Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
III.Latar Belakang
Negara Indanesia sekarang ini sudah menjadi negara yang mempunyai
citra buruk di dunia internasional. Hal ini disebabkan karena negara kita
merupakan negara koruptor. Dua lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
lewat STAR (STeall Asset Recovery) dan bank dunia punya daftar 10 besar
kekayaan hasil curian yang disusun transparency internasional tahun 2004 lalu.
Kwik Kian Gie menyatakan bahwa per tahun kekayaan negara yang dikorupsi
jumlahnya sangat besar bahkan melebihi APBN (Kompas,2003:12). Pada masa
orde baru kebocoran uang negara masih 30 %, setelah reformasi bergulir tahun
1998 indikasi tindak pidana korupsi yang merusak perekonomian dan moral
bangsa justru semakin besar. Menurut laporan BPK, penyimpangan uang negara
sudah mencapai Rp 166,53 triliun atau sekitar 50 % pada periode Januari-Juni
2004 (Kompas,2004:23). Majalah Time menyebut estimasi angka 35 miliar dolar
AS, ditambah dengan penyalahgunaan bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)
yang diduga merugikan negara sampai 13,5 miliar dolar AS. Bahkan untuk kasus
BLBI, perkaranya sampai sekarang berjalan di tempat (www.kapanlagi.com/5
April 2008). Lebih ironis lagi ketika Indonesia tercatat sebagai negara kelima
Mantan Presiden Soeharto menempati urutan pertama dengan besar kekayaannya
mencapai 15-35 miliar dollar AS (Kompas,2007:10). Selama pemerintahan
Presidan Soeharto birokrasi yang ada telah dijadikan sumber untuk memperkaya
diri. Tindak pidana korupsi telah menghancurkan birokrasi dan sistim hukum di
negara kita. Ada sumber dari PERC (Political and Economic Consultancy) yang
menyatakan tentang korupsi di Indonesia menempati urutan nomor tiga dengan
jumlah kekayaan sebesar 8,03 miliar dolar AS (Kompas,2008:10). Korupsi yang
ada di Indonesia merupakan jenis mercenary corruption. Mercenarry corruption
adalah tindakan korupsi yang dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan
pribadi, hal itu bisa terjadi karena adanya bentuk penyalahgunaan wewenang dan
1
V. Tujuan
1) a. Mendapatkan pengetahuan tentang gejala korupsi dan sebab-sebab
terjadinya korupsi.
b. Mendapatkan pengetahuan yang lebih mendalam mengenai korupsi dan
substansi apa saja yang terkandung dalam tindak pidana korupsi.
2) Untuk menggambarkan secara lengkap mekanisme dan prosodur kerja dari
adanya korupsi sehingga dapat dengan mudah menyebar pada sistem birokrasi
negara Indonesia.
3) Untuk menggambarkan langakah-langkah strategis apa sajakah yang diambil
oleh negara untuk memberantas korupsi, selain itu penulis juga ingin
memaparkan cara-cara yang disunakan oleh hukum pidana dalam upaya
memberantas terjadinya korupsi.
VI. Manfaat
1. Manfaat Teoretis
a. Memberikan sumbangan pemikiran dan ide-ade kreatif bagi
pengembangan ilmu hukum dan sistem hukum di Indonesia, dalam hal ini
kaitannya dengan usaha pemberantasan tindak pidana korupsi di
indonesia.
b. Menambah referensi ilmu pengetahuan tentang kajian mengenai tindak
pidana korupsi kaitannya dengan reformasi birokrasi pada sistem hukum di
Indonesia.
3
2. Manfaat Praktis
a. Dengan memperoleh deskripsi yang komperhensif tentang korupsi dan
upaya pemberantasan tindak pidan korupsi yang sekarang ini dilakaukan
oleh Negara, sehingga dapat memberikan kontribusi tentang apa yang
harus dilakukan oleh Negara dalam melakukan pemberantasan korupsi
b. Dengan adanya sumbangan pemikiran ini diharapkan dapat memberi
solusi dan pemecahan permasalahan guna mereformasi sistem birokrasi
Negara yang telah hancur.
mesin pemeras dan kekuasaan itu telah jadi ilegal karena kekuasaan untuk
mengeluarkan kebijaksanaan. Contohnya: menerima uang dari kontraktor yang
baru saja memenangkan tender proyek pemerintah.
4) Ideological Corruption
Suatu jenis korupsi, baik yang bersifat ilegal maupun discrisionery, yang
dimaksudkan untuk mengejar tujuan-tujuan kelompok. Episode Watergate
adalah suatu skandal yang dilakukan oleh sejumlah individu yang lebih
memberikan komitmen idiologis mereka kepada Presiden Nixon ketimbang
kepada UU dan hukum perubahan norma-norma tentang korupsi
mencerminkan adanya pandangan-pandangan dimana suatu jenis tindakan
yang sebelumnya dianggap sebagai korupsi kini tak lagi dianggap demikian.
Pada abad ke-17 gejala seperti ini berlaku di Perancis dimana mahkota raja
seringkali menjual jabatan-jabatan penting pada anggota keluarga/teman
dekatnya yang dapat digunakan sebagai sarana ampuh untuk memperkaya diri.
Istilah “in the know” adalah suatu istilah yang mengacu pada keadaan dimana
seseorang mengetahui bagaimana tindak pidana korupsi itu dilakukan orang,
mengetahui kapan dan dimana uang suap bisa diterima, biasanya korupsi yang
dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan pribadi adalah jenis pribadi, jenis
korupsi korupsi yang paling sering dalam pemberitaan, dalam hal ini orang-
orang yang mengetahui terjadinya korupsi seperti ini justru adalah orang-
orang yang melakukannya sedangkan orang-orang lain yang tidak terlibat
tetap tidak mengetahuinya. Korupsi yang bersifat idiologis adalah jenis
korupsi yang umum diketahui orang dan seringkali diperbincangkan dalam
organisasi. Contoh: orang tidak dapat dipromosikan ke dalam jabatan karena
pemikiran/idenya kurang bagus.
struktur biaya produksi, yang pada akhirnya akan meningkatkan harga yang
harus dibayar oleh konsumen untuk mendapatkan barang dan jasa. Secara
politik korupsi mempengaruhi proses pilihan-pilihan publik, sehingga terjadi
distorsi dalam penyediaan barang dan jasa publik.
Dalam suatu rezim pemerintahan yang sangat kleptokratik atau dalam
pemerintahan yang mendapat tekanan dari kelompok kejahatan serta dalam
suatu pemerintahan yang dipimpin oleh diktator (dictatorships), maka biaya
untuk membasmi korupsi sangat besar (Polinsky, A. Mitchel dan Shavel,
steven,1999:135). Langkah pertama harus menumbangkan rezim atau minimal
mengurangi pengaruh dari rezim, selanjutnya mengganti birokrat yang korup,
serta perlu juga dilakukan penggantian semua regulasi-regulasi yang tak
menguntungkan. Mungkin dalam jangka panjang akan memberikan dampak
yang baik dalam suatu perekonomian, tetapi dalam jangka pendek akan terjadi
goncangan-goncangan ( social disorder) dalam masyarakat (Charap, Joshua
dan Harm, Christian, 1999, Coolidge dan Ackerman, 1996). Fakta di
Indonesia menunjukkan hal sama, ketika pada tahun 1998 gerakan mahasiswa
menghendaki digantinya rezim yang berkuasa karena dituduh sangat korup
sehingga perekonomian negara menjadi terpuruk, yang dibuktikan dengan
lamanya pemulihan ekonomi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat korupsi sangat banyak dan
sangat tergantung bagaimana kita mendefinisikan korupsi. Secara garis besar
Tanzi (1998) membagi menjadi dua yaitu: faktor yang mempengaruhi korupsi
secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung korupsi dipengaruhi
oleh: Satu: Berbagai aturan dan pemberian hak oleh pemerintah, banyak
negara di dunia yang membuat peraturan yang berbelit-belit sehingga untuk
mengurus suatu ijin atau mendapatkan hak atas suatu sumber daya ekonomi
harus melalui jalur birokrasi yang panjang. Dua: Perpajakan, dalam
pemungutan pajak diperlukan hubungan antara tax payer dengan tax inspector
. Jika antara tax payer dan tax inspector saling berkolusi untuk mengurangi
jumlah pajak yang harus dibayarkan ke negara, maka terjadi permasalahan
dalam administrasi perpajakan (Sanyal, dkk; 1998). Tiga: Keputusan tentang
besarnya pengeluaran publik, Korupsi dapat mempengaruhi pengeluaran
publik. Korupsi berhubungan erat dengan penyediaan barang dan jasa publik.
8
berpikir untuk memperkaya dirinya sendiri tanpa mau tahu apa yang dilakukan
itu salah atau benar. Kekuasaan politik yang otoriter telah berubah menjadi
kekuasaan politik yang oligarki. Para kader parpol itu setelah menduduki
jabatan dalam pemerintahan maka moralnya telah terdidik menjadi koruptor.
Kekuasaan adalah kesempatan seseorang atau kelompok-kelompok orang
untuk menyadarkan masyarakat akan kemauan-kemauannya sendiri sekaligus
menerapkannya terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari golongan-
golongan tertentu. Bertolak dari pengertian itu maka kekuasaan adalah
merupakan kesempatan bagi sang koruptor untuk melakukan korupsi. Arti
kesempatan itu bagi koruptor merupakan jalan setan dan kejahatan, tapi karena
moralnya sudah terdidik untuk menjadi koruptor sekalipun jalan itu salah tetap
saja mereka lakukan.
Budaya kekuasaan yang lain adalah bagi seorang pejabat yang telah punya
modal dan uang banyak maka untuk menjaga kekuasaanya ia tidak segan-segan
melakukan penyuapan. Misalkan pejabat itu telah terbukti melakukan korupsi,
maka ia akan memberikan sejumlah uang pada pihak-pihak yang akan melakukan
pemeriksaan pada dirinya. Sasarannya adalah badan-badan peradilan seperti
pejabat-pejabat yang ada dalam Departemen Kejaksaan, dan Departemen
Kehakiman. Dari titik awal inilah terjadi mafia peradilan yang telah
menghancurkan hukum di Indonesia. Pejabat yang beruang itulah yang menang
dan sang koruptor itu akan tetap terjaga dalam pemerintahan selama kekuasaan
dan uang masih dipegang. Budaya kekuasaan akan tetap berjalan selama struktur
politik dan birokrasi dijadikan ladang kekuasaan belaka.
Hukum pidana dalam upaya pemberantsan korupsi yaitu dapat kita kaji
dahulu melalui Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP). Tindak pidana
korupsi merupakan tindak pidana khusus,yang artinya belum di atur dalm Kitab
Undang Undang Hukum Pidana. Kalau kita lihat dari buku I (tentang ketentuan
umum ”Pasal 1-103”), buku II (tentang pelanggaran), buku III (tentang kejahatan
”Pasal 489-569”), aturan korupsi belum ada. Ketentuan tentang itu hanya diatur
dalam peraturan perundang-undangan saja, sebagai contoh UU No.31 tahun 1999
jo UU No. 20 tahun 2001. Tindak pidana korupsi merupakan pelanggaran
terhadap tindak pidana, karena jika ditinjau dari pengertian hukum pidana adalah
segala bentuk pelanggaran dan kejahatan terhadap kepentinagan umum. Saya pikir
tindakan itu merupakan kejahatan terhadap kehidupan sosial, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Pelaku tindakan mercanery corruption harus diberi
sangsi yang tegas, adanya hukum harus bisa moment opname agar tujuan
diciptakannya hukum bisa terealisasi. Adanya aturan pidana harus bisa berfungsi
sosial dalm arti bisa menjamin adanya ketertiban masyarakat. Mengenai unsur
yang ada dalam korupsi dapat berupa kesalahan, tapi berdasarkan makna dari
undang-undang No. 20 tahun 2001 maka bagi pejabat yang telah melakukan
12
korupsi jelas salah menurut aturan itu, karena telah melakukan upaya memperkaya
diri dan telah merugikan negara. Hal ini senada dari isi pasal 6 ayat 2 undang-
undang kekuasaan kahakiman (UU No.14 tahun 1970) yang berbunyi :
”Tiada seorang juapun dapat dijatuhi pidana kecuali apabila pengadilan, karena
alat pembuktian yang syah menurut undang-undang mendapat keyakinan bahwa
seseorang dianggap dapat bertanggung jawab telah barsalah atas perbuatannya
yang dituduhkan atas dirinya dan unsur kesalahan itu sangat menentukan akibat
dari perbuatan seseorang”(Sudarto, 1990: 85).
1) Jenis Penelitian
13
2) Metode Penelitian
Metode peneitian yang digunakan adalah metode observasi yaitu suatu metode
yang diperoleh dengan dua cara:
1) Mengguanakan “human observer”
2) Secara langsung memperoleh respon dari subjek-subjek melalui
pertanyaan-pertanyaan (Purwadi, Hari, 2008:1).
4) Macam-Macam Data
1) Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya yaitu
data dari beberapa mahasiswa UNS yang ditanya secara langsung
menegenai hal-hal yang berkaitan dengan tema penelitian.
2) Data sekunder adalah data yang bersumber dari media tulis seperti
buku, majalah, arsip, koran, foto, gambar dan hasil penelitian arsip yang
sesuai dengan tema penelitian.
Koran :
Kompas, 2 Februari 2003, halaman 12
Kompas, 2 Oktober 2004, halaman 6
Kompas, Jumat 21 September 2007, halaman 10
Kompas, Selasa 11 Maret 2008, halaman 10
Internet :
Blog Spot dari Hari Purwadi.2008. Legal dan Socio Legal Researh, hal.16
http://www.kapanlagi.com/5 April 2008
http://www.kpk.co.id
Undang-Undang :
UU No.3 tahun 1971
UU No.14 tahun 1970 tentang Kekuasaan Kahakiman
UU No.7 Drt Tahun 1995 tentang Tindak Pidana Ekonomi
17