ingin
memaparkan cara-cara yang disunakan oleh hukum pidana dalam upaya
memberantas terjadinya korupsi.

VI. Manfaat
1. Manfaat Teoretis
a. Memberikan sumbangan pemikiran dan ide-ade kreatif bagi
pengembangan ilmu hukum dan sistem hukum di Indonesia, dalam hal ini
kaitannya dengan usaha pemberantasan tindak pidana korupsi di
indonesia.
b. Menambah referensi ilmu pengetahuan tentang kajian mengenai tindak
pidana korupsi kaitannya dengan reformasi birokrasi pada sistem hukum di
Indonesia.
3

2. Manfaat Praktis
a. Dengan memperoleh deskripsi yang komperhensif tentang korupsi dan
upaya pemberantasan tindak pidan korupsi yang sekarang ini dilakaukan
oleh Negara, sehingga dapat memberikan kontribusi tentang apa yang
harus dilakukan oleh Negara dalam melakukan pemberantasan korupsi
b. Dengan adanya sumbangan pemikiran ini diharapkan dapat memberi
solusi dan pemecahan permasalahan guna mereformasi sistem birokrasi
Negara yang telah hancur.

VII. Tinjauan Pustaka


1. Tinjauan Tentang Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan UU No. 3 Tahun
1971 dan KUHP.
1) Tinjauan tentang tindak pidana korupsi
Pengertian tindak pidana korupsi berdasarkan UU No.3 tahun 1971 adalah
sesuai dengan rumusan pasal 1 ayat ( 1 ) butir a :
“Korupsi adalah perbuatan yang barang siapa melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang
secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara dan atau
perekonomian negara atau diketahui atau patut disangka olehnya bahwa
perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.”
(Pudjiarto, Harum, 1997: 55)

Unsur-unsur tindak pidana yang terkandung didalamnya adalah:


a. Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu badan.
Perbuatan korupsi merupakan salah satu cara untuk memperkaya diri
sendiri. Biasanya koruptor dalam melakukan kejahatan korupsi tidak pernah
memikirkan kepentingan rakyat, tetapi hanya memikirkan kepentingan
pribadinya. Korupsi dapat dihubungkan dengan pasal 18 ayat 2 yang
memberikan kewajiban kepada terdakwa untuk memberikan keterangan
tentang sumber kekayaan, sehingga kekayaan yang tidak seimbang dengan
penghasilannya atau penambahan kekayaan itu dapat digunakan untuk
4

memperkuat saksi lain bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana


korupsi.
b. Perbuatan itu bersifat melawan hukum
Korupsi merupakan perbuatan yang bersifat melawan hukum, karena telah
bertentangan dengan undang-undang terutama undang-undang tentang
pemberantasan korupsi. Pengertian perbuatan melawan hukum ini berarti
perbuatan itu telah malawan ketentuan hukum baik secara formal maupun
material. Pengertian melawan hukum secrara formal ini oleh seorang ahli
hukum Simons mengemukakan :
”Perbuatan melawan hukum secara formal adalah ketidakadaan dari
perbuatan yang dilakukan itu termasuk dalam suatu larangan atau pun suatu
keharusan hanya dapat diterima apabila untuk pengecualian atas
perbuatannya itu landasannya dapat ditemukan di dalam hukum yang
berlaku terhadap ketentuan pelanggaran yang umum.” (Pudjiarto, Harum,
1997: 59).
c. Perbuatan itu secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan
negara dan perekonomian negara.
Adanya korupsi itu secara tidak langsung telah menghambat pembagunan
nasional karena uang yang seharusnya digunakan untuk pembangunan
malah digunakan untuk kepentingan pribadi, sehingga uang negara itu tidak
berfungsi sebagaimana yang di harapkan. Maksud dari telah merugikan
perekonomian negara adalah adanya korupsi telah mengganggu proses
produksi, distribusi sandang pangan, dan mengganggu ekspor impor dan hal
itu menyebabkan terjadinya inflasi. Sesuai UU No.7 Drt Tahun 1995
(Undang Undang Tindak Pidana Ekonomi), maka barang siapa yang
melakukan perbuatan penyelundupan yang dapat merusak tata kehidupan
perekonomian perbuatan itu dapat tergolang perbuatan korupsi (Pudjiarto,
Harum, 1997: 62)

2) Tinjauan Tindak Pidana Korupsi dari KUHP


”Seorang pegawai negeri atau orang lain yang ditugasi menjalankan suatu
dinas umum terus-menerus atau untuk sementara waktu yang dengan sengaja
menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya,
atau memberikan uang atau surat berharga itu diambil atau digelapkan oleh
5

orang lain, atau menolong sebagai pembantu dalam melakukan perbuatan


tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.”(Moeljatno,
2005: 99). Beradasarkan pasal tersebut dapat diambil suatu makna yaitu
seorang pegawai negeri atau orang lain dengan memanfaatkan jabatannya
dapat melakukan perbuatan tindak pidana korupsi. Perbuatan itu antara lain
dapat berupa penggelapan kas negara yang seharusnya digunakan untuk
kepentingan rakyat tapi malah digunakan untuk kepentingan pribadi. Selain itu
korupsi tidak hanya meliputi penggelapan uang tapi juga penggelapan surat
berharga. Pasal tersebut juga menjelaskan adanya sangsi atas perbutan tindak
pidana korupsi. Dengan sangsi tersebut maka diharapkan dapat menimbulkan
efek jera bagi pelaku korupsi.

2. Jenis-Jenis Tindak Pidana Korupsi


1) Discretionery corruption
Suatu jenis korupsi yang dilakukan karena adanya kebebasan dalam
menentukan kebijakan sekalipun nampaknya bersifat sah, bukanlah praktek-
praktek yang dapat diterima oleh para anggota organisasi; contohnya
pemberian janji kepada kulit putih dan hitam oleh para pejabat, ia menganggap
orang kulit putih lebih pandai dan berkemampuan. Ini merupakan peluang
untuk korupsi, walaupun celahnya sangat kecil dan tindakan ini tak ada aturan
yang dilanggarnya. Jenis korupsi ini sangat sulit untuk dideteksi kajian
kebenarannya karena disebabkan kita tidak dapat dengan mudah memastikan
kapan ia akan berlangsung.
2) Ilegal Corruption
Suatu tindakan yang ditujukan untuk mengacaukan bahasa/maksud-maksud
hukum, peraturan dan norma-norma yang telah ada. Jenis korupsi ini bisa saja
dilakukan seseorang dengan tingkat efektifitas tertentu. Namun, sebaliknya ia
jauh lebih mungkin untuk dikendalikan. Untuk melakukan jenis korupsi ini
diperlukan tingkat korupsi yang cermat dan teliti.
3) Mercenery Corruption
Tindakan korupsi yang dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan pribadi,
jenis korupsi ini meliputi uang sogok dan semir. Korupsi inilah yang dianggap
sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan dengan alasan
untuk memperoleh keuntungan material dan politik. Kekuasaan dijadikannya
6

mesin pemeras dan kekuasaan itu telah jadi ilegal karena kekuasaan untuk
mengeluarkan kebijaksanaan. Contohnya: menerima uang dari kontraktor yang
baru saja memenangkan tender proyek pemerintah.
4) Ideological Corruption
Suatu jenis korupsi, baik yang bersifat ilegal maupun discrisionery, yang
dimaksudkan untuk mengejar tujuan-tujuan kelompok. Episode Watergate
adalah suatu skandal yang dilakukan oleh sejumlah individu yang lebih
memberikan komitmen idiologis mereka kepada Presiden Nixon ketimbang
kepada UU dan hukum perubahan norma-norma tentang korupsi
mencerminkan adanya pandangan-pandangan dimana suatu jenis tindakan
yang sebelumnya dianggap sebagai korupsi kini tak lagi dianggap demikian.
Pada abad ke-17 gejala seperti ini berlaku di Perancis dimana mahkota raja
seringkali menjual jabatan-jabatan penting pada anggota keluarga/teman
dekatnya yang dapat digunakan sebagai sarana ampuh untuk memperkaya diri.
Istilah “in the know” adalah suatu istilah yang mengacu pada keadaan dimana
seseorang mengetahui bagaimana tindak pidana korupsi itu dilakukan orang,
mengetahui kapan dan dimana uang suap bisa diterima, biasanya korupsi yang
dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan pribadi adalah jenis pribadi, jenis
korupsi korupsi yang paling sering dalam pemberitaan, dalam hal ini orang-
orang yang mengetahui terjadinya korupsi seperti ini justru adalah orang-
orang yang melakukannya sedangkan orang-orang lain yang tidak terlibat
tetap tidak mengetahuinya. Korupsi yang bersifat idiologis adalah jenis
korupsi yang umum diketahui orang dan seringkali diperbincangkan dalam
organisasi. Contoh: orang tidak dapat dipromosikan ke dalam jabatan karena
pemikiran/idenya kurang bagus.

3. Sebab-sebab terjadinya tindak pidana korupsi dan substansi yang


terkandung didalamnya
1) Akar Masalah Penyebab Korupsi
Pendekatan ekonomi menunjukkan bahwa fenomena korupsi tidak
hadir sebagai "hasil" produksi tetapi "mengganggu" di dalam suatu proses
produksi. Ketika suatu perekonomian sedang menjalankan proses produksi,
korupsi menampakkan dirinya dalam bentuk mark-up proyek, pemberian suap,
kolusi, nepotisme (Klitgaard,2001:90). Dampaknya dapat mempengaruhi
7

struktur biaya produksi, yang pada akhirnya akan meningkatkan harga yang
harus dibayar oleh konsumen untuk mendapatkan barang dan jasa. Secara
politik korupsi mempengaruhi proses pilihan-pilihan publik, sehingga terjadi
distorsi dalam penyediaan barang dan jasa publik.
Dalam suatu rezim pemerintahan yang sangat kleptokratik atau dalam
pemerintahan yang mendapat tekanan dari kelompok kejahatan serta dalam
suatu pemerintahan yang dipimpin oleh diktator (dictatorships), maka biaya
untuk membasmi korupsi sangat besar (Polinsky, A. Mitchel dan Shavel,
steven,1999:135). Langkah pertama harus menumbangkan rezim atau minimal
mengurangi pengaruh dari rezim, selanjutnya mengganti birokrat yang korup,
serta perlu juga dilakukan penggantian semua regulasi-regulasi yang tak
menguntungkan. Mungkin dalam jangka panjang akan memberikan dampak
yang baik dalam suatu perekonomian, tetapi dalam jangka pendek akan terjadi
goncangan-goncangan ( social disorder) dalam masyarakat (Charap, Joshua
dan Harm, Christian, 1999, Coolidge dan Ackerman, 1996). Fakta di
Indonesia menunjukkan hal sama, ketika pada tahun 1998 gerakan mahasiswa
menghendaki digantinya rezim yang berkuasa karena dituduh sangat korup
sehingga perekonomian negara menjadi terpuruk, yang dibuktikan dengan
lamanya pemulihan ekonomi.   
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat korupsi sangat banyak dan
sangat tergantung bagaimana kita mendefinisikan korupsi. Secara garis besar
Tanzi (1998) membagi menjadi dua yaitu: faktor yang mempengaruhi korupsi
secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung korupsi dipengaruhi
oleh: Satu: Berbagai aturan dan pemberian hak oleh pemerintah, banyak
negara di dunia yang membuat peraturan yang berbelit-belit sehingga untuk
mengurus suatu ijin atau mendapatkan hak atas suatu sumber daya ekonomi
harus melalui jalur birokrasi yang panjang. Dua: Perpajakan, dalam
pemungutan pajak diperlukan hubungan antara tax payer dengan tax inspector
. Jika antara tax payer dan tax inspector saling berkolusi untuk mengurangi
jumlah pajak yang harus dibayarkan ke negara, maka terjadi permasalahan
dalam administrasi perpajakan (Sanyal, dkk; 1998). Tiga: Keputusan tentang
besarnya pengeluaran publik, Korupsi dapat mempengaruhi pengeluaran
publik. Korupsi berhubungan erat dengan penyediaan barang dan jasa publik.
8

Secara tidak langsung korupsi dipengaruhi oleh: Satu: Kualitas


birokrasi, banyak jabatan dalam birokrasi yang memberikan banyak
keuntungan, sehingga nepotisme, kolusi, patronage banyak terjadi. Dua:
Tingkat gaji birokrat, Tingkat gaji yang rendah padahal birokrat tersebut
mengelola uang negara yang banyak, sehingga banyak godaan untuk
melakukan korupsi. Tiga: Institusional control, pemberian reward dan
punishment, sehingga birokrat menjadi termotivasi untuk menjadi lebih baik
dan takut untuk berbuat yang melanggar peraturan.

2) Hakikat dan substansi dari tindak pidana korupsi


Berawal dari pejabat negara yang telah memasuki politik merit sistem
yang telah hancur, maka tindakan korupsi telah mencapai pada titik puncak
dari tindak pidana. Tindakan korupsi yang dilakukan oleh para pejabat itu
bertujuan untuk memperkaya diri sendiri tanpa memikirkan kepentingan
rakyat. Tindakan inilah yang dianggap sebagai bentuk penyalah gunaan
wewenang dan kekuasaan yang dilakukan pejabat negara untuk memperoleh
keuntungan materiil. Adanya politik kekuasaan dijadikannya sebagai alat
pemeras dan saya pikir kekuasaan itu telah jadi ilegal karena adanya
kekuasaan itu untuk mengeluarkan kebijaksanaan telah diproduksi oleh
pemerintah. Korupsi telah merajalela dari birokrasi tingkat bawah sampai atas.
Semua anggota dalam sebuah institusi juga telah dalam mercenary corruption
dengan mengabaikan prinsip keadilan hukum yang mereka emban. Hal ini
terbukti tindakan korupsi dijadikan sebagai mata pencaharian lembaga yang
mereka kuasai dijadikan sebagai alat, dan kekuasaan merupakan alat
pemerasnya. Pada cabang ideologi corruption inilah telah membawa puncak
kehancuran, ini telah di buktikan deangan adanya zaman orde baru yang
bertahan selama 32 tahun. Kekuasaan politik sangat identik dengan sarang
koruptor dan tindak pidana korupsi Politik identik dengan uang, dan uang
digunakan alat untuk dapat memahami politik. Setelah bisa berpolitik maka
kekuasaan merupakan sasaran utamanya. Bagi sang koruptor, kekuasaan yang
telah diperolehnya merupakan suatu perusahaan. Sang koruptor mengibaratkan
perusahaan itu sebagai tempat penanaman modal dan investasi jangka panjang.
Otomatis sang koruptor berusaha dengan segala upaya untuk bisa mengeruk
kekayaan yang sebanyak–banyaknya dari perusahaan itu. Koruptor itu hanya
9

berpikir untuk memperkaya dirinya sendiri tanpa mau tahu apa yang dilakukan
itu salah atau benar. Kekuasaan politik yang otoriter telah berubah menjadi
kekuasaan politik yang oligarki. Para kader parpol itu setelah menduduki
jabatan dalam pemerintahan maka moralnya telah terdidik menjadi koruptor.
Kekuasaan adalah kesempatan seseorang atau kelompok-kelompok orang
untuk menyadarkan masyarakat akan kemauan-kemauannya sendiri sekaligus
menerapkannya terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari golongan-
golongan tertentu. Bertolak dari pengertian itu maka kekuasaan adalah
merupakan kesempatan bagi sang koruptor untuk melakukan korupsi. Arti
kesempatan itu bagi koruptor merupakan jalan setan dan kejahatan, tapi karena
moralnya sudah terdidik untuk menjadi koruptor sekalipun jalan itu salah tetap
saja mereka lakukan.

4. Prosedur Tindak Pidana Korupsi


Pada masa rezim orde baru pada jenis ideological corruption awal
terjadinya korupsi. Prosedurnya adalah demikian birokrasi yang ada dijadikan
sebagai ladang korupsi. Kejadian ini berawal dari pancasila dijadikan kebijakan
asaz tunggal, sehingga partai poitik yang ada tidak dapat menggunakan
ideologinya untuk mengikat konstitusi. Akibat dari hal itu adalah birokrasi benar-
benar menjadi institusi yang dominan dalam sistim politik Indonesia. Adanya
fenomena ini mendorong individu-individu didalamnya untuk melakukan korupsi.
Selain itu memang sistim birokrasi di negara kita sudah rusak hal ini terbukti pada
praktek berupa sistim birokrasi itu sendiri dan aktivitasnya. Terjadinya korupsi
melalui sistim yang ada dalam birokrasi maksudnya adalah seorang pejabat
sebelum ia menjadi pejabat memerlukan modal yang sangat besar untuk meraih
kekuasaan seperti yang ia inginkan. Setelah kekuasaanya didapat ia tidak lagi
memikirkan apa yang seharusnya dilakukan sebagai pejabat tapi ia hanya
memikirkan bagaimana agar bisa balik modal. Tugas utama untuk mengabdi
kepada rakyat malah diabaikan, ia selalu berusaha bagaimana caranya agar
memperoleh uang banyak. Dengan demikian, segala bentuk cara dan upaya ia
lakukan sekalipun perbuatan itu harus menguras uang rakyat. Koruptor semacam
inilah yang harus diwaspadai karena lama-kelamaan birokrasi dalam pemerintahan
akan hancur.
10

Budaya kekuasaan yang lain adalah bagi seorang pejabat yang telah punya
modal dan uang banyak maka untuk menjaga kekuasaanya ia tidak segan-segan
melakukan penyuapan. Misalkan pejabat itu telah terbukti melakukan korupsi,
maka ia akan memberikan sejumlah uang pada pihak-pihak yang akan melakukan
pemeriksaan pada dirinya. Sasarannya adalah badan-badan peradilan seperti
pejabat-pejabat yang ada dalam Departemen Kejaksaan, dan Departemen
Kehakiman. Dari titik awal inilah terjadi mafia peradilan yang telah
menghancurkan hukum di Indonesia. Pejabat yang beruang itulah yang menang
dan sang koruptor itu akan tetap terjaga dalam pemerintahan selama kekuasaan
dan uang masih dipegang. Budaya kekuasaan akan tetap berjalan selama struktur
politik dan birokrasi dijadikan ladang kekuasaan belaka.

5. Tindakan Negara dan Hukum Pidana Dalam Usaha Pemberantasan Korupsi


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga negara yang
bertugas untuk melakukan pemberantasan korupsi harus bisa menjalankan
tugasnya dengan baik. Agar pemberantasan dapat berjalan efektif maka KPK
harus melakukan kerjasama dengan masyarakat, LSM, maupun aparat penegak
hukum negara lain, karena tindak pidana korupsi tidak seharusnya dipandang
semata-mata urusan kejaksaan dan kepolisian, tetapi hendaknya diupayakan
dengan adanya keterlibatan masyarakat secara optimal. Pelacakan aset juga
membutuhkan data-data yang akurat, dalam mengumpulkan dan menginvestigasi
aset tersebut alangkah lebih baik juga adanya kerja sama dengan masyarakat,
organisasi non-pemerintah, maupun LSM. Untuk aset yang berada di luar negeri
dapat ditempuh dengan meminta bantuan aparat penegak hukum negara lain yang
bersangkutan tempat aset disembunyikan. Selain itu KPK seharusnya juga
melakukan kerjasama dengan kelembagaan lain agar tidak terjadi tumpang tindih
wewenang dalam upaya mengembalikan aset hasil tindak pidana korupsi.
Menghadapi tindak pidana korupsi terorganisasi dan bersifat lintas batas territorial
yang sulit pembuktiannya diperlukan koordinasi lintas kelembagaan penegakan
hukum. Dalam menghadapi tindak pidana korupsi yang sudah sistemik dan
meluas diperlukan kerjasama yang intensif dan berkesinambungan antara lembaga
penegakan hukum baik pada tingkat nasional maupun pada tingkat bilateral dan
multilateral. Upaya kerjasama itu dapat dilakukan dengan lembaga lain antara
lain dengan :
11

a. Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan khusus untuk mengadili


tindak pidana korupsi.
Strategi pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini sudah
memadai dengan pembentukan KPK dan sekaligus Pengadilan khusus untuk
memeriksa dan mengadili perkara korupsi. Koordinasi penegakan hukum
antara kepolisian, kejaksaan, KPK dan Pengadilan khusus korupsi juga perlu
dilakukan untuk menumbuhkan visi dan misi serta persepsi yang sama tentang
penting dan urgennsinya pemberantasan korupsi.
b. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
Untuk melakukan pelacakan aset, KPK dapat melakukan kerja sama dengan
PPATK baik untuk melacak aset pada tingkat nasional maupun di luar negeri.
c. Bank Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan dan Lembaga
Perbankan di Indonesia.
Kasus-kasus tindak pidana korupsi selalu melibatkan aktivitas perbankan dan
juga keterangan ahli dan pembuktian yang memadai sehingga diperlukan
kerjasama antara Bank Indonesia, BPK, atau pimpinan perbankan.

Hukum pidana dalam upaya pemberantsan korupsi yaitu dapat kita kaji
dahulu melalui Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP). Tindak pidana
korupsi merupakan tindak pidana khusus,yang artinya belum di atur dalm Kitab
Undang Undang Hukum Pidana. Kalau kita lihat dari buku I (tentang ketentuan
umum ”Pasal 1-103”), buku II (tentang pelanggaran), buku III (tentang kejahatan
”Pasal 489-569”), aturan korupsi belum ada. Ketentuan tentang itu hanya diatur
dalam peraturan perundang-undangan saja, sebagai contoh UU No.31 tahun 1999
jo UU No. 20 tahun 2001. Tindak pidana korupsi merupakan pelanggaran
terhadap tindak pidana, karena jika ditinjau dari pengertian hukum pidana adalah
segala bentuk pelanggaran dan kejahatan terhadap kepentinagan umum. Saya pikir
tindakan itu merupakan kejahatan terhadap kehidupan sosial, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Pelaku tindakan mercanery corruption harus diberi
sangsi yang tegas, adanya hukum harus bisa moment opname agar tujuan
diciptakannya hukum bisa terealisasi. Adanya aturan pidana harus bisa berfungsi
sosial dalm arti bisa menjamin adanya ketertiban masyarakat. Mengenai unsur
yang ada dalam korupsi dapat berupa kesalahan, tapi berdasarkan makna dari
undang-undang No. 20 tahun 2001 maka bagi pejabat yang telah melakukan
12

korupsi jelas salah menurut aturan itu, karena telah melakukan upaya memperkaya
diri dan telah merugikan negara. Hal ini senada dari isi pasal 6 ayat 2 undang-
undang kekuasaan kahakiman (UU No.14 tahun 1970) yang berbunyi :
”Tiada seorang juapun dapat dijatuhi pidana kecuali apabila pengadilan, karena
alat pembuktian yang syah menurut undang-undang mendapat keyakinan bahwa
seseorang dianggap dapat bertanggung jawab telah barsalah atas perbuatannya
yang dituduhkan atas dirinya dan unsur kesalahan itu sangat menentukan akibat
dari perbuatan seseorang”(Sudarto, 1990: 85).

Melalui jalur pidana pemberantsan korupsi dapat berpedoman pada pasal 47


Konvensi Anti Korupsi (KAK) tahun 2003 maka KPK punya wewenang untuk :
Tahap Pelacakan aset, tujuan pelacakan aset ini adalah untuk menidentifikasi aset,
lokasi penyimpanan,bukti kepemilikan aset, dan hubungannya dengan tindak
Kasus-kasus tindak pidana korupsi selalu melibatkan aktivitas perbankan dan juga
keterangan ahli dan pembuktian yang memadai sehingga diperlukan kerjasama
antara Bank Indonesia, BPK, atau pimpinan perbankan.

VIII. Metode Penelitian


Metode merupakan cara utama yang digunakan untuk mencapai suatu
tujuan, untuk mencapai tingkat ketelitian, jumlah dan jenis yang dihadapi. Akan
tetapi dengan mengadakan klasifikasi yang berdasarkan pada pengalaman, dapat
ditentukan teratur dan terpikirnya alur yang runtut dan baik untuk mencapai suatu
maksud. Adapun pengertian dari metode penelitian adalah suatu tipe pemikiran
yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian, hali itu dapat diartikan sebagai
suatu tehnik yang umum bagi ilmu pengetahuan atau dengan kata lain cara
tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur (Soekanto, Serjono.2006:5).
Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian sosial, studi
mengenai hukumnya bersifat eksplanatif dan deskriptif, hal ini digunakan karena
penelitian eksplanatif berusaha untuk menjelaskan tentang adanya hubungan dua
variabel, sedangkan pada penelitian deskriptifhanya menggambarkan hubungan
veriabel tunggal saja.

1) Jenis Penelitian
13

Penelitian yang dikerjakan penulis termasuk dalam jenis penelitian


yuridis sosiologis yang bersifat deskriptif analisis, yaitu dengan cara
menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam upaya
pemberantasan korupsi dengan teori hukum yang relevan dan praktek
pelaksanaannya untuk dan kemudian dihubungkan dengan permasalahan yang
ditelitian. Penelitian yuridis normatif disini menggunakan pendekatan
doktrinal dan non-doktrinal, kedua pendekatan ini digunakan untuk
menghindari ketimpangan dalam mengkaji hukum karena di satu sisi hukum
tidak bisa melepaskan diri dari cirinya yang normatif, tetapi juga tidak
selamanya murni yuridis. Adapun penelitian yang digunakan adalah sebagai
berikut:
1) Penelitian eksploratis yaitu suatu jenis penelitian tentang suatu gejala yang
akan diselidiki masih kurang sekali atau bahkan tidak ada.
2) Penelitian deskriptif yaitu suatu penelitian untuk menggambarkan suatu
peristiwa atau untuk memberikan data atas peristiwa itu, terutama untuk
memperjelas hipotesa-hipotesa agar dapat membantu dalam memperkuat
atas teori-teori yang ada.
3) Penelitian eksplanatif yaitu suatu penelitian untuk menjelaskan hipotesa-
hipotesa tertentu.
4) Penelitian diagnostik yaitu bentuk penelitian untuk menyelididiki
mengenai sebab-sebab terjadinya suatu gejala atau beberapa gejala
(Seokanto, Soerjono, 2006:10).

2) Metode Penelitian
Metode peneitian yang digunakan adalah metode observasi yaitu suatu metode
yang diperoleh dengan dua cara:
1) Mengguanakan “human observer”
2) Secara langsung memperoleh respon dari subjek-subjek melalui
pertanyaan-pertanyaan (Purwadi, Hari, 2008:1).

3) Data yang diteliti dan tipe-tipenya


Berhubung penelitian ini bersifat sosial maka data yang penting dapat
diklasifikasikan ke dalam beberapa tipe data dan sub klasifikasinya yaitu
sebagai berikut:
14

1) Perilaku verbal yaitu perilaku yang disampaikan secara lisan dan


kemudian dicatat, misalnya pencatatan hasil wawancara yang dilakukan
tehadap responden.
2) Perilaku nyata dan ciri-cirinya yang dapat diamati, misalnya interaksi antar
dua orang, ciri-ciri badaniyah seseorang pencatatn terhadap frekuensi
perbuatan-perbuatan tertentu (Soerjono Soekamto,2006:7)
Berdasar dari kajian tersebut maka penulisan ini dapat menggunakan:
1) Populasi target dan sampel, penelitian ini objeknya adalan mahasiswa
Fakultas Hukum angkatan 2007, penulis menggunakan sistem wawancara
langsung ke beberapa orang mahasiswa yang dapat representatif dari
seluruh mahasiswa itu, penulis menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan
korupsi dan penyebab dari tindak pidana korupsi.
2) Lokasi targetnya adalah ruang dua gedung dua dari fakultas hukum.
Mengenai jenis kedua dari penelitian di atas yaitu dengan melihat dan
mengamati perilaku para pajabat pemerintah yang melakukan tindak pidana
korupsi baik lewat dari surat kabar maupun televisi.

4) Macam-Macam Data
1) Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya yaitu
data dari beberapa mahasiswa UNS yang ditanya secara langsung
menegenai hal-hal yang berkaitan dengan tema penelitian.
2) Data sekunder adalah data yang bersumber dari media tulis seperti
buku, majalah, arsip, koran, foto, gambar dan hasil penelitian arsip yang
sesuai dengan tema penelitian.

5) Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif secara umum dapat
dikelompokkan ke dalam dua cara yaitu teknik pengumpulan data yang
bersifat interaktif dan non-interaktif (Sutopo, 2002 : 58).
Dalam penelitian kali ini peneliti menggunakan teknik non-interaktif termasuk
di dalamnya adalah
a. Observasi langsung
yaitu suatu teknik pengumpulan data yang mana peneliti dapat memahami
langsung tentang objek penelitian. Observasi ini bersifat formal ataupun
15

informal untuk mengamati secara kualitatif terutama yang menyangkut


hal-hal yang berkaitan dengan adanya tindak pidana korupsi.
b. Wawancara mendalam
Dilakukan untuk memperoleh data secara detail. Agar wawancara dapat
mengalir dengan baik. Maka teknik wawancara tidak dilakukan dengan
struktur yang ketat dan informal, agar informasi yang diperoleh penuh
dengan kejujuran dan kedalaman yang cukup.
c. Dokumentasi
Pengumpulan data untuk memperoleh data sekunder dengan cara melihat
kembali berbagai literatur atau dokumentasi yang relevan dengan
penelitian ini.

6) Teknik pengambilan data


1) Populasi
Populasi adalah keseluruhan daripada unit-unit analisis yang memiliki
spesifikasi atau ciri-ciri tertentu (Slamet, 2006:40). Adapun yang menjadi
populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa UNS dan orang-
orang yang berkompetan dalam wawasan mengenai tindak pidana korupsi.
2) Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi suatu penelitian yang meskipun
jumlahnya relatif kecil, tetapi harus dapat mewakili ciri-ciri dan sifat-sifat
keseluruhan populasi itu (Ucjana, 1989:318). Sampel yang diambil dalam
penelitian ini bukan sesuatu yang mutlak, artinya yang akan diambil dalam
penelitian ini bukan mewakili populasi tapi sampel yang berfungsi untuk
menggali beragam informasi serta menemukan sejauh mungkin informasi
penting yang diperlukan dalam penelitian ini yang disesuaikan dengan
kebutuhan di lapangan.
3) Non random sampling adalah tiap unit data populasi tidak punya
kesempatan sama, pada penelitian ini memakai “haphazard sampling”
yaitu penarikan sampel berdasarkan kebetulan saja.
16

IX. DAFTAR PUSTAKA


Buku :
Charap, Joshua dan Harm Cristian. "Institutionalized Corruption And The
Kleptocratic State." IMF Working   Paper. WP/99/91, Juli, 1999.
Guy, Benveniske. 2000. Birokrasi . Jakarta: PT Raja Grafindo
Klitgaard, Robert. "Controlling Corruption." (Terjemahan Hermoyo: Membasmi
Korupsi) Yayasan Obor Indonesia, 2001.
KPK. 2006. Memahami Untuk Membasmi Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: KPK
Moeljatno. 2005. KUHP. Jakarta: PT bumi aksara
Pudjiarto, Harum, 1997. Memahami Politik Hukum di Indonesia. Yogyakarta:
Universitas Atmajaya Yogyakarta
Slamet, Yulius. 2007. Metode Penelitian Sosial. Surakarta: UNS press.
Sutopo, H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Sebelas Maret University Press,
Surakarta.
Sudarto, 1990. Hukum Pidana 1. Semarang: Yayasan Sudarto d/a Fakultas Hukum
Undip Semarag
Soekanto,Soerjono. 2006. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas
Uchjana, Onong. 1989. Kamus Komunikasi. Bandung: CV. Mandar Maju.

Koran :
Kompas, 2 Februari 2003, halaman 12
Kompas, 2 Oktober 2004, halaman 6
Kompas, Jumat 21 September 2007, halaman 10
Kompas, Selasa 11 Maret 2008, halaman 10

Internet :
Blog Spot dari Hari Purwadi.2008. Legal dan Socio Legal Researh, hal.16
http://www.kapanlagi.com/5 April 2008
http://www.kpk.co.id

Undang-Undang :
UU No.3 tahun 1971
UU No.14 tahun 1970 tentang Kekuasaan Kahakiman
UU No.7 Drt Tahun 1995 tentang Tindak Pidana Ekonomi
17

UU No.31 tahaun 1999 jo UU No. 20 tahaun 2001

Você também pode gostar